Anda di halaman 1dari 25

Nahwa Tafsir Maudhu’i Li Suwar Al-Qur’an Al-Karim Karya

Muhammad Al-Ghazali

Makalah ini Disusun sebagai Salah Satu Syarat untuk Memenuhi

Tugas Mata Kuliah Metode Tahqiq Turats

Disusun oleh :

Miska Salsabila 21211710


Najwa Nurmawaddah Rahmat 21211723

Nur Hidayatul Khoiriyah 21211743

Dosen Pengampu :

Mamluatun Nafisah, M.Ag

KELAS 5C

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR'AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
INSTITUT ILMU AL-QURAN (IIQ)
JAKARTA
2023 M/1445 H
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Semesta Alam dengan segala
rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah
dan berbagi informasi tentang “Nahwa Tafsir Maudhu’i Li Suwar Al-
Qur’an Al-Karim Karya Muhammad Al-Ghazali”. Shalawat dan salam
selalu tercurahkan kepada baginda Rasulullah SAW, seluruh keluarga,
sahabat dan seluruh pengikutnya dengan harapan syafaat beliau di akhir hari
nanti.

Pada kesempatan ini, tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada Ibu
Mamluatun Nafisah, M.Ag sebagai dosen mata kuliah Kajian Kitab Tafsir
Kontemporer, yang telah membimbing saya untuk menyelesaikan makalah
ini. Dan terima kasih juga kepada para pembaca, semoga materi yang penulis
sampaikan dalam makalah ini menjadi ilmu yang bermanfaat. Jika ada
kebenaran dan kebaikan dalam pembahasan makalah ini, maka kebenaran itu
benar-benar datang dari Allah SWT. Sedangkan, segala kekurangan yang
dikandungnya sebenarnya berakar dari kemiskinan penulis sendiri. Untuk itu
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya dan menerima segala kritik dan
saran untuk dapat membuat makalah yang lebih baik lagi kedepannya.

Wa’alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh

Tangerang, 11 Oktober 2023

Kelompok 7

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1

A. Latar Belakang ............................................................................. 1


B. Rumusan Masalah .........................................................................1
C. Tujuan dan Manfaat ..................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN........................................................................ 2

A. Biografi Muhammad Al-Ghazali ................................................. 2


B. Metodologi Kitab Tafsir Nahwa Tafsir Maudhu’i Li Suwar Al-
Qur’an Al-Karim ........................................................................ 9
C. Identifikasi Ideologis Kitab Tafsir Nahwa Tafsir Maudhu’i Li
Suwar Al-Qur’an Al-Karim............................................................16

BAB III PENUTUP ............................................................................... 21

Kesimpulan ............................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 22

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejalan dengan perkembangan zaman, umat Islam dihadapkan dengan
berbagai persoalan yang semakin kompleks. Pada saat bersamaan,
mendapatkan jawaban secara "instan" dari persoalan semakin digemari,
mendapat jawaban yang mudah. Al-Qur'an sebagai kitab suci sepanjang
masa diyakin memuat pemecahan masalah dan persoalan tersebut. Hal ini
kemudian membuat para ahli tafsir untuk menyajikan jawaban persoalan
yang terus bermunculan. Menampilkan penafsiran yang praktis dirasa
sangat perlu. Penafsiran "yang praktis" yang penulis maksud disini adalah
penafsiran yang secara khusus membahas tema atau pokok permasalahan
tertentu. Dalam kaidah ilmu tafsir, disebut dengan penafsiran metode
maudhu'î (tematis).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana biografi Muhammad Al-Ghazali?


2. Bagaimana metodologi kitab tafsir Nahwa Tafsir Maudhu’i Li Suwar
Al-Qur’an Al-Karim ?
3. Bagaimana corak Ideologis dalam kitab tafsir Nahwa Tafsir Maudhu’i
Li Suwar Al-Qur’an Al-Karim?

C. Tujuan dan Manfaat

1. Mengetahui biografi Muhammad Al-Ghazali


2. Mengetahui metodologi kitab tafsir Nahwa Tafsir Maudhu’i Li Suwar
Al-Qur’an Al-Karim
3. Mengetahui ideologis kitab tafsir Nahwa Tafsir Maudhu’i Li Suwar Al-
Qur’an Al-Karim

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Muhammad al-Ghazali


1) Perjalanan Intelektual Muhammad al-Ghazali
Imam Al-Ghazali, yang nama lengkapnya adalah Abu Hamid
Muhammad ibn Muhammad al-Ghazali, adalah salah satu cendekiawan Islam
terkemuka dan pemikir sufi terbesar dalam sejarah Islam. Ia lahir pada tahun
1058 M di Tus, Persia (sekarang Iran), dan wafat pada tahun 1111 M di Tus.
Warisannya dalam dunia intelektual dan spiritual Islam tetap hidup dan
berdampak hingga sekarang. Pendidikan dan Kehidupan Awal Imam Al-
Ghazali, beliau lahir di keluarga Muslim yang taat. Ia mendapatkan pendidikan
awal di kampung halamannya dan menunjukkan bakat intelektual yang luar
biasa. Pada usia muda, ia mulai belajar ilmu-ilmu agama Islam di Nishapur dan
kemudian pergi ke Baghdad, yang pada saat itu adalah salah satu pusat ilmu
pengetahuan Islam terkemuka. Imam Al-Ghazali juga adalah seorang
cendekiawan dan pemikir sufi ternama dalam sejarah Islam yang memiliki
pengaruh besar. Ia memiliki beberapa guru atau tokoh yang memengaruhi
pemikiran dan perkembangannya. 1
Imam Al-Ghazali dianggap sebagai tokoh yang berperan penting dalam
meredakan konflik antara filsafat dan teologi Islam pada masanya. Karyanya
dalam bidang tasawuf dan filsafat telah mempengaruhi banyak pemikir dan
sarjana Islam selama berabad-abad. Ia dikenal sebagai "Hujjat al-Islam" atau
"Bukti Islam" karena kontribusinya dalam memperkuat dasar-dasar agama
Islam dan mendalilkan aspek-aspek penting dari pemahaman dan praktek Islam.
Al-Ghazali mengajar di Universitas Nizamiyah di Baghdad, yang merupakan

