Anda di halaman 1dari 24

Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol.

03, Juli 2014

KONSEP ILMU (KEISLAMAN) AL-GHAZALI DALAM PERKEMBANGAN


PENDIDIKAN ISLAM MASA KINI
Oleh: Moch. Yasyakur*

Abstrack
Al-Ghazali view for Islamic Education Development is very important at present day.
Imam Al-Ghazali is intellect people and his name is familiar at Moslems. He is expert in
philosophy and tasawuf. Imam Al-Ghazali to look at education as media to approach to Allah
Subhanahu wa Ta’ala and to get happiness in the world and in the future. As we know from
his goal educations that Insan Purna where the goal to approach Allah Subhanahu wa Ta’ala
and to get happiness in the world and in the future.
As Al-Ghazali ideas for example, there are no separation between religion knowledge
and general knowledge. There are three points of Al-Ghazali ideas about education at Ihya
book: explanation about knowledge is better than dumbness, codification in knowledge and
ethic for teacher and student. As Al-Ghazali idea, if people just study about general
knowledge without religion knowledge is no benefit anything in the future.
Al-Ghazali use Mujahadah method and Riyadhah method, discipline method, naqli and
aqli method, guidance and advice method in teaching method. In teaching media, he agrees
with reward and punishment, and must be good personality. Success and failure at education
process generally depend on output. Success education if output from education is
responsible people to people and to God, and give benefit to himself.

Keywords: Imam Al-Ghazali, philosophy of education

A. Pendahuluan nama beliau kepada daerah Ghazalah di


Imam Al Ghazali, sebuah nama yang Thusi, tempat kelahiran beliau. Ini
tidak asing di telinga kaum muslimin. dikuatkan oleh Al Fayumi dalam Al
Tokoh terkemuka dalam kancah filsafat dan Mishbah Al Munir. Penisbatan pendapat ini
tasawuf. Memiliki pengaruh dan pemikiran kepada salah seorang keturunan Al Ghazali.
yang telah menyebar ke seantero dunia Yaitu Majdudin Muhammad bin
Islam. Ironisnya sejarah dan perjalanan Muhammad bin Muhyiddin Muhamad bin
hidupnya masih terasa asing. Kebanyakan Abi Thahir Syarwan Syah bin Abul Fadhl
kaum muslimin belum mengenalnya. bin Ubaidillah anaknya Situ Al Mana bintu
Berikut adalah sebagian sisi kehidupannya. Abu Hamid Al Ghazali yang mengatakan,
Sehingga setiap kaum muslimin yang bahwa telah salah orang yang
mengikutinya, hendaknya mengambil menyandarkan nama kakek kami tersebut
hikmah dari sejarah hidup beliau. dengan ditasydid (Al Ghazzali).
Sebagian lagi mengatakan penyandar-
1. Nama, Nasab dan Kelahiran Beliau
an nama beliau kepada pencaharian dan
Beliau bernama Muhammad bin
keahlian keluarganya yaitu menenun.
Muhammad bin Muhammad bin Ahmad
Sehingga nisbatnya ditasydid (Al
Ath Thusi, Abu Hamid Al Ghazali (Lihat
Ghazzali). Demikian pendapat Ibnul Atsir.
Adz Dzahabi, Siyar A’lam Nubala’ 19/323
Dan dinyatakan Imam Nawawi, “Tasydid
dan As Subki, Thabaqat Asy Syafi’iyah
dalam Al Ghazzali adalah yang benar.”
6/191). Para ulama nasab berselisih dalam
Bahkan Ibnu Assam’ani mengingkari
penyandaran nama Imam Al Ghazali.
penyandaran nama yang pertama dan
Sebagian mengatakan, bahwa penyandaran

Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam 611


Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 03, Juli 2014

berkata, “Saya telah bertanya kepada miskin yang tidak memiliki harta. Saya
penduduk Thusi tentang daerah Al menganjurkan kalian berdua untuk masuk
Ghazalah, dan mereka mengingkari ke madrasah seolah-olah sebagai penuntut
keberadaannya.” Ada yang berpendapat Al ilmu. Sehingga memperoleh makanan yang
Ghazali adalah penyandaran nama kepada dapat membantu kalian berdua.”
Ghazalah anak perempuan Ka’ab Al Lalu keduanya melaksanakan anjuran
Akhbar, ini pendapat Al Khafaji. tersebut. Inilah yang menjadi sebab
Yang dijadikan sandaran para ahli kebahagiaan dan ketinggian mereka.
nasab mutaakhirin adalah pendapat Ibnul Demikianlah diceritakan oleh Al Ghazali,
Atsir dengan tasydid. Yaitu penyandaran hingga beliau berkata, “Kami menuntut
nama kepada pekerjaan dan keahlian bapak ilmu bukan karena Allah ta’ala , akan
dan kakeknya (Diringkas dari penjelasan tetapi ilmu enggan kecuali hanya karena
pentahqiq kitab Thabaqat Asy Syafi’iyah Allah ta’ala.” (Dinukil dari Thabaqat Asy
dalam catatan kakinya 6/192-192). Syafi’iyah 6/193-194).
Dilahirkan di kota Thusi tahun 450 H dan Beliau pun bercerita, bahwa ayahnya
memiliki seorang saudara yang bernama seorang fakir yang shalih. Tidak memakan
Ahmad (Lihat Adz Dzahabi, Siyar A’lam kecuali hasil pekerjaannya dari kerajinan
Nubala’ 19/326 dan As Subki, Thabaqat membuat pakaian kulit. Beliau berkeliling
Asy Syafi’iyah 6/193 dan 194). mengujungi ahli fikih dan bermajelis
dengan mereka, serta memberikan nafkah
2. Kehidupan dan Perjalanannya
semampunya. Apabila mendengar
Menuntut Ilmu
perkataan mereka (ahli fikih), beliau
Ayah beliau adalah seorang pengrajin
menangis dan berdoa memohon diberi anak
kain shuf (yang dibuat dari kulit domba)
yang faqih. Apabila hadir di majelis
dan menjualnya di kota Thusi. Menjelang
ceramah nasihat, beliau menangis dan
wafat dia mewasiatkan pemeliharaan kedua
memohon kepada Allah ta’ala untuk
anaknya kepada temannya dari kalangan
diberikan anak yang ahli dalam ceramah
orang yang baik. Dia berpesan, “Sungguh
nasihat.
saya menyesal tidak belajar khat (tulis
Kiranya Allah mengabulkan kedua
menulis Arab) dan saya ingin memperbaiki
doa beliau tersebut. Imam Al Ghazali
apa yang telah saya alami pada kedua
menjadi seorang yang faqih dan saudaranya
anak saya ini. Maka saya mohon engkau
(Ahmad) menjadi seorang yang ahli dalam
mengajarinya, dan harta yang saya
memberi ceramah nasihat (Dinukil dari
tinggalkan boleh dihabiskan untuk
Thabaqat Asy Syafi’iyah 6/194).
keduanya.”
Imam Al Ghazali memulai belajar di
Setelah meninggal, maka temannya
kala masih kecil. Mempelajari fikih dari
tersebut mengajari keduanya ilmu, hingga
Syaikh Ahmad bin Muhammad Ar
habislah harta peninggalan yang sedikit
Radzakani di kota Thusi. Kemudian
tersebut. Kemudian dia meminta maaf tidak
berangkat ke Jurjan untuk mengambil ilmu
dapat melanjutkan wasiat orang tuanya
dari Imam Abu Nashr Al Isma’ili dan
dengan harta benda yang dimilikinya. Dia
menulis buku At Ta’liqat. Kemudian
berkata, “Ketahuilah oleh kalian berdua,
pulang ke Thusi (Lihat kisah selengkapnya
saya telah membelanjakan untuk kalian
dalam Thabaqat Asy Syafi’iyah 6/195).
dari harta kalian. Saya seorang fakir dan

612 Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam


Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 03, Juli 2014

Beliau mendatangi kota Naisabur dan perkataannya sangat dipengaruhi filsafat


berguru kepada Imam Haramain Al Juwaini dari karya-karya Ibnu Sina dalam kitab Asy
dengan penuh kesungguhan. Sehingga Syifa’, Risalah Ikhwanish Shafa dan karya
berhasil menguasai dengan sangat baik Abu Hayan At Tauhidi.” (Majmu’ Fatawa
fikih mazhab Syafi’i dan fikih khilaf, ilmu 6/54).
perdebatan, ushul, manthiq, hikmah dan Hal ini jelas terlihat dalam kitabnya
filsafat. Beliau pun memahami perkataan Ihya’ Ulumuddin. Sehingga Syaikhul Islam
para ahli ilmu tersebut dan membantah Ibnu Taimiyah berkata, “Perkataannya di
orang yang menyelisihinya. Menyusun Ihya Ulumuddin pada umumnya baik. Akan
tulisan yang membuat kagum guru beliau, tetapi di dalamnya terdapat isi yang
yaitu Al Juwaini (Lihat Adz Dzahabi, Siyar merusak, berupa filsafat, ilmu kalam, cerita
A’lam Nubala’ 19/323 dan As Subki, bohong sufiyah dan hadits-hadits palsu.”
Thabaqat Asy Syafi’iyah 6/191). (Majmu’ Fatawa 6/54).
Setelah Imam Haramain meninggal, Demikianlah Imam Ghazali dengan
berangkatlah Imam Ghazali ke perkemahan kejeniusan dan kepakarannya dalam fikih,
Wazir Nidzamul Malik. Karena majelisnya tasawuf dan ushul, tetapi sangat sedikit
tempat berkumpul para ahli ilmu, sehingga pengetahuannya tentang ilmu hadits dan
beliau menantang debat kepada para ulama sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
dan mengalahkan mereka. Kemudian sallam yang seharusnya menjadi pengarah
Nidzamul Malik mengangkatnya menjadi dan penentu kebenaran. Akibatnya beliau
pengajar di madrasahnya di Baghdad dan menyukai filsafat dan masuk ke dalamnya
memerintahkannya untuk pindah ke sana. dengan meneliti dan membedah karya-
Maka pada tahun 484 H beliau berangkat karya Ibnu Sina dan yang sejenisnya,
ke Baghdad dan mengajar di Madrasah An walaupun beliau memiliki bantahan
Nidzamiyah dalam usia tiga puluhan tahun. terhadapnya. Membuat beliau semakin jauh
Disinilah beliau berkembang dan menjadi dari ajaran Islam yang hakiki.
terkenal. Mencapai kedudukan yang sangat Adz Dzahabi berkata, “Orang ini (Al
tinggi. Ghazali) menulis kitab dalam mencela
filsafat, yaitu kitab At Tahafut. Dia
3. Pengaruh Filsafat Dalam Dirinya
membongkar kejelekan mereka, akan tetapi
Pengaruh filsafat dalam diri beliau
dalam beberapa hal menyetujuinya, dengan
begitu kentalnya. Beliau menyusun buku
prasangka hal itu benar dan sesuai dengan
yang berisi celaan terhadap filsafat, seperti
agama. Beliau tidaklah memiliki ilmu
kitab At Tahafut yang membongkar
tentang atsar dan beliau bukanlah pakar
kejelekan filsafat. Akan tetapi beliau
dalam hadits-hadits Rasulullah shallallahu
menyetujui mereka dalam beberapa hal
‘alaihi wa sallam yang dapat mengarahkan
yang disangkanya benar. Hanya saja
akal. Beliau senang membedah dan
kehebatan beliau ini tidak didasari dengan
meneliti kitab Ikhwanush Shafa. Kitab ini
ilmu atsar dan keahlian dalam hadits-hadits
merupakan penyakit berbahaya dan racun
Nabi yang dapat menghancurkan filsafat.
yang mematikan. Kalaulah Abu Hamid
Beliau juga gemar meneliti kitab
bukan seorang yang jenius dan orang yang
Ikhwanush Shafa dan kitab-kitab Ibnu Sina.
mukhlis, niscaya dia telah binasa.” (Siyar
Oleh karena itu, Syaikhul Islam Ibnu
A’lam Nubala 19/328).
Taimiyah berkata, “Al Ghazali dalam

Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam 613


Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 03, Juli 2014

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Muhammad bin Ubaidilah Al Hafshi.”


berkata, “Abu Hamid condong kepada (Dinukil oleh Adz Dzahabi dalam Siyar
filsafat. Menampakkannya dalam bentuk A’lam Nubala 6/34).
tasawuf dan dengan ibarat Islami Disampaikan juga oleh Ibnu
(ungkapan syar’i). Oleh karena itu para Khallakan dengan perkataannya, “An
ulama muslimin membantahnya. Hingga Nidzam (Nidzam Mulk) mengutusnya untuk
murid terdekatnya, (yaitu) Abu Bakar Ibnul menjadi pengajar di madrasahnya di
Arabi mengatakan, “Guru kami Abu Hamid Baghdad tahun 484 H. Beliau tinggalkan
masuk ke perut filsafat, kemudian ingin jabatannya pada tahun 488 H. Lalu
keluar dan tidak mampu.” (Majmu’ Fatawa menjadi orang yang zuhud, berhaji dan
4/164). tinggal menetap di Damaskus beberapa
lama. Kemudian pindah ke Baitul Maqdis,
4. Polemik Kejiwaan Imam Ghazali
lalu ke Mesir dan tinggal beberapa lama di
Kedudukan dan ketinggian jabatan
Iskandariyah. Kemudian kembali ke
beliau ini tidak membuatnya congkak dan
Thusi.” (Dinukil oleh Adz Dzahabi dalam
cinta dunia. Bahkan dalam jiwanya
Siyar A’lam Nubala 6/34).
berkecamuk polemik (perang batin) yang
Ketika Wazir Fakhrul Mulk menjadi
membuatnya senang menekuni ilmu-ilmu
penguasa Khurasan, beliau dipanggil hadir
kezuhudan. Sehingga menolak jabatan
dan diminta tinggal di Naisabur. Sampai
tinggi dan kembali kepada ibadah, ikhlas
akhirnya beliau datang ke Naisabur dan
dan perbaikan jiwa. Pada bulan Dzul
mengajar di madrasah An Nidzamiyah
Qai’dah tahun 488 H beliau berhaji dan
beberapa saat. Setelah beberapa tahun,
mengangkat saudaranya yang bernama
pulang ke negerinya dengan menekuni ilmu
Ahmad sebagai penggantinya.
dan menjaga waktunya untuk beribadah.
Pada tahun 489 H beliau masuk kota
Beliau mendirikan satu madrasah di
Damaskus dan tinggal beberapa hari.
samping rumahnya dan asrama untuk
Kemudian menziarahi Baitul Maqdis
orang-orang shufi. Beliau habiskan sisa
beberapa lama, dan kembali ke Damaskus
waktunya dengan mengkhatam Al Qur’an,
beri’tikaf di menara barat masjid Jami’
berkumpul dengan ahli ibadah, mengajar
Damaskus. Beliau banyak duduk di pojok
para penuntut ilmu dan melakukan shalat
tempat Syaikh Nashr bin Ibrahim Al
dan puasa serta ibadah lainnya sampai
Maqdisi di masjid Jami’ Umawi (yang
meninggal dunia.
sekarang dinamai Al Ghazaliyah). Tinggal
di sana dan menulis kitab Ihya Ulumuddin, 5. Masa Akhir Kehidupannya
Al Arba’in, Al Qisthas dan kitab Mahakkun Akhir kehidupan beliau dihabiskan
Nadzar. Melatih jiwa dan mengenakan dengan kembali mempelajari hadits dan
pakaian para ahli ibadah. Beliau tinggal di berkumpul dengan ahlinya. Berkata Imam
Syam sekitar 10 tahun. Adz Dzahabi, “Pada akhir kehidupannya,
Ibnu Asakir berkata, “Abu Hamid beliau tekun menuntut ilmu hadits dan
rahimahullah berhaji dan tinggal di Syam berkumpul dengan ahlinya serta menelaah
sekitar 10 tahun. Beliau menulis dan shahihain (Shahih Bukhari dan Muslim).
bermujahadah dan tinggal di menara barat Seandainya beliau berumur panjang,
masjid Jami’ Al Umawi. Mendengarkan niscaya dapat menguasai semuanya dalam
kitab Shahih Bukhari dari Abu Sahl waktu singkat. Beliau belum sempat

614 Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam


Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 03, Juli 2014

meriwayatkan hadits dan tidak memiliki e. Faishal At Tafriqah Bainal Islam Wa


keturunan kecuali beberapa orang putri.” Zanadiqah.
Abul Faraj Ibnul Jauzi menyampai- Kedua, dalam ilmu ushul, fikih,
kan kisah meninggalnya beliau dalam kitab filsafat, manthiq dan tasawuf, beliau
Ats Tsabat Indal Mamat, menukil cerita memiliki karya yang sangat banyak. Secara
Ahmad (saudaranya); Pada subuh hari ringkas dapat kita kutip yang terkenal, di
Senin, saudaraku Abu Hamid berwudhu antaranya:
dan shalat, lalu berkata, “Bawa kemari kain a. Al Mustashfa Min Ilmil Ushul.
kafan saya.” Lalu beliau mengambil dan Merupakan kitab yang sangat
menciumnya serta meletakkannya di kedua terkenal dalam ushul fiqih. Yang
matanya, dan berkata, “Saya patuh dan taat sangat populer dari buku ini ialah
untuk menemui Malaikat Maut.” Kemudian pengantar manthiq dan pembahasan
beliau meluruskan kakinya dan menghadap ilmu kalamnya. Dalam kitab ini
kiblat. Beliau meninggal sebelum langit Imam Ghazali membenarkan
menguning (menjelang pagi hari). (Dinukil perbuatan ahli kalam yang
oleh Adz Dzahabi dalam Siyar A’lam mencampur adukkan pembahasan
Nubala 6/34). Beliau wafat di kota Thusi, ushul fikih dengan pembahas-an ilmu
pada hari Senin tanggal 14 Jumada Akhir kalam dalam pernyataannya, “Para
tahun 505 H dan dikuburkan di pekuburan ahli ushul dari kalangan ahli kalam
Ath Thabaran (Thabaqat Asy Syafi’iyah banyak sekali memasukkan
6/201). pembahasan kalam ke dalamnya
Karya-Karyanya; diambil secara (ushul fiqih) lantaran kalam telah
ringkas dari kitab Mauqif Ibnu Taimiyah menguasainya. Sehingga kecintaan-
Minal Asya’irah, karya Dr. Abdurrahman nya tersebut telah membuatnya
bin Shaleh Ali Mahmud 2/623-625, mencampur adukkannya.” Tetapi
Thabaqat Asy Syafi’iyah 6/203-204 kemudian beliau ber-kata, “Setelah
Beliau seorang yang produktif kita mengetahui sikap keterlaluan
menulis. Karya ilmiah beliau sangat banyak
mereka mencampuradukkan per-
sekali. Di antara karyanya yang terkenal masalahan ini, maka kita memandang
ialah: perlu menghilangkan dari hal
Pertama, dalam masalah ushuluddin tersebut dalam kumpulan ini. Karena
dan aqidah: melepaskan dari sesuatu yang sudah
a. Arba’in Fi Ushuliddin. Merupakan menjadi kebiasaan sangatlah
juz kedua dari kitab beliau Jawahirul sukar……” (Dua perkataan beliau ini
Qur’an. dinukil dari penulis Mauqif Ibnu
b. Qawa’idul Aqa’id, yang beliau Taimiyah Minal Asya’irah dari Al
satukan dengan Ihya’ Ulumuddin Mustashfa hal. 17 dan 18).
pada jilid pertama.
c. Al Iqtishad Fil I’tiqad. Lebih jauh pernyataan beliau dalam
d. Tahafut Al Falasifah. Berisi bantahan Mukaddimah manthiqnya,
beliau terhadap pendapat dan “Mukadimah ini bukan termasuk dari
ilmu ushul. Dan juga bukan
pemikiran para filosof dengan
mukadimah khusus untuknya. Tetapi
menggunakan kaidah mazhab merupakan mukadimah semua ilmu.
Asy’ariyah.

Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam 615


Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 03, Juli 2014

Maka siapa pun yang tidak memiliki Muhammad bin Abdillah Asy
hal ini, tidak dapat dipercaya Syahruzuri yang menunjukkan,
pengetahuannya.” (Mauqif Ibnu bahwa hal itu dipalsukan atas nama
Taimiyah Minal Asya’irah dari Al
Al Ghazali. Beliau sendiri telah
Mustashfa hal. 19).
menolaknya dengan kitab Tahafut.”
Kemudian hal ini dibantah oleh Ibnu (Adz Dzahabi dalam Siyar A’lam
Shalah. beliau berkata, “Ini tertolak, Nubala 19/329).
karena setiap orang yang akalnya Banyak pula ulama yang menetapkan
sehat, maka berarti dia itu manthiqi. keabsahannya. Di antaranya yaitu
Lihatlah berapa banyak para imam Syaikhul Islam, menyatakan,
yang sama sekali tidak mengenal “Adapun mengenai kitab Al
ilmu manthiq!” (Adz Dzahabi dalam Madhmun Bihi Ala Ghairi Ahlihi,
Siyar A’lam Nubala 19/329). sebagian ulama mendustakan
Demikianlah, karena para sahabat penetapan ini. Akan tetapi para
juga tidak mengenal ilmu manthiq. pakar yang mengenalnya dan
keadaannya, akan mengetahui bahwa
Padahal pengetahuan serta
semua ini merupakan perkataannya.”
pemahamannya jauh lebih baik dari (Adz Dzahabi dalam Siyar A’lam
para ahli manthiq. Nubala 19/329). Kitab ini diterbitkan
b. Mahakun Nadzar. terakhir dengan tahqiq Riyadh Ali
c. Mi’yarul Ilmi. Kedua kitab ini Abdillah.
berbicara tentang mantiq dan telah i. Al Ajwibah Al Ghazaliyah Fil Masail
dicetak. Ukhrawiyah.
d. Ma’ariful Aqliyah. Kitab ini dicetak j. Ma’arijul Qudsi fi Madariji Ma’rifati
dengan tahqiq Abdulkarim Ali An Nafsi.
Utsman. k. Qanun At Ta’wil.
e. Misykatul Anwar. Dicetak l. Fadhaih Al Bathiniyah dan Al
berulangkali dengan tahqiq Abul Ala Qisthas Al Mustaqim. Kedua kitab ini
Afifi. merupakan bantahan beliau terhadap
f. Al Maqshad Al Asna Fi Syarhi Asma sekte batiniyah. Keduanya telah
Allah Al Husna. Telah dicetak. terbit.
g. Mizanul Amal. Kitab ini telah m. Iljamul Awam An Ilmil Kalam. Kitab
diterbitkan dengan tahqiq Sulaiman ini telah diterbitkan berulang kali
Dunya. dengan tahqiq Muhammad Al
h. Al Madhmun Bihi Ala Ghairi Ahlihi. Mu’tashim Billah Al Baghdadi.
Oleh para ulama, kitab ini n. Raudhatuth Thalibin Wa Umdatus
diperselisihkan keabsahan dan Salikin, diterbitkan dengan tahqiq
keontetikannya sebagai karya Al Muhammad Bahit.
Ghazali. Yang menolak penisbatan o. Ar Risalah Alladuniyah.
ini, diantaranya ialah Imam Ibnu p. Ihya’ Ulumuddin. Kitab yang cukup
Shalah dengan pernyataannya, terkenal dan menjadi salah satu
“Adapun kitab Al Madhmun Bihi Ala rujukan sebagian kaum muslimin di
Ghairi Ahlihi, bukanlah karya beliau. Indonesia. Para ulama terdahulu telah
Aku telah melihat transkipnya dengan berkomentar banyak tentang kitab ini,
khat Al Qadhi Kamaluddin di antaranya:

