Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

KEGHOZALIAN "BIOGRAFI IMAM AL GHOZALI”

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keghozalian


Dosen Pengampu : MISBAH KHUSURUR, SHI., MSI.

Disusun Oleh:

Nur Cholis Majid (22AB10080)


Ria Damayanti (22AB10082)
Alfina Ulil Hikmah (22AB10083)
Arjulia Syarifati Taufiq (22AB10081)

FAKULTAS KEAGAMAAN ISLAM (FKI) POGRAM STUDI


PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) UNIVERSITAS
NAHDLATUL ULAMA AL-GHAZALI CILACAP

2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah- Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Penulisan makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Keghozalian
Semester 1 Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Keagamaan Islam Universitas
Nahdlotul Ulama Al-Ghozali. Kami berharap dengan penulisan makalah ini semoga
dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita tentang "Biografi imam Al Ghozali”

Dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan baik dalam teknis
penulisan maupun materi, mengingat kemampuan yang kami miliki. Karena itu, kami
sangat mengharap kritik dan saran dari para pembaca untuk melengkapi segala
kekurangan dan kesalahan guna untuk menyempurnakan pembuatan makalah ini. Tak
lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing serta teman-teman
yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Kesugihan,16 Oktober 2022

Peyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………..…………………………….……………………………………ii

DAFTAR ISI ……………….…………………………………………………………….,.……iii

BAB I ............................................................................................................................................. 1

PENDAHULUAN ........................................................................................................................ 1

A. Latar Belakang ..................................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................................................ 2

C. Tujuan Penulisan .................................................................................................................. 2

BAB II ........................................................................................................................................... 3

PEMBAHASAN ........................................................................................................................... 3

A. Biografi imam Al-Ghazali ................................................................................................... 3

B. Murid imam Al Ghozali ....................................................................................................... 5

C. Pendidikan imam Al Ghozali ............................................................................................... 6

D. Proses pengembaraan imam Al Ghozali .............................................................................. 7

BAB III.......................................................................................................................................... 9

PENUTUP ..................................................................................................................................... 9

A. KESIMPULAN .................................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 10

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Imam Ghazali dikenal sebagai ulama yang berjasa mempertemukan antara


fikih (syariat) dengan tasawuf. Hal ini dilatar belakangi oleh geliat umat Islam
di zamannya yang cenderung terjebak ke dalam ekstremitas antara fikih dan
tasawuf. Satu sisi sebagian umat Islam berpegang dengan kuatnya terhadap
fikih hingga mengabaikan tasawuf, dan di sisi lain sebagian lebih larut ke dalam
arus tasawuf sehingga tidak mempedulikan fikih atau aturan syariat. Kedua
kecenderungan yang ekstrem ini saat itu menimbulkan dampak negatif yang
cukup parah di antara umat Islam berupa terjadinya perpecahan dan konflik
antara ahli fikih dan ahli tasawuf. Seperti dijelaskan oleh Prof. Dr. KH. Said
Agil Siradj dalam ceramahnya di PP. Raudlatu Thalibin, Rembang, Jawa
Tengah pada 2014 bahwa pertentangan antara kelompok fikih dan ahli tasawuf
itu telah melahirkan banyak korban di antaranya adalah al-Hallaj.

Di masa-masa yang penuh konflik berdarah akibat pertentangan dua kutub


fikih versus tasawuf inilah, lanjut Kiai Said, lahir seorang ulama besar, Imam
Ghazali, yang memadukan antara fikih dan tasawuf. Sebagai upaya untuk
memadukan kedua disiplin ilmu ini, Imam Ghazali mengarang sebuah kitab
terkenal, Ihya’ Ulumuddin.

Karenanya, kitab Ihya’ Ulumuddin karangan Imam Ghazali ini di


bagianbagian awal berbicara fikih dan di bagian akhir berbicara tasawuf. Berkat
usaha al-Ghazali inilah umat Islam yang awalnya dilanda konflik dan
perpecahan kemudian bisa bersatu kembali. Karenanya, Imam Ghazali dengan

1
masterpiece-nya itu mempunyai jasa besar dalam merukunkan dan menyatukan
kembali umat Islam yang saat itu berada di ambang kehancuran.

B. Rumusan Masalah
1. Kapan Imam Al Ghozali lahir?
2. Bagaimanakah Kondisi kehidupan imam Al Ghozali?
3. Bagaimanaka proses pendidikan Imam Al Ghozali?
4. Bagaimana proses pengembaraan imam Al Ghozali?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengenal lebih dalam tetang imam Al Ghozali.


