MATURIDIYAH
Penyusun :
Kelas : C
Penulis
1
DAFTAR ISI
PRAKATA........................................................................................................................1
DAFTAR ISI....................................................................................................................2
BAB I................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.............................................................................................................3
A. Latar Belakang.....................................................................................................3
B. Rumusan Masalah................................................................................................4
C. Tujuan...................................................................................................................4
BAB II...............................................................................................................................5
PEMBAHASAN...............................................................................................................5
A. Paham Maturidiyah.............................................................................................5
B. Pandangan Maturidiyah dalam Bidang Teologi................................................6
1. Sifat Tuhan.......................................................................................................6
2. Fungsi Akal dan Wahyu..................................................................................7
3. Perbuatan Manusia..........................................................................................8
4. Keadilan Tuhan................................................................................................9
5. Kekuasaan dan Kehendak Mutlak Tuhan...................................................10
BAB III...........................................................................................................................12
PENUTUP.......................................................................................................................12
A. Kesimpulan.........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................14
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa misi dari Nabi Muhammad
SAW mengajarkan agama Islam sesuai apa yang beliau terima berupa
wahyu yang diwujudkan dalam bentuk Al-Qur'an memang pada waktu
Nabi masih hidup belum muncul aliran- aliran dalam Islam karena setiap
ada permasalahan mengenai Islam atau yang lainnya beliau sebagai
rujukan. Namun, setelah Nabi meninggal, maka mulailah muncul aliran-
aliran dalam Islam terutama pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib.
Dengan munculnya aliran-aliran Islam tersebut, maka tidak
mengherankan lagi diantara mereka saling berbeda pendapat, terutama
dalam menafsiri ayat-ayat Al-Qur'an. Karena kita tahu bahwa dalam ayat-
ayat Al-Qur'an masih banyak terdapat ayat yang masih bersifat mujmal
atau umum, sehingga perlu adanya penafsiran terutama ayat-ayat yang
berhubungan dengan teologi Islam.
Perbincangan tentang persoalan yang menyangkut prinsip-prinsip
dasar ajaran Islam, yang mencapai puncaknya pada abad ke-2 dan ke-3
Hijriah (abad ke-8 dan ke-9 M.), telah menggiring para ulama kepada
penggunaan argumen- argumen rasional dalam membahas tentang Tuhan
dan hubungan-Nya dengan manusia dan alam semesta. Hal ini, telah
mengakibatkan lahirnya sebuah ilmu pengetahuan baru dalam lapangan
pemikiran muslim, yang dikenal dengan 'Ilm al-Kalam.
Mu'tazilah dipandang sebagai kelompok yang mula-mula menuntut
penggunaan nalar (ra 'yu) dalam teologi Islam. Pada puncak
perkembangannya, Mu'tazilah melancarkan kritik-kritiknya terhadap
komponen-komponen penting dalam keimanan ortodoks. Dan tentu saja
kelompok ulama salaf tidak tinggal diam, di bawah pimpinan Ahmad ibn
Hambal mereka menentang sistem dan metode berfikir Mu'tazilah.
3
Kelompok ini berpegang kuat pada sumber naql dan menolak penggunaan
ra 'yu dalam mengkaji persoalan agama.
Pada perkembangan berikutnya, lahirlah aliran tengah yang dikenal
dengan Ahl al-Sunnah wa al-Jama'ah, yang dalam metode kalamnya
menggunakan pendekatan rasio (ra 'yu) dan nash (naql). Tokohnya yang
paling terkemuka adalah Abu Hasan Asy'ari (w.324/935) di Iraq dan Abu
Mansur Maturidi (w.333/944) di Samarqand, yang pertama melahirkan
aliran Asy'ariyah dan yang kedua melahirkan aliran Maturidiyah
(Grunebaum, 1970: 130). Sungguhpun kedua aliran ini menentang paham
teologi Mu'tazilah, dan masing-masing menggunakan pendekatan ra 'yu
dan naql, tapi di antara keduanya juga terdapat perbedaan.