616 Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam


Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 03, Juli 2014

Abu Bakar Al Thurthusi berkata, memenuhi kitabnya dengan hadits-


“Abu Hamid telah memenuhi kitab hadits palsu.” Imam Adz Dzahabi
Ihya’ dengan kedustaan terhadap mengomentari perkataan ini dengan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa pernyataannya, “Adapun di dalam
sallam. Saya tidak tahu ada kitab di kitab Ihya’ terdapat sejumlah hadits-
muka bumi ini yang lebih banyak hadits yang batil dan terdapat
kedustaan darinya, kemudian beliau kebaikan padanya, seandainya tidak
campur dengan pemikiran-pemikiran ada adab dan tulisan serta zuhud
filsafat dan kandungan isi Rasail secara jalannya ahli hikmah dan sufi
Ikhwanush Shafa. Mereka adalah yang menyimpang.” (Adz Dzahabi
kaum yang memandang kenabian dalam Siyar A’lam Nubala 19/339-
merupakan sesuatu yang dapat 340).
diusahakan.” (Dinukil Adz Dzahabi Imam Subuki dalam Thabaqat Asy
dalam Siyar A’lam Nubala 19/334). Syafi’iyah (Lihat 6/287-288) telah
Dalam risalahnya kepada Ibnu mengumpulkan hadits-hadits yang
Mudzaffar, beliau pun menyatakan, terdapat dalam kitab Al Ihya’ dan
“Adapun penjelasan Anda tentang menemukan 943 hadits yang tidak
Abu Hamid, maka saya telah diketahui sanadnya. Abul Fadhl
melihatnya dan mengajaknya Abdurrahim Al Iraqi mentakhrij
berbicara. Saya mendapatkan beliau hadits-hadits Al Ihya’ dalam kitabnya,
seorang yang agung dari kalangan Al Mughni An Asfari Fi Takhrij Ma
ulama. Memiliki kecerdasan akal dan Fi Al Ihya Minal Akhbar. Kitab ini
pemahaman. Beliau telah menekuni dicetak bersama kitab Ihya
ilmu sepanjang umurnya, bahkan Ulumuddin. Beliau sandarkan setiap
hampir seluruh usianya. Dia dapat hadits kepada sumber rujukannya dan
memahami jalannya para ulama dan menjelaskan derajat keabsahannya.
masuk ke dalam kancah para pejabat Didapatkan banyak dari hadits-hadits
tinggi. Kemudian beliau bertasawuf, tersebut yang beliau hukumi dengan
menghijrahi ilmu dan ahlinya dan lemah dan palsu atau tidak ada
menekuni ilmu yang berkenaan asalnya dari perkataan Rasulullah
dengan hati dan ahli ibadah serta shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka
was-was syaitan. Sehingga beliau berhati-hatilah para penulis, khathib,
rusak dengan pemikiran filsafat dan pengajar dan para penceramah dalam
Al Hallaj (pemikiran wihdatul mengambil hal-hal yang terdapat
wujud). Mulai mencela ahli fikih dan dalam kitab Ihya Ulumuddin.
ahli kalam. Sungguh dia hampir q. Al Munqidz Minad Dhalalah. Tulisan
tergelincir keluar dari agama ini. beliau yang banyak menjelaskan sisi
Ketika menulis Al Ihya’ beliau mulai biografinya.
berbicara tentang ilmu ahwal dan r. Al Wasith.
rumus-rumus sufiyah, padahal belum s. Al Basith.
mengenal betul dan tidak memiliki t. Al Wajiz.
keahlian tentangnya. Sehingga dia u. Al Khulashah. Keempat kitab ini
berbuat kesalahan fatal dan adalah kitab rujukan fiqih Syafi’iyah

Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam 617


Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 03, Juli 2014

yang beliau tulis. Imam As Subki seringnya beliau membantah sesuatu,


menyebutkan 57 karya beliau dalam kemudian beliau jadikan sebagai
Thabaqat Asy Syafi’iyah 6/224-227. aqidahnya. Beliau mengingkari filsafat
dalam kitab Tahafut, tetapi beliau sendiri
6. Aqidah dan Madzhab Beliau
menekuni filsafat dan menyetujuinya.
Dalam masalah fikih, beliau seorang Ketika berbicara dengan Asy’ariyah
yang bermazhab Syafi’i. Nampak dari tampaklah sebagai seorang Asy’ari tulen.
karyanya Al Wasith, Al Basith dan Al Ketika berbicara tasawuf, dia menjadi sufi.
Wajiz. Bahkan kitab beliau Al Wajiz Menunjukkan seringnya beliau berpindah-
termasuk buku induk dalam mazhab pindah dan tidak tetap dengan satu mazhab.
Syafi’i. Mendapat perhatian khusus dari Oleh karena itu Ibnu Rusyd mencelanya
para ulama Syafi’iyah. Imam Adz Dzahabi dengan mengatakan, “Beliau tidak
menjelaskan mazhab fikih beliau dengan berpegang teguh dengan satu mazhab saja
pernyataannya, “Syaikh Imam, Hujjatul dalam buku-bukunya. Akan tetapi beliau
Islam, A’jubatuz zaman, Zainuddin Abu menjadi Asy’ari bersama Asy’ariyah, sufi
Hamid Muhammad bin Muhammad bin bersama sufiyah dan filosof bersama
Muhammad bin Ahmad Ath Thusi Asy filsafat.” (Lihat Mukadimah kitab
Syafi’i.” Bughyatul Murtad hal. 110).
Sedangkan dalam sisi akidah, beliau Adapun orang yang menelaah kitab
sudah terkenal dan masyhur sebagai dan karya beliau seperti Misykatul Anwar,
seorang yang bermazhab Asy’ariyah. Al Ma’arif Aqliyah, Mizanul Amal,
Banyak membela Asy’ariyah dalam Ma’arijul Quds, Raudhatuthalibin, Al
membantah Bathiniyah, para filosof serta Maqshad Al Asna, Jawahirul Qur’an dan
kelompok yang menyelisihi mazhabnya. Al Madmun Bihi Ala Ghairi Ahlihi, akan
Bahkan termasuk salah satu pilar dalam mengetahui bahwa tasawuf beliau berbeda
mazhab tersebut. Oleh karena itu beliau dengan tasawuf orang sebelumnya. Syaikh
menamakan kitab aqidahnya yang terkenal Dr. Abdurrahman bin Shalih Ali Mahmud
dengan judul Al Iqtishad Fil I’tiqad. Tetapi menjelaskan tasawuf Al Ghazali dengan
karya beliau dalam aqidah dan cara menyatakan, bahwa kunci mengenal
pengambilan dalilnya, hanyalah merupakan kepribadian Al Ghazali ada dua perkara:
ringkasan dari karya tokoh ulama Pertama, pendapat beliau, bahwa
Asy’ariyah sebelum beliau (pendahulunya). setiap orang memiliki tiga aqidah. Yang
Tidak memberikan sesuatu yang baru pertama, ditampakkan di hadapan orang
dalam mazhab Asy’ariyah. Beliau hanya awam dan yang difanatikinya. Kedua,
memaparkan dalam bentuk baru dan cara beredar dalam ta’lim dan ceramah. Ketiga,
yang cukup mudah. Keterkenalan Imam sesuatu yang dii’tiqadi seseorang dalam
Ghazali sebagai tokoh Asy’ariyah juga dirinya. Tidak ada yang mengetahui kecuali
dibarengi dengan kesufiannya. Beliau teman yang setara pengetahuannya. Bila
menjadi patokan marhalah yang sangat demikian, Al Ghazali menyembunyikan sisi
penting menyatunya Sufiyah ke dalam khusus dan rahasia dalam aqidahnya.
Asy’ariyah. Kedua, mengumpulkan pendapat dan
Akan tetapi tasawuf apakah yang uraian singkat beliau yang selalu
diyakini beliau? Memang agak sulit mengisyaratkan kerahasian akidahnya.
menentukan tasawuf beliau. Karena Kemudian membandingkannya dengan

618 Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam


Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 03, Juli 2014

pendapat para filosof saat beliau belum Tetapi perlu diketahui, bahwa pada
cenderung kepada filsafat Isyraqi dan akhir hayatnya, beliau kembali kepada
tasawuf, seperti Ibnu Sina dan yang ajaran Ahlusunnah Wal Jama’ah
lainnya. (Mauqif Ibnu Taimiyah Minal meninggalkan filsafat dan ilmu kalam,
Asyariyah 2/628). dengan menekuni Shahih Bukhari dan
Beliau (Syeikh Dr. Abdurrahman bin Muslim. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
Shalih Ali Mahmud) menyimpulkan hasil berkata, “Penulis Jawahirul Qur’an (Al
penelitian dan pendapat para peneliti Ghazali, pen) karena banyak meneliti
pemikiran Al Ghazali, bahwa tasawuf Al perkataan para filosof dan merujuk kepada
Ghazali dilandasi filsafat Isyraqi (Madzhab mereka, sehingga banyak mencampur
Isyraqi dalam filsafat ialah mazhab yang pendapatnya dengan perkataan mereka.
menyatukan pemikiran dan ajaran dalam Pun beliau menolak banyak hal yang
agama-agama kuno, Yunani dan Parsi. bersesuaian dengan mereka. Beliau
Termasuk bagian dari filsafat Yunani dan memastikan, bahwa perkataan filosof tidak
Neo-Platoisme. Lihat Al Mausu’ah Al memberikan ilmu dan keyakinan. Demikian
Muyassarah Fi Al Adyan Wal Madzahibi juga halnya perkataan ahli kalam. Pada
Wal Ahzab Al Mu’ashirah, karya Dr. Mani’ akhirnya beliau menyibukkan diri meneliti
bin Hamad Al Juhani 2/928-929). Shahih Bukhari dan Muslim hingga
Sebenarnya inilah yang dikembang- wafatnya dalam keadaan demikian.
kan beliau akibat pengaruh karya-karya Wallahu a’lam.” (Sumber: Majalah As
Ibnu Sina dan Ikhwanush Shafa. Demikian Sunnah, Ust. Kholid Syamhudi, Lc.
juga dijelaskan pentahqiq kitab Bughyatul www.muslim.or.id)
Murtad dalam mukadimahnya. Setelah
7. Percikan Pemikiran Imam Al-
menyimpulkan bantahan Syaikhul Islam
Ghazali
Ibnu Taimiyah terhadap beliau dengan
mengatakan, “Bantahan Ibnu Taimiyah Pandangannya terhadap dunia pen-
terhadap Al Ghazali didasarkan didikan, Imam al-Ghazali lebih banyak
kejelasannya mengikuti filsafat dan berorientasi pada penekanan bathiniyah
terpengaruh dengan sekte Bathiniyah (aspek afektif) daripada berorientasi pada
dalam menta’wil nash-nash, walaupun pengetahuan inderawi belaka. Hal ini
beliau membantah habis-habisan mereka, tampak dari buah karyanya seperti “Fatihat
seperti dalam kitab Al Mustadzhiri. Ketika al- Kitab”, “Ayyuh al-Walad” dan “Ihya
tujuan kitab ini (Bughyatul Murtad, pen) Ulumuddin”.
adalah untuk membantah orang yang Imam al-Ghazali memandang
berusaha menyatukan agama dan filsafat, pendidikan sebagai sarana atau media
maka Syaikhul Islam menjelaskan bentuk untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada
usaha tersebut pada Al Ghazali. Yang Sang Pencipta (Allah), dan untuk mencapai
berusaha menafsirkan nash-nash dengan kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak
tafsir filsafat Isyraqi yang didasarkan atas yang lebih utama dan abadi. Hal ini terlihat
ta’wil batin terhadap nash, sesuai dengan dari tujuan-tujuan pendidikan yang
pokok-pokok ajaran ahli Isyraq (pengikut dirumuskannya, yakni:
filsafat neo-platonisme).” (Lihat a. Insan Purna yang bertujuan men-
Mukadimah kitab Bughyatul Murtad hal. dekatkan diri kepada Allah
111).

Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam 619


Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 03, Juli 2014

b. Insan Purna yang bertujuan untuk menghubungkan diri dengan ketinggian


mendapatkan kebahagiaan di dunia malaikat dan berhampiran dengan
dan akhirat. malaikat tinggi …” “…Dan ini,
sesungguhnya adalah dengan ilmu yang
Di samping itu, terdapat hal yang
berkembang melalui pengajaran dan bukan
penting mendapat perhatian dalam
ilmu yang beku yang tidak berkembang.”
mengkaji pemikiran Imam al-Ghazali
Menurut analisis Abidin Ibnu Rusn,
dalam bidang pendidikan ini, yaitu
Kata “hasil”, seperti tertera dalam kutipan
pandangannya tentang hidup dan nilai-nilai
pertama di atas, adalah menunjukkan pada
kehidupan yang sejalan dengan filsafat
proses, dan kata “mendekatkan diri kepada
hidupnya, meletakkan dasar kurikulum
Allah” menunjukkan pada tujuan. Dan kata
sesuai dengan proporsinya serta minatnya
“ilmu” menunjukkan pada alat. Sedangkan
yang besar terhadap ilmu pengetahuan.
pada kutipan kedua di atas merupakan
Dengan demikian, corak pemikiran
penjelasan mengenai alat, yakni disampai-
al-Ghazali tentang pendidikan itu
kannya dalam bentuk pengajaran.
cenderung sufistik dan lebih banyak
Dengan demikian pandangan al-
bersifat rohaniah. Karena menurutnya ciri
Ghazali mengenai pendidikan Islam itu
khas pendidikan Islam itu lebih
adalah sarana bagi pembentukan manusia
menekankan pentingnya menanamkan nilai
yang mampu mengenal Tuhannya dan
moralitas yang dibangun dari sendiri-sendi
berkakti kepadaNya. Sehingga dalam
akhlak Islam.
pandangan al-Ghazali dinyatakan bahwa
Namun demikian, al-Ghazali me-
manusia yang dididik dalam proses
nekankan pula pentingnya penguasaan ilmu
pendidikan hingga pintar, namun tidak
pengetahuan untuk kepentingan hidup
bermoral, maka orang tersebut dikategori-
manusia. Ilmu pengetahuan menurut Imam
kan sebagai orang bodoh, yang dalam
al-Ghazali adalah sebagai kawan di waktu
hidupnya akan susah. Demikian pula orang
sendirian, sahabat di waktu sunyi, penunjuk
yang tidak mengenal dunia pendidikan,
jalan kepada agama, merupakan pendorong
dipandangnya sebagai orang yang binasa.
ketabahan di saat dalam kekurangan dan
Pandangan ini berdasarkan penyataan Abu
kesukaran. Sedemikian agung Imam al-
Darda, salah seorang sahabat Nabi, yang
Ghazali memandang ilmu pengetahuan
dikutip oleh al-Ghazali dalam bukunya:
sebagai tolok ukur keberhasilan pendidikan
“Orang yang berilmu dan orang
Islam pada masa kini dan yang akan
yang menuntut ilmu berserikat
datang, sehingga Abdul Razak Naufal pada kebaikan. Dan manusia lain
menyebut Imam al-Ghazali sebagai peletak adalah bodoh dan tak bermoral.
dasar ilmu pengetahuan tentang kejiwaan Hendaklah engkau menjadi orang
(Psikologi) di dunia ini. Hal ini sejalan yang berilmu atau belajar atau
dengan corak dan filsafat pendidikannya mendengar, dan jangan engkau
yang bersifat sufistik atau kerohanian itu. menjadi orang keempat (tidak
masuk salah seorang dari ketiga
Lebih spesifiknya pandang al-Ghazali
itu), maka binasalah engkau”.
tentang pendidikan itu antara lain
dinyatakan:“Sesungguhnya hasil ilmu itu Berdasarkan pernyataan ini al-
ialah mendekatkan mendekatkan diri Ghazali menekankan betapa pentingnya
kepada Allah, Tuhan semesta alam, manusia itu berilmu dan ilmu itu harus
diajarkan kepada yang lainnya. Dengan

620 Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam


Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 03, Juli 2014

kata lain, al- Ghazali menghendaki bahwa Ghazali, seperti kalam dan filsafat yang
pendidikan itu menjadi suatu kebutuhan tidak memuaskan aspek religinya.
pokok umat Islam. Karena Islam Al-Ghazali memformulasikan teori
menghendaki pendidikan itu berlangsung kependidikannya dalam karya Ayyuh al-
sepanjang hayat manusia. Dan dengan Walad. Namun prinsip-prinsip pokok
pendidikan itu pula umat Islam dapat pendidikan di karya ini banyak yang sudah
berproses hingga mencapai predikat diungkapannya dalam karya Ihya', sehingga
sebagai insan kamil, yakni manusia yang sebagian yang ada dalam Ayyuh al-Walad
memiliki integritas moral yang tinggi, yang itu hanya merupakan pengulangan terhadap
dibangun dari nilai-nilai akhlak yang apa yang telah ada dalam Ihya'.
diajarkan oleh Islam. Pembicaraan al-Ghazali mengenai
pendidikan yang terdapat dalam Ihya'
8. Pandangan al-Ghazali tentang al- berkisar pada tiga hal pokok:
Qur’an dan al-Sunnah sebagai
Sumber Pendidikan Islam a. Penjelasan tentang keutamaan ilmu
pengetahuan atas kebodohan
Pendidikan yang boleh dikatakan
b. Pengklasifikasian ilmu-ilmu yang
sebagai bentuk rekayasa sosial (social
termasuk ke dalam program
engeneering) yang telah dicanangkan oleh
kurikuler.
ajaran Islam dalam pembentukan
c. Kode etik bagi pendidik (guru) dan
masyarakat yang bermartabat sebagai
peserta didik.
kebalikan dari masyarakat Jahiliyah, maka
sudah tentu sumbernya adalah dari ajaran Terkait dengan hal pertama, al-
Islam itu sendiri, yakni dari al-Qur’an dan Ghazali memaparkan serangkaian ar-
al-Sunnah telah disepakati oleh umat Islam gumenargumen naqli dan aqli. Argumen-
(ijma jamai’) sebagai sumber pokok ajaran argumen naqli yang dikemukakan-nya
Islam. mempunyai kesamaan dengan argumen-
Berangkat dari pemikiran ini, al- argumen naqli yang dikemukakan oleh para
Ghazali yang dikenal luas sebagai Hujjah ahli pendidikan Muslim lain dalam karya-
al- Islam, dan telah bergumul langsung karya mereka, karena memang bersumber
dengan pendidikan Islam itu, pemikirannya dari al-Qur’an, Hadis dan pendapat para
tentang pendidikan dapat dicermati dalam pakar yang sama.
kedua bukunya: Ihya’ Ulum al-Din dan Adapun argumen-argumen naqli yang
Ayyuh al- Walad. dikemukakannya banyak ber-beda dengan
Dalam kedua buku ini, al-Ghazali ahli pendidikan lain; argumen-argumen
menekankan pemikiran pendidikan itu naqlinya berorientasi pada tujuan tunggal
harus mengedepankan pembersihan jiwa berupa pengarahan individu menuju
dari noda-noda akhlak dan sifat tercela. kedekatan diri dengan Allah. Dikatakannya,
Sebab, ilmu itu merupakan bentuk ibadah “… karena dunia merupakan sawah ladang
hati, shalatnya nurani dan pendekatan jiwa bagi akhirat; ia adalah wahana pengantar
menuju Allah SWT”. Pandangan sufistik menuju Allah bagi orang-orang yang
demikian itu, tampak berangkat dari krisis memang menjadikannya sebagai alat dan
kepercayaan al-Ghazali terhadap ilmu-ilmu sarana, tidak menjadikannya sebagai
rasional sebelumnya yang digumuli oleh al- tempat tinggal dan tujuan.”

Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam 621


Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 03, Juli 2014

Dengan kerangka pikir semacam itu, yang merupakan sarana menuju Allah yang
al-Ghazali melihat ilmu pengetahuan itu menjadikannya sebagai alat dan media,
merupakan keutamaan bernilai manfaat bukan bagi orang yang menjadi-kannya
yang bersifat internal, sehingga ia dicari sebagai orientasi dan tujuan hidup. Dan
karena manfaat internalnya dan ia urusan dunia hanya dapat diatur bila ada
merupakan sarana untuk menggapai karya usaha (amal) manusia.
kebahagiaan di akhirat. Dan pemikiran al-Ghazali tentang
Selain itu, ia juga merupakan “jalan” keutamaan orang yang berilmu itu, terdapat
utama yang mengantarkan seseorang dekat relevansinya dengan firman Allah,
dengan Allah semulia-mulianya segala misalnya ayat yang menyatakan, artinya:
sesuatu yang bisa mengantarkan seseorang “ … Allah akan meninggikan
dekat dengan-Nya. Untuk bisa dekat orang-orang yang beriman di
dengan Allah seseorang perlu beramal dan antaramu dan orang-orang yang
seseorang tidak dapat beramal dengan baik diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat. Dan Allah Maha
dan benar kecuali dengan ilmu pengetahuan Mengetahui apa yang kamu
mengenai bagaimana cara beramal. Jadi, kerjakan” (Q.S. al-Mujadalah,
pangkal kebahagiaan di dunia dan di akhir 58: 11).
adalah ilmu, sehingga merupakan amal Bahkan orang yang mengabdikan
yang terbaik. Sesuatu dapat diketahui kadar dirinya dalam pengembangan ilmu
keutamaannya melalui akibat (manfaat) pengetahuan, dipandang oleh Allah sebagai
yang ditimbulkan; sementara sudah bentuk inventasi masa depan di akhirat
dimaklumi bahwa manfaat ilmu adalah kelak. Allah menyatakan: “Barangsiapa
kedekatan diri dengan Allah, para malaikat yang mau meminjamkan kepada Allah
dan kalangan orang-orang mulia lainnya di pinjaman yang baik, maka Allah akan
akhirat. melipatgandakan (balasan) pinjaman itu
Adapun di dunia, (hal yang bisa untuknya, dan dia akan memperoleh pahala
diraih dengan ilmu) adalah kemuliaan, yang banyak” (Q.S. al-Hadid, 57: 11).
kahormatan dan kewibawaan, bahkan dari Itu sebabnya, karya usaha (profesi)
kalangan masyarakat pun, menghormati termulia setelah profesi kenabian adalah
dan memuliakan guru-guru mereka lantaran mengajarkan ilmu, membersihkan jiwa
keilmuan yang dimiliki. Tidak hanya itu, manusia dari akhlak tercela dan merusak
hewan pun tunduk kepada manusia lantaran dan membimbing mereka menuju akhlak
memandang manusia lebih tinggi terpuji dan menyejah-terakan. Profesi inilah
tingkatannya. yang disebut al-Ghazali dengan
Inilah keutamaan ilmu secara umum. ta’lim.(pengajaran). Menurut Muhammad
Memang ada perbedaan dan hirarki Jawwad Ridha,mengurai alasan profesi ini
keilmuan yang berimplikasi pada variasi sebagai profesi termulia menurut al-Ghazali
keutamaan masing-masing. Bila ilmu itu adalah berdasar tiga hal. Yang
merupakan hal yang paling mulia, maka merupakan parameter penilaian suatu
mempelajari ilmu berarti menuntut sesuatu profesi:
yang utama, dan mengajar tujuan pokok a. Intrumen daya insani yang
hidup kita bermuara pada lingkup agama dipergunakannya. Ilmu pengetahuan
dan dunia. Harmoni agama memerlukan intelektual lebih utama dibandingkan
har-moni “sawah ladang” akhirat (dunia) ilmu pengetahuan kebahasaan, karena