1
Ahmad Daud, Segi-segi Pemikiran Falsafi dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), hal
60.
salah satu pusat ilmu pengetahuan terkenal pada masa itu. Ia memainkan peran
dalam pendidikan dan perkembangan intelektual di kota tersebut, dan pengaruh
universitas ini juga memengaruhi pemikiran dan pendidikan Al-Ghazali.
Diceritakan bahwa kedua orang tua al-Ghazali adalah orang shaleh yang tidak
mau makan kecuali dari hasil usahanya sendiri. Dia seorang pengusaha,
pemintal bulu domba. 2 Ketika al-Ghazali beserta saudaranya (Ahmad) masih
kecil, ayahnya meninggal. Akan tetapi sebelum meninggal, dia telah berpesan
untuk kedua anaknya kepada seorang teman sufi, agar sepeninggalannya nanti
kedua anaknya dididik dan dipelihara. Kata sang ayah, “saya sangat menyesal
bahwa saya tidak bisa menulis (Buta Huruf). Oleh karena itu saya ingin kedua
anak saya ini tidak kehilangan yang tidak bisa saya peroleh, didiklah mereka
(berdua) dengan seluruh harta peninggalanku.

2) Latar belakang sosio-historis Muhammad al-Ghazali


Muhammad al-Ghazali adalah seorang cendekiawan yang sangat
dihormati, Imam Al-Ghazali mengalami krisis spiritual yang dalam pada
pertengahan hidupnya. Ia meninggalkan jabatan pengajar dan kehidupan
akademiknya untuk mencari makna dan tujuan spiritual yang lebih dalam. Ini
mengantarkannya pada perjalanan mistis dan pencarian kebenaran spiritual. Al-
Ghazali melakukan perjalanan spiritual yang melibatkan retret dan pertapaan.
Selama perjalanan ini, ia mengejar pengetahuan yang mendalam tentang Allah,
kesatuan jiwa dengan Sang Pencipta, dan pencarian spiritual. Pengalaman ini
sangat memengaruhi karya-karyanya di bidang tasawuf. Muhammad Al-
Ghazali, yang lebih dikenal sebagai Al-Ghazali atau Imam Al-Ghazali, hidup
pada periode yang memiliki latar belakang sosio-historis yang signifikan dalam
sejarah Islam. Berikut adalah gambaran latar belakang sosio-historis yang
memengaruhi kehidupan dan pemikiran Imam Al-Ghazali. Pada Abad
Pertengahan Islam, Imam Al-Ghazali hidup pada abad ke-11 Masehi, yang
2
Muhammad Hanafi, Pengantar Filsafat dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1997), hal 13.
merupakan periode pertengahan dalam sejarah Islam. Pada saat itu, dunia Islam
berkembang dan mencapai puncak kejayaannya dalam berbagai aspek,
termasuk ilmu pengetahuan, perdagangan, dan seni. Baghdad, tempat Al-
Ghazali belajar dan mengajar, adalah salah satu pusat intelektual dan budaya
terpenting di dunia Islam.
Perkembangan Filsafat pada saat Al-Ghazali hidup, dunia Islam telah
menerima banyak pengaruh dari filsafat Yunani klasik, terutama Aristoteles dan
Plato. Para cendekiawan Muslim, termasuk Ibnu Sina (Avicenna) dan Al-
Farabi, telah menerjemahkan dan mengembangkan karya-karya filsafat klasik
ini. Pemikiran filsafat memainkan peran penting dalam kehidupan intelektual
dan akademik pada masa itu. Pada masa Al-Ghazali, ada ketegangan antara
pemikiran filsafat dan teologi Islam. Beberapa kalangan Muslim yang terlibat
dalam filsafat cenderung mempertanyakan atau meragukan aspek-aspek
keimanan Islam. Krisis ini menjadi salah satu faktor yang memotivasi Al-
Ghazali untuk menyelidiki lebih dalam dan meresapi agama Islam melalui
perspektif teologi dan tasawuf. Tasawuf, atau mistisisme Islam, menjadi
semakin penting pada masa Al-Ghazali. Aliran ini menekankan pengalaman
spiritual dan hubungan pribadi dengan Allah. Al-Ghazali adalah salah satu
tokoh yang memainkan peran penting dalam mengkaji dan mengembangkan
ajaran tasawuf dalam konteks Islam yang lebih luas. 3
Latar belakang sosio-historis ini memberikan konteks penting untuk
pemahaman pemikiran dan tindakan Imam Al-Ghazali. Krisis intelektual dan
spiritual dalam masyarakat Islam pada masa itu memotivasinya untuk mengejar
pemahaman yang lebih dalam tentang agama dan spiritualitas Islam melalui
perspektif teologi dan tasawuf. Al-Ghazali hidup dalam masyarakat yang sangat
religius. Agama Islam memainkan peran sentral dalam kehidupan sehari-hari,
dan berbagai bentuk ibadah dan praktik keagamaan diterapkan oleh masyarakat
Muslim pada masa itu. Ini memengaruhi pemahaman dan pandangan hidup Al-
3
Hasyimsyah Yahya Ilahi,Tentang Filsafat Islam, (Jakarta: Griya Pratama, 2009), hal 107.
Ghazali. Salah satu aspek penting dalam latar belakang Al-Ghazali adalah krisis
spiritual dan pencarian pribadinya. Pencarian ini membawanya pada perjalanan
mistis yang mempengaruhi pemikiran dan karya-karyanya.

3) Guru-guru Muhammad al-Ghazali


Imam Al-Juwayni adalah salah satu guru terpenting Imam Al-Ghazali.
Ia adalah seorang cendekiawan terkemuka dalam ilmu kalam (teologi Islam)
dan merupakan pengajar Imam Al-Ghazali di Universitas Nizamiyah di
Baghdad. Pendidikan di bawah Al-Juwayni memperkuat dasar pemahaman
teologis Al-Ghazali. Imam Al-Radhakani adalah guru pertama Imam Al-
Ghazali dalam disiplin ilmu tasawuf. Dia memperkenalkan Al-Ghazali pada
aspek-aspek praktik dan spiritualitas Islam, yang akhirnya memengaruhi
perjalanan spiritualnya. Al-Muhasibi adalah seorang tokoh sufi terkemuka yang
memberikan pengaruh signifikan pada pemikiran Imam Al-Ghazali.
Pengajarannya tentang tazkiyah al-nafs (pemurnian jiwa) dan perjalanan
spiritual menjadi dasar pemahaman Al-Ghazali tentang tasawuf. Al-Qushayri
adalah penulis kitab sufi klasik yang terkenal, "Risalah Qushayriyyah." Kitab
ini mempengaruhi pemikiran Al-Ghazali tentang tasawuf dan menciptakan
pemahaman lebih dalam tentang aspek spiritual Islam. Ibnu Sina (Avicenna),
Meskipun bukan guru langsung, pemikiran filsafat Ibnu Sina memengaruhi
pemikiran awal Imam Al-Ghazali. Al-Ghazali awalnya tertarik pada filsafat dan
mempelajari karya-karya Ibnu Sina. Namun, kemudian dalam hidupnya, ia
mengalami krisis spiritual yang mengubah arah pemikirannya. Pengaruh guru-
guru dan tokoh-tokoh ini terhadap pemikiran Imam Al-Ghazali sangat beragam,
mencakup bidang ilmu kalam, teologi, filsafat, dan tasawuf. Namun, yang
paling mencolok adalah perjalanan spiritualnya yang mengubah orientasi dari
filsafat menuju tasawuf dan teologi Islam yang lebih dalam. Imam Al-Ghazali
kemudian menjadi salah satu pemikir dan penulis terbesar dalam sejarah
intelektual dan spiritual Islam.
4) Karya-karya Muhammad al-Ghazali
Al-Ghazali mengkaji berbagai mata pelajaran, termasuk hukum Islam
(fiqh), teologi (ilmu kalam), filsafat, dan tasawuf (mistisisme Islam). Ia menulis
banyak karya ilmiah yang memengaruhi perkembangan pemikiran Islam,
termasuk "Ihya Ulum al-Din" (Pembaruan Ilmu-ilmu Agama), yang menjadi
salah satu karya paling terkenal dan berpengaruh dalam sejarah Islam. Setelah
bertahun-tahun dalam pencarian spiritual, Imam Al-Ghazali kembali ke
pengajaran dan menulis karya-karya lain yang mencerminkan pemahaman yang
lebih dalam tentang Islam. Ia mengajar di Universitas Nizamiyah di Baghdad
dan menjadi pengajar terkenal di dunia Islam. Al-Ghazali juga merupakan
sosok Ilmuwan dan penulis yang sangat produktif. Berbagai tulisannya telah
banyak menarik perhatian dunia, baik dari kalangan Muslim maupun non-
Muslim. Para pemikir Barat abad pertengahan, seperti Raymond Martin,
Thomas Aquinas, dan Pascal, ditengarai banyak dipengaruhi oleh pemikiran al-
Ghazali. Pasca periode sang Hujjatullah ini, berbagai hasil karyanya yang telah
banyak di terjemahkan ke dalam berbagai bahasa, seperti Latin, Spanyol,
Yahudi, Prancis, Jerman, dan Inggris, dijadikan referensi oleh kurang lebih 44
Pemikir Barat.
Al-Ghazali, diperkirakan telah menghasilkan 300 buah karya tulis yang
meliputi berbagai disiplin ilmu, seperti logika, filsafat, moral, tafsir, fikih, ilmu-
ilmu al-Qur‟an, tasawuf, politik, administrasi, dan perilaku ekonomi. Namun
demikian, yang ada hingga kini hanya 84 buah. Diantaranya adalah Ihya „Ulum
al-Din, al-Munqidz min al-Dhalal, Tahafut al- Falasiah, Minhaj al-„Abidin,
Qawa‟id al-„Aqaid, al-Mustashfa min „Ilm al- Ushul, Mizan al-Amal, Misykat
al-Anwar, Kimia al-Sa‟adah, al-Wajiz, Syifs al- Ghalil, dan al-Tibr al-Masbuk
fi Nasihat al-Muluk. Syekh Abdul Qadir Alaydrus Ba‟lawi dalam Ta‟rif al-Ihya
fi Fadha‟il al- Ihya menyatakan bahwa ulama besar Quthbu al-Yaman, Isma‟il
bin Muhammad al-Hadrami mengatakan dalam suatu jawabannya tentang nilai
karangan-karangan al-Ghazali: “ada tiga Muhammad dalam Islam yakni
Muhammad bin Abdullah, penghulu segala nabi, Muhammad bin Idris asy-
Syafi‟i, penghulu segala Imam, dan Muhammad al-Ghazali, penghulu segala
Pengarang. 4
Jumlah kitab yang ditulis al-Ghazali sampai sekarang belum disepakati
secara definitif oleh para penulis sejarahnya. Menurut Ahmad Daudy, penelitian
paling akhir tentang jumlah buku yang dikarang oleh al-Ghazali, adalah yang
dilakukan oleh Abdurrahman al-Badawi, yang hasilnya dikumpulkan dalam
satu buku yang berjudul Muamallafat al-Ghazali. Dalam buku tersebut,
Abdurrahman mengklasifikasikan kitab-kitab yang ada hubungannya dengan
karya al-Ghazali dalam 3 kelompok. Pertama, kelompok kitab yang dapat
dipastikan sebagai karya al-Ghazali yang terdiri atas 72 buah kitab. Kedua,
kelompok kitab yang diragukan sebagai karyanya yang asli terdiri atas 22 buah
kitab. Ketiga, kelompok kitab yang dapat dipastikan bukan karyanya, terdiri
atas 31 buah kitab. Badawi mengatakan bahwa jumlah karangan al-Ghazali ada
47 buah, nama-nama buku tersebut adalah sebanyak 23:
- Ihya Ulum ad-din (membahas ilmu-ilmu Agama);
- Tahafut al-Falasifah (menerangkan pendapat para filsuf ditinjau dari
segi Agama);
- Al-Iqtishab fi al-„Itiqad (inti ilmu ahli kalam);
- Al-Munqidz min adh-Dhalal (menerangkan tujuan dan rahasia-rahasia
ilmu);
- Jawahir al-Qur‟an (rahasia-rahasia yang terkandung dalam Al-
Qur‟an);
- Mizan al-„Amal (tentang falsafah keAgamaan);
- Al-Maqashad al-Asna fi Ma‟ani Asma‟illah al-Husna (tentang arti
nama-nama Tuhan);

