Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

AL-GHAZALI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok

Mata kuliah: Pemikiran Islam

Dosen penghimpun: Dr. Abbas S.Ag, M.A.

Disusun oleh Kelompok 11:

Hayatun Muthmainnah : (2021010101139)

Nur Ainun : (2021010101145)

Muh. Fitrah Ramadhan : (2021010101144)

Darlin : (2021010101219)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

1445/2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kehadirah Allah Subhanahu
wata’ala yang telah menganugerahkan kepada kita, sekian banyak nikmat, mau’nah,
inayah serta hidayah-Nya. Sehingga dengan itu semua kita mampu menjalankan
segala bentuk amanah yang dibebankan kepada kita, sekaligus kita mampu
meningkatkan kwalitas diri dan ujud manusiawi kita yang nota bene sebagai
khalifatullah di muka bumi ini.
Sholawat dan salam senantiasa kita haturkan kepada junjungan kita, nabi
Agung Muhammad SAW yang telah mengajarkan kita bagaimana seharusnya
mengarungi kehidupan ini, sehingga nantinya kita bisa meraih derajat
“sa’adah”,bahagia dunia-akhirat.
Ucapan terimakasih yang tiada terhingga, penulis sampaikan kepada bapak
dosen atas segala bimbingan, arahan dan ilmu yang disampaikan, semoga amal
ibadah bapak dicatat oleh Allah SWT sebagai amal jariyah yang pahalanya tiada
terputus, amien.
Selanjutnya, syukur Alhamdulillah, makalah yang berjudul “AL-GHAZALI”
ini dapat terselesaikan, meskipun masih banyak terdapat kekurangan disana-sini.
Dengan harapan setelah dipresentasikan, kekurangan yang ada bisa ditambahi dan
disempurnakan.
Demikianlah, semoga makalah ini bisa memberikan manfaat hususnya bagi
penulis dan umumnya bagi semua pihak yang berkepentingan.

Wassalamualaikum wr.wb.
DAFTAR ISI

KATAPENGANTAR……………………………………………………………….ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………..... iii

BAB I

1. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................................4

B. Rumusan masalah........................................................................................5

C. Tujuan penulisan..........................................................................................5

BAB II

2. PEMBAHASAN

A. Nasab Imam Al-Ghazali …………………………..……...…………...………6

B. Imam Al-ghazali dahulu menuntut ilmu .....................................................7-9

C. Karya-karya Imam Al-Ghazali ...................................................................10-11

D. Aqidah dan mazhab al-Ghazali....................................................................12-13

E. Pemikiran Al-ghazali...................................................................................….14

BAB III

3. PENUTUP

A. DAFTAR PUSTAKA.................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali ath-Thusi asy-Syafi'i
(lahir di Ghazal,Thus,Provinsi Khurasan, RI Iran,1058 M / 450 H – meninggal di
Thus; 1111 / 14 Jumadil Akhir 505 H; umur 52–53 tahun) adalah seorang filsuf dan
teolog muslim Persia, yang dikenal sebagai Algazel di dunia Barat abad
Pertengahan.Ia berkuniah Abu Hamid karena salah seorang anaknya bernama
Hamid.Gelar dia al-Ghazali ath-Thusi berkaitan dengan ayahnya yang bekerja
sebagai pemintal bulu kambing dan tempat kelahirannya yaitu Ghazalah di Bandar
Thus, Provinsi Khurasan, Persia (kini Republik Islam Iran). Sedangkan gelar asy-
Syafi'i menunjukkan bahwa dia bermazhab Syafi'i.
Imam Al Ghazali, sebuah nama yang tidak asing di telinga kaum muslimin
termasuk kaum muslimin Indonesia. Tokoh terkemuka dalam kancah filsafat dan
tasawuf. Memiliki pengaruh dan pemikiran yang telah menyebar ke seantero dunia
Islam.Ironisnya sejarah dan perjalanan hidupnya masih terasa asing.Kebanyakan
kaum muslimin belum mengerti.Berikut penyusun makalah berusaha untuk
menyampaikan sebagian sisi kehidupannya.Sehingga setiap kaum muslimin yang
mengikutinya, hendaknya mengambil hikmah dari sejarah hidup beliau rahimahullah
al-Imam al-Ghazali.
Imam al-Ghazali mempunyai daya ingat yang kuat dan bijak berhujjah. Ia
digelar Hujjatul Islam karena kemampuannya tersebut. Ia sangat dihormati di dua
dunia Islam yaitu Saljuk dan Abbasiyah yang merupakan pusat kebesaran Islam. Ia
berjaya menguasai pelbagai bidang ilmu pengetahuan. Imam al-Ghazali sangat
mencintai ilmu pengetahuan. Ia juga sanggup meninggalkan segala kemewahan hidup
untuk bermusafir dan mengembara serta meninggalkan kesenangan hidup demi
mencari ilmu pengetahuan. Sebelum dia memulai pengembaraan, dia telah
mempelajari karya ahli sufi ternama seperti al-Junaid Sabili dan Bayazid Busthami.
Imam al-Ghazali telah mengembara selama 10 tahun. Ia telah mengunjungi tempat-