2. Untuk mengetahui bagaimana kehidupan imam Al Ghozali.
3. Untuk mengetahui proses dan kondisi pendidikan imam Al Ghozali.
4. Untuk meneladani sikap dalam pengembaraan imam Al Ghozali.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi imam Al-Ghazali

Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad


alGhazali ath-Thusi asy-Syafi'i. AlGhazali lahir di Thus, Khurasan, Persia
(sekarang Iran) pada 1058/ 450 H dan wafat juga di Thus pada 1111/14 Jumadil
Akhir 505 H dalam usia 52 tahun. Beliau dikenal sebagai seorang filsuf dan
teolog muslim Persia, yang di Barat dikenal dengan sebutan Algazel, khususnya
pada abad Pertengahan.

Al-Ghazali juga mempunyai nama kunyah, “Abu Hamid” karena salah


seorang anaknya bernama Hamid. Sementara itu, kata “al-Ghazali ath-Thusi”
sesungguhnya adalah julukan beliau yang berkaitan dengan ayahnya yang
bekerja sebagai pemintal bulu kambing dan tempat kelahirannya yaitu
Ghazalah di Bandar Thus, Khurasan. Sedangkan gelar asy-Syafi'i menunjukkan
bahwa beliau merupakan orang yang menganut mazhab Syafi'i.

Menurut Kholid Syamhudi para ulama nasab berselisih tentang


penyandaran nama Imam AlGhazali. Sebagian mengatakan, bahwa nama
alGhazali disandarkan kepada daerah Ghazalah di Thusi, tempat kelahiran
beliau. Pendapat ini didukung oleh Al-Fayumi dalam Al-Mishbah alMunir.
Pendapat ini sesungguhnya dinisbatkan kepada salah seorang keturunan
AlGhazali, yaitu Majdudin Muhammad bin Muhammad bin Muhyiddin
Muhamad bin Abi Thahir Syarwan Syah bin Abul Fadhl bin Ubaidillah putra
dari Situ Al-Mana binti Abu Hamid AlGhazali, yang mengatakan bahwa telah

3
keliru orang yang menyandarkan nama kakeknya dengan ditasydid
(AlGhazzali).

Al-Ghazali lahir dari keluarga miskin. Sejak usia dini, al-Ghazali dan
adiknya, Ahmad, telah ditinggal wafat oleh ibunya karenanya sejak kecil beliau
sudah menjadi yatim. Ayahnya merupakan orang yang saleh dan sangat cinta
dengan para ulama, utamanya para sufi. Ayah alGhazali mempunyai cita-cita
yang tinggi yaitu ingin anaknya menjadi orang alim dan saleh. Saking Cintanya
terhadap para ulama, al-Ghazali sering diajak sowan atau bersilaturahim kepada
para alim ulama yang ada di Thus.

Pekerjaan ayah al-Ghazali sendiri adalah pengrajin kain shuf (sebuah kain
yang dibuat dari kulit domba). Setelah shuf itu selesai dikerjakannya, maka ia
pun menjualnya ke Kota Thus. Namun al-Ghazali juga tidak sempat
berlamalama dengan ayahnya. Sebab, ketika ia dan adiknya memasuki usia
remaja, ayah tercintanya itu telah dipanggil oleh Allah Swt. Menjelang wafat
ayah alGhazali mewasiatkan perawatan dan pengasuhan kedua anaknya itu
kepada temannya dari kalangan orang saleh. Kepada sahabatnya itu, ayah al-
Ghazali berpesan, “Sungguh saya menyesal tidak belajar khat (tulis menulis
Arab) dan saya ingin memperbaiki apa yang telah saya alami pada kedua anak
saya ini.

Al-Ghazali dikenal bukan hanya sebagai fagih (ahli fikih) semata,


melainkan juga sebagai tokoh sufi, pemikir dan filosof hebat yang banyak
memberikan sumbangan penting bagi perkembangan pemikiran dan ilmu
pengetahuan, khusunya di dalam dunia Islam. Dengan kompetensi dan
ketinggian ilmunya itu, al-Ghazali pernah memegang jabatan sebagai rektor di
Kampus Nizhamiyah, Baghdad dan beberapa jabatan penting lainnya, sebelum
akhirnya memilih menjadi sebagai sufi. Yang lebih penting,