4
Himmawijaya Alkiba, Mengenal Al Ghazali (Bandung : Mizan Media Utama MMU, 2007),
hal 15.
- Faishal ath-Tafriq baina al-Islam was al-Zindiqah (perbedaan antara
Islam dan zindiq);
- Al-qisthas al-Mustaqim (jalan untuk mengatasi perselisihan pendapat);
- Al-Mustadhhiry (yang memudaratkan);
- Hujjat al-haq (dalil yang benar);
- Mufahil al-Khilaf fi Ushul ad-Din (menjauhkan perselisihan dalam
masalah ushul ad-din);
- Kimiya as-Sa‟adah (menerangkan syubhat ahli ibadah);
- Al-Basith (fiqh) (yang terbentang);
- Al-Wasith (fiqh) (penengah);
- Al-Wajiz (fiqh) (yang ringkas);
- Al-Khulasahah al-Mukhtasharah (fiqh);
- Yaqut at-Ta‟wil fi Tafsir at-Tanzil (Tafsir 40 jilid);
- Al-Mustasfa (ushul fiqh) (penyembuh);
- Al-Mankhul (ushul fiqh) (yang dinukil);
- Al-Muntaha fi „ilmi al-Jadal (cara-cara berdebat yang baik);
- Mi‟yar al-„ilmi (timbangan ilmu);
- Al-Maqashid (yang dituju);
- Al-Madnun bihi „ala Ghairi Ahlihi (batasan selain keluarganya);
- Misykat al-Anwar (pelajaran keAgamaan);
- Mahku an-Ndhar (tempat pandangan);
- Asraru „Ilmi ad-Din (rahasia ilmu Agama);
- Minhaj al-Abidin (jalan para ahli ibadah);
-Ad-Darar al-Fakhirah fi Kasyfi „Ulum al-Akhirah (tasawuf)
(kemudaratan kesombongan dalam mengungkapkan ilmu-ilmu
akhirat);
- Al-Anis fi al-Wahdah (tasawuf) (kesatuan kemanusiaan);
- Al-Qurbah ila Allah „Azza Wa Jalla (tasawuf) (pendekatan kepada
Allah yang maha agung dan tinggi);
- Ahklaq al-Abrar (tasawuf) (kebebasan ahlak);
- Bidayat al-Hidayah (tasawuf) (permulaan hidayah);
- Al-Arba‟in fi Ushul ad-Din (ushul ad-Din) (empat puluh cabang
Agama dasar);
- Adz-Dzari‟ah ila Mahakim asy-Syari‟ah (pintu ke pengadilan Agama);
- Al-Mabadi wa al-Ghayat (permulaan dan tujuan);
- Talbisu Iblis (tipu daya iblis);
- Nashihat al-Muluk (nasihat bagi raja-raja);
- Syifa‟u al-„Alil fi al-Qiyas wa at-„talil (ushul fiqh);
- Iljam al-Awwam „an „Ilmi al-Kalam (ushul Ad-Din);
- Al-Intishar lima fi al-Ajnas min al-Asrar (rahasia-rahasia alam);
- Al-„Ulum al-Laduniyah (ilmu laduni);
- Ar-Risalah al-qudsiyah (risalah suci);
- Isbat an-Nadhar (penetapan pandangan);
- Al-Ma‟akhidz (tempat pengambilan);
- Al-Qaul al-Jamil fi ar-Raddi „ala Man Ghayyara al-Injil (perkataan
yang baik bagi orang yang mengubah injil);
- Al-„Amali (amal-amal);5

B. Metodelogi Kitab Tafsir Nahwa Tafsir Maudhu’i li Suwar al-Quran al-


Karim
1. Identifikasi Fisiologis Tafsir Nahwa Tafsir Maudhu’I li Suwar al-
Qur’an al-karim
Tafsir metode mawdú'i karya Muhammad al-Ghazali, yang berjudul
Nahwa Tafsir Mawdu 'i li Suwar al-Qur'an al-Karim, di halaman
pertama setelah cover depan dicetak pada tahun 1416 H/ 1995 M

5
Himmawijaya Alkiba, Mengenal Al Ghazali (Bandung : Mizan Media Utama MMU, 2007), hal
19.
sebanyak 1 jilid yang mencangkup 30 juz, cetakan kedua dicetak pada
tahun 1416 H/ 1996 M, cetakan ketiga pada tahun 1417 H/ 1997 M dan
cetakan keempat dicetak pada tahun 1460 H/ 2000 M di Kairo Dâr: al-
Syuruq. Pada cetakan pertama terdapat 556 halaman dan berbahasa arab
dengan urutan cover depan berikut serta dicantumkan urutan tahun
cetakan pertama sampai cetakan keempat, muqaddimah, dan
pembahasan tafsir persurah dengan mengikuti mushaf al-Qur'an dimulai
dari penafsiran surah al-Fatihah dan diakhiri dengan surah al- Nás.
Dalam menyajikan Nahwa Tafsir Mawdû'i li Suwar al-Qur'an al-
Karim yang bernuansa metode tematik surah yaitu mengungkap makna-
makna yang terkandung dalam surat tersebut dan menghubungkan dari
tema satu dan tema yang lain sehingga dalam surah ini menjadi satu
kesatuan yang utuh dan tafsir ini ditulis secara ringkas serta tidak
bertele-tele, ketika menafsirkan surat yaitu dengan cara menentukan
tema-tema utama dalam surat terlebih dahulu. al-Ghazali menguraikan
dengan detail masalah yang berkaitan dengan surah yang dikaji.
Misalnya tentang jumlah ayat, tempat diturunkannya ayat, tema-tema
yang menjadi pokok kajian dalam surah, nama-nama lain dari surah
tersebut, dan seterusnya. Setelah al-Ghazali memberikan penjelasan
tentang hal-hal yang terkait dengan surah tersebut, al-Ghazali memulai
kajiannya dengan masuk pada ayat- ayat yang menurutnya dapat
mewakili topik pembahasan pada surah tersebut.
2. Identifikasi Metodologis Tafsir Nahwa Tafsir Maudhu’I li Suwar al-
Qur’an al-karim
a. Latar belakang penulisan tafsir Maudhu’i
Berawal dari pandangan Al-Ghazali terhadap Al-Qur’an bahwa
Al-Qur’an adalah kitab suci komprehensif, yang tidak mungkin
terlepas dari diskursus kehidupan beragama dan bermasyarakat.
Muhammad al-Ghazali meyakini bahwa al-Qur'an merupakan satu
kesatuan yang saling mengikat. Ayat-ayatnya memuat topik yang
spesifik. Ayat- ayat yang membahas satu tema juga saling
melengkapi dan menyempurnakan, Menurut al-Ghazali membaca
al-Qur'an seharusnya diikuti dengan pemahaman dan analisis kritis.
Kondisi seperti ini perlunya kajian al-Qur'an yang lebih mendalam
untuk menghadapi persoalan tersebut telah diupayakan Muhammad
al-Ghazali al- Qur'an tersebar dalam karyanya yang berjudul;
Nazharat fi al-Qur'an al-Karim, (1986), Kayfa Nata'amal ma'a al-
Qur'an al-Karim (1992), Nahwa Tafsir Mawdû'i li Suwar al-Qur'an
al-Karim (1996). Dalam kitab tafsirnya Nahwa Tafsīr Maudū’i li
Suwar al-Qur’ān al-Karīm. Dalam muqaddimah tafsirnya tersebut,
Muhammad al-Ghazali mengatakan, “Tujuan yang saya usahakan
adalah menghadirkan sebuah tafsir tematik untuk setiap surah al-
Qur’an, tafsir ini membahas semua surat secara global mulai dari
awal hingga akhir, menjelaskan kaitan-kaitan yang secara implisit
ada padanya, membuat awal surah sebagai pendahuluan untuk akhir
surah, dan akhir surah menjadi pembenaran untuk awalnya”. 6
b. Metode penulisan Nahwa Tafsir Mawdu i li Suwar al-Qur'an al-
Karim
Metode yang digunakan al-Ghazali dalam kitab tafsirnya adalah
memilih ayat-ayat tertentu yang dapat mewakili atau menjadi
representasi dari sebuah surah. Meski demikian, menurutnya setiap
surah harus dapat dipahami sebagai sebuah kesatuan yang tidak
terpisahkan. Dalam menafsirkan ayat, al-Ghazali berusaha
menjelaskan secara teliti dan dengan penuh kehati-hatian untuk
membahas tema utama suatu surah, al-Ghazali menafsirkan seluruh
surah dalam al-Qur’an dengan menitikberatkan pada tema tema

6
Wardatun Nadhiroh, “HERMENEUTIKA AL-QUR’AN MUHAMMAD AL-GHAZALI,”
Jurnal Ilmu-ilmu Al-Qur’an dan Hadis 15, no. 2 (Juli 2014): hal. 245.
yang dianggapnya penting yang terdapat dalam setiap surah. Dalam
satu surah tertentu, ia tidak menafsiri keseluruhan ayat, tetapi hanya
beberapa ayat saja yang menurutnya menjadi poin penting dari
surah tersebut.7
Contoh penafsiran pada Qs. Al-Munafiqun
ُ ‫ك ل َ َر س ُ و ل ُ ه‬ َ َّ ‫ك ال ْ مُ ن َا ف ِ ق ُ و َن ق َ ا ل ُ وا ن َ شْ هَ د ُ إ ِ ن‬
َ َّ ‫ك ل َ َر س ُ و ُل َّللاَّ ِ ۗ َو َّللاَّ ُ ي َ ع ْ ل َ م ُ إ ِ ن‬ َ َ‫ج ا ء‬ َ ‫إ ِ ذ َا‬
‫َو َّللاَّ ُ ي َ شْ َه د ُ إ ِ َّن ال ْ مُ ن َا ف ِ ق ِي َن ل َ ك َا ِذ ب ُو َن‬
“Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata:
"Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul
Allah". Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-
benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya
orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta.”

Kemunafikan tidak akan berlangsung lama, atau tersembunyi.


Cepat atau lambat, sebuah sikap kemunafikan akan terungkap.
Terungkapnya kemunafikan kerap tercermin dari perilaku itu sendiri
atau hal-hal kejadian yang tidak terduga. Surah ini membuka
keburukan dan kemunafikan orang-orang munafik Madinah yang
dianggap berbuat kebajikan dan sudah lama mengaku bagian dari
umat Islam. Pada kenyataanya, orang-orang munafik Madinah
tersebut telah menebar benih-benih perselisihan antara orang-orang
Makkah (muhajirin) dan orang-orang Madinah (ansar). Mereka
menjadikan kejadian yang kecil lalu dibesar-besarkan untuk
menyebarkan dan menyulut permusuhan. Hal ini digambarkan pada
ayat 7 :
َّ ِ ‫ع ن ْ د َ َر س ُ و ِل َّللاَّ ِ حَ ت َّ ٰى ي َ ن ْ ف َ ضُّ وا ۗ َو‬
ِ ‫ّلِل‬ ِ ‫ه ُ م ُ ا ل َّ ِذ ي َن ي َ ق ُ و ل ُ و َن ََل ت ُن ْ ف ِ ق ُ وا ع َ ل َ ٰى َم ْن‬
‫ض َو ل ٰ َ ِك َّن ال ْ مُ ن َا ف ِ ق ِي َن ََل ي َ ف ْ ق َ هُ و َن‬
ِ ‫اْل َ ْر‬
ْ ‫ت َو‬ِ ‫او ا‬َ ‫خ َز ا ئ ِ ُن ال س َّ َم‬ َ
“Mereka orang-orang yang mengatakan (kepada orang-orang
Anshar): "Janganlah kamu memberikan perbelanjaan kepada
orang-orang (Muhajirin) yang ada disisi Rasulullah supaya mereka
bubar (meninggalkan Rasulullah)". Padahal kepunyaan Allah-lah
perbendaharaan langit dan bumi, tetapi orang-orang munafik itu
tidak memahami”
7
Ali Thaufan, “Metode Tafsir Maudhû’î Muhammad Ghazali dan Abul Hayy al-Farmawi,” t.t.
Baik muslim Makkah dan Madinah, keduanya saat itu
mengalami kesengsaraan. Muslim Makkah harus meninggalkan
harta mereka di Makkah, sedangkan Muslim Madinah harus
menerima mereka dengan segala keterbatasan. Tetapi, Abdullah ibn
Ubay, seorang munafik Madinah justru memberi komentar pedas
terhadap muslim Makkah dan menghasut orang-orang Madinah
dengan berkata: “Beri makan anjingmu, nanti dia akan
memakanmu.” Perkataan Ubay lainnya dikutip dalam ayat ke 8

‫ّلِل ْٱلع َِّزة ُ َول َِرسُو ِلِۦه َول ِْل ُمؤْ ِمنِينَ َو ٰلَك َِّن‬ َ َ ‫يَقُولُونَ لَئِن َّر َج ْعنَا ٓ ِإلَى ْٱل َمدِينَ ِة لَي ُْخ ِر َج َّن ْٱْل‬
ِ َّ ِ ‫ع ُّز ِم ْن َها ْٱْلَذَ َّل ۚ َو‬
َ‫ْٱل ُم ٰنَ ِفقِينَ ََل يَ ْعلَ ُمون‬
Mereka berkata: "Sesungguhnya jika kita telah kembali ke
Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang
yang lemah dari padanya". Padahal kekuatan itu hanyalah bagi
Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-
orang munafik itu tiada mengetahui”

Kata-kata Ubay di atas adalah ingin mengacaukan, membelah


orang-orang muslim dan melemahkan kekuatannya. Ubay sangat
berambisi mengusir orangorang mukmin muhajirin dari Madinah.
Dalam penafsiran al-Ghazali, surah al-Munâfiqûn ditutup dengan
nasihat berharga untuk semua orang yang tulus yang terdapat pada
ayat 9.

‫ي َ ا أ َي ُّ َه ا ا ل َّ ِذ ي َن آ َم ن ُ وا ََل ت ُل ْ ِه ك ُ ْم أ َ ْم َو ا ل ُ ك ُ ْم َو ََل أ َ ْو ََل د ُك ُ ْم ع َ ْن ِذ كْ ِر َّللاَّ ِ ۚ َو َم ْن‬


‫س ُر و َن‬ ِ ‫ك ه ُ م ُ ال ْ خَ ا‬ َ ِ ‫ك ف َ أ ُو ل ٰ َ ئ‬
َ ِ ‫ي َ ف ْ ع َ ْل ذ َٰ ل‬
“Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu
melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang berbuat
demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.”

Tema utama yang menjadi sorotan al-Ghazali dalam surah al-


Munafiqun adalah tentang kemunafikan sebagai sifat yang tercela
dan perlakuan orang-orang munafik Madinah kepada muslim
Makkah. Selanjutnya, pada akhir penafsirannya, al-Ghazali
mengutip ayat kesembilan dari surah al-Munafiqun sebagai nasihat
yang mulia. 8
c. Sumber dan Referensi Nahwa Tafsir Mawdu i li Suwar al-
Qur'an al-Karim
Untuk sumber tafsir ini yaitu bil ra’yu dan bil ma’tsur tetapi
lebih dominan bil ra’yi, contoh dalam Qs. Al-Kafirun ayat 1-3 :

َ ‫قُ ْل يَا أَيُّ َها ْالكَاف ُِرونَ ََل أ َ ْعبُد ُ َما ت َ ْعبُد ُونَ َو ََل أ َ ْنت ُ ْم‬
ُ ‫عابِد ُونَ َما أ َ ْعبُد‬
“Katakanlah (Muhammad), "Wahai orang-orang kafir! aku tidak
akan menyembah apa yang kamu sembah, dan kamu bukan
penyembah apa yang aku sembah”
Makna yang disebutkan disini hampir mirip dengan Qs. Al-Baqarah
ayat : 145
َ ْ ‫ك ۚ َو َم ا أ َن‬
ٍ ‫ت ب ِ ت َا ب ِ ع‬ َ َ ‫ب ب ِ ك ُ لِ آ ي َ ةٍ َم ا ت َب ِ ع ُ وا ق ِ ب ْ ل َ ت‬ َ ‫ت ا ل َّ ذِ ي َن أ ُوت ُوا ال ْ كِ ت َا‬ َ ْ ‫َو ل َ ئ ِ ْن أ َت َ ي‬
‫ت أ َهْ َو ا َء ه ُ ْم ِم ْن ب َ ع ْ ِد َم ا‬ َ ْ ‫ض ۚ َو ل َ ئ ِ ِن ا ت َّب َ ع‬ ٍ ْ ‫ق ِ ب ْ ل َ ت َهُ ْم ۚ َو َم ا ب َ ع ْ ضُ هُ ْم ب ِ ت َا ب ِ ع ٍ ق ِ ب ْ ل َ ة َ ب َ ع‬
‫ك إ ِ ذ ً ا ل َ ِم َن ال ظ َّ ا ل ِ ِم ي َن‬ َ َّ ‫ك ِم َن ال ْ عِ ل ْ ِم ۙ إ ِ ن‬ َ َ‫ج ا ء‬ َ
“Dan sesungguhnya jika kamu mendatangkan kepada orang-orang
(Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil),
semua ayat (keterangan), mereka tidak akan mengikuti kiblatmu,
dan kamupun tidak akan mengikuti kiblat mereka, dan sebahagian
merekapun tidak akan mengikuti kiblat sebahagian yang lain. Dan
sesungguhnya jika kamu mengikuti keinginan mereka setelah
datang ilmu kepadamu, sesungguhnya kamu -- kalau begitu --
termasuk golongan orang-orang yang zalim”
Jadi ini menunjukan bahwa Muhammad al-Ghazali dalam
menafsirkan juga menggunakan sumber bil ma’tsur, akan tetapi
lebih didominasi sumber bil ra’yi, dalam penafsiran, Muhammad al-
Ghazali memberikan batasan khusus. Pertama, mampu melihat al-
Qur’an dari sisi dialek bangsa Arab. Kedua, bersandar pada hadis-
hadis shahih dan menjauhi hawa nafsu. Ketiga, mengetahui asbab
al-nuzūl sebagai media penjelasan karena banyak pendapat

8
Thaufan, hal. 7.
penafsiran yang muncul dan menempatkan nash sesuai realitas
kehidupan. Keempat, tidak keluar dari kaidah logika dan akal sehat,
tidak bertentangan dengan arti makna yang dikandung lafalnya.
Kelima, penafsiran tidak bertentangan dengan tujuan umum yang
digariskan al-Qur’an. Keenam, memanfaatkan kegiatan ilmiah dan
pengetahuan yang ada dalam masyarakat untuk mengkaji ayat-ayat,
dan pada saat yang sama, ayat tersebut juga dapat dikajikan
landasan umum untuk mengarahkan sebuah kajian pemikiran.
d. Corak Nahwa Tafsir Maudu’i li Suwar al-Qur'an al-Karim
Kitab ini termasuk kategori corak sastra budaya kemasyarakatan
(adabi ijtima’i)
e. Karakteristik penulisan Nahwa Tafsir Maudu’i li Suwar al-
Qur'an al-Karim
Karakteristik nahwa tafsir maudhui li suwar al-Quran al-Karim
yaitu pendekatan tafsir yang lebih berfokus pada makna pesan dan
nilai-nilai Al-Quran dengan tujuan untuk memahami dan
menjelaskan ayat-ayat Al-Quran dalam konteks yang lebih dalam.
Yang dimana berusaha untuk memberikan pemahaman mendalam
tentang pesan-pesan Al-Quran. Lalu menganalisis yang lebih
mendalam untuk menggali makna dan nilai-nilai yang terkandung
dalam teks suci tersebut.