4
tempat suci di daerah Islam yang luas seperti Mekkah, Madinah, Jerusalem dan
Mesir. Ia terkenal sebagai ahli filsafat Islam yang telah mengharumkan nama ulama
di Eropa melalui hasil karyanya yang sangat bermutu tinggi. Sejak kecil lagi dia telah
dididik dengan akhlak yang mulia. Hal ini menyebabkan dia benci kepada sifat riya,
megah, sombong, takabur dan sifat-sifat tercela yang lain. Ia sangat kuat beribadat,
wara', zuhud dan tidak gemar kepada kemewahan, kepalsuan, kemegahan dan
mencari sesuatu untuk mendapat ridha Allah SWT.
B. Rumusan Masalah
1. Dimana dan bagaimanakah nasab Imam Al-Ghazali?
2. Bagaimanakah Imam Al-ghazali dahulu menuntut ilmu?
3. Apa saja karya-karya Imam Al-Ghazali?
4. Seperti apakah aqidah dan mazhab al-Ghazali?
5. Bagaimana pemikiran al-Ghazali?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui tempat lahir serta nasab Imam Al-Ghazali.
2. Untuk mengetahui jejak Imam Al-ghazali dalam menuntut ilmu.
3. Untuk mengetahui karya-karya Imam al-Ghazali
4. Untuk mengetahui aqidah dan mazhab al-Ghazali
5. Untuk mengetahui pemikiran Al-ghazali

6.

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Nama, nasab dan kelahiran Al-ghazali
Beliau bernama Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Ath-
Thusi, Abu Hamid Al Ghazali (Lihat Adz-Dzahabi, Siyar A’lam Nubala’, 19:323 dan
As-Subki, Thabaqat Asy-Syafi’iyah, 6:191). Para ulama nasab berselisih dalam
penyandaran nama Imam Al-Ghazali. Sebagian mengatakan, bahwa penyandaran
nama beliau kepada daerah Ghazalah di Thusi, tempat kelahiran beliau. Ini dikuatkan
oleh Al-Fayumi dalam Al-Mishbah Al-Munir. Penisbatan pendapat ini kepada salah
seorang keturunan Al-Ghazali, yaitu Majdudin Muhammad bin Muhammad bin
Muhyiddin Muhamad bin Abi Thahir Syarwan Syah bin Abul Fadhl bin Ubaidillah
anak dari Situ Al-Mana bintu Abu Hamid Al-Ghazali yang mengatakan, bahwa telah
salah orang yang menyandarkan nama kakek kami tersebut dengan ditasydid (Al
Ghazzali).
Sebagian lagi mengatakan penyandaran nama beliau kepada pencaharian dan
keahlian keluarganya yaitu menenun. Sehingga nisbatnya ditasydid (Al-Ghazzali).
Demikian pendapat Ibnul Atsir. Dan dinyatakan Imam Nawawi, “Tasydid dalam Al-
Ghazzali adalah yang benar.” Bahkan Ibnu Assam’ani mengingkari penyandaran
nama yang pertama dan berkata, “Saya telah bertanya kepada penduduk Thusi
tentang daerah Al-Ghazalah, dan mereka mengingkari keberadaannya.” Ada yang
berpendapat Al-Ghazali adalah penyandaran nama kepada Ghazalah anak perempuan
Ka’ab Al-Akhbar, ini pendapat Al-Khafaji.
Yang dijadikan sandaran para ahli nasab mutaakhirin adalah pendapat Ibnul Atsir
dengan tasydid. Yaitu penyandaran nama kepada pekerjaan dan keahlian bapak dan
kakeknya (Diringkas dari penjelasan pentahqiq kitab Thabaqat Asy Syafi’iyah dalam
catatan kakinya, 6/192-192). Dilahirkan di kota Thusi tahun 450 H dan memiliki
seorang saudara yang bernama Ahmad (Lihat Adz Dzahabi, Siyar A’lam Nubala’,
19:326 dan As-Subki, Thabaqat Asy-Syafi’iyah, 6:193 dan 194).

