Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

TEOSOFI
(MEMAHAMI AJARAN TASAWUF: AL-GHAZALI)

Dosen Pegampu :
FITRATUL UYUN, M.Pd

Disusun oleh :
Devangga Fahrul F 220106110120
Muhamad Nouval Hilmy 220106110092
Nisa Fajrin 220106110089

MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MALANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan pada Tuhan yang Maha Esa karena rahmat dan karunianya
kami bisa menyusun makalah yang berjudul “ TEOSOFI (Memahami ajaran tasawuf : Al-
ghazali) “ ini dengan tepat waktu, guna memenuhi tugas kelompok Mata Kuliah teosofi.

Dalam pembuatan makalah ini, kami banyak mendapatkan hambatan dan tantangan
namun dengan dukungan dari berbagai pihak, tantangan tersebut dapat teratasi. Oleh karena
itu, tim penyusun mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan
bantuannya, utamanya kepada yang terhormat dosen pengampu Ibu FITRATUL UYUN,
M.Pd dan teman-teman kelompok penyusun makalah ini. Semoga kontribusinya
mendapatkan balasan Tuhan yang Maha Esa.

Tim penyusun sadar bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna baik dari segi
penyusunan maupun isinya. Kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan untuk
kesempurnaan makalah selanjutnya.

Demikian harapan kami makalah ini bisa memberikan manfaat bagi pembaca dan kita
sekalian.

Malang, 8 Mei 2023

Tim penyusun

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................... II
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................. 1
1.1 LATAR BELAKANG.......................................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH ..................................................................................................1
1.3 TUJUAN ...........................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................... 2
2.1 BIOGRAFI IMAM AL-GHAZALI ..................................................................................2
2.2 BIOGRAFI IMAM AL-GHAZALI ..................................................................................2
2.3 PEMIKIRAN TASAWUF IMAMA AL-GHAZALI ........................................................3
2.4 PENGARUH AJARAN TASAWUF AL-GHAZALI.......................................................7
BAB III PENUTUP ..................................................................................................................... 10
3.1 KESIMPULAN ...............................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 11

III
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Tasawuf merupakan salah satu aspek penting dari kehidupan spiritual dalam Islam.
Tasawuf membahas tentang hubungan manusia dengan Allah SWT, dan bagaimana untuk
mencapai kesadaran spiritual yang lebih tinggi. Dalam hal ini, Imam Al-Ghazali adalah
salah satu tokoh terkemuka dalam dunia tasawuf Islam, dan karyanya "Ihya Ulumuddin"
menjadi panduan spiritual bagi banyak orang.

Selain itu, pemahaman tentang ajaran tasawuf Al-Ghazali juga penting dalam konteks
kehidupan modern. Di era globalisasi dan modernisasi, banyak orang merasa kehilangan
arah dan makna dalam hidup mereka. Pemahaman tentang ajaran tasawuf Al-Ghazali dapat
membantu orang untuk memahami makna hidup yang lebih dalam dan mencari jalan
menuju kesadaran spiritual yang lebih tinggi.

Dalam makalah ini, akan dibahas secara detail tentang ajaran tasawuf Al-Ghazali. Selain
itu, akan dibahas juga mengenai pengaruh ajaran Al-Ghazali terhadap dunia Islam dan
dunia barat, makalah ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam
tentang ajaran tasawuf Al-Ghazali dan membantu pembaca untuk merenungkan makna
hidup yang lebih mendalam dalam konteks kehidupan modern.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Siapakah imam al-ghazali itu?
2. Bagaimana ajaran tasawuf imam Al-Ghazali?
3. Apa pengaruh dari ajaran tasawuf imam Al-Ghazali?

1.3 TUJUAN
1. Mengenal sosok imam Al-Ghazali.
2. Memahami ajaran tasawuf imam Al-Ghazali.
3. Mengetahui pengaruh-pengaruh dari ajaran tasawuf imam Al-Ghazali.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 BIOGRAFI IMAM AL-GHAZALI

Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin
Ta’us Ath-Thusi as-Syafi’i al-Ghazali. Secara singkat dipanggil al-Ghazali atau Abu
Hamid al-Ghazali. Dan mendapat gelar imam besar Abu Hamid al-Ghazali Hujatul Islam.
Namanya kadang diucapkan Ghazzali (dua z), artinya tukang pintal benang, karena
pekerjaan ayah beliau adalah tukang pintal benang wol. Sedang yang lazim ialah Ghazali
(satu z), diambil dari kata Ghazalah nama kampung kelahirannya. Beliau lahir di Thus,
Khurasan, Iran, dekat Masyhad sekarang, pada tahun 450 H/1058 M. Beliau dan
saudaranya, Ahmad, ditinggal yatim pada usia dini. Pendidikannya dimulai di Thus. Lalu,
al-Ghazali pergi ke Jurjan. Dan sesudah satu periode lebih lanjut di Thus, beliau ke
Naisabur, tempat beliau menjadi murid al-Juwaini Imam al-Haramain hingga
meninggalnya yang terakhir pada tahun 478 H/1085 M. Beberapa guru lain juga disebutkan,
tapi kebanyakan tidak jelas. Yang terkenal adalah Abu Ali al-Farmadhi.

Al-Ghazali adalah ahli pikir ulung Islam yang menyandang gelar “Pembela Islam”
(Hujjatul Islam), “Hiasan Agama” (Zainuddin), “Samudra yang Menghanyutkan” (Bahrun
Mughriq), dan lain-lain. Riwayat hidup dan pendapat-pendapat beliau telah banyak
diungkap dan dikaji oleh para pengarang baik dalam bahasa Arab, bahasa Inggris maupun
bahasa dunia lainnya, termasuk bahasa Indonesia. Hal itu sudah selayaknya bagi para
pemikir generasi sesudahnya dapat mengkaji hasil pemikiran orang-orang terdahulu
sehingga dapat ditemukan dan dikembangkan pemikiran-pemikiran baru. Dalam pengantar
Ihya’ Ulumuddin disebutkan bahwa : “Pada abad ke 5 H lahirlah beberapa ilmu dari pemikir
Islam, yaitu Hujjatul Islam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al-
Ghazali.”

2.2 PENDIDIKAN IMAM AL-GHAZALI

Pada masa kecilnya al-Ghazali mempelajari ilmu Fiqh di negerinya sendiri pada Syeh
Ahmad bin Muhammad ar-Razikani. Kemudian pergi ke negeri Jurjan dan belajar pada

2
Imam Ali Nasar al-Ismaili. Setelah mempelajari beberapa ilmu di negeri tersebut,
berangkatlah al-Ghazali ke negeri Nisapur dan belajar pada Imam al-Haramain.

Disanalah mulai kelihatan tanda-tanda ketajaman otaknya yang luar biasa dan dapat
menguasai beberapa ilmu pengetahuan pokok pada masa itu, seperti ilmu Mantik (logika),
Filsafat dan Fiqh Mazhab Syafi’i. Setelah Imam al-Haramain wafat, lalu al-Ghazali
berangkat ke al- Askar mengunjungi menteri Nizamul Mulk dari pemerintahan Dinasti
Saljuk. Beliau disambut dengan kehormatan sebagai seorang ulama besar. Kemudian
dipertemukan dengan para alim ulama dan pemuka-pemuka ilmu pengetahuan. Semuanya
mengakui akan ketinggian dan keahlian al-Ghazali.

Pada tahun 484 H/1091 M, beliau diutus oleh Nizamul Mulk untuk menjadi guru besar
di madrasah Nizhamiyah, yang didirikan di Baghdad. Beliau menjadi salah satu orang yang
terkenal di Baghdad, dan selama empat tahun beliau memberi kuliah kepada lebih dari 300
mahasiswa. Pada saat yang sama, beliau menekuni kajian Filsafat dengan penuh semangat
lewat bacaan pribadi dan menulis sejumlah buku. Atas prestasinya yang kian meningkat,
pada usia 34 tahun beliau diangkat menjadi pimpinan (rektor) Universitas Nizhamiyah.
Selama menjadi rektor, beliau banyak menulis buku yang meliputi beberapa bidang Fiqh,
Ilmu Kalam dan buku-buku sanggahan terhadap aliran-aliran Kebatinan, Ismailiyah dan
Filsafat.

2.3 PEMIKIRAN TASAWUF IMAM AL-GHAZALI

Al-Ghazali, setelah melalui pengembaraannya mencari kebenaran akhirnya memilih


jalan tasawuf. Menurutnya, para suilah pencari kebenaran yang paling hakiki. Lebih jauh
lagi, menurutnya, jalan para sui adalah paduan ilmu dengan amal, sementara sebagai
buahnya adalah moralitas. Juga tampak olehnya, bahwa mempelajari ilmu para sui lewat
karya-karya mereka ternyata lebih mudah daripada mengamalkannya. Bahkan ternyata pula
bahwa keistimewaan khusus milik para sui tidak mungkin tercapai hanya dengan belajar,
tapi harus dengan ketersingkapan batin, keadaan rohaniah, serta penggantian tabiat-tabiat.
Dengan demikian, menurutnya, tasawuf adalah semacam pengalaman maupun penderitaan
yang riil (al-Tatazani, 2003, hal. 165

3
1. Jalan (at-Thariq}

Menurut al-Ghazali, ada beberapa jenjang (maqamat) yang harus dilalui oleh seorang
calon sui. Pertama, tobat. Hal ini mencakup tiga hal: ilmu, sikap, dan tindakan. Ilmu adalah
pengetahuan seseorang tentang bahaya yang diakibatkan dosa besar. Pengetahuan itu
melahirkan sikap sedih dan menyesal yang melahirkan tindakan untuk bertobat. Tobat
harus dilakukan dengan kesadaran hati yang penuh dan berjanji pada diri sendiri untuk tidak
mengulangi perbuatan dosa

Kedua, sabar. Al-Ghazali menyebutkan ada tiga daya dalam jiwa manusia, yaitu daya
nalar, daya yang melahirkan dorongan untuk berbuat baik, dan daya yang melahirkan
dorongan berbuat jahat.Jika daya jiwa yang melahirkan dorongan berbuat baik dapat
mempengaruhi daya yang melahirkan perbuatan jahat, maka seseorang sudah dapat
dikategorikan sabar.

Ketiga, kefakiran. Yaitu berusaha untuk menghindarkan diri dari hal-hal yang
diperlukan. Maksudnya, meskipun calon sui itu sedang memerlukan sesuatu, seperti
makanan, namun makanan yang diberikan kepadanya harus diteliti dengan seksama apakah
halal, haram, atau syubhat (diragukan halal atau haramnya). Jika haram atau syubhat,
makanan itu harus ditolaknya, kendatipun makanan itu sangat diperlukannya. Untuk itu,
juga harus dilihat motivasi orang yang memberinya.

Keempat, zuhud. Dalam keadaan ini seorang calon sui harus meninggalkan kesenangan
duniawi dan hanya mengharapkan kesenangan ukhrawi.

Kelima, tawakal. Menurut al-Ghazali, sikap tawakal lahir dari keyakinan yang teguh
akan kemahakuasaan Allah. Sebagai pencipta, Dia berkuasa melakukan apa saja terhadap
manusia. Walaupun demikian, harus pula diyakini bahwa Dia juga Maha Rahman, Maha
pengasih, tak pilih kasih kepada makhluknya. Karena itu, manusia seharusnya berserah diri
kepada Tuhannya dengan sepenuh hati.Dalam penyerahan diri kepada Allah swt.seorang
sui merasakan dirinya tiada lagi. Tingkat tawakal yang paling tinggi adalah berserah diri
bagaikan mayat.

Keenam,ma’rifat. Yaitu mengetahui rahasia Allah dan mengetahui peraturan-peraturan-


Nya tentang segala yang ada. Pengetahuan yang diperoleh dari ma’rifat lebih bermutu
daripada pengetahuan yang diperoleh akal.Ma’rifat inilah yang kemudian menimbulkan
4
mahabbah (mencintai Tuhan) (Ensiklopedi Islam, 2002, hal. 27-28).
2. Ma’rifah

Ma’rifah adalah esensi taqarrub (pendekatan pada Tahun).Ma’rifahmerupakan hasil


penyerapan jiwa yang mempengaruhi kondisi jiwa seorang hamba yang ada akhirnya akan
mempengaruhi seluruh aktivitas ragawi. ‘Ilm, diibaratkan seperti melihat api sementara
ma’rifah ibarat cahaya yang memancar dari nyala api tersebut.

Ma’rifah secara etimologis, adalah pengetahuan tanpa ada keraguan sedikit pun. Dalam
terminologi kaum sui, ma’rifah disebut pengetahuan yang tidak ada keraguan lagi di
dalamnya ketika pengatahuan itu terkait dengan persoalan Zat Allah swt. dan sifat-sifat-
Nya. Ma’rifah kepada Allah Swt. dengan sendirinya adalah zikir kepada Allah Swt. karena
ma’rifah berarti hadir bersama-Nya dan musyahadah kepada-Nya

Menurut al-Ghazali sarana ma’rifat seorang sui adalah kalbu, bukannya perasaan dan
bukan pula akal budi. Kalbu menurutnya bukanlah bagian tubuh yang dikenal terletak pada
bagian tubuh yang dikenal terletak pada bagian kiri dada seorang manusia, tapi adalah
percikan rohaniah ke-Tuhan-an yang merupakan hakikat realitas manusia, namun akal-budi
belum mampu memahami perkaitan antara keduanya. Kalbu menurut al-Ghazali bagaikan
cermin. Sementara ilmu adalah pantulan gambar realitas yang terdapat di dalamnya.
Jelasnya jika cermin kalbu tidak bening, maka ia tidak dapat memantulkan realitas-realitas
ilmu. Menurutnya lagi, yang membuat cermin kalbu tidak bening adalah hawa nafsu tubuh.
Sementara ketaatan kepada Allah serta keterpalingan dari tuntutan hawa-nafsu itulah yang
justru membuat kalbu berlinang dan cemerlang (al-Tatazani, 2003, hal. 171).
3. Tingkatan Manusia

Al-Ghazali membagi manusia ke dalam tiga golongan, yaitu sebagai berikut: Pertama,
kaum awam, yang cara berikirnya sederhana sekali. Kedua, kaum pilihan (khawas; elect)
yang akalnya tajam dan berikir secara mendalam. Ketiga, kaum ahli debat (ahl al-jadl)
(Matukhin, 2012, hal. 137).

Kaum awam dengan daya akalnya yang sederhana sekali tidak dapat menangkap
hakikat-hakikat. Mereka mempunyai sifat lekas percaya dan menurut. Golongan ini harus
dihadapi dengan sikap memberi nasihat dan petunjuk (almauizah). Kaum pilihan yang daya
akalnya kuat dan mendalam harus dihadapi dengan sikap menjelaskan hikmah-
5
hikmah,sedang kaum ahli debat dengan sikap mematahkan argumen-argumen (al-
mujadalah).

Sebagaimana ilosof-ilosof dan ulama-ulama lain, al-Ghazali dalam hal ini membagi
manusia ke adalam dua golongan besar, awam dan khawas, yang daya tangkapnya kepada
golongan khawas tidak selamanya dapat diberikan kepada kaum awam. Dan sebaliknya,
pengertian kaum awam dan kaum khawas tentang hal yang sama tidak selamanya sama,
tetapi acapkali berbeda, berbeda menurut daya berikir masing-masing. Kaum awam
membaca apa yang tersurat dan kaum khawas, sebaliknya, membaca apa yang tersirat
(Matukhin, 2012, hal. 138).
4. Kebahagiaan

Al-Ghazali berpendapat bahwa kebahagiaan adalah tujuan akhir jalan para sui, sebagai
buah pengenalan terhadap Allah. Tentang kebahagiaan ini al-Ghazali mengemukakan
teorinya dalam karyanya, Kimia al-Sa’adah. Di samping itu teori kebahagiaan ini juga telah
dikemukakannya secara terinci dalam karyanya Ihya Ulum al-Din (al-Tatazani, 2003, hal.
182).

Menurut al-Ghazali jalan menuju kebahagiaan itu adalah ilmu serta amal. Ia
menjelaskan bahwa seandainya anda memandang ke arah ilmu, anda niscaya melihatnya
bagaikan begitu lezat. Sehingga ilmu itu dipelajari karena kemanfaatannya. Anda pun
niscaya mendapatkannya sebagai sarana menuju akhirat serta kebahagiannya dan juga
sebagai jalan mendekatkan diri kepada Allah. Namun, hal ini mustahil tercapai kecuali
dengan ilmu tersebut. Dan yang paling tinggi peringkatnya, sebagai hak umat manusia
adalah kebahagiaan abadi. Sementara yang paling baik adalah sarana ilmu tersebut yaitu
amal yang mengantarnya kepada kebahagiaan tersebut dan kebahagiaan tersebut mustahil
tercapai dengan ilmu cara beramal. Jadi, asal kebahagiaan di dunia dan akhirat sebenarnya
ilmu. Teori kebahagiaan, menurut al-Ghazali didasarkan pada semacam analisa psikologis
dan dia menekankan pula bahwa setiap bentuk pengetahuan itu asalnya bersumber dari
semacam kelezatan atau kebahagiaan (al-Tatazani, 2003, hal. 182-183).

Keterrtarikan Al-Ghazali pada tasawuf tidak saja telah membuatnya memperoleh


pencerahan dan ketenangan hati. Lebih jauh lagi , justru dia memiliki peran yang cukup
signifikan dalam peta perkembangan tasawuf selanjutnya.

6
Jika pada awal pembentukkannya tasawuf berupaya menenggelamkan diri pada Tuhan
dimeriahkan dengan tokoh-tokohnya seperti HAsan BAsri (khauf), Rabi’ah Al-Adawiyah
(hub al-ilah), Abu Yazid Al-Busthami (fana’), Al-Hallaj (hulul), dan kemudian
berkembang dengan munculnya tasawuf falsafi dengan tokohtokohnya Ibn Arabi (wahdat
al-wujud), Ibn Sabi’in (ittihad), dan Ibn Faridl (cinta, fana’ dan wahdat at-shuhud) yang
mana mereka menitik beratkan pada hakikat serta terkesan mengenyampingkan syariah.
Kehadiran Al-Ghazali justru telah memberikan warna lain, dia telah mampu melakukan
konsolidasi dalam memadukan ilmu kalam, fiqih, dan tasawuf yang sebelumnya terjadi
ketegangan.

Peran terpenting yang dipegang al-Ghazali terjadi pada abad ke Lima Hijriyah. Pada
saat itu terjadi perubahan yang jauh oleh para sufi. Banyak dari mereka yang tenggelam
dalam dunia kesufian dan meninggalkan syariat

2.4 PENGARUH AJARAN TASAWUF AL-GHAZALI

Al-Ghazali memiliki pengetahuan yang luas dan dalam. Dia menguasai berbagai
pengetahuan pada masanya, dan dia mampu mengungkapkannya secara menarik, seperti
yang tercermin dalam karya-karyanya. Dalam tasawuf, pilihan al-Ghazali jatuh pada
tasawuf sunni yang berdasarkan doktrin Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Dari paham
tasawufnya itu dia menjauhkan semua kecenderungan gnostis yang yang mempengaruhi
para ilosof Islam, sekte Isma’iliyyah dan alirah Syiah, Ikhwanus Safa, dan lain-lainnya. Ia
juga menjauhkan tasawufnya dari teori-teori ke-Tuhan-an menurut Aristoteles, antara lain
dari teori emanasi dan penyatuan. Sehingga dapat dikatakan bahwa tasawuf al-Ghazali
benar-benar bercorak Islam (al-Tatazani, 2003, hal. 156).

Ajaran tasawuf Al-Ghazali memiliki pengaruh yang besar dalam dunia Islam dan terus
mempengaruhi pemikiran dan praktek spiritualitas Islam hingga saat ini. Berikut adalah
beberapa pengaruh ajaran tasawuf Al-Ghazali:
1. Peningkatan kesadaran spiritual.

Ajaran tasawuf Al-Ghazali membantu meningkatkan kesadaran spiritual dan keimanan


para pengikutnya. Konsep seperti tawbah, tawakkal, zuhud, dan muhasabah menjadi
penting dalam memperbaiki diri dan meningkatkan hubungan dengan Allah SWT.
7
2. Memperkuat aqidah.

Al-Ghazali memperkuat aqidah Islam dengan menolak konsep-konsep falsafah Yunani


yang bertentangan dengan Islam. Karya Al-Ghazali yang terkenal, "Tahafut al-Falasifah",
membantu memperkuat aqidah dan iman para pengikutnya dengan menunjukkan kesalahan
dan ketidaksesuaian pemikiran falsafah Yunani dengan Islam.
3. Menjaga keseimbangan antara akal dan nafsu.

mengajarkan bahwa akal dan nafsu harus seimbang. Konsep ini penting dalam
kehidupan manusia karena mengajarkan pentingnya menjaga keseimbangan dalam
berbagai aspek kehidupan, seperti hubungan dengan Allah SW, hubungan dengan sesama
manusia, dan hubungan dengan diri sendiri.
4. Memperkuat tradisi tasawuf

Ajaran tasawuf Al-Ghazali memperkuat dan memperluas tradisi tasawuf Islam. Karya
Al-Ghazali yang terkenal, "Ihya Ulumuddin", menjadi panduan spiritual bagi banyak orang
dan membantu memperkuat tradisi tasawuf Islam.
5. Pengaruh dalam seni dan sastra.

Ajaran tasawuf Al-Ghazali memiliki pengaruh besar dalam seni dan sastra Islam.
Pengaruh tasawuf Al-Ghazali terlihat dalam karya-karya sastra seperti puisi, musik, dan
seni lukis.

Ajaran tasawuf Imam Al-Ghazali juga memiliki pengaruh dalam dunia Barat, terutama
dalam pemikiran filosofis dan spiritual. Beberapa pengaruhnya antara lain:
1. Memperkenalkan konsep keilmuan.

Karya Al-Ghazali yang terkenal, "Tahafut al-Falasifah", menjadi sumber penting bagi
para filosof Barat yang tertarik pada konsep keilmuan Islam. Karya ini membantu
mengenalkan konsep keilmuan Islam dan mempengaruhi pemikiran banyak filosof Barat,
termasuk Thomas Aquinas dan Ibn Rushd.
2. Memengaruhi pemikiran filosofis Barat.

Konsep-konsep penting dalam ajaran tasawuf Al-Ghazali seperti tawbah, tawakkal, dan
zuhud, juga mempengaruhi pemikiran filosof Barat. Konsep-konsep ini kemudian
berkembang menjadi konsep-konsep penting dalam filsafat Barat, seperti konsep

8
ketauhidan dalam filsafat Kristen dan konsep kebahagiaan dalam filsafat Aristoteles.
3. Memperkenalkan pemikiran mistisisme.

Ajaran tasawuf Al-Ghazali juga memperkenalkan pemikiran mistisisme kepada Barat.


Konsep-konsep seperti menghilangkan ego, mengejar pengalaman spiritual, dan meraih
kesatuan dengan Allah SWT, menjadi penting dalam pemikiran mistisisme Barat.
4. Memperluas pemahaman Islam.

Ajaran tasawuf Al-Ghazali membantu memperluas pemahaman Islam di dunia Barat.


Konsep-konsep seperti tawbah dan tawakkal menjadi penting dalam memperlihatkan Islam
sebagai agama yang memperhatikan aspek spiritualitas.

9
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

. Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa ajaran tasawuf Imam Al-
Ghazali merupakan salah satu ajaran tasawuf terpenting dalam sejarah Islam. Al-Ghazali
membawa perubahan besar dalam pemikiran tasawuf dan membuatnya lebih terbuka bagi
umat Muslim. Ajaran tasawuf Al-Ghazali memfokuskan pada pengembangan spiritualitas
individu dan mempertegas bahwa kesadaran spiritual dapat membantu dalam memperoleh
pengetahuan yang lebih mendalam tentang Tuhan dan kebenaran.

Kesimpulannya, ajaran tasawuf Al-Ghazali adalah ajaran yang berperan penting dalam
sejarah Islam dan memiliki pengaruh yang signifikan dalam perkembangan pemikiran
filosofis dan spiritual di dunia Barat. Pemahaman yang lebih mendalam tentang ajaran
tasawuf Al-Ghazali dapat membantu kita memperdalam pemahaman kita tentang agama
Islam dan spiritualitas individu.

10
DAFTAR PUSTAKA

Jauhari, Wildan. (2018). Hujjatul Islam al-Imam al-Ghazali. Jakarta: Penerbit Rumah Fiqih.

M. Sholihin, Epistimologi Ilmu Dalam Sudut Pandang al-Ghazali, (Bandung : Pustaka Setia,
2001), Cet. 1., hlm. 20.

Esoterik: Jurnal Akhlak dan Tasawuf ditulis oleh Ahmad Zaini.

Zaini, A. Pemikiran Tasawuf Imam Al-ghazali Jurnal Akhlak dan Tasawuf Vol.2 1 2016

Pemikiran Tasawuf Imam Al-ghazali 2019 Abdul Hadi,S.Ag.,M.pd Fakultas Studi Islam

11

Anda mungkin juga menyukai