Aliran ini didirikan oleh Abu Mansur Muhammad Ibn Mahmud
Al-Maturidi. Kemudian namanya dijadikan sebagai nama aliran
Maturidiyah. Aliran Maturidiyah ini timbul sebagai reaksi terhadap aliran
Mu’tazilah. Reaksi ini timbul karena adanya perbedaan pendapat antara
aliran Mu’tazilah dan aliran Maturidiyah. Pada perkembangannya, aliran
Maturidiyah terbagi dua golongan, yaitu golongan Samarkand yang
dibawa oleh al-Maturidi dan golongan Bukhara yang dibawa oleh
Bazdawi.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian paham Maturidiyah?
2. Bagaimana pandangan Maturidiyah dalam bidang teologi yang
meliputi: Sifat Tuhan, Fungsi akal dan wahyu, Perbuatan manusia,
keadilan Tuhan, kekuasaan dan kehendak Mutlak Tuhan?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian paham Maturidiyah
2. Mengetahui pandangan Maturidiyah dalam bidang teologi yang
meliputi: Sifat Tuhan, Fungsi akal dan wahyu, Perbuatan manusia,
keadilan Tuhan, kekuasaan dan kehendak Mutlak Tuhan
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Paham Maturidiyah
Maturidiyyah adalah aliran yang didirkan oleh Imam Abu Manshur
al-Maturidi (w 333 H). Aliran ini kemudian didukung oleh Abu al Yasar
al-Bazdawi (421-493 H), Abu Main al-Nasafi (438-508), dan Najm al-Din
Umar al-Nasafi (462-537 H). Meskipun al- Bazdawi adalah tokoh yang
mendukung aliran Matundiyyah, antara al-Bazdawi dan al- maturidi
terdapat beberapa perbedaan pendapat dan masalah-masalah teologi.
Perbedaan antara kedua tokoh ini kemudian melahirkan dua sub aliran
sekte-sekte Maturidiyah, yaitu alian Maturidiyali Samarkand yang
ditokohi oleh al-Maturidy sendiri dan alinm Maturidiyyah Bukhara yang
ditokohi oleh al-Bazdawi. Aliran Maturidiyyah banyak dianut oleh kaum
Muslim yang bermazhab Hanafi dalam bidang hukum (fiqh).1
Untuk mengetahui sistem pemikiran Al-maturidi, kita tidak bisa
meninggalkan pikiran-pikiran asy’ary dan aliran mu’tazilah sebab ia tidak
lepas dari suasana zamannya. Maturidiyah dan asy aryah sering terjadi
persamaan pendapat karena persamaan lawan yang dihadapinya yaitu mu
tazilah. Namun, perbedaan dan persamaannya masih ada. Al-Maturidi
dalam pemikiran woologinya banyak menggunakan rasio. Hal ini mungkin
banyak dipengaruhi olch Abu Hanifa karena Al-manaidi sebagai pengikat
Abu Hanifa. Dan timbulnya aliran ini sebagai reaksi terhadap mutazilah.
1
Noor Iskandar Al-Barany, MA. Pemikiran Kalam Imam Abu mansur A-Maturidi, Perbandingan
dengan Kalam Mu’tazilah dan Al-asy’ari, (Jakarta: Srigunting, 2001)
5
Asia Tengah pada tahun 852 M/ 238 H) yang tinggal kelahirannya tidak
dapat diketahui secara pasti dan hanya merupakan suatu perkiraan yaitu
berdasarkan bahwa, ketika gurunya (Muhammad hin Muqatil al Rari)
watat pada tahun 862 M atau 248 H, beliau sudah berusia sepuluh tahun.
Jika perkiraan ini benar, maka berarti ia mempunyai usia yang sangat
panjang karena di ketahui beliau wafat di Samarkand pada 944 M/333 H.