6
B. Kehidupan dan perjalanannya dalam menuntut Ilmu
Ayah beliau adalah seorang pengrajin kain shuf (yang dibuat dari kulit
domba) dan menjualnya di kota Thusi. Menjelang wafat dia mewasiatkan
pemeliharaan kedua anaknya kepada temannya dari kalangan orang yang baik. Dia
berpesan, “Sungguh saya menyesal tidak belajar khat (tulis menulis Arab) dan saya
ingin memperbaiki apa yang telah saya alami pada kedua anak saya ini. Maka saya
mohon engkau mengajarinya, dan harta yang saya tinggalkan boleh dihabiskan untuk
keduanya.”

Setelah meninggal, maka temannya tersebut mengajari keduanya ilmu, hingga


habislah harta peninggalan yang sedikit tersebut. Kemudian dia meminta maaf tidak
dapat melanjutkan wasiat orang tuanya dengan harta benda yang dimilikinya. Dia
berkata, “Ketahuilah oleh kalian berdua, saya telah membelanjakan untuk kalian dari
harta kalian. Saya seorang fakir dan miskin yang tidak memiliki harta. Saya
menganjurkan kalian berdua untuk masuk ke madrasah seolah-olah sebagai penuntut
ilmu. Sehingga memperoleh makanan yang dapat membantu kalian berdua.”Lalu
keduanya melaksanakan anjuran tersebut.Inilah yang menjadi sebab kebahagiaan dan
ketinggian mereka. Demikianlah diceritakan oleh Al Ghazali, hingga beliau berkata,
“Kami menuntut ilmu bukan karena Allah ta’ala , akan tetapi ilmu enggan kecuali
hanya karena Allah ta’ala.” (Dinukil dari Thabaqat Asy-Syafi’iyah, 6:193-194).

Beliau pun bercerita, bahwa ayahnya seorang fakir yang shalih. Tidak
memakan kecuali hasil pekerjaannya dari kerajinan membuat pakaian kulit. Beliau
berkeliling mengujungi ahli fikih dan bermajelis dengan mereka, serta memberikan
nafkah semampunya. Apabila mendengar perkataan mereka (ahli fikih), beliau
menangis dan berdoa memohon diberi anak yang faqih.Apabila hadir di majelis
ceramah nasihat, beliau menangis dan memohon kepada Allah ta’ala untuk diberikan
anak yang ahli dalam ceramah nasihat. Imam Al Ghazali memulai belajar di kala
masih kecil. Mempelajari fikih dari Syaikh Ahmad bin Muhammad Ar Radzakani di

7
kota Thusi. Kemudian berangkat ke Jurjan untuk mengambil ilmu dari Imam Abu
Nashr Al

Isma’ili dan menulis buku At Ta’liqat. Beliau mendatangi kota Naisabur dan
berguru kepada Imam Haramain Al Juwaini dengan penuh kesungguhan. Sehingga
berhasil menguasai dengan sangat baik fikih mazhab Syafi’i dan fikih khilaf, ilmu
perdebatan, ushul, manthiq, hikmah dan filsafat. Beliau pun memahami perkataan
para ahli ilmu tersebut dan membantah orang yang menyelisihinya. Menyusun tulisan
yang membuat kagum guru beliau, yaitu Al Juwaini.

Setelah Imam Haramain meninggal, berangkatlah Imam Ghazali ke


perkemahan Wazir Nidzamul Malik. Karena majelisnya tempat berkumpul para ahli
ilmu, sehingga beliau menantang debat kepada para ulama dan mengalahkan mereka.
Kemudian Nidzamul Malik mengangkatnya menjadi pengajar di madrasahnya di
Baghdad dan memerintahkannya untuk pindah ke sana. Maka pada tahun 484 H
beliau berangkat ke Baghdad dan mengajar di Madrasah An Nidzamiyah dalam usia
tiga puluhan tahun. Disinilah beliau berkembang dan menjadi terkenal. Mencapai
kedudukan yang sangat tinggi.

