Muhammad Al-Ghazali
Disusun oleh :
Dosen Pengampu :
KELAS 5C
Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Semesta Alam dengan segala
rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah
dan berbagi informasi tentang “Nahwa Tafsir Maudhu’i Li Suwar Al-
Qur’an Al-Karim Karya Muhammad Al-Ghazali”. Shalawat dan salam
selalu tercurahkan kepada baginda Rasulullah SAW, seluruh keluarga,
sahabat dan seluruh pengikutnya dengan harapan syafaat beliau di akhir hari
nanti.
Pada kesempatan ini, tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada Ibu
Mamluatun Nafisah, M.Ag sebagai dosen mata kuliah Kajian Kitab Tafsir
Kontemporer, yang telah membimbing saya untuk menyelesaikan makalah
ini. Dan terima kasih juga kepada para pembaca, semoga materi yang penulis
sampaikan dalam makalah ini menjadi ilmu yang bermanfaat. Jika ada
kebenaran dan kebaikan dalam pembahasan makalah ini, maka kebenaran itu
benar-benar datang dari Allah SWT. Sedangkan, segala kekurangan yang
dikandungnya sebenarnya berakar dari kemiskinan penulis sendiri. Untuk itu
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya dan menerima segala kritik dan
saran untuk dapat membuat makalah yang lebih baik lagi kedepannya.
Kelompok 7
ii
DAFTAR ISI
BAB II PEMBAHASAN........................................................................ 2
Kesimpulan ............................................................................................21
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejalan dengan perkembangan zaman, umat Islam dihadapkan dengan
berbagai persoalan yang semakin kompleks. Pada saat bersamaan,
mendapatkan jawaban secara "instan" dari persoalan semakin digemari,
mendapat jawaban yang mudah. Al-Qur'an sebagai kitab suci sepanjang
masa diyakin memuat pemecahan masalah dan persoalan tersebut. Hal ini
kemudian membuat para ahli tafsir untuk menyajikan jawaban persoalan
yang terus bermunculan. Menampilkan penafsiran yang praktis dirasa
sangat perlu. Penafsiran "yang praktis" yang penulis maksud disini adalah
penafsiran yang secara khusus membahas tema atau pokok permasalahan
tertentu. Dalam kaidah ilmu tafsir, disebut dengan penafsiran metode
maudhu'î (tematis).
B. Rumusan Masalah
1
BAB II
PEMBAHASAN
1
Ahmad Daud, Segi-segi Pemikiran Falsafi dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), hal
60.
salah satu pusat ilmu pengetahuan terkenal pada masa itu. Ia memainkan peran
dalam pendidikan dan perkembangan intelektual di kota tersebut, dan pengaruh
universitas ini juga memengaruhi pemikiran dan pendidikan Al-Ghazali.
Diceritakan bahwa kedua orang tua al-Ghazali adalah orang shaleh yang tidak
mau makan kecuali dari hasil usahanya sendiri. Dia seorang pengusaha,
pemintal bulu domba. 2 Ketika al-Ghazali beserta saudaranya (Ahmad) masih
kecil, ayahnya meninggal. Akan tetapi sebelum meninggal, dia telah berpesan
untuk kedua anaknya kepada seorang teman sufi, agar sepeninggalannya nanti
kedua anaknya dididik dan dipelihara. Kata sang ayah, “saya sangat menyesal
bahwa saya tidak bisa menulis (Buta Huruf). Oleh karena itu saya ingin kedua
anak saya ini tidak kehilangan yang tidak bisa saya peroleh, didiklah mereka
(berdua) dengan seluruh harta peninggalanku.
4
Himmawijaya Alkiba, Mengenal Al Ghazali (Bandung : Mizan Media Utama MMU, 2007),
hal 15.
- Faishal ath-Tafriq baina al-Islam was al-Zindiqah (perbedaan antara
Islam dan zindiq);
- Al-qisthas al-Mustaqim (jalan untuk mengatasi perselisihan pendapat);
- Al-Mustadhhiry (yang memudaratkan);
- Hujjat al-haq (dalil yang benar);
- Mufahil al-Khilaf fi Ushul ad-Din (menjauhkan perselisihan dalam
masalah ushul ad-din);
- Kimiya as-Sa‟adah (menerangkan syubhat ahli ibadah);
- Al-Basith (fiqh) (yang terbentang);
- Al-Wasith (fiqh) (penengah);
- Al-Wajiz (fiqh) (yang ringkas);
- Al-Khulasahah al-Mukhtasharah (fiqh);
- Yaqut at-Ta‟wil fi Tafsir at-Tanzil (Tafsir 40 jilid);
- Al-Mustasfa (ushul fiqh) (penyembuh);
- Al-Mankhul (ushul fiqh) (yang dinukil);
- Al-Muntaha fi „ilmi al-Jadal (cara-cara berdebat yang baik);
- Mi‟yar al-„ilmi (timbangan ilmu);
- Al-Maqashid (yang dituju);
- Al-Madnun bihi „ala Ghairi Ahlihi (batasan selain keluarganya);
- Misykat al-Anwar (pelajaran keAgamaan);
- Mahku an-Ndhar (tempat pandangan);
- Asraru „Ilmi ad-Din (rahasia ilmu Agama);
- Minhaj al-Abidin (jalan para ahli ibadah);
-Ad-Darar al-Fakhirah fi Kasyfi „Ulum al-Akhirah (tasawuf)
(kemudaratan kesombongan dalam mengungkapkan ilmu-ilmu
akhirat);
- Al-Anis fi al-Wahdah (tasawuf) (kesatuan kemanusiaan);
- Al-Qurbah ila Allah „Azza Wa Jalla (tasawuf) (pendekatan kepada
Allah yang maha agung dan tinggi);
- Ahklaq al-Abrar (tasawuf) (kebebasan ahlak);
- Bidayat al-Hidayah (tasawuf) (permulaan hidayah);
- Al-Arba‟in fi Ushul ad-Din (ushul ad-Din) (empat puluh cabang
Agama dasar);
- Adz-Dzari‟ah ila Mahakim asy-Syari‟ah (pintu ke pengadilan Agama);
- Al-Mabadi wa al-Ghayat (permulaan dan tujuan);
- Talbisu Iblis (tipu daya iblis);
- Nashihat al-Muluk (nasihat bagi raja-raja);
- Syifa‟u al-„Alil fi al-Qiyas wa at-„talil (ushul fiqh);
- Iljam al-Awwam „an „Ilmi al-Kalam (ushul Ad-Din);
- Al-Intishar lima fi al-Ajnas min al-Asrar (rahasia-rahasia alam);
- Al-„Ulum al-Laduniyah (ilmu laduni);
- Ar-Risalah al-qudsiyah (risalah suci);
- Isbat an-Nadhar (penetapan pandangan);
- Al-Ma‟akhidz (tempat pengambilan);
- Al-Qaul al-Jamil fi ar-Raddi „ala Man Ghayyara al-Injil (perkataan
yang baik bagi orang yang mengubah injil);
- Al-„Amali (amal-amal);5
5
Himmawijaya Alkiba, Mengenal Al Ghazali (Bandung : Mizan Media Utama MMU, 2007), hal
19.
sebanyak 1 jilid yang mencangkup 30 juz, cetakan kedua dicetak pada
tahun 1416 H/ 1996 M, cetakan ketiga pada tahun 1417 H/ 1997 M dan
cetakan keempat dicetak pada tahun 1460 H/ 2000 M di Kairo Dâr: al-
Syuruq. Pada cetakan pertama terdapat 556 halaman dan berbahasa arab
dengan urutan cover depan berikut serta dicantumkan urutan tahun
cetakan pertama sampai cetakan keempat, muqaddimah, dan
pembahasan tafsir persurah dengan mengikuti mushaf al-Qur'an dimulai
dari penafsiran surah al-Fatihah dan diakhiri dengan surah al- Nás.
Dalam menyajikan Nahwa Tafsir Mawdû'i li Suwar al-Qur'an al-
Karim yang bernuansa metode tematik surah yaitu mengungkap makna-
makna yang terkandung dalam surat tersebut dan menghubungkan dari
tema satu dan tema yang lain sehingga dalam surah ini menjadi satu
kesatuan yang utuh dan tafsir ini ditulis secara ringkas serta tidak
bertele-tele, ketika menafsirkan surat yaitu dengan cara menentukan
tema-tema utama dalam surat terlebih dahulu. al-Ghazali menguraikan
dengan detail masalah yang berkaitan dengan surah yang dikaji.
Misalnya tentang jumlah ayat, tempat diturunkannya ayat, tema-tema
yang menjadi pokok kajian dalam surah, nama-nama lain dari surah
tersebut, dan seterusnya. Setelah al-Ghazali memberikan penjelasan
tentang hal-hal yang terkait dengan surah tersebut, al-Ghazali memulai
kajiannya dengan masuk pada ayat- ayat yang menurutnya dapat
mewakili topik pembahasan pada surah tersebut.
2. Identifikasi Metodologis Tafsir Nahwa Tafsir Maudhu’I li Suwar al-
Qur’an al-karim
a. Latar belakang penulisan tafsir Maudhu’i
Berawal dari pandangan Al-Ghazali terhadap Al-Qur’an bahwa
Al-Qur’an adalah kitab suci komprehensif, yang tidak mungkin
terlepas dari diskursus kehidupan beragama dan bermasyarakat.
Muhammad al-Ghazali meyakini bahwa al-Qur'an merupakan satu
kesatuan yang saling mengikat. Ayat-ayatnya memuat topik yang
spesifik. Ayat- ayat yang membahas satu tema juga saling
melengkapi dan menyempurnakan, Menurut al-Ghazali membaca
al-Qur'an seharusnya diikuti dengan pemahaman dan analisis kritis.
Kondisi seperti ini perlunya kajian al-Qur'an yang lebih mendalam
untuk menghadapi persoalan tersebut telah diupayakan Muhammad
al-Ghazali al- Qur'an tersebar dalam karyanya yang berjudul;
Nazharat fi al-Qur'an al-Karim, (1986), Kayfa Nata'amal ma'a al-
Qur'an al-Karim (1992), Nahwa Tafsir Mawdû'i li Suwar al-Qur'an
al-Karim (1996). Dalam kitab tafsirnya Nahwa Tafsīr Maudū’i li
Suwar al-Qur’ān al-Karīm. Dalam muqaddimah tafsirnya tersebut,
Muhammad al-Ghazali mengatakan, “Tujuan yang saya usahakan
adalah menghadirkan sebuah tafsir tematik untuk setiap surah al-
Qur’an, tafsir ini membahas semua surat secara global mulai dari
awal hingga akhir, menjelaskan kaitan-kaitan yang secara implisit
ada padanya, membuat awal surah sebagai pendahuluan untuk akhir
surah, dan akhir surah menjadi pembenaran untuk awalnya”. 6
b. Metode penulisan Nahwa Tafsir Mawdu i li Suwar al-Qur'an al-
Karim
Metode yang digunakan al-Ghazali dalam kitab tafsirnya adalah
memilih ayat-ayat tertentu yang dapat mewakili atau menjadi
representasi dari sebuah surah. Meski demikian, menurutnya setiap
surah harus dapat dipahami sebagai sebuah kesatuan yang tidak
terpisahkan. Dalam menafsirkan ayat, al-Ghazali berusaha
menjelaskan secara teliti dan dengan penuh kehati-hatian untuk
membahas tema utama suatu surah, al-Ghazali menafsirkan seluruh
surah dalam al-Qur’an dengan menitikberatkan pada tema tema
6
Wardatun Nadhiroh, “HERMENEUTIKA AL-QUR’AN MUHAMMAD AL-GHAZALI,”
Jurnal Ilmu-ilmu Al-Qur’an dan Hadis 15, no. 2 (Juli 2014): hal. 245.
yang dianggapnya penting yang terdapat dalam setiap surah. Dalam
satu surah tertentu, ia tidak menafsiri keseluruhan ayat, tetapi hanya
beberapa ayat saja yang menurutnya menjadi poin penting dari
surah tersebut.7
Contoh penafsiran pada Qs. Al-Munafiqun
ُ ك ل َ َر س ُ و ل ُ ه َ َّ ك ال ْ مُ ن َا ف ِ ق ُ و َن ق َ ا ل ُ وا ن َ شْ هَ د ُ إ ِ ن
َ َّ ك ل َ َر س ُ و ُل َّللاَّ ِ ۗ َو َّللاَّ ُ ي َ ع ْ ل َ م ُ إ ِ ن َ َج ا ء َ إ ِ ذ َا
َو َّللاَّ ُ ي َ شْ َه د ُ إ ِ َّن ال ْ مُ ن َا ف ِ ق ِي َن ل َ ك َا ِذ ب ُو َن
“Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata:
"Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul
Allah". Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-
benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya
orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta.”
ّلِل ْٱلع َِّزة ُ َول َِرسُو ِلِۦه َول ِْل ُمؤْ ِمنِينَ َو ٰلَك َِّن َ َ يَقُولُونَ لَئِن َّر َج ْعنَا ٓ ِإلَى ْٱل َمدِينَ ِة لَي ُْخ ِر َج َّن ْٱْل
ِ َّ ِ ع ُّز ِم ْن َها ْٱْلَذَ َّل ۚ َو
َْٱل ُم ٰنَ ِفقِينَ ََل يَ ْعلَ ُمون
Mereka berkata: "Sesungguhnya jika kita telah kembali ke
Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang
yang lemah dari padanya". Padahal kekuatan itu hanyalah bagi
Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-
orang munafik itu tiada mengetahui”
َ قُ ْل يَا أَيُّ َها ْالكَاف ُِرونَ ََل أ َ ْعبُد ُ َما ت َ ْعبُد ُونَ َو ََل أ َ ْنت ُ ْم
ُ عابِد ُونَ َما أ َ ْعبُد
“Katakanlah (Muhammad), "Wahai orang-orang kafir! aku tidak
akan menyembah apa yang kamu sembah, dan kamu bukan
penyembah apa yang aku sembah”
Makna yang disebutkan disini hampir mirip dengan Qs. Al-Baqarah
ayat : 145
َ ْ ك ۚ َو َم ا أ َن
ٍ ت ب ِ ت َا ب ِ ع َ َ ب ب ِ ك ُ لِ آ ي َ ةٍ َم ا ت َب ِ ع ُ وا ق ِ ب ْ ل َ ت َ ت ا ل َّ ذِ ي َن أ ُوت ُوا ال ْ كِ ت َا َ ْ َو ل َ ئ ِ ْن أ َت َ ي
ت أ َهْ َو ا َء ه ُ ْم ِم ْن ب َ ع ْ ِد َم ا َ ْ ض ۚ َو ل َ ئ ِ ِن ا ت َّب َ ع ٍ ْ ق ِ ب ْ ل َ ت َهُ ْم ۚ َو َم ا ب َ ع ْ ضُ هُ ْم ب ِ ت َا ب ِ ع ٍ ق ِ ب ْ ل َ ة َ ب َ ع
ك إ ِ ذ ً ا ل َ ِم َن ال ظ َّ ا ل ِ ِم ي َن َ َّ ك ِم َن ال ْ عِ ل ْ ِم ۙ إ ِ ن َ َج ا ء َ
“Dan sesungguhnya jika kamu mendatangkan kepada orang-orang
(Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil),
semua ayat (keterangan), mereka tidak akan mengikuti kiblatmu,
dan kamupun tidak akan mengikuti kiblat mereka, dan sebahagian
merekapun tidak akan mengikuti kiblat sebahagian yang lain. Dan
sesungguhnya jika kamu mengikuti keinginan mereka setelah
datang ilmu kepadamu, sesungguhnya kamu -- kalau begitu --
termasuk golongan orang-orang yang zalim”
Jadi ini menunjukan bahwa Muhammad al-Ghazali dalam
menafsirkan juga menggunakan sumber bil ma’tsur, akan tetapi
lebih didominasi sumber bil ra’yi, dalam penafsiran, Muhammad al-
Ghazali memberikan batasan khusus. Pertama, mampu melihat al-
Qur’an dari sisi dialek bangsa Arab. Kedua, bersandar pada hadis-
hadis shahih dan menjauhi hawa nafsu. Ketiga, mengetahui asbab
al-nuzūl sebagai media penjelasan karena banyak pendapat
8
Thaufan, hal. 7.
penafsiran yang muncul dan menempatkan nash sesuai realitas
kehidupan. Keempat, tidak keluar dari kaidah logika dan akal sehat,
tidak bertentangan dengan arti makna yang dikandung lafalnya.
Kelima, penafsiran tidak bertentangan dengan tujuan umum yang
digariskan al-Qur’an. Keenam, memanfaatkan kegiatan ilmiah dan
pengetahuan yang ada dalam masyarakat untuk mengkaji ayat-ayat,
dan pada saat yang sama, ayat tersebut juga dapat dikajikan
landasan umum untuk mengarahkan sebuah kajian pemikiran.
d. Corak Nahwa Tafsir Maudu’i li Suwar al-Qur'an al-Karim
Kitab ini termasuk kategori corak sastra budaya kemasyarakatan
(adabi ijtima’i)
e. Karakteristik penulisan Nahwa Tafsir Maudu’i li Suwar al-
Qur'an al-Karim
Karakteristik nahwa tafsir maudhui li suwar al-Quran al-Karim
yaitu pendekatan tafsir yang lebih berfokus pada makna pesan dan
nilai-nilai Al-Quran dengan tujuan untuk memahami dan
menjelaskan ayat-ayat Al-Quran dalam konteks yang lebih dalam.
Yang dimana berusaha untuk memberikan pemahaman mendalam
tentang pesan-pesan Al-Quran. Lalu menganalisis yang lebih
mendalam untuk menggali makna dan nilai-nilai yang terkandung
dalam teks suci tersebut.
9
Ummu Hafidzah, “Metode Tafsir Mawdû’i Muhammad al-Ghazali (Analisa Terhadap Kitab
Nahwa Tafsir Mawda’i li Suwar al-Qur’ân al-Karim),” Universitas Islam Syarif Hidayatullah,
t.t.
Muhammad al-Ghazali yang cenderung menguatkan pendapat Imam Malik
yang menganggap bahwa pembagian harta rampasan perang tersebut
menjadi lima bagian, hanya merupakan salah satu cara dan bukan
merupakan kewajiban yang tidak boleh ditawar-tawar.
Seandainya terlihat adanya maslahat yang lebih besar dengan cara yang
lain, maka diperbolehkan memilih cara yang lebih utama. Seperti yang
pernah Nabi saw. lakukan dengan cara memberikan harta rampasan perang
kepada kaum thulaqa', dengan sebagian besar dari rampasan perang pada
masa perang Hunain. Kaum thulaqa' adalah orang-orang yang baru masuk
Islam dari penduduk Mekah yang telah ditaklukkan pada masa perang
Hunain. Kejadian ini hampir saja membuat hati kaum Anshar, yang tidak
memperoleh bagian, merasakan kesedihan. Ini menjadi sebuah pemikiran
Muhammad al- Ghazali tentang membedakan tujuan-tujuan yang tetap dan
cara-cara yang berubah-ubah, walaupu terkadang pemikirannya ini sangat
kontras dengan kebanyakan ulama atau pihak lainnya.
Begitu juga ketika Muhammad al-Ghazali menyangkal kevalidan
tafsiran seorang tokoh besar, periwayat dari kalangan tabi 'in, Nafi maula
Abdullah bin Umar, yang notabene dalam khazanah keilmuan hadis sering
di berikan pujian sebagai rantai emas periwayatan hadis. Ketika
dihadapakan dengan ayat 223 surat al-Baqarah,
ۗ َُّللا َوا ْعلَ ُم ْٓوا اَنَّكُ ْم ُّم ٰلقُ ْوه َ ِ ث لَّكُ ْم ۖ فَأْت ُ ْوا َح ْرثَكُ ْم اَنهى ِشئْت ُ ْم ۖ َوقَ ِد ُم ْوا
َ َل ْنفُ ِسكُ ْم ۗ َواتَّقُوا ه ٌ س ۤا ُؤكُ ْم َح ْر َ ِن
ََوبَش ِِر ْال ُمؤْ ِمنِيْن
“Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam,
Maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja
kamu kehendaki. dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan
bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan
menemui-Nya, dan berilah kabar gembira orang-orang yang
beriman.”
Harts adalah tanah tempat menanamkan benih. Setiap orang yang
mengerti bahasa al-Qur'an, pasti mengetahuinya dan tidak akan
mengatakan lebih dari itu. Menurut Muhammad al-Ghazali oleh
sebagian orang, pemahaman atau penafsiran yang janggal mengenai itu
telah dimasukkan ke dalam kitab-kitab hadis shahih. Mereka
berpendapat bahwa seorang suami boleh melampaui (tempat menanam
benihnya) ketika melakukan hubungan seksual dengan istrinya.
Menurut Muhammad al-Ghazali, pemahaman ini telah jauh
menyimpang, bertentangan dengan petunjuk al-Qur'an secara langsung,
juga terhadap watak dan tabi'at fitrah mahluk hidup.
10
Fiddian Khairuddin, “Muhammad Al-Ghazali dan Tafsir Maudhu’i,”, hal.13-15.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Terlepas dari semua itu tentu harus diakui bahwa kemunculan kitab
Nahwa Tafsir Maudhu'ty Li Suwar al-Qur'an al-Karim memberikan kontribusi
terhadap perkembangan khazanah penafsiran al-Qur'an. Konsep metode tafsir
tematis yang digunakan Muhammad al-Ghazali di dalamnya, tentunya ikut andil
dalam memperkaya wacana tafsir kontemporer. Oleh karena itu, penelitian lebih
mendalam dipergunakan guna menjawab semua kegelisahan akademik yang
masih menjadi tanda tanya di balik kemunculan tafsir Muhammad al-Ghazali
ini. Dalam penafsiran maudhu'i ayat-ayat al- Qur'an dilihat sebagai suatu
petunjuk keseluruhan yang komprehensif, hal demikianlah yang dilakukan
Muhammad al-Ghazali. Tentunya tafsir dan hasil pemikiran Muhammad al
Ghazali ini diharapkan mampu menjawab berbagai masalah diera sekarang ini.
DAFTAR PUSTAKA