Syafril, M
Dosen Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir (FIAI-UNISI) Tembilahan
e-mail: syafril982@yahoo.com
Abstrak
Tulisan ini bertujan untuk mengenal lebih dekat sosok al-
Ghazali dan mengetahui pemikiran tasawufnya. Dengan
mengetahui latar sosiologis kehidupan al-Ghazali dan
pemikirannya, mengantarkan kita dapat memahami
pemikiran dan menghargai ide dan usahanya. Tak pelak
lagi, al-Ghazali telah berjasa dalam merumuskan konsep
tasawufnya yang didasari dari perenungannya terhadap
ajaran al-Qur’an dan Sunnah. Kitab Ihya’ Ulumiddin,
merupakan karya agung dan terbesar al-Ghazali. Dalam
buku ini, al-Ghazali menjelaskan pemikiran-pemikirannya
mengenai tasawuf dan berusaha merekonsiliasi antara
syari’at dan tasawuf dengan mengembalikan
pemahamnnya kepada al-Qur’an dan Sunnah. Ia
menentang keras pemikiran-pemikiran yang dianggapnya
menyimpang dari ajaran Agama. Gagasan yang
diperkenalkan al-Ghazali dalam menyelaraskan syari’at
dan hakikat sedemikian mendalam dan belum pernah
dikemukakan oleh pemikir sebelumnya. Pemikiran al-
Ghazali kemudian memberikan pengaruh yang luar biasa
sehingga diikuti oleh tokoh-tokoh sufi sesudahnya. Tidak
hanya itu, tasawuf pada akhirnya dapat diterima oleh ahli
syari’at dan dipahami oleh masyarakat umum.
A. Pendahuluan
Al-Ghazali adalah salah seorang tokoh sufi terkemuka yang hidup
di abad ke-5 Hijriyah pada masa pemerintahan Dinasti Bani Saljuk. Ia
adalah tokoh fenomenal sekaligus kontroversial. Dikatakan fenomenal,
karena pemikiran al-Ghazali selalu menarik untuk dikaji dari berbagai
sudut pandang keilmuan, mulai dari fikih, ushul fiqih, teologi, filsafat
hingga tasawuf. Disebut kontroversial, karena serangannya kepada para
filosof dan pemikiran mereka melalui bukunya Tahafut al-Falasifah,
telah menimbulkan berbagai polemik mengenai stagnasinya pemikiran
Islam khususnya di belahan timur dunia Islam. Banyak yang menduga
bahwa kemunduran pemikiran Islam disebabkan oleh serangan al-
Ghazali kepada filsafat. Beberapa pemikir Islam Indonesia, seperti
Ahmad Syafi’i Ma’arif dan Nurcholis Majid tidak setuju terhadap yang
menyatakan bahwa al-Ghazali yang menyebabkan jumud nya
pemikiran Islam1. Menurut Syafi’i Maarif, kemacetan pemikiran Islam
khususnya di dunia sunni, merupakan fenomena sosiologis yang amat
kompleks. Sementara itu, dalam pandangan Nurcholis Majid, al-
Ghazali sangat berjasa dalam menciptakan suatu iklim keberagamaan,
karena al-Ghazali adalah seorang “penengah” antara literalisme
Hambaliyyah dan liberalisme para filosof.
Di Indonesia, khususnya dikalangan pesantren tradisional, al-
Ghazali lebih dikenal sebagai seorang sufi ketimbang seorang filosof.
Hal ini disebabkan, buku-buku yang dijadikan referensi dalam materi
tasawuf adalah buku-buku karya al-Ghazali, seperti matan Bidayatu al-
1
Lihat pengantar Ahmadie Thaha dalam terjemahan Tahafut al-Falasifah
(Jakarta: Panji Masyarakat, 1986), h. xii
Pemikiran Sufistik: Mengenal Biografi Intelektual Imam al-Ghazali | 3
Syafril. M
2
Lihat Bidayatu al-Hidayah karya al-Ghazali dikomentari oleh Syaikh
Nawawi Banten dengan judul Maraqi al-‘Ubudiyah (Semarang: al-‘Aidarus, tt), 4-5
3
Ketiga istilah ini didefinisikan oleh al-Shawiy seperti yang dikutip oleh
Syaikh Nawawi Banten yaitu; syari’at adalah hukum-hukum Allah yang diturunkan
kepada Nabi saw untuk disampaikan kepada umat manusia sebagai taklif (kewajiban
yang mesti dikerjakan), seperti perintah wajib, mandub, haram, makruh dan jaiz.
Thariqat adalah mengerjakan apa yang diperintahkan oleh hukum-hukum syari’at.
Hakikat adalah memahami hakikat sesuatu dan rahasianya, dengan bahasa lain hakikat
adalah ilmu yang Allah campakkan kedalam hati orang-orang yang mengamalkan
tuntunannya, yaitu dengan mengerjakan apa yang diperintah-Nya dan meninggalkan
apa yang dilarang-Nya.
4 | Jurnal Syahadah
Vol. V, No. 2, Oktober 2017
uang yang tak bisa dipisahkan. Syari’at tanpa hakikat hampa, hakikat
tanpa syari’at batil.4
Tulisan ini akan menguraikan pemikiran sufistik al-Ghazali,
mengapa al-Ghazali memilih jalan sufi untuk menemukan kebenaran,
konsep ma’rifah, corak dan pengaruhnya dalam pemikiran tasawuf
sesudahnya serta pengaruh dan komentar ulama terhadap kitab Ihya’
‘Ulumiddin.
4
Ibid.
5
Al-Ghazali, al-Munqidz min al-Dhalal, tahkik ‘Abdul Halim Mahmud alih
bahasa Abdul Munip (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2005), h. 33
6
Maraqi al-‘Ubudiyyah, op cit., h. 3
Pemikiran Sufistik: Mengenal Biografi Intelektual Imam al-Ghazali | 5
Syafril. M
7
Op cit., h. 34
8
Ibid., h. 35
9
Abdu al-Ghafir bin Isma’il al-Farisi – wafat tahun 529 H- salah seorang
sahabat al-Ghazali dan sering berhubungan dengannya, ia telah menulis biografi al-
Ghazali. Dalam tulisannya al-Farisi menggambarkan Imam al-Ghazali “ia adalah
imam dari semua imam agama, memiliki kefasihan dan kejelasan dalam ucapan dan
pemikiran, ketajaman akal dan bakat yang luar biasa yang belum pernah dimiliki
orang lain”. Lihat al-Munqidz min al-Dhalal, tahkik ‘Abdul Halim Mahmud.
10
Ibid.
6 | Jurnal Syahadah
Vol. V, No. 2, Oktober 2017
11
Quraish Shihab, Studi Kritis atas Tafsir al-Manar; Keistimewaan dan
Kelemahannya (Ujung Pandang: IAIN Alaudin, 1998), h. 9
12
Ahmadie Thaha, dalam pengantar karya al-Ghazali, al-Tibbr al-Masbuk fi
Nashihat al-Muluk alih bahasa oleh Ahmadie Thaha (Bandung: Mizan, 1994), 11
Pemikiran Sufistik: Mengenal Biografi Intelektual Imam al-Ghazali | 7
Syafril. M
13
Ibid.
14
Ibid., h. 20
15
Ibid., h. 21
8 | Jurnal Syahadah
Vol. V, No. 2, Oktober 2017
16
Ibid., h. 36
17
Kitab al-Munqidz min al-Dhalal adalah karya Imam al-Ghazali yang
ditulisnya untuk menceritakan pergumulannya dengan ilmu pengetahuan,
pengembaraanya dari mendalami satu ilmu ke ilmu yang lain, serta keraguan yang
dialaminya. Buku seperti ini merupakan buku yang langka dalam tradisi keilmuan
Islam, karna jarang para ulama merekam perkembangan pemikirannya sendiri.
Pemikiran Sufistik: Mengenal Biografi Intelektual Imam al-Ghazali | 9
Syafril. M
18
Ibid.
19
Ibid., h. 37
20
Achmad Faizur Rosyad, Menapak Jejak al-Ghazali; Tasawuf, Filsafat dan
Tradisi (Yogyakarta: Kutub, 2004), h. 117
10 | Jurnal Syahadah
Vol. V, No. 2, Oktober 2017
21
Lihat al-Munqidz., op cit., h. 41
22
Ibid., h. 41-42
Pemikiran Sufistik: Mengenal Biografi Intelektual Imam al-Ghazali | 11
Syafril. M
23
Ibid.
24
Asmaran, As, Pengantar Studi Tasawuf (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
1994), h. 331
12 | Jurnal Syahadah
Vol. V, No. 2, Oktober 2017
c. Mizan al-‘Amal
d. Kimiya as-Sa’adah
e. Misykah al-Anwar
f. Ihya’ ‘Ulumiddin
g. Al-Munqidz min al-Dhalal
h. Al-Adab fi al-Din
i. Kitab al-Arba’in
j. Ar-Risalah al-Laduniyah
k. Raudhah al-Thalibin
25
Orang yang “berjalan” secara spiritual untuk mendekatkan dirinya kepada
Allah dalam istilah tasawuf disebut salik.
Pemikiran Sufistik: Mengenal Biografi Intelektual Imam al-Ghazali | 13
Syafril. M
26
Lihat buku Menyelami Lubuk Tasawuf karya Mulyadi Kartanegara (Jakarta:
Erlangga, 2006), h. 197
14 | Jurnal Syahadah
Vol. V, No. 2, Oktober 2017
27
Ibid,. h. 201
28
Rivay Siregar, Tasawuf Dari Sufisme Klasik Ke Neo-Sufisme (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2002), h. 112
Pemikiran Sufistik: Mengenal Biografi Intelektual Imam al-Ghazali | 15
Syafril. M
29
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000),
h. 225
30
Ibid,. h. 226
31
Al-Muqidz, op cit,. h. 31
32
Lihat juga penjelasan Quraish Shihab, Logika Agama (Jakarta: Lentera Hati,
2005), h. 182
33
Al-Ghazali, Raudhah al-Thalibin, (Mesir: Maktabah al-Sa’adah, 1967), h.
162
34
Al-‘Arif billah adalah orang yang telah mencapai tingkatan tertinggi dalam
kajian tasawuf, yaitu orang yang jiwa raganya hanya mengarah kepada Allah semata.
Tidak ada satupun keadaan yang dapat mengahalanginya dan tidak ada suatu aktivitas
yang dilakukannya melainkan karena Allah, bukan untuk meraih kenikmatan surge
atau takut azab neraka.
16 | Jurnal Syahadah
Vol. V, No. 2, Oktober 2017
35
Asmaran, op cit,. h. 333
36
Ibid.
Pemikiran Sufistik: Mengenal Biografi Intelektual Imam al-Ghazali | 17
Syafril. M
37
Al-Munqidz,. h. 512
38
Op cit,. h. 332
39
Al-Ghazali, Minhaj al-‘Abidin (Semarang: Dar Ihya’ al-Kutub al-
‘Arabiyyah, tt), h. 13
18 | Jurnal Syahadah
Vol. V, No. 2, Oktober 2017
semula seperti yang dikemukakan oleh sufi abad pertama Hijriyah, al-
Hasan al-Bashri (w. 110 H) dan Rabi’ah al-Adawiyah (w. 185 H) yang
berorientasi pada sikap zuhud, pendidikan jiwa dan pembentukan
moral40.
Konsep dan pemikiran tasawuf yang diperkenalkan al-Ghazali
sedemikian mendalam dan belum pernah diperkenalkan pada masa
sebelumnya. Dilain pihak, al-Ghazali juga mengajukan kritikan-
kritikan tajam terhadap berbagai aliran filsafat, pemikiran mu’tazilah
dan kepercayaan bathiniyah dengan menancapkan dasar-dasar tasawuf
yang lebih moderat dan sesuai dengan garis pemikiran teologis Ahl al-
Sunnah wa al-Jama’ah. Dalam orientasi dan rincian-rincian tasawuf
yang dikembangkannya berbeda dengan konsepsi al-Hallaj dan al-
Bustami. Model tasawuf yang dikembangkan al-Ghazali disebut
dengan tasawuf sunni41.
Menurut Abu al-Wafa’ al-Taftazani, seperti yang dikutip oleh
Asmaran, bahwa dalam tasawuf, pilihan al-Ghazali jatuh pada tasawuf
sunni yang berdasarkan doktrin ASWAJA (ahlu as-sunnah wa al-
jama’ah). Dari paham tasawufnya ini, dia menjauhkan semua
kecenderungan yang mempengaruhi para filososf Islam, sekte
Isma’iliyah dan aliran Syi’ah, Ikhwan al-Safa dan lainnya. al-Ghazali
juga menjauhkan tasawufnya dari teori-teori ketuhanan menurut
Aristoteles, antara lain teori emanasi dan penyatuan. 42
40
Alwi Shihab, Antara Tasawuf Sunni dan Falsafi (Jakarta: Pustaka Iman,
2009), h. 49
41
Ibid,. h. 50
42
Asmaran, As, op cit,. h. 335
Pemikiran Sufistik: Mengenal Biografi Intelektual Imam al-Ghazali | 19
Syafril. M
43
Op cit,. h. 51
44
Lihat komentar ‘Abdul Halim Mahmud dalam al-Munqidz, op cit,. h. 76
20 | Jurnal Syahadah
Vol. V, No. 2, Oktober 2017
45
Simuh, Tasawuf dan Perkembangannya Dalam Islam (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 1996), h. 168
46
Ibid,.
47
Ibid,. h. 169
Pemikiran Sufistik: Mengenal Biografi Intelektual Imam al-Ghazali | 21
Syafril. M
48
Al-Munqidz,. h. 77
22 | Jurnal Syahadah
Vol. V, No. 2, Oktober 2017
mutiaranya bisa menjadi penyejuk bagi para pencari ilmu dan penawar
kerinduan bagi merka yang tidak menemukan buku lain” 49
F. Penutup
Berdasarkan uraian di atas, ada beberapa faktor yang
mempengaruhi al-Ghazali untuk mengasingkan diri dan selanjutnya
menjalani kehidupan sufistik. Fenomena sosial-politik pasca
terbunuhnya Perdana Menteri Nizham al-Mulk, secara tidak langsung
memberikan pengaruh psikologis terhadap al-Ghazali yang notabene
adalah “sahabat” nya dipemerintahan Dinasti Saljuk sekaligus pendiri
Universitas Nizhamiyah. Peristiwa ini sedikit banyak “melukai”
perasaan al-Ghazali, dan menyebabkan ia tidak begitu “betah” untuk
mengajar lagi. Dilain pihak, hidup dalam limpahan materi ternyata tidak
membuat al-Ghazali merasa bahagia. Terjadi tarik-menarik didalam
hatinya, antara ingin hidup dalam kemewahan dan meninggalkannya.
Al-Ghazali pun mengalami kegoncangan jiwa sehingga menyebabkan
ia tidak mampu berbicara dan mengajar. Dalam kondisi yang tidak
menentu, al-Ghazali akhirnya memutuskan untuk mengasingkan diri
dan berkomtemplasi dalam kurun waktu yang cukup panjang.
Semenjak mulai mengasingkan diri, al-Ghazali menjalani hidup sebagai
seorang sufi sampai akhirnya ia dipanggil oleh yang Maha Kuasa.
Kitab Ihya’ Ulumiddin, merupakan karya agung dan terbesar al-
Ghazali. Dalam buku ini, al-Ghazali menjelaskan pemikiran-
pemikirannya mengenai tasawuf dan berusaha merekonsiliasi antara
49
Ibid,. h. 80
Pemikiran Sufistik: Mengenal Biografi Intelektual Imam al-Ghazali | 23
Syafril. M
DAFTAR PUSTAKA