1. Pengaruh Filsafat dalam diri Al-Ghazali


Pengaruh filsafat dalam diri beliau begitu kentalnya. Beliau menyusun buku
yang berisi celaan terhadap filsafat, seperti kitab At-Tahafut yang membongkar
kejelekan filsafat. Akan tetapi beliau menyetujui mereka dalam beberapa hal yang
disangkanya benar. Hanya saja kehebatan beliau ini tidak didasari dengan ilmu atsar
dan keahlian dalam hadits-hadits Nabi yang dapat menghancurkan filsafat. Beliau
juga gemar meneliti kitab Ikhwanush Shafa dan kitab-kitab Ibnu Sina. Oleh karena
itu, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Al Ghazali dalam perkataannya sangat
dipengaruhi filsafat dari karya-karya Ibnu Sina dalam kitab Asy Syifa’, Risalah
Ikhwanish Shafa dan karya Abu Hayan At Tauhidi“.
2. Polemik kejiwaan Imam Al-Ghazali

8
Kedudukan dan ketinggian jabatan beliau ini tidak membuatnya congkak dan
cinta dunia. Bahkan dalam jiwanya berkecamuk polemik (perang batin) yang
membuatnya senang menekuni ilmu-ilmu kezuhudan. Sehingga menolak jabatan
tinggi
dan kembali kepada ibadah, ikhlas dan perbaikan jiwa. Pada bulan Dzul Qai’dah
tahun 488 H beliau berhaji dan mengangkat saudaranya yang bernama Ahmad
sebagai penggantinya. Pada tahun 489 H beliau masuk kota Damaskus dan tinggal
beberapa hari. Kemudian menziarahi Baitul Maqdis beberapa lama, dan kembali ke
Damaskus beri’tikaf di menara barat masjid Jami’ Damaskus. Beliau banyak duduk di
pojok tempat Syaikh Nashr bin Ibrahim Al Maqdisi di masjid Jami’ Umawi (yang
sekarang dinamai Al Ghazaliyah). Tinggal di sana dan menulis kitab Ihya
Ulumuddin, Al-Arba’in, Al-Qisthas dan kitab Mahakkun Nadzar. Melatih jiwa dan
mengenakan pakaian para ahli ibadah.Beliau tinggal di Syam sekitar 10 tahun.
Ketika Wazir Fakhrul Mulk menjadi penguasa Khurasan, beliau dipanggil
hadir dan diminta tinggal di Naisabur.Sampai akhirnya beliau datang ke Naisabur dan
mengajar di madrasah An Nidzamiyah beberapa saat. Setelah beberapa tahun, pulang
ke negerinya dengan menekuni ilmu dan menjaga waktunya untuk beribadah. Beliau
mendirikan satu madrasah di samping rumahnya dan asrama untuk orang-orang shufi.
Beliau habiskan sisa waktunya dengan mengkhatam Alquran, berkumpul dengan ahli
ibadah, mengajar para penuntut ilmu dan melakukan shalat dan puasa serta ibadah
lainnya sampai meninggal dunia.
3. Masa akhir hidupnya
Akhir kehidupan beliau dihabiskan dengan kembali mempelajari hadits dan
berkumpul dengan ahlinya. Imam Adz-Dzahabi berkata, “Pada akhir kehidupannya,
beliau tekun menuntut ilmu hadits dan berkumpul dengan ahlinya serta menelaah
shahihain (Shahih Bukhari dan Muslim). Seandainya beliau berumur panjang, niscaya
dapat menguasai semuanya dalam waktu singkat. Beliau belum sempat meriwayatkan
hadits dan tidak memiliki keturunan kecuali beberapa orang putri.”

9
Abul Faraj Ibnul Jauzi menyampaikan kisah meninggalnya beliau dalam kitab
Ats-Tsabat ‘indal Mamat, menukil cerita Ahmad (saudaranya), “Pada subuh hari
Senin, saudaraku Abu Hamid berwudhu dan shalat, lalu berkata, ‘Bawa ke mari kain
kafan saya.’ Lalu beliau mengambil dan menciumnya serta meletakkannya di kedua
matanya, dan berkata, “Saya patuh dan taat untuk menemui Malaikat Maut.
’Kemudian beliau meluruskan kakinya dan menghadap kiblat. Beliau meninggal
sebelum langit menguning (menjelang pagi hari). Beliau wafat di kota Thusi, pada
hari Senin tanggal 14 Jumada Akhir tahun 505 H dan dikuburkan di pekuburan Ath
Thabaran
C. Karya-karya Imam Al-Ghazali
Al-Ghazali adalah seorang pemikir yang produktif dalam berkarya serta luas
wawasaannya. Dia menyusun banyak buku dan risalah, meliputi berbagai bidang
seperti fiqh, ushul figh, ilmu kalam, akhlak logika, filsafat, dan tasawuf. Semuanya
dapat dikelompokkan sebagai berikut:

a) Kelompok Ilmu Akhlaq dan Tasawuf


1) Ihya Ulumuddin (penghidupan kembali ilmu-ilmu agama)
2) Ayyuhal Walad (Hai anak-anakku)
3) Mizan al-Amal (Timbangan amal)
4) Misyakat al-Anwar (Relug-relug cahaya)
5) Minhaj al-‘abidin (Pedoman beribadah)
6) Al-Dhurar al-Fakhirah fi Kasyfi Ulum al-Akhirah (Mutiara penyikap ilmu
akhirat)
7) Al- Qurabah ila Allah ‘Azza wa jalla (mendekatkan diri kepada Allah)
8) Akhlak al-Abrar wa al-Najat min al-Asrar (Akhlaq yang luhur
menyelamatkan keburukan)
9) Bidayatul Hidayah (langkah-langkah mencapai hidayah)
10) Al-Mabadi wa al-Ghayah (permulaan dan tujuan akhir)
11) Risalah al-Qudsiyah (Risalah cinta)

10
12) Al-Ulumu al-Laduniyah (ilmu-ilmu laduni)
b) Kelompok Filsafat dan Ilmu kalam
1) Maqasid Falasifah (Tujuan filsafat)
2) Tahafut al-Falasifah (kekacauan para filsuf)
3) Al-Iqtishad fi al-I'tiqad (Moderasi dalam aqidah)
4) Al-Qishah al-Mustaqim (jalan untuk mengatasikegelisahan)
5) Hujjatul Haq (Argumen-argumen yang benar)
6) Mahkum al-Nadar (Metodologika)
7) Asrar Addin (Misteri ilmu agama)
8) Isbatu al-Nadar (Penetapan logika)
9) Mufahil al-khilaf fi Ushul al-Din (Memisahkan perselisihan dalam
ushuluddin)
c) Kelompok Ilmu Fiqh dan Ushul fiqh
1) Al-Basit (Pembahasan yang mendalam)
2) Al-Wasit (Perantara)
3) Al-Wajiz (Surat-surat wasiat)
4) Al-Mankhul (Adat kebiasaan)
5) Syifa' al-'Alil fi al-Qiyas wa al-Ta'wil (Terapi yang tepat pada qiyas dan
ta'wil)
6) Al-Zariah ila Makarimi as-Syaria'ah (Jalan menuju kemuliaan syari'ah)
d) Kelompok Tafsir
1) Yaqut al-Ta'wil fi Tafsir al-Tanzil (Metode ta'wil dalam. menafsirkan al-
Qur'an)
2) Jawahirul Qur'an (Rahasia-rahasia al-Qur'an).15
D. Aqidah dan Madzhab Imam Al-Ghazali
Dalam masalah fikih, beliau seorang yang bermazhab Syafi’i. Nampak dari
karyanya Al-Wasith, Al-Basith, dan Al-Wajiz. Bahkan kitab beliau Al-Wajiz
termasuk buku induk dalam Mazhab Syafi’i. Mendapat perhatian khusus dari para
ulama Syafi’iyah. Sedangkan dalam sisi akidah, beliau sudah terkenal dan masyhur