4
B. Murid imam Al Ghozali

Al-Ghazali mempunyai banyak murid, karena beliau mengajar di


mudrusah Nidzamiyah di Naisabur, diantara murid-murid beliau adalah: Abu
Thur Ibrhim Ibn Muthahir Asy-Syebbak al-Jurjani (513 H) .Abu Fath Ahmad
Iba Ali Iba Muhammad Ibn Burhan (474-518), semula beliau bermadzhab
Hambali, kemudian setelah beliau belajar pada al-Ghazali, beliau bermadzhab
Syafi'i Diantara karya-karya beliau adalah Al-Ausath, al-Wajiz dan al-Wushul.
Abu Thalib, Abdul Karim ibn Ali Ibn Abi Tbolib ar-Razi (522 H), beliau
mampu menghafal kitab ihya’ Ulumu ad-Diin karya al-Ghazali. Disamping itu
beliau juga mempelajari fiqih pada al-Ghazali.
Abu Hasan ai-Jamat al-Islam, Ali Ibn Musalem Ibn Muhammad As
Salami (541 H). karyanya Ahkam Al-Khanarsi. Abu Mansur Said Ibn
Muhammad Umar (462-539 H), beliau belajar figh pada al-Ghazali sehingga
menjadi ‘ulama besar di Baghdad. Abu nl-Hasan Sa'ad al-Khaer Ibn
Muhammad Ibn Sabi ai-Anshari al Maghribi al-Andalusi (514 H). beliau belajar
fiqih pada Al Ghozali di Baghdad, Abu Said Muhammad iba Yahya Ibn
Mansur al-Nnisabur (476-584 H), beliau belajar fiqih pada al-Ghazali, diantara
karya-karya beliau adalah al-Mukhit fi Sarh al-Wasith fi Masail, alKhilaf. Abu
Abduliah al-Husain Ibn Hasr Ibn Muhammad (466-552 H), beliau belajar fiqih
pada al-Ghazali. Diantara karya-karya beliau adalah Minhaj AlTauhid dan
Tahrim al-Ghibah.

Dengan demikian al-Ghazali memiliki banyak murid diantara


muridmurid beliau kebanyakan belajar fiqih, bahkan diantara murid murid
beliau menjadi ulama besar dan pandai mengarang kitab.

5
C. Pendidikan Imam Al Ghozali

Perjalanan Al-Ghazali dalam mempelajari berbagai ilmu dimulai dari


tempat kelahirannya, yaitu dari ayahnya. Darinya beliau belajar Al-qur'an dan
dasar-dasar ilmu keagamaan. Setelah ayahnya wafat, beliau melanjutkan
belajar pada teman ayahnya (seorang ahli tasawuf). Sebelum menginjak usia
lima belas tahun, Al-Ghazali menguasai bahasa dan tata bahasa Arab, Alquran,
hadits, fikih, serta aspek-aspek pemikiran dan puisi sufi. Selanjutnya, dia
melakukan studi rinci mengenai fiqih di bawah bimbingan Syaikh Ahmad bin

Muhammad Al-Radhkani di Thus dan Abul Qasim Ismail bin Mas’ada


AlIsmaili, seorang ahli terkemuka dalam bidang ini dalam seminar Jurjan. Pada
usia tujuh belas tahun, Al-Ghazali berhasil menyelesaikan pendidikannya
dalam bidang fiqih dan pulang ke Thus untuk melanjutkan studinya ke jenjang
yang lebih tinggi. Menjelang usia dua puluhan, Al-Ghazali berangkat menuju
Naishabur untuk mengejar pelajaran lanjutan dalam ilmu ilmu keislaman. Dia
mempelajari teologi islam dan fikih di bawah bimbingan “Imam Al-Haramain”
Abdul Ma’ali Abdul Malik al-Juwaini (478 H/1086 M). Al-Juwaini mengajar
di madrasah Nizamiyyah yang terkenal di Naishabur dan AlGhazali menjadi
salah seorang murid favoritnya. Al-Juwaini sangat terkesan dengan
kecemerlangan intelektual dan kemampuan analisis Al-Ghazali, sehingga ia
mencalonkan Al-Ghazali sebagai asisten pengajarnya.

Al-Ghazali berguru kepada Imam Al-Juwaini hingga menguasai ilmu


manthiq, kalam, ushul fiqh, filsafat, tasawuf, dan retorika perdebatan. Ilmuilmu
yang didapatkannya dari AlJuwaini benar-benar ia kuasai, termasuk perbedaan
pendapat dari para ahli ilmu tersebut, hingga ia mampu memberikan
sanggahan-sanggahan kepada para penentangnya. Karena kemahirannya dalam
masalah ini, Al Juwaini menjuluki Al-Ghazali dengan sebutan bahr mu’riq

6
(lautan yang menghanyutkan). Kecerdasan dan keluasan wawasan berpikir
yang dimiliki Al-Ghazali membuatnya menjadi populer. Bahkan, ada riwayat
yang menyebutkan bahwa diam-diam di hati Al-Juwaini timbul rasa iri.

Begitu Al-Ghazali mulai mengajarkan fikih, kalam, dan hadist di


Nizamiyyah, nama dan ketenarannya mulai tersebar di seluruh wilayah Islam.
Sebagai pelindungnya, Nizam Al-Mulk secara rutin mengkonsultasikan semua
isu agama dan politik penting saat itu. Kuliah-kuliah harian Al-Ghazali di
Nizamiyyah menjadi begitu terkenal sampai-sampai dihadiri oleh tiga ratus
orang murid dalam sekali perkuliahannya.

D. Proses Pengembaraan Imam Al Ghazali

Pendidikannya dimulai dengan belajar al-Qur'an pada ayahnya sendiri,


sepeninggal ayahnya ia dititipkan kepada teman ayahnya, Ahmad bin
Muhammad al Razikani, seorang sufi besar di Thusy. Padanyalah al-Ghazali
mempelajari ilmu figh, riwayat hidup para wali, dan kehidupan spiritual
mereka. Selain itu, ia belajar juga menghafal syair-syair tentang mahabbah
(cinta) kepada Tuhan, al-Our'an dan Sunnah.

Di Jurjan, al-Ghazali mulai menuliskan ilmu ilmu yang diajarkan oleh


gurunya. Ia menulis suatu komentar tentang ilmu figh. Akan tetapi menurut
sebuah cerita, di tempat ini, ia mengalami musibah. Semua barang yang dihawa
oleh al-Ghazali yang berisi buku-buku catatan dan tulisannya di rampas oleh
para perampok, meskipun pada akhirnya barang barang tersebut dikembalikan
setelah al-Ghazali berusaha keras untuk memintanya kembali.

Kejadian tersebut mendorong al-Ghazali untuk menghafal semua


pelajaran yang diterimanya. Oleh karena itu, setelah sampai di Thus kembali,
ia berkonsentrasi untuk menghafal semua yang pernah di pelajarinya selama

7
kurang lebih tiga tahun.”
Kecerdasan dan kepintaran Imam al-Ghazali diakui oleh Imam al Juwaini,
hingga akhirnya ia diangkat sebagai asisten dan akhirnya mewakili pimpinan
Nizamiyah. Disinilah bakat menulisnya berkembang. Dan ketika gurunya
meninggal dunia (1085), ia meninggalkan Naisabur dan menuju ke istana
Nizham al Muluk yang menjadi seorang perdana menteri Sultan Bani Saljuk.

Al-Ghazali sangat produktif dalam berkarya, ratusan buku telah ia tulis.


Menunut para ulama karya-karya Al-Ghazali mencapai 200 karya." Pada masa
itu dan dalam tahun-tahun berikutnya, sebagai seorang mahasiswa, al-Ghazali
sangat mendambakan untuk mencari pengetahuan yang dianggap mutlak benar,
yakni pengetahuan yang pasti, yang tidak bisa salah dan tidak diragukan
sedikitpun."

Setelah Imam Al-Haramain wafat, al-Ghazali meninggalkan Naisabur


menuju Mu'aska untuk menghadiri pertemuan atau majelis yang diadakan oleh
Nidham al-Muluk, Perdana Menteri Daulah Bani Saljuk. Dalam majelis
tersebut banyak berkumpul para ulama dan fugaha. Al-Ghazali ingin berdiskusi
dengan malaikat. Disana ia dapat melebihi kemampuan lawan-lawannya dalam
berdiskusi dan berargumentasi karena kemampuannya mengalahkan para
ulama setempat dalam mudadharah al-Ghazali diterima dengan penuh
kehormatan oleh Nidham al-Muluk. Akhir hidup Imam al-Ghazali di Teheran
pada tahun 505 H/ 11 M, seperti biasanya, Ia bangun pagi pada suatu hari senin,
bersembahyang, kemudian minta dibawakan peti matinya. Ia seolah-olah
mengusap peti mati itu dengan matanya dan berkata “apapun perintah Tuhan,
aku telah siap melaksanakannya.” Sambil mengucapkan kata-kata itu Ia
meluruskan kakinya, dan ketika orangorang melihat wajahnya, Imam alGhazali
telah tiada.

8
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Imam Abu Hamid al-Ghazali adalah seseorang yang ada dalam literatur
islam yang telah di akui sebagai ‘ulama sekaligus ilmuwan. Yang kecerdasan
pemikirannya telah membuat kagum banyak orang. Al-Ghazali dikenal bukan
hanya sebagai ahli fikih semata, melainkan juga sebagai tokoh sufi, pemikir
dan filosof hebat yang banyak memberikan sumbangan penting bagi
perkembangan pemikiran dan ilmu pengetahuan, khusunya di dalam dunia
Islam. Dengan kompetensi dan ketinggian ilmunya.

9
DAFTAR PUSTAKA

AL LATHIF, M. G. (2020). Araska Publisher. Hujjatul Islam .

Fauzan, S. d. (2003). Sejarah Pemikiran Para Tokoh Pendidikan, 159.

Fikri, M. K. (2021). Imam Al Ghazali: BIografi lengkap sang hujjatul islam, 13.

Himawijaya. (2004). Mengenal Al ghazali keraguan adalah awal keyakinan, 19.

muraqi, A. M. (2001). Pakar-Pakar Fikih Sepanjang Sejarah, 17.

10

Anda mungkin juga menyukai