Adapun nama al Maturidi dihubungkan dengan tempat kelahirannya yaitu
Maturid.
6
terdapat dalam esensi Tuhan. Oleh karena sifat-sifat itu bukan berdiri
sendiri maka tidaklah terjadi ta addud al qudama sebagaimana paham
Mutazilah yang menafikan sifat karena beranggapan akan terjadi ta
addud al qudama'
2. Fungsi Akal dan Wahyu
Menurut pandangan Maturidiyah Samarkand berbicara mengenai akal
dan wahyu dalam paham teologi, maka ada empat masalah pokok yang
diperdebatkan. Apakah keempat masalah tersebut dapat diketahui akal atau
tidak, apakah hanya dapat diketahui oleh wahyu dan lain sebagainya.
Keempat masalah pokok tersebut adalah : Mengetahui Tuhan, Kewajiban
mengetahui Tuhan, Mengetahui baik dan buruk dan kewajiban mengerjakan
yang baik dan menjauhi yang buruk sebelum datangnya wahyu.
Al Maturidi berpendapat bahwa akal dapat mengetahui eksistensi Tuhan.
Oleh karena Allah sendiri memerintahkan manusia untuk menyelidiki dan
merenungi alam ini. Ini menunjukkan bahwa dengan akal, manusia dapat
mencapai ma’rifat kepada Allah. Mengenai kewajiban manusia akan
kemampuan mengetahui Tuhan dengan akalnya menurut al Maturidi
Samarkand sebelum datangnya wahyu itu juga adalah wajib diketahui oleh
akal, maka setiap orang yang sudah mencapai dewasa (baligh dan berakal)
berkewajiban mengetahui Tuhan. sehingga akan berdosa bila tidak percaya
kepada Tuhan sebelum turunnya wahyu.
Begitu pula mengenai baik dan buruk, akal pun dapat mengetahui sifat
baik yang terdapat dalam yang baik dan sifat buruk yang terdapat dalam yang
buruk. Dengan demikian, akal yang juga tahu bahwa berbuat buruk adalah
buruk dan berbuat baik adalah baik. Akal selanjutnya akan membawa kepada
kemuliaan dan melarang manusia mengerjakan perbuatan-perbuatan yang
membawa kepada kerendahan. Perintah dan larangan dengan demikian
menjadi wajib dengan kemestian akal. Yang diwajibkan akal adalah adanya
perintah larangan yang dapat diketahui akal hanyalah sebab wajibnya
perintah dan larangan itu.
Adapun mengenai kewajiban berbuat baik dan menjauhi yang buruk,
menurut paham Maturidiah Samarkand akal tidak berdaya mewajibkan
7
manusia terhadap hal tersebut. Karena kewajiban berbuat baik dan menjauhi
yang buruk hanya dapat diketahui oleh wahyu.
Sedangkan menurut Maturidiyah Bukhara bahwa akal tidak dapat
mengetahui tentang kewajiban mengetahui Tuhan sekalipun akal dapat
mengetahui Tuhan dan mengetahui baik dan buruk. Kewajiban mengetahui
Tuhan haruslah melalui wahyu. Begitu pula akal tidak dapat mengetahui
kewajiban-kewajiban mengerjakan yang baik dan buruk. Akal dalam hal ini
hanya dapat mengetahui baik dan buruk saja. Sedangkan menentukan
kewajiban mengenai baik dan buruk adalah wahyu.
Dalam paham golongan Bukhara dikatakan bahwa akal tidak dapat
mengetahui kewajiban-kewajiban dan hanya mengetahui sebab-sebab yang
membuat kewajiban-kewajiban menjadi suatu kewajiban. Di sini dapat
dipahami bahwa mengetahui Tuhan dalam arti berterima kasih kepada Tuhan
sebelum turunnya wahyu tidaklah wajib bagi manusia.