11
sebagai seorang yang bermazhab Asy’ariyah. Banyak membela Asy’ariyah dalam
membantah Bathiniyah, para filosof serta kelompok yang menyelisihi mazhabnya.
Bahkan termasuk salah satu pilar dalam mazhab tersebut. Oleh karena itu beliau
menamakan kitab aqidahnya yang terkenal dengan judul Al-Iqtishad Fil I’tiqad.
Tetapi karya beliau dalam aqidah dan cara pengambilan dalilnya, hanyalah
merupakan ringkasan dari karya tokoh ulama Asy’ariyah sebelum beliau
(pendahulunya). Tidak memberikan sesuatu yang baru dalam mazhab Asy’ariyah.
Beliau hanya memaparkan dalam bentuk baru dan cara yang cukup mudah.
Keterkenalan Imam Ghazali sebagai tokoh Asy’ariyah juga dibarengi dengan
kesufiannya. Beliau menjadi patokan marhalah yang sangat penting menyatunya
Sufiyah ke dalam Asy’ariyah. Akan tetapi tasawuf apakah yang diyakini beliau?
Memang agak sulit menentukan tasawuf beliau. Karena seringnya beliau membantah
sesuatu, kemudian beliau jadikan sebagai aqidahnya. Beliau mengingkari filsafat
dalam kitab Tahafut, tetapi beliau sendiri menekuni filsafat dan menyetujuinya.
Ketika berbicara dengan Asy’ariyah tampaklah sebagai seorang Asy’ari tulen.
Ketika berbicara tasawuf, dia menjadi sufi. Menunjukkan seringnya beliau
berpindah-pindah dan tidak tetap dengan satu mazhab. Oleh karena itu Ibnu Rusyd
mencelanya dengan mengatakan, “Beliau tidak berpegang teguh dengan satu mazhab
saja dalam buku-bukunya. Akan tetapi beliau menjadi Asy’ari bersama Asy’ariyah,
sufi bersama sufiyah dan filosof bersama filsafat.” Adapun orang yang menelaah
kitab dan karya beliau seperti Misykatul Anwar, Al-Ma’arif Aqliyah, Mizanul Amal,
Ma’arijul Quds, Raudhatuthalibin, Al-Maqshad Al-Asna, Jawahirul Qur’an dan Al-
Madmun Bihi Ala Ghairi Ahlihi, akan mengetahui bahwa tasawuf beliau berbeda
dengan tasawuf orang sebelumnya. Syaikh Dr. Abdurrahman bin Shalih Ali Mahmud
menjelaskan tasawuf Al-Ghazali dengan menyatakan, bahwa kunci mengenal
kepribadian Al Ghazali ada dua perkara:
Pertama, pendapat beliau, bahwa setiap orang memiliki tiga akidah. Yang
pertama, ditampakkan di hadapan orang awam dan yang difanatikinya. Kedua,
beredar dalam ta’lim dan ceramah. Ketiga, sesuatu yang dii’tiqadi seseorang dalam

12
dirinya. Tidak ada yang mengetahui kecuali teman yang setara pengetahuannya. Bila
demikian, Al-Ghazali menyembunyikan sisi khusus dan rahasia dalam akidahnya.
Kedua, mengumpulkan pendapat dan uraian singkat beliau yang selalu
mengisyaratkan kerahasian akidahnya. Kemudian membandingkannya dengan
pendapat para filosof saat beliau belum cenderung kepada filsafat Isyraqi dan
tasawuf, seperti Ibnu Sina dan yang lainnya.
Tetapi perlu diketahui, bahwa pada akhir hayatnya, beliau kembali kepada
ajaran Ahlus Sunnah Wal Jama’ah meninggalkan filsafat dan ilmu kalam, dengan
menekuni Shahih Bukhari dan Muslim. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,
“Penulis Jawahirul Qur’an (Al-Ghazali, pen.) karena banyak meneliti perkataan para
filosof dan merujuk kepada mereka, sehingga banyak mencampur pendapatnya
dengan perkataan mereka. Pun beliau menolak banyak hal yang bersesuaian dengan
mereka. Beliau memastikan, bahwa perkataan filosof tidak memberikan ilmu dan
keyakinan. Demikian juga halnya perkataan ahli kalam. Pada akhirnya beliau
menyibukkan diri meneliti Shahih Bukhari dan Muslim hingga wafatnya dalam
keadaan demikian.
Kami sebagai penyusun makalah akan mengingatkan kembali bahwa akhir
kehidupan beliau dihabiskan dengan kembali mempelajari hadits dan berkumpul
dengan ahlinya (bertaubat). Berkata Imam Adz Dzahabi, “Pada akhir kehidupannya,
beliau tekun menuntut ilmu hadits dan berkumpul dengan ahlinya serta menelaah
shahihain (Shahih Bukhari dan Muslim). Seandainya beliau berumur panjang, niscaya
dapat menguasai semuanya dalam waktu singkat. Beliau belum sempat meriwayatkan
hadits dan tidak memiliki keturunan kecuali beberapa orang putri.”
Abul Faraj Ibnul Jauzi menyampaikan kisah meninggalnya beliau dalam kitab
Ats Tsabat Indal Mamat, menukil cerita Ahmad (saudaranya); Pada subuh hari Senin,
saudaraku Abu Hamid berwudhu dan shalat, lalu berkata, “Bawa kemari kain kafan
saya.” Lalu beliau mengambil dan menciumnya serta meletakkannya di kedua
matanya, dan berkata, “Saya patuh dan taat untuk menemui Malaikat Maut.”
Kemudian beliau meluruskan kakinya dan menghadap kiblat. Beliau meninggal