f. Sistematika Nahwa Tafsir Maudu’i li Suwar al-Qur'an al-


Karim
Sistematika penyajian tafsir yang ditempuh oleh Muhammad al-
Ghazali dalam kitabnya Nahwa Tafsir Mawdu'i li Suwar al-Qur'an
al-Karim adalah sitematika penyajian runtut berdasarkan tertib
susunan surat yang ada dalam Mushaf Utsmani atau Tartib al-
Mushaf, Langkah yang pertama dapat dilihat pada muqaddimah
kitab Nahwa Tafsir Mawdui li Suwar al-Qur'an al-Karim. Al-
Ghazali menyebutkan dalam muqaddimah kitab tafsirnya, bahwa
sebelum la mulai menafsirkan ayat-ayat yang menurutnya dapat
mewakili tema utama pada surah, al-Ghazali terlebih dahulu
membaca dan mencermati isi kandungan surah tersebut selanjutnya
la menentukan tema dan membaginya kedalam beberapa pokok
pembahasan.9
3. Identifikasi Ideologis Tafsir Nahwa Tafsir Maudhu’i Li Suwar Al-
Qur’an Al-Karim
Aliran Fikih Muhammad Al-Ghazali adalah bermadzhab Imam Malik.
Perihal sisi epistemologi pemikiran Muhammad Al-Ghazali, dapat dilihat
ketika menafsirkan surat al-anfal : 41,
‫لرسُ ْو ِل َو ِلذِى ْالقُ ْر ٰبى َو ْاليَ ٰتمٰ ى َو ْال َمسٰ ِكي ِْن‬ َّ ‫سه َو ِل‬ َ ‫ّلِل ُخ ُم‬ َ ‫غنِ ْمت ُ ْم م ِْن‬
ِ ‫ش ْي ٍء فَا َ َّن ِ ه‬ َ ‫۞ َوا ْعلَ ُم ْٓوا اَنَّ َما‬
‫ع ٰلى‬ َ ُ‫َّللا‬
‫عٰن َو ه‬ ِ ‫ع ٰلى َع ْب ِدنَا َي ْو َم ْالفُ ْر َق‬
ِ ۗ ‫ان َي ْو َم ْالتَقَى ْال َج ْم‬ َ ‫اّلِل َو َمآ ا َ ْنزَ ْلنَا‬
ِ ‫س ِبي ِْل ا ِْن كُ ْنت ُ ْم ٰا َم ْنت ُ ْم ِب ه‬
َّ ‫َواب ِْن ال‬
َ ‫كُ ِل‬
‫ش ْيءٍ قَ ِدي ٌْر‬
41. “Ketahuilah, Sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai
rampasan perang. Maka Sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul,
kerabat rasul, anak- anak yatim, orang-orang miskin dan ibnu sabil, jika
kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada
hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan. Yaitu di hari bertemunya dua
pasukan. dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

Kebanyakan fuqaha memahami bahwa delapan puluh persen (80%)


harta rampasan perang itu diperuntukkan bagi prajurit atau yang mengikuti
perang, dan yang seperlima (20%) selebihnya diperuntukkan bagi yang
disebutkan dalam ayat di atas. Sementara tidak demikian halnya dengan

9
Ummu Hafidzah, “Metode Tafsir Mawdû’i Muhammad al-Ghazali (Analisa Terhadap Kitab
Nahwa Tafsir Mawda’i li Suwar al-Qur’ân al-Karim),” Universitas Islam Syarif Hidayatullah,
t.t.
Muhammad al-Ghazali yang cenderung menguatkan pendapat Imam Malik
yang menganggap bahwa pembagian harta rampasan perang tersebut
menjadi lima bagian, hanya merupakan salah satu cara dan bukan
merupakan kewajiban yang tidak boleh ditawar-tawar.
Seandainya terlihat adanya maslahat yang lebih besar dengan cara yang
lain, maka diperbolehkan memilih cara yang lebih utama. Seperti yang
pernah Nabi saw. lakukan dengan cara memberikan harta rampasan perang
kepada kaum thulaqa', dengan sebagian besar dari rampasan perang pada
masa perang Hunain. Kaum thulaqa' adalah orang-orang yang baru masuk
Islam dari penduduk Mekah yang telah ditaklukkan pada masa perang
Hunain. Kejadian ini hampir saja membuat hati kaum Anshar, yang tidak
memperoleh bagian, merasakan kesedihan. Ini menjadi sebuah pemikiran
Muhammad al- Ghazali tentang membedakan tujuan-tujuan yang tetap dan
cara-cara yang berubah-ubah, walaupu terkadang pemikirannya ini sangat
kontras dengan kebanyakan ulama atau pihak lainnya.
Begitu juga ketika Muhammad al-Ghazali menyangkal kevalidan
tafsiran seorang tokoh besar, periwayat dari kalangan tabi 'in, Nafi maula
Abdullah bin Umar, yang notabene dalam khazanah keilmuan hadis sering
di berikan pujian sebagai rantai emas periwayatan hadis. Ketika
dihadapakan dengan ayat 223 surat al-Baqarah,
ۗ ُ‫َّللا َوا ْعلَ ُم ْٓوا اَنَّكُ ْم ُّم ٰلقُ ْوه‬ َ ِ ‫ث لَّكُ ْم ۖ فَأْت ُ ْوا َح ْرثَكُ ْم اَنهى ِشئْت ُ ْم ۖ َوقَ ِد ُم ْوا‬
َ ‫َل ْنفُ ِسكُ ْم ۗ َواتَّقُوا ه‬ ٌ ‫س ۤا ُؤكُ ْم َح ْر‬ َ ‫ِن‬
َ‫َوبَش ِِر ْال ُمؤْ ِمنِيْن‬
“Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam,
Maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja
kamu kehendaki. dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan
bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan
menemui-Nya, dan berilah kabar gembira orang-orang yang
beriman.”
Harts adalah tanah tempat menanamkan benih. Setiap orang yang
mengerti bahasa al-Qur'an, pasti mengetahuinya dan tidak akan
mengatakan lebih dari itu. Menurut Muhammad al-Ghazali oleh
sebagian orang, pemahaman atau penafsiran yang janggal mengenai itu
telah dimasukkan ke dalam kitab-kitab hadis shahih. Mereka
berpendapat bahwa seorang suami boleh melampaui (tempat menanam
benihnya) ketika melakukan hubungan seksual dengan istrinya.
Menurut Muhammad al-Ghazali, pemahaman ini telah jauh
menyimpang, bertentangan dengan petunjuk al-Qur'an secara langsung,
juga terhadap watak dan tabi'at fitrah mahluk hidup.

Muhammad al-Ghazali menguatkan pendapatnya dengan menyertakan


ayat- ayat setema misalnya,
‫ت ِلقَ ْو ٍم‬ ْٰ ‫ف‬
ِ ‫اَل ٰي‬ َ ُ‫ج ا ََِّل نَ ِكد ًۗا ك َٰذلِكَ ن‬
ُ ‫ص ِر‬ ْ ‫ج نَ َباتُه ِب ِاذْ ِن َر ِب ۚه َوالَّ ِذ‬
ُ ‫ي َخبُثَ ََل َي ْخ ُر‬ ُ ‫ب َي ْخ ُر‬ َّ ‫َو ْال َبلَد ُ ال‬
ُ ‫ط ِي‬
ࣖ َ‫َّي ْش ُك ُر ْون‬
Yang memberikan informasi bahwa tanah yang baik, maka
tanamannya akan tumbuh subur dengan seizin Allah, sebaliknya tanah
yang tidak subur, tanamannya hanya tumbuh merana...(QS. al-A'raf:
58).
Tentang keburukan melampaui bagi orang yang menyukai sesama
jenis dibandingkan terhadap isterinya atau pasangannya sendiri (QS.
al-Syu'ara': 165- 166).
Kemudian ada ayat lain semisal isteri-isteri mu adalah pakaian bagi
mu dan kamu adalah pakaian bagi mereka (QS. al-Baqarah: 187).
Dengan pengungkapan pemahaman seperti ini tidak jarang Muhammad
al-Ghazali mendapatkan tanggapan terbalik, berupa hujatan atau
kritikan.
Layaknya sebuah hasil pemikiran, pro dan kontra tidak terelakkan,
salah satunya datang berupa gugatan dari seorang penafsir wanita,
yaitu Aisyah Abd al- Rahman Bintu Syathi". Dengan komentarnya
bahwa Muhammad al-Ghazali dalam tafsirnya bukanlah menafsirkan
ayat-ayat al-Qur'an, sebagai suatu petunjuk, tetapi hanya sebagai alat
legitimasi pemikiran, dengan mengaku-ngaku menggunakan metode
tematis. Bintu Syati' adalah tokoh yang menghidupkan kembali kaidah
al- Qur'an yufassiru ba'dhuhu ba'dhan, dengan konsepnya ini ia
berkeyakinan bahwa al-Qur'an mampu menjelaskan dirinya dengan
dirinya sendiri dan ia harus dipahami keseluruhannya sebagai satu
kesatuan, sehingga mendapatkan pemahaman yang obyektif dan
terhindar dari tarikan-tarikan individual-ideologis.
Dengan kaidah al-Qur'an yufassiru ba'dhuhu ba dhan, Aisyah Abd
al- Rahman bintu Syathi berkeyakinan bahwa pertama, al-Qur'an
menjelaskan dirinya dengan dirinya sendiri; kedua, al-Qur'an harus
dipelajari dan dipahami keseluruhannya sebagai satu kesatuan dengan
karakteristik ungkapan dan gaya bahasa yang khas; ketiga, penerimaan
atas tatanan kronologis al-Qur'an dapat memberikan keterangan sejarah
mengenai kandungan al-Qur'an tanpa menghilangkan keabadian
nilainya, tiga diktum ini yang menjadi basis pikiran Bintu Syathi
mengajukan metode tafsirnya untuk memahami al-Qur'an secara
obyektif dan menghindar dari tarikan-tarikan individual-ideologis.10

10
Fiddian Khairuddin, “Muhammad Al-Ghazali dan Tafsir Maudhu’i,”, hal.13-15.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Terlepas dari semua itu tentu harus diakui bahwa kemunculan kitab
Nahwa Tafsir Maudhu'ty Li Suwar al-Qur'an al-Karim memberikan kontribusi
terhadap perkembangan khazanah penafsiran al-Qur'an. Konsep metode tafsir
tematis yang digunakan Muhammad al-Ghazali di dalamnya, tentunya ikut andil
dalam memperkaya wacana tafsir kontemporer. Oleh karena itu, penelitian lebih
mendalam dipergunakan guna menjawab semua kegelisahan akademik yang
masih menjadi tanda tanya di balik kemunculan tafsir Muhammad al-Ghazali
ini. Dalam penafsiran maudhu'i ayat-ayat al- Qur'an dilihat sebagai suatu
petunjuk keseluruhan yang komprehensif, hal demikianlah yang dilakukan
Muhammad al-Ghazali. Tentunya tafsir dan hasil pemikiran Muhammad al
Ghazali ini diharapkan mampu menjawab berbagai masalah diera sekarang ini.
DAFTAR PUSTAKA

Fiddian Khairuddin. “Muhammad Al-Ghazali dan Tafsir Maudhu’i,” t.t.


Hafidzah, Ummu. “Metode Tafsir Mawdû’i Muhammad al-Ghazali (Analisa
Terhadap Kitab Nahwa Tafsir Mawda’i li Suwar al-Qur’ân al-
Karim).” Universitas Islam Syarif Hidayatullah, t.t.
Nadhiroh, Wardatun. “HERMENEUTIKA AL-QUR’AN MUHAMMAD AL-
GHAZALI.” Jurnal Ilmu-ilmu Al-Qur’an dan Hadis 15, no. 2
(Juli 2014).
Thaufan, Ali. “Metode Tafsir Maudhû’î Muhammad Ghazali dan Abul Hayy al-
Farmawi,”

Anda mungkin juga menyukai