622 Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam


Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 03, Juli 2014

yang pertama menggunakan ambisi dan tujuan yang rendah. Ilmu


instrumen daya insani akal, menyeru pada keluhuran jiwa dan
sedangkan yang kedua menggunakan kemuliaan rohani.
instrumen daya insani sama’. Akal b. Kode etik tersebut memperkuat teori
lebih utama dibandingkan dengan ilmu ilhami yang oleh al-Ghazali
sama’ dijadikan sebagai landasan teori
b. Scop kemanfaatannya seperti pendidikannya. Pada banyak tempat
keutamaan pertanian atas ia menandaskan, bahwa ilmu adalah
penyablonan. cahaya yang dilimpahkan Allah ke
c. Objek yang digarapnya, seperti dalam hati manusia.
keutamaan penyepuhan atas c. Peneguhan tujuan agamawi dalam
penyamakan, karena yang pertama kegiatan menuntut ilmu. Bahkan
objeknya adalah emas, sedangkan tujuan agamawi merupakan tujuan
yang kedua objeknya adalah kulit. puncak kegiatan menuntut ilmu.
d. Terdapat poin penting berupa
Jelaslah bahwa ilmu-ilmu keagamaan
pembatasan term al-‘ilm hanya pada
yang merupakan jalan menuju akhirat
ilmu tentang Allah. Al-Ghazali
hanya dapat diperoleh dengan
menegaskan, “Ilmu merupakan
menggunakan kesempurnaan akal dan
keutamaan pada dirinya sendiri tanpa
kejernihan pikir. Akal adalah instumen
syarat. Sebab, ia adalah atribut
daya insani yang termulia karena
kesempurnaan yang dimiliki Allah
dengannyalah manusia menerima amanat
dan dengannya pula para Malaikat
dari Allah dan dengannya juga manusia
dan para Nabi menjadi mulia”.
mendekatkan diri kepadaNya.
Dalam hubungannya dengan Al-Ghazali juga berpandangan
kurikulum, al-Ghazali membagi ragam “idealistik” terhadap profesi guru.
ilmu (sebagai program kurikuler) menjadi Idealisasi guru, menurutnya, adalah orang
dua bagian: Ilmu yang pardu ‘ain dan Ilmu yang berilmu, beramal dan mengajar.
yang pardu kifayah. Sedangkan dalam Orang seperti ini adalah gambaran orang
hubungannya dengan ilmu yang pardu ‘ain, yang terhormat di kolong langit. Dari sini
ia membaginya menjadi: Ilmu mu’amalah al-Ghazali menekankan perlunya
(empiris praktis) dan Ilmu mukasyafah. keterpaduan ilmu dengan amal. Ia
Dalam kitab Ihya, al-Ghazali menyerupakan guru sejati dengan matahari
menuturkan beberapa kewajiban pendidik yang menyinari sekelilingnya, dan dengan
dan peserta didik yang disebutnya sebagai minyak wangi (misk) yang membuat harum
“kode etik pendidikan ditemukan ada di sekitarnya. Adapun orang berilmu yang
beberapa konklusi edukatif yang tidak mau mengamalkan ilmunya, maka ia
mencirikan pola umum pemikiran al- ibarat lembar kertas yang bermanfaat bagi
Ghazali dalam pendidikannya, antara lain lainnya, namun dirinya sendiri kosong.
sebagai berikut: Atau ibarat jarum yang menjahit baju untuk
a. Kegiatan menuntut ilmu tiada lain yang lain, sementara dirinya sendiri justru
berorientasi pada pencapaian ridla telanjang. Atau ibarat lilin yang menerangi
Allah. Karena, ilmu berfungsi lainnya, namun dirinya sendiri justru
membersihkan jiwa manusia dari meleleh terbakar.

Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam 623


Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 03, Juli 2014

Berangkat dari perspektif idealistik Keharusan mereka memadukan


profesi guru tersebut, al-Ghazali menandas- antara ilmu dan amal; larangan berdebat
kan bahwa orang yang sibuk mengajar kecuali untuk tujuan mencari kebenaran;
merupakan orang yang “bergelut” dengan larangan terlalu “intim” dengan para
sesuatu yang amat penting. Sehingga ia penguasa; larangan untuk menerima hadiah
perlu menjaga etiket dan kode etik dari mereka, karena “keintiman” yang
profesinya. seharusnya hanyalah dengan Allah dan
Demikianlah prinsip-prinsip umum dengan sesuatu yang diridlai-Nya melalui
yang dikemukakan al-Ghazali ber-kenaan ketekunan dalam berbuat kebaikan.
dengan teori pendidikannya dalam kitab Majid Irsan al-Kilani dalam buku
Ihya’. Namun demikian, konsep filosofis Hakadza Dzahara Jil Shalahuddin wa
pendidikannya tampak lebih banyak Hakadza ‘Adat al-Quds (edisi Indonesia
tertuang dalam kitab Ayyu al-Walad. Misteri Masa Kelam Islam dan
Risalah Ayyuh al-Walad, dalam bentuknya Kemenangan Perang Salib, Kalam Aulia
yang ringkas itu, terdiri dari pengantar dan Mediatama: 2007), menulis ringkasan
enam bagian pembahasan. Bagian strategi-strategi imam al-Ghazali dalam
pengantar merupakan prolog yang berisi memperbaiki pendidikan Islam. Di
seputar nasihat dan perdebatan para filosof antaranya:
tentang tujuan ilmu, kaitan ilmu dengan Filsafat Pendidikan, Pendidikan Islam
amal, ilmu sebagai ketaatan dan ibadah harus mendasarkan pada fislafat pendidikan
sebagai pelaksanaan tuntunan syara’. yang benar. Landasan yang mendari filsafat
Bagian pertama meliputi pembahasan pendidikan al-Ghazali adalah mewujudkan
tentang kebenaran i’tikad, taubat, usaha kebahagiaan manusia. Kebahagiaan yang
menjauhi debat kusir dalam masalah ilmu dimaksud adalah kebahagiaan akhirat
dan perolehan ilmu syar’i. Sementara karena sifatnya yang holistik dan mencakup
bagian kedua berisi seputar amal salih, sesuatu yang diinginkan. Tujuan
pelatihan jiwa, remehnya dunia, pendidikan adalah meraih kebahagiaan
pembersihan jiwa dari sifat rakus (tamak) akhirat. Kebahagiaan tersebut dapat diraih
dan perlawanan terhadap syetan. jika tersedia ilmu dan amal. Karena
Adapun bagian ketiga berisi tentang keberadaan ilmu dan amal akan membuat
seputar pendidikan, yaitu terkait dengan perubahan perilaku.
pentingnya pengikisan akhlak tercela dan Mengenai hal ini ia mengatakan:
penanaman akhlak terpuji. Bagian keempat “Jika engkau mengatakan alangkah banyak-
mengulas tentang etika peserta didik yang nya pelajar yang berakhlak jelek berhasil
banyak kesamaan-nya dengan paparan al- menguasai berbagai macam ilmu, maka
Ghazali dalam kitab Ihya’. Sementara sebenarnya ia terlalu jauh dari pemahaman
bagian kelima memuat topik perihal ilmu agama hakiki yang dapat mendatang-
penganut sufi sejati, syarat-syarat kan kebahagiaan baginya. Keberhasilan
keistiqamahan ber-sama Allah dan pelajar yang jelek akhlaknya itu tidak lebih
ketenangan (al-sukun) bersama makhluk. dari ungkapan yang sesekali muncul dari
Sedangkan bagian keenam oleh al-Ghazali lisannya dan kadang-kadang muncul dari
diisi dengan beberapa nasihat penting bagi hatinya, serta hanya sekedar ucapan yang
para peserta didik. terus diulang-ulang olehnya. Padahal jika

624 Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam


Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 03, Juli 2014

cahaya ilmu menyinari hatinya niscaya ideologi yang menjelaskan dan


akhlak menjadi baik”. mengarahkan berbagai macam kebijakan.
Kurikulum Pendidikan, Kurikulum Di antara karya al-Ghazali yang
yang dicanangkan al-Ghazali memiliki secara eksplisit menggarap masalah
keistimewaan yang berbeda dengan pembinaan akidah adalah kitab al-Hikmah
kurikulum-kurikulum yang berkembang min Makhluqat Allah . Siapapun yang
pada zamannya. Dimana kurikulum menelaah buku tersebut akan mendapati
sebelumnya bersifat parsial yang dirinya seolah-olah sedang berhadapan
berkembang dalam tradisi madzhabisme. dengan seorang dokter spesialis dalam
Kurikulum imam al-Ghazali tidak berhenti bidang pembedahan, atau astronom yang
pada ilmu-ilmu fikih tertentu melainkan sangat pakar dalam masalah antariksa.
membentuk kerangka utuh yang Buku tersebut mencakup beberapa bab
menggabungkan seluruh ilmu agama yang diberi judul al-Tafkir fi Khalq al-
seperti tauhid, tasawuf, fikih dan lain-lain. Sama’ wa fi Hadza al-‘Alam, Hikmat as-
Imam al-Ghazali juga menggabungkan Syams, Hikmat al-Qamar wa al-Kawakib,
antara ilmu agama dengan ketrampilan Hikmat Khalqi al-Ardh, dan beberapa tema
duniawi. Menggabungkan ilmu fardhu ‘ain lain tentang laut, air, angin, api dan
dan fardhu kifayah. manusia.
Menurutnya, orang yang hanya Buku tersebut membahas masalah
terfokus mempelajari ilmu dunia tanpa susunan anatomi manusia, hewan, burung,
disertai ilmu syar’i, maka ia telah meng- lebah, tumbuh-tumbuhan dan segenap
habiskan umurnya dalam aktivitas yang makhluk lainnya. Al-Ghazali memaparkan
tidak memberi manfaat apapun di akhirat. tema-tema di atas dengan metode empirik
Sebaliknya, orang yang hanya terfokus berdasarkan pembedahan anatomi, analisis
pada ilmu-ilmu agama saja, maka tidak gerakan planet dan penjelasan keserasian
mampu memahami agama kecuali sebatas fungsi setiap bagiannya dengan tujuan
kulit kasarnya, atau lebih jauh lagi hanya menjelaskan bahwa seluruh makhluk di
gambaran kasus-kasusnya saja, tanpa
alam raya ini tercipta dengan sangat teratur
menyentuh substansi sesungguhnya. dan penuh hikmah serta ketelitian.
Dengan demikian, ilmu-ilmu syar’i Kedua, Bidang pendidikan jiwa dan
akan dapat dikuasai dengan baik jika kemauan. Tujuan bidang ini adalah
disertai ilmu-ilmu aqliyah (empirik- meningkatkan kualitas manusia dari derajat
rasional). Ilmu rasional ibarat obat yang tunduk kepada dorongan syahwat dan nafsu
berguna untuk penyembuhan, sedangkan menuju derajat ‘ubudiyah kepada Allah, di
ilmu syar’i ibarat makanan. mana seorang individu mampu
Adapun buku-buku yang ditulis oleh membebaskan diri dari belenggu nafsu atau
Imam al-Ghazali yang diajarkan kepada takut agar dapat bertindak sesuai dengan
murid-muridnya menunjukkan bahwa kehendak Allah swt dengan rasa puas dan
karya-karya Imam al-Ghazali mencakup suka hati. Al-Ghazali membuat kajian
empat bidang penting, yaitu: cukup panjang mengenai analisa terhadap
Pertama, Membangun akidah Islam. jiwa, fase-fase perkembangan jiwa dan
Tujuannya adalah membentuk akidah yang kondisi-kondisi yang menyertainya, faktor-
jelas dan dinamis yang berperan sebagai faktor yang berpengaruh terhadap perilaku

Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam 625


Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 03, Juli 2014

dan pemikiran serta praktik-praktik yang lainnya yang berkaitan dengan paradigma
harus dilalui oleh pelajar. pendidikan baik yang berkenaan dengan
Ketiga, Mengkaji ilmu-ilmu fikih dan masalah sosial, akidah maupun pendidikan
seluruh sistem serta prinsip yang itu sendiri.
diperlukan untuk mengimbangi pola Imam Al-Ghazali mengaplikasikan
muamalat yang berlaku pada masa itu dan ide-ide pendidikannya tersebut di sekolah
permasalahan-permasalahan masyarakat yang dia bangun sendiri dan mengajar
yang ril dan senantiasa berkembang. penuh di sana bersama beberapa koleganya.
Kajian-kajian al-Ghazali di bidang ini Sekolah tersebut menyumbangkan
bebas dari trend fanatisme madzhab. pengaruh yang sangat besar dalam
Keempat, Bidang hikmah atau mencetak generasi baru yang memberi
persiapan fungsional. Menurut al-Ghazali, kontribusi luar biasa kepada gerakan islah
bidang ini mencakup seluruh bentuk dan reformasi di kemudian hari. (diringkas
kebijakan, manajemen dan profesi yang dari kitab Hakadza Dzahara Jil
dibutuhkan oleh masyarakat saat itu serta Shalahuddin wa Hakadza ‘Adat al-Quds,
tatacara penempatan masyarakat di semua karya Dr. Majid Irsan Kailani)
sektor sesuai dengan kesiapan dan Pemikiran Al Ghazali tentang
kemampuannya. Secara eksplisit, al- pendidikan Islam. Suatu hal yang menarik
Ghazali menyatakan bahwa ilmu-ilmu dari Al-Ghozali adalah kecintaannya dan
dalam ini tidak terbatas pada apa yang telah perhatiannya yang sangat besar terhadap
diketahui oleh manusia saat itu, namunakan moralitas dan pengetahuan sehingga ia
banyak lagi ilmu-ilmu yang muncul di berusaha untuk mengabdikan hidupnya
masa mendatang disebabkan oleh tabiat untuk mengarungi samudra keilmuan.
kehidupan yang terus berlanjut dan Berangkat dari dahaga akan ilmu
kebutuhan manusia yang senantiasa pengetahuan serta keinginannya untuk
berkembang. mencapai keyakinan dan mencari hakekat
Di antara jasa al-Ghazali dalam kebenaran sesuatu yang tidak pernah puas.
bidang ini adalah kitabnya yang berjudul Ia terus melakukan pengembaraan
al-Tibr al-Masbuk fi Nasihati al-Muluk intelektualitas, filsafat, ilmu kalam,
yang memuat sejumlah riwayat yang tasawuf, dan lain-lain. Inilah sebabnya
menonjolkan urgensi keadilan, kebijakan mengapa pemikiran Al-Ghozali terkadang
sultan dan kebijakan para menteri dengan inkonsisten dan kadang terdapat kita temui
cara mengetengahkan fakta sejarah kontradiksi-kontradiksi dalam kitabnya.
pemerintahan Persia, Romawi dan Karena di pengaruhi perkembangan sejak
Khalifah-Khalifah Islam. Buku ini bisa muda sekali dan pada waktu mudanya juga
dianggap sebagai landasan-landasan ia sudah banyak menuliskan buah
tertentu untuk menjelaskan konsep pikirannya.
manajemen pemerintahan dari perspektif Dalam kaitannya terhadap pendidikan
al-Ghazali. Al-Ghozali memberi pengertian yang masih
Selain itu, al-Ghazali juga membahas global. Selain karena memang dalam
tema kemajuan dan perkembangan ilmu, kitabnya yang paling Mashur (Ihya’
teori-teori pembelajaran, perkembangan Ulumuddin) tidak dijelaskan secara rigit
budaya dan perkembangan berbagai macam tentang pendidikan. sehingga, kita hanya
masyarakat sepanjang masa dan tema-tema bisa mengumpulkan pengertian pendidikan

626 Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam


Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 03, Juli 2014

menurut Al-Ghozali yang di kaitkan lewat tujuan keagamaan dan akhlak, dengan titik
unsur-unsur pembentukan pendidikan yang penekanannya pada perolehan keutamaan
ia sampaikan.1 dan taqarrub kepada Allah dan bukan untuk
“sesungguhnya hasil ilmu itu ialah mencari kedudukan yang tinggi atau
mendekatkan diri kepada Allah, mendapatkan kemegahan dunia. Sebab jika
Tuhan semesta alam…” tujuan pendidikan diarahkan selaim untuk
“… dan ini, sesungguhnya adalah
mendekatkan diri pada Allah, akan
dengan ilmu yang berkembang
melalui pengajajaran dan bukan menyebabkan kesesatan dan kemundaratan.
ilmu yang tidak berkembang”. Rumusan tujuan pendidikan
didasarkan pada firman Allah swt, tentang
Jika kita perhatikan, pada kutipan tujuan penciptaan manusia yaitu:
yang pertama, kata “hasil”, menunjukkan “ Tidaklah Aku jadikan jin dan
proses, kata “mendekatkan diri kepada manusia melainkan agar
Allah” menunjukkan tujuan, dan kata beribadah kepada-Ku. (Q.S. al-
“ilmu” menunjukkan alat. Sedangkan pada Dzariat: 56)
kutipan kedua merupakan penjelasan Tujuan pendidikan yang dirumuskan
mengenai alat, yakni disampaikannya Al-ghazali tersebut dipengaruhi oleh ilmu
dalam bentuk pengajaran. tasawuf yang dikuasainya. Karena ajaran
Adapun yang dimaksudkan Al- tasawuf memandang dunia ini bukan
Ghozali dalam kutipan ucapannya diatas merupakan hal utama yang harus
adalah sebuah konsep, dimana dalam didewakan, tidak abadi dan akan rusak,
sebuah pelaksanaan pendidikan harus sedangkan maut dapat memutuskan
memiliki tujuan yang berlandaskan pada kenikmatannya setiap saat. Dunia
pembentukan diri untuk mendekatkan merupakan tempat lewat sementara, tidak
peserta didik kepada Tuhan. Disamping itu, kekal. Sedangkan akhirat adalah desa yang
dalam proses pendidikan, Al-Ghozali kekal dan maut senantiasa mengintai setiap
menjelaskan sebuah tujuan pendidikan manusia.2
yang bermuara pada nilai moralitas akhlak. b. Kurikulum pendidikan
Sehingga tujuan sebuah pendidikan tidak Kurikulum disini dimaksudkan
hanya bersifat keduniawian, pendidikan adalah kurikulum dalam arti yang sempit,
bukan sekedar untuk mencari materi di yaitu seperangkat ilmu yang diberikan oleh
masa mendatangnya. Melainkan pendidikan pendidik kepada peserta didik agar dapat
harus memiliki rasa emansipatoris. Subuah mencapai tujuan yang telah dirumuskan.
konsep yang masih saja di dengung- Pandangan al-ghazali terhadap
dengungkan oleh pakar ilmu kritis saat ini. kurikulum dapat dilihat dari pandangan
a. Tujuan pendidikan mengenai ilmu pengetahuan.
Tujuan pendidikan menurut al- 1) Berdasarkan pembidangan ilmu
ghazali harus mengarah kepada realisasi dibagi menjadi dua bidang:
a) Ilmu syari’at sebagai ilmu terpuji,
terdiri atas:
* Dosen Tetap Jur. Tarbiyah Prodi. PAI STAI Al-
Hidayah Bogor
1 2
Abidin ibnu Rusyn, Pemikiran Al-Ghozali Tentang H. Ramayulis, Dr. H, Nizar Samsul, M.A,
Pendidikan, (pustaka pelajar, celaban timur, UH Ensiklopedia Tokoh Pendidikan Islam, (Quantum
III/548, Yogyakarta), 54 Teaching, Ciputat, 2005), 5

Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam 627


Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 03, Juli 2014

(1) Ilmu ushul (ilmu pokok): ilmu b) fardu kifayah, ilmu ini tidak
al-qur’an, sunah nabi, diwajibkan kepada setiap
pendapat-pendapat sahabat muslim, tetapi harus ada diantara
dan ijma orang muslim yang
(2) Ilmu furu’ (cabang): fiqh, mempelajarinya. Dan jika tidak
ilmu hal ihwal hati dan seorangpun diantara kaum
akhlak. muslimin dan kelompoknya
(3) Ilmu pengantar (mukaddimah) mempelajari ilmu dimaksud,
ilmu bahasa dan gramatika. maka mereka akan berdosa.
(4) Ilmu pelengkap (mutammimah). Contohnya; ilmu kedokteran,
b) Ilmu bukan syari’ah terdiri atas: hitung, pertanian dll.3
(1) Ilmu terpuji : ilmu kedokteran,
c. Pendidik
ilmu berhitung dan ilmu
Dalam proses pembelajaran,
pustaka.
menurutnya, pendidik merupakan suatu
(2) Ilmu yang diperbolehkan (tak
keharusan. Eksistensi pendidik merupakan
merugikan); kebudayaan,
syarat mutlak bagi keberhasilan suatu
sastra, sejarah, puisi.
proses pendidikan anak. Pendidik dianggap
(3) Ilmu yang tercela
sebagai maslikul kabir, bahkan dapat
(merugikan): ilmu tenung,
dikatakan bahwa pada satu sisi, pendidik
sihir dan bagian-bagian
mempunyai jasa lebih disbandingkan kedua
tertentu dari filsafat.
orang tuanya. Lantaran kedua orang tua
2) Berdasarkan objek, ilmu dibagi
menyelamatkan anaknya dari sengatan api
menjadi tiga kelompok.
neraka dunia, sedangkan pendidik
a) Ilmu pengetahuan yang tercela
menyelamatkannya dari sengatan api
secara mutlak, baik sedikit
neraka di akhirat.
maupun banyak seperti sihir,
azimat, nujum dan ilmu tentang d. Metode dan Media
ramalan nasib. Mengenai metode dan media yang
b) Ilmu pengetahuan yang terpuji, dipergunakan dalam proses pembelajaran,
baik sedikit maupun banyak, menurut al-ghazali harus dilihat secara
namun kalau banyak lebih psikologis, sosiologis, maupun pragmatis
terpuji, seperti ilmu agama dan dalam rangka keberhasilan proses
tentang ilmu beribadat. pembelajaran. Metode pengajaran tidak
c) Ilmu pengetahuan yang kadar boleh monoton, demikian pula media atau
tertentu terpuji, tetapi jika alat pengajaran.
mendalaminya tercela, seperti Prihal kedua masalah ini, banyak
dari sifat naturalisme. sekali pendapat al-Ghazali tentang metode
3) Berdasarkan setatus hukum dan media pengajaran. Untuk metode,
mempelajari yang dikaitkan dengan misalnya ia menggunakan metode
nilai gunanya dan dapat digolongkan mujahadah dan riyadhah, pendidikan
kepada: praktek kedisiplinan, pembiasaan dan
a) fardu ‘ain, yang wajib dipelajari
oleh setiap individu, ilmu agama
dan cabang-cabangnya. 3
Ibid, 9

628 Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam


Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 03, Juli 2014

penyajian dalil naqli dan aqli serta Keberhasilan dan kegagalan suatu proses
bimbingan dan nasihat. Sedangkan pendidikan secara umum dapat dilihat dari
media/alat beliau menyetujui adanya pujian outputnya, yakni orang-orang yang menjadi
dan hukuman, disamping keharusan produk pendidikan. Apabila sebuah proses
menciptakan kondisi yang mendukung pendidikan menghasilkan orang-orang yang
terwujudnya akhlak mulia. bertanggungjawab atas tugas-tugas
kemanusiaan dan tugasnya kepada Tuhan,
e. Proses Pembelajaran
bertindak lebih bermanfaat baik bagi
Mengenai proses pembelajaran, al-
dirinya maupun bagi orang lain, pendidikan
ghazali mengajukan konsep peng-
tersebut dapat dikatakan berhasil.
integrasian antara materi, metode dan
Sebaliknya, bila outputnya adalah orang-
media atau alat pengajarannya. Seluruh
orang yang tidak mampu melaksanakan
komponen tersebut harus diupayakan
tugas hidupnya, pendidikan tersebut
semaksimal mungkin, sehingga dapat
dianggap gagal.
menumbuh kembangkan segala potensi
Ciri-ciri utama dari kegagalan proses
fitrah anak, agar nantinya menjadi manusia
pendidikan ialah manusi-manusia produk-
yang penuh dengan keutamaan. Materi
produk pendidikan itu lebih cenderung
pengajaran yang diberikan harus sesuai
mencari kerja dari pada menciptakan
dengan tingkat perkembangan anak, baik
lapangan kerja sendiri. Kondisi demikian
dalam hal usia, integrasi, maupun minat
terlihat dewasa ini, sehingga lahir berbagai
dan bakatnya. Jangan sampai anak diberi
budaya yang tidak sehat bagi masyarakat
materi pengajaran yang justru merusak
luas. Diberbagai media masa telah banyak
akidah dan akhlaknya. Anak yang dalam
diungkapkan mengenai rendahnya mutu
kondisi taraf akalnya belum matang,
pendidikan nasional kita. Keadaan ini
hendaknya diberi materi pengajaran yang
mengundang para cendekiawan mengada-
dapat mengarahkan kepada akhlak mulia.
kan penelitian yang berkaitan dengan mutu
Adapun ilmu yang paling baik diberikan
pendidikan. Berbicara mengenai mutu
pada taraf pertama ialah agama dan
pendidikan masalahnya menjadi sangat
syari’at, terutama al-Qur’an. Begitu pula
komplek. Oleh karena itu dapat disadari
metode/media yang diterapkan juga harus
bahwa peningkatan mutu pendidikan tidak
mendukung; baik secara psikologis,
dapat lepas dari proses perubahan siswa
sosiologis, maupun pragmatis, bagi
didalam dirinya. Perubahan yang dimaksud
keberhasilan proses pengajaran.4
mencakup dalam pengetahuan, sikap, dan
f. Relevansi dengan pendidikan Islam psikomotor.
sekarang Berangkat dari kondisi pendidikan
Patut dibenarkan apa yang dikatakan kita, seperti telah dikemukakan di atas,
ismail razi al-Faruqi bahwa inti masalah tampak pemikiran al-Ghazali sangat
yang dihadapai umat Islam dewasa ini relevan untuk dicoba diterapkan di
adalah masalah pendidikan dan tugas Indonesia, yang secara gamblang
terberatnya adalah memecahkan masalah menawarkan pendidikan akhlak yang
tersebut. paling diutamakan. untuk lebih jelasnya,
sumbangan pemikiran al-Ghazali bagi
pengembangan dunia pendidika Islam
4
Ibid, h. 14

Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam 629


Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 03, Juli 2014

khususnya, dan pendidikan pada umumnya. bahwa tujuan yang telah ditetapkan oleh
Dapat dikemukakan sebagai berikut: imam al-Ghazali memiliki koherensi yang
dominan denga upaya pendidikan yang
1) Tujuan Pendidikan
melibatkan pembentukan seluruh aspek
Dari hasil studi terhadap pemikiran
pribadi manusia secara utuh.
al-Ghazali, diketahui dengan jelas bahwa
tujuan akhir yang ingin dicapai melalui 2) Materi Pendidikan Islam
kegiatan pendidikan yaitu: Imam al-Ghazali telah meng-
klasifikasikan meteri (ilmu) dan menyusun-
a) Tercapainya kesempurnaan insane
nya sesuai dengan dengan kebutuhan anak
yang bermuara pada pendekatan diri
didik, juga sesuai dengan nilai yang
kepada Allah
diberikan kepadanya. Dengan mempelajari
b) Kesempurnaan insane yang bermuara
kurikulum tersebut, jelaslah bahwa ini
pada kebahagiaan dunia akhirat
merupakan kurikulum atau materi yang
Pendapat al-Ghazali tersebut bersifat universal, yang dapat dipergunakan
disamping bercorak religius yang untuk segala jenjang pendidikan. Hanya
merupakan ciri spesifik pendidikan Islam, saja al-Ghazali tidak merincinya sesuai
cenderung untuk membangun aspek dengan jenjang dan tingkatan anak didik.
sufistik. Manusia akan sampai kepada Yang menarik adalah hingga hari ini
tingkat kesempurnaan itu hanya dengan pendidikan Islam di negara kita masih jauh
menguasai sifat keutamaan melalui jalur terbelakang, dalam arti bahwa pendidikan
ilmu. Dengan demikian, modal kebahagia- Islam hari ini masih membedakan antara
an dunia dan akhirat itu tidak lain adalah ilmu agama (Islam) dan ilmu umum. Corak
ilmu. pembidangan ilmu itu ternyata berimbas
Secara implisit, al-Ghazali menekan- pada orientasi pendirian lembaga
kan bahwa tujuan pendidikan adalah pendidikan Islam. Misalnya setingkat IAIN
membentuk insan yang paripurna, yakni saja, tercermin bahwa ilmu yang dipelajari
insan yang tahu kewajibannya, baik sebagai ternyata hanya terbatas di seputas ilmu
hamba Allah, dan sesama manusia. agama Islam saja dalam arti sesempit-
Dalam sudut pandang ilmu pendidikan sempitnya. Sementara pandangan al-
Islam, aspek pendidikan akal ini harus Ghazali pada lebih dari seribu tahun yang
mendapat perhatian serius. Hal ini lalu tidak membedakan pembidangan ilmu
dimaksudkan untuk melatih dan pendidikan semacam ini di Indonesia pada khususnya
akal manusia agar berfikir dengan baik dan didunia Islam pada umumnya.
sesuai dengan petunjuk Allah dan Rosul- Untuk menghilangkan kesan dikotomi
Nya. Adapun mengenai pendidiakn hati ilmu, dewasa ini lembaga pendidikan tinggi
seperti dikemukakan Al-Ghazali merupa- Islam milik pemerintah seperti IAIN
kan suatu keharusan hagi setiap insan. meningkatkan lembaganya ketingkat lebih
Dengan demikian, keberadaan tinggi yakni ke tingkat universitas seperti
pendidikan bagi manusia yang meliputi munculnya UIN Jakarta, UIN Yogyakarta,
berbagai aspeknya mutlak diperlukan bagi UIN Bandung dsb.
kesempurnaan hidup manusia dalam upaya Jadi relevansi pandangan al-Ghazali
membentuk mausia paripurna, berbahagia dengan kebutuhan pengembangan dunia
di dunia dan akhirat kelak. Hal ini berarti pendidikan Islam dewasa ini sangat

630 Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam


Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 03, Juli 2014

bertautan dengan tuntutan saat ini, baik bersifat sempurna, maka agama, bagi murid
dalam pengertian spesifik maupun secara dijadikan pembimbing akal.
umum. Secara spesifik misalnya pengem- Dari uraian singkat diatas dapat
bangan studi akhlak tampak diperlukan dipahami bahwa makna sebenarnya dari
dewasa ini. Sangat disayang-kan, materi ini metode pendidikan lebih luas daripada apa
telah hilang dilembaga-lembaga pendidik- yang telah dikemukakan diatas. Aplikasi
an. Jangankan disekolah yang berlabel metode pendidikan secara tepat guna tidak
umum, disekolah yang berlambang Islam hanya dilakukan pada saat berlangsungnya
saja bidang studi yang satu ini sudah tidak proses pendidikan saja, melainkan lebih
ada. dari itu, membina dan melatih fisik dan
Dengan demikian pula secara umum, psikis guru itu sendiri sebagai pelaksana
pandangan Al-Ghazali tentang pendidikan dari penggunaan metode pendidikan
Islam tampak perlu dicermati. Keutuhan Nana Sudjana dan Daeng Arifin
pandangan Al-Ghazali tentang Islam mengemukakan bahwa proses kependidik-
misalnya tampak tidak dikotomi seperti an akan terjalin dengan baik manakala
sekarang ini, ada ilmu agama dan ilmu antara pendidik dan anak didik terjalin
umum, sehingga dari segi kualitas interaksi yang komunikatif.
intelektual secara umum umat Islam jauh Dengan demikian prinsip-prinsip
tertinggal dari umat yang lain. Hal ini penggunaan yang tepat sebagaimana
barang kali merupakan salah satu akibat diungkapkan oleh imam Al-Ghazali
sempitnya pandangan umat terhadap ilmu memiliki relevansi dan koherensi dengan
pengetahuan yang dikotomi seperti itu. pemikiran nilai-nilai pendidikan kontem-
porer pada masa kini. Hal ini berarti bahwa
3) Metode Pendidikan Islam
nilai-nilai kependidikan yang digunakan
Pandangan Al-Ghazali secara spesifik
oleh imam Al-Ghazali dapat diterapkan
berbicara tentang metode barang kali tidak
dalam dunia pendidikan dalam dunia
ditemukan namun secara umum ditemukan
global.
dalam karya-karyanya. Metode pendidikan
agama menurut Al-Ghazali pada prinsipnya g. Relevansi Pandangan al-Ghazali
dimulai dengan hafalan dan pemahaman, bagi Kebutuhan Pengembangan
kemudian dilanjutkan dengan keyakinan Pendidikan Islam Dewasa Ini
dan pembenaran setelah itu penegakkan Keberhasilan dan kegagalan suatu
dalil-dalilnya. proses pendidikan secara umum dapat
Pendidikan agama kenyataanya lebih sulit dinilai dari out put-nya, yakni orang-orang
dibandingkan dengan pendidikan lainnya sebagai produk pendidikan. Bila
karena, pendidikan agama menyangkut pendidikan menghasilkan orang-orang yang
masalah perasaan dan menitik beratkan dapat bertanggung jawab atas tugas-tugas
pada pembentukan kepribadian murid. Oleh kemanusiaan dan tugas-tugasnya kepada
karena itu usaha Al-Ghazali untuk Tuhan, bertindak lebih bermanfaat baik
menerapkan konsep pendidikannya dalam bagi dirinya sendiri maupun bagi orang
bidang agama dengan menanamkan akidah lain, maka pendidikan tersebut dapat
sedini mungkin dinilai tepat. Menurut Al- dikatakan berhasil.
Ghazali bahwa kebenaran akal atau rasio

Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam 631


Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 03, Juli 2014

Sebalilknya, bila out put-nya adalah dengan baik dan benar sesuai dengan
adalah orang-orang yang tidak mampu petunjuk dari Allah dan Rasul-Nya.
melaksanakan tugas Sebaliknya, akal yang tidak mendapatkan
hidupnya, pendidikan tersebut pendidikan akan berakibat langsung
dianggap mengalami kegagalan.Ciri-ciri ataupun tidak langsung kepada pemiliknya
utama dari kegagalan suatu proses itu ialah, untuk melakukan hal-hal diluar ke-
manusia-manusia produk pendidikan itu mampuannya.
lebih cenderung mencari kerja Adapun mengenai pendidikan hati
dibandingkan dengan orang yang dapat seperti dikemukakan oleh al-Ghazali di
menciptakan lapangan kerja sendiri. atas, adalah merupakan suatu keharusan
Kondisi demikian itu seperti terlihat bagi setiap insan. Dengan demikian
dewasa ini, kemudian melahirkan berbagai keberadaan pendidikan bagi manusia yang
budaya yang tidak sehat bagi masyarakat meliputi berbagai aspeknya adalah mutlak
luas. Hanya karena ingin mendapat kerja diperlukan bagi kesempurnaan hidup
yang layak, kemudian secara kondisional manusia dalam upaya membentuk wujud
orang terpaksa menyuap. pribadi manusia paripurna, berbahagia di
Sebaliknya, orang yang tidak dapat dunia dan di akhirat kelak.
bekerja yang dianggap sesuai dengan Hal ini berarti bahwa tujuan yang
pendidikannya, juga melakukan tindak telah ditetapkan oleh Imam al-Ghazali
budaya yang lebih tidak sehat lagi, memiliki koherensi yang dominan dengan
misalnya, mencuri dan tindakan negatif upaya pendidikan yang melibatkan kepada
lainnya. pembentukan seluruh aspek pribadi
Secara inplisit al-Ghazali menekan- manusia secara utuh.
kan bahwa tujuan pendidikan itu adalah Demikian pula secara umum,
dalam upaya membentuk insan yang pandangan al-Ghazali tentang pendidikan
paripurna, yakni insan yang tahu akan Islam, tampak perlu dicermati. Keutuhan
kewajibannya baik sebagai hamba Allah, pandangan al-Ghazali tentang ilmu
maupun sebagai sesama manusia. Hal ini misalnya, Nampak tidak dikotomi seperti
misalnya terlihat dalam nasihat yang sekarang ini ada ilmu agama dan ilmu
diberikan oleh al-Ghazali, yang diungkap- umum seperti itu. Sehingga dari segi
kannya dalam uraian akhir buku Ayyuh al- kualitas intelektual, secara umum umat
Walad. Islam jauh tertinggal dari umat yang lain.
Untuk mewujudkan insan sempurna Hal ini barangkali salah satu dari
(insan kamil) seperti itulah tampaknya yang akibat sempitnya pandangan umat terhadap
menjadi tujuan pendidikan dalam pandang- ilmu pengetahuan yang dikotomis seperti
an al-Ghazali, yakni melalui pendidikan itu.
akal, pendidikan kejiwaan (afeksi) dan
pendidikan jasmani atau lebih dikenal B. Kesimpulan
dengan sebutan pendidikan keterampilan. Beberapa kesimpulan penelitian
Dalam sudut pandang Ilmu Pen- sebagai berikut:
didikan Islam, aspek pendidikan akal ini 1. Pendidikan Islam menurut Imam al-
harus mendapatkan perhatian yang serius. Ghazali adalah sarana perekayasaan
Hal ini dimaksudkan untuk melatih dan sosial bagi umat Islam yang
mendidik akal manusia agar dapat berpikir berdasarkan al-Qur’an dan al-Sunnah

632 Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam


Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 03, Juli 2014

untuk menuju kesempurnaan hidup trainning). Berdasarkan uraian kesimpulan


manusia hingga mencapai insan di atas, berikut ini beberapa implikasi bagi
kamil, yang bertujuan untuk pengembangan pendidikan Islam, antara
mendekatkan diri kepada Allah lain sebagai sebagai berikut:
(taqarrub) dalam arti kualitatif, dan 1. Pendidikan agama Islam sebagai
kesempurnaan manusia yang suatu sistem hendaklah diinterpretasi-
bertujuan untuk meraih kebahagiaan kan sebagai satu kesatuan yang utuh
di dunia dan di akhirat kelak. dan bulat terdiri dari berbagai
Pencapaian kesempurnaan hidup komponen yang saling menunjang,
melalui proses pendidikan itu juga tidak dipisah-pisahkan.
merupakan tujuan dari pendidikan 2. Untuk memahami tentang sistem
Islam itu sendiri. pendidikan agama Islam dengan baik
2. Materi pendidikan Islam menurut dan benar hendaknya merujuk kepada
Imam al-Ghazali yang berdasarkan acuan nilai yang mendasarinya, yaitu
al-Qur’an dan al- Sunnah itu ialah al-Qur’an dan al- Sunnah supaya
berisikan tentang berbagai macam terhindar dari kekeliruan yang dibuat.
ilmu pengetahuan sebagai sarana 3. Di samping penelaahan terhadap
yang menghubungkan hamba dengan acuan nilai tersebut, diperlukan pula
Tuhannya, dengan itu ia mendekatkan acuan lainnya, seperti para pemikir
diri secara kualitatif kepada-Nya, dan pendidikan muslim lainnya, seperti
dengan begitu si penuntut ilmu dapat Imam al-Ghazali. Oleh karena itu
mencapai kebahagiaan di dunia dan pemikiran Imam al-Ghazali mengenai
di akhirat kelak.Namun yang menjadi pendidikan Islam hendaknya dapat
prioritas materi yang terpenting dari juga dijadikan sandaran bagi
pendidikan Islam itu adalah bidang pengembangan pendidikan itu, baik
akhlak. pendidikan yang bersirikan agama
3. Metode pendidikan Islam menurut maupun non agama. Dan bahkan al-
Imam al-Ghazali yang berdasarkan Ghazali tidak membedakan sama
al-Qur’an dan al-Sunnah ialah sekali ilmu-ilmu itu. Karena baginya
mengandung pengertian yang sangat ilmu adalah alat untuk mencapai
luas. Tidak hanya di tafsirkan sebagai keridhaan Allah.
kegiatan mengajar saja kepada anak 4. Upaya untuk mengaktualisasikan
didik, namun lebih dari itu yang pemikiran Imam al-Ghazali mengenai
dimaksudkan dengan metode pendidikan hendaknya diambil dari
pendidikan menurut Imam Al- sumber rujukannya yang asli untuk
Ghazali ini adalah juga menjadikan menjaga keorsinilan pemikiran
guru (al-mu’allim) sebagai figur tersebut. Dengan demikian,
sentral untuk dapat dijadikan teladan pemikiran Imam al-Ghazali ini
bagi anak didiknya. hendaknya dijadikan rujukan bagi
pengembangan ilmu pendidikan di
Dalam hal ini, metode pendidikan masa sekarang dan yang akan datang,
yang dikemukakan oleh Imam al-Ghazali terutama pengembangan pendidikan
adalah sejenis pendidikan guru atau bagi masyarakat Islam, yang
pelatihan guru (teacher education or kualitasnya tidak pernah bisa

Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam 633


Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 03, Juli 2014

mencapai ukuran berhasil yang Al-Jurjani, Ali., al-Ta’rifat., Singapore: al-


memadai. Haramain T.th.
Al-Mawla, Mohammad Jad., al-Khuluq al-
Daftar Pustaka
Kamil, Kairo: al-Maktabah, 1971
Abdullah, Abdurrahman Shaleh., Landasan
Al-Thohar Ben ‘Asyur, Syaikh
dan Tujuan Pendidikan Menurut al-
Muhammad., Tafsîr al-Tahrîr wa al-
Qur’an serta Implementasinya,
Tanwîr. Tunis: al-Dar al-Tunisiyyah,
Bandung: Duponegoro, 1991.
1984.
Abdul Baqi, Muhammad Fuad., al-Lu’lu
Abdullah, M. Amin. Antara Al-Ghazali dan
wal Marjan jilid 2, terjemahan
Kant: Filsafat Etika Islam. Bandung:
Indonesia oleh H. Salim Bahresy,
Mizan, 2002.
Surabaya: Bina Ilmu, 1996.
Al-Ghazali. Mutiara Ihya’ ’Ulumuddin:
Ahmad As-Sayid, Mahmud., Mendidik
Ringkasan Yang Ditulis Sendiri Oleh
Generasi Qur’ani, Jakarta: Pustaka
Sang Hujjatul Islam. Cet. XV.
al- Husna, 1991.
Diterjemahkan oleh Irwan
Ahmad Hidayat, Pengembangan
Kurniawan. Bandung: Mizan, 2003.
Pendidikan Islam Menurut Imam
Azra, Azyumardi. Esei-esei Intelektual
Ghazali, Bandung: Puslit, 1997.
Muslim dan Pendidikan Islam.
Ahmad, Jamil., Seratus Tokoh Muslim
Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1998.
Terkemuka, Jakarta: Pustaka Firdaus,
Daudy, Ahmad. Kuliah Filsafat Islam.
1987.
Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1989.
Ahmadi Rn., Ali., Artikel: “Bimbingan
Departemen Agama RI, Al-Qur’an
Akhlak Muslim” dalam Majalah
dan Terjemahnya. Jakarta: CV.
Media Da’wah, Jakarta: DDII, 1987.
Naladana, 2004.
Ali, Hamdani., Filsafat Pendidikan,
Nata, Abuddin. Pemikiran Para Tokoh
Yogyakarta: Pustaka kembang, 1987.
Pendidikan Islam: Seri Kajian
An-Nahlawi, Abdurrahman., Prinsip-
Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta:
prinsip dan Metoda Pendidikan
PT. RajaGrafindo Persada, 2000.
Islam, Bandung: Diponegoro, 1989.
Nizar, Samsul. Filsafat Pendidikan Islam:
Anshari, H.E. Saefudin., Wawasan Islam,
Pendekatan Historis, Teoritis dan
Jakarta: Rajawali Press, 1986.
Praktis. Jakarta: Ciputat Pers, 2002.
Al-Asqalani, Ibnu Hajjar., Fath al-Bari, juz
Shihab, Umar. Kontekstualitas Al-
VI & XII, T.tp.: Dar al-Fikr wa
Qur’an: Kajian Tematik Atas Ayat-
Maktabah al-Salafiyah, T.tp.
ayat Hukum Dalam Al-Qur’an. Cet.
Al-Ghanimi al-Taftazani, Abu al-Wafa’.,
V. Jakarta: Penamadani, 2008.
Sufi dari Zaman ke zaman, Bandung:
Suwito, Sejarah Sosial Pendidikan Islam.
Pustaka, 1974.
Jakarta: Prenada Media Kencana,
Al-Ghazali, Imam., al-Munqidz min al-
2005.
Dhalal, Istambul: Darussafeka, T.th.
Syukur, Fatah NC. Sejarah Peradaban
-----------, Ihya ‘Ulum al-Din, jilid I, al-
Islam. Semarang: PT. Pustaka Rizki
Nasir Se-rikat an-Nur Asia, T.tp.,
Putra, 2010.
T.th.
Tim Redaksi Bahasa Indonesia. Kamus
-----------, Ayyuh al-Walad, Surabaya: Toko
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Kitab al-Hidayah, T.th.,
Pusat Bahasa, 2008.

634 Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam

Anda mungkin juga menyukai