13
sebelum langit menguning (menjelang pagi hari). (Dinukil oleh Adz Dzahabi dalam
Siyar A’lam Nubala 6/34). Beliau wafat di kota Thusi, pada hari Senin tanggal 14
Jumada Akhir tahun 505 H dan dikuburkan di pekuburan Ath Thabaran.

14
E. Pemikiran Al-Ghazali
Di kalangan pemikir Yunani seperti Aristoteles, alam adalah qadim
dalam arti kata tidak ada awalnya. Paham ini juga dianut para filosof muslim
seperti Ibnu Sina dan Al Farabi. Mereka membuat beberapa alasan
yaitu: pertama, Mustahil secara mutlak yang baharu muncul dari yang qadim
dan kedua, Tuhan lebih dahulu daripada alam. Tentang penciptaan alam, Al-
Ghazali mempunyai konsep yang sangat berbeda dari konsepsi yang dimiliki para
filosof Muslim. Para filosof Muslim, diwakili oleh Ibnu Sina dan al-Farabi,
berpendapat bahwa alam itu azali, atau qadim, yakni tidak bermula dan tidak pernah
ada. Sementara itu, Al-Ghazali berpikir sebaliknya.
Al-Ghazali menegaskan bahwa alam semesta ini adalah ciptaan tuhan dan
oleh karena itu alam semesta ini bersifat baru al-Ghazali membedakan tuhan dengan
alam semesta yaitu dengn keqadimanya dan kebaruan alam, oleh sebab itu wujud
tuhan yang qodim menjadi sebab bagi wujud yang baru, dan sesuatu yang baru
membutuhkan terhadap sesuatu yang menjadikannya. Bagi Al-Ghazali, bila alam itu
dikatakan qadim, mustahil dapat dibayangkan bahwa alam itu diciptakan oleh Tuhan.
Jadi paham qadim-nya alam membawa kepada simpulan bahwa alam itu ada dengan
sendirinya, tidak diciptakan Tuhan. Dan, ini berarti bertentangan dengan ajaran Al-
Qur’an yang jelas menyatakan bahwa Tuhanlah yang menciptakan segenap alam
(langit, bumi, dan segala isinya).
Bagi Al-Ghazali, alam haruslah tidak qadim dan ini berarti pada awalnya
Tuhan ada, sedangkan alam tidak ada, kemudian Tuhan menciptakan alam, alam ada
di samping adanya Tuhan. Sebaliknya, bagi para filosof Muslim, paham bahwa alam
itu qadim sedikit pun tidak dipahami mereka sebagai alam yang ada dengan
sendirinya. Menurut mereka, alam itu qadim justru karena Tuhan menciptakannya
sejak azali/qadim. Bagi mereka, mustahil Tuhan ada sendiri tanpa mencipta pada
awalnya, kemudian baru menciptakan alam.

15
Gambaran bahwa pada awalnya Tuhan tidak mencipta, kemudian baru
menciptakan alam, menurut para filosof Muslim, menunjukkan berubahnya Tuhan.
Tuhan, menurut mereka, mustahil berubah, dan oleh sebab itu mustahil pula Tuhan
berubah dari pada awalnya tidak atau belum mencipta, kemudian mencipta. Luar,
karena kehendak sendiri itulah yang menjadi sumber dari pembedaan itu, than
memilih saat tertentu bagi penciptaan alam semesta, tidak ada cara dalam
menjelaskan pilihan Tuhan dalam hal apapun. Al-Ghazali menjawab alasan-alasan
para filosof tersebut dengan membedakan antara iradat yang qadim dengan apa yang
dikehendakinya. Kehendak Allah yang azali adalah mutlak, artinya bisa memilih
sewaktu-waktu tertentu, bukan waktu lainnya, tanpa ditanyakan sebabnya karena
sebab tersebut adalah kehendakNya sendiri. Kalau masih ditanya sebabnya, maka
artinya kehendak Tuhan itu terbatas tidak lagi bebas.
Tuhan lebih dahulu daripada alam bukan dari segi zaman melainkan dari segi
zat, seperti terdahulunya bilangan satu dari dua, atau dari segi kualitasnya, seperti
dahulunya gerakan seseorang atas gerakan bayangannya, sedang gerakan tersebut
sebenarnya sama-sama mulai dan sama-sama berhenti, artinya sama dari segi zaman.
Berarti Tuhan lebih dahulu daripada alam dan zaman, dari segi zaman, bukan dari
segi zat, maka artinya sebelum wujud alam dan zaman tersebut, sudah terdapat suatu
zaman dimana (tidak ada) murni terdapat didalamnya sebagai hal yang mendahului
wujud alam.

16
BAB III
PENUTUP
Beliau bernama Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Ath-
Thusi, Abu Hamid Al Ghazali (Lihat Adz-Dzahabi, Siyar A’lam Nubala’, 19:323 dan
As-Subki, Thabaqat Asy-Syafi’iyah, 6:191). Sedangkan para ulama nasab berselisih
dalam penyandaran nama Imam Al-Ghazali.

Imam Al Ghazali memulai belajar di kala masih kecil. Mempelajari fikih dari
Syaikh Ahmad bin Muhammad Ar Radzakani di kota Thusi. Kemudian berangkat ke
Jurjan untuk mengambil ilmu dari Imam Abu Nashr Al Isma’ili dan menulis buku At
Ta’liqat.Kemudian pulang ke Thusi Beliau mendatangi kota Naisabur dan berguru
kepada Imam Haramain Al Juwaini dengan penuh kesungguhan. Sehingga berhasil
menguasai dengan sangat baik fikih mazhab Syafi’i dan fikih khilaf, ilmu perdebatan,
ushul, manthiq, hikmah dan filsafat.Beliau pun memahami perkataan para ahli ilmu
tersebut dan membantah orang yang menyelisihinya.
Di antara karyanya yang terkenal ialah: Pertama, dalam masalah ushuluddin
dan akidah: 1. Arba’in fi Ushuliddin. Merupakan juz kedua dari kitab beliau
Jawahirul Qur’an. 2. Qawa’idul Aqa’id, yang beliau satukan dengan Ihya’ Ulumuddin
pada jilid pertama. 3. Al Iqtishad fil I’tiqad. 4. Tahafut Al-Falasifah, yang berisi
bantahan beliau terhadap pendapat dan pemikiran para filosof dengan menggunakan
kaidah mazhab Asy’ariyah. 5. Faishal At-Tafriqah Bainal Islam Wa Zanadiqah.
Kedua, dalam ilmu ushul, fikih, filsafat, manthiq dan tasawuf, beliau memiliki karya
yang sangat banyak.
Dalam masalah fikih, beliau seorang yang bermazhab Syafi’i. Nampak dari
karyanya Al-Wasith, Al-Basith, dan Al-Wajiz. Sedangkan dalam sisi akidah, beliau
sudah terkenal dan masyhur sebagai seorang yang bermazhab Asy’ariyah. Banyak
membela Asy’ariyah dalam membantah Bathiniyah, para filosof serta kelompok yang
menyelisihi mazhabnya. Bahkan termasuk salah satu pilar dalam mazhab tersebut.

17
Oleh karena itu beliau menamakan kitab aqidahnya yang terkenal dengan judul Al-
Iqtishad Fil I’tiqad.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad bin Ustman Adzahabi, Syamsuddin Muhammad bin, Siyar A’lam Nubala, 23
Jilid, ditahqiq oleh Syuaib Al-Arnaut, (Penerbit: Muassasah Ar-risalah, 1417
H / 1996).

Al Ghazali, Misykat Al anwar dalam majmu’ah rasail, (Beirut:Dar al-fikr,1996

Tajuddin As-Subqi (727 H – 771 H / 1327 M – 1370 M) “Thabaqat asy-Syafi’iyah


al-Kubra” 10 Jilid.

Syamhudi, Kholid, Sejarah Hidup Imam Al Ghazali (1) http://muslim.or.id/59-


sejarah-hidup-imam-al-ghazali-1.html, Sejarah Hidup Imam Al Ghazali (2),
http://muslim.or.id/biografi/sejara...www.yufidia.com , 10 May 2008.

Saiful Anwar,Filsafat Ilmu Al Ghzali,(Bandung:Pustaka Setia,2007)


Sirajuddin zar, Filsafat Islam, (Jakarta:Raja Grafindo Persada,2004)

18

Anda mungkin juga menyukai