Di sinilah wahyu mempunyai fungsi yang sangat penting bagi akal untuk
memastikan kewajiban melaksanakan hal-hal yang baik dan menjauhi hal-hal
yang buruk. Sebagaimana dikatakan al Bazdawi, akal tidak dapat
memperoleh petunjuk bagaimana cara beribadah dan mengabdi kepada
Tuhan. Akal juga tidak dapat memperoleh petunjuk untuk melaksanakan
hukum-hukum dalam perbuatan-perbuatan jahat
3. Perbuatan Manusia
Maturidiyah Samarkand, memberikan batas pada kekuasaan dan
kehendak mutlak Tuhan, mereka berpendapat bahwa perbuatan Tuhan
hanyalah menyangkut hal-hal yang baik saja, dengan demikian Tuhan
berkewajiban melakukan yang baik bagi manusia. Demikian halnya dengan
pengiriman rasul, Maturidiyah Samarkand sebagai kewajiban Tuhan 3
Sementara itu, Maturidiyah Bukhara berpendapat bahwa manusia
melakukan perbuatan yang diciptakan Tuhan padanya. Dalam perwujudan
perbuatan manusia ada dua perbuatan, yaitu perbuatan Tuhan dan perbuatan
manusia. Menurut al-Bazdawi, perbuatan Tuhan yang disebut dengan maf’ûl,
adalah pencipta perbuatan manusia, bukan
3
Syamsuar S, Perbuatan Manusia Perspektif Aliran Kalam Dan Ethos Kerja (Kajian Tentang
Manfaat Teologi Rasional Dalam Manajemen Diri,2018) hal 33
8
pencipta daya sebagaimana yang disebutkan oleh aliran Maturidiyah
Samarkand.
Maturidiyah Bukhara senada dengan Asy’ariyah. Bagi mereka perbuatan
manusia sebenarnya dari Tuhan, perbuatan manusia hanya kiasan. Begitu
pula kehendak dan daya manusia itu sebenarnya kehendak dan daya Tuhan 4
4. Keadilan Tuhan
Maturidiyah golongan Samarkand sependapat dengan Mu‟tazilah yang
menganut paham free will dan free act serta adanya batasan kekuasaan
mutlak Tuhan. Keadilan Tuhan menurut paham ini adalah pemenuhan
kewajiban-kewajiban Tuhan kepada manusia sekurang-kurangnya berupa
kewajiban untuk menepati janji-Nya tentang pahala dan siksa. Ini tidak
terlepas dari pendapat mereka tentang perbuatan manusia yang terdiri dari
dua perbuatan, perbuatan Tuhan dan perbuatan manusia yang dalam hal ini
disebut kasb, selanjutnya dengan kasb, itulah manusia bebas memilih, dan
dengannya juga adanya pahala dan siksa.
Karena manusia diberi kebebasan memilih dalam perbuatannya dan
dalam hal baik dan buruk, maka Tuhan bersifat adil kalau menyiksa orang
yang berdosa dan member pahala bagi orang yang berbuat kebajikan. Bahkan
lebih tegas lagi, Tuhan tidak mungkin memberikan suatu beban kepada
manusia yang berada diluar kemampuannya,yang apabila dilakukan justru
menafikan keadilan-Nya.
Dalam pada itu kaum Maturidiyah Bukhoro lebih dekat ke Asy‟ariyah,
karena mereka juga menganut paham kekuasaan mutlak Tuhan, walaupun
mereka menolak kesewenangan Tuhan dalam soal pemberian pahala.
Maturidiyah Bukhoro mengartikan keadilan sebagai pemberian hak-hak
hamba sesuai dengan perbuatannya, sedangkan Asy’ariyah tidak mengartikan
keadilan sebagai pemberian hak-hak hamba. Hal ini dapat dipahami dari
pendapat Bazdawi tentang keharusan Tuhan untuk memenuhi janji-Nya (al-
Wa’d) dalam memberikan pahala kepada hamba-Nya 5
Pendapat Bazdawi tentang keadilan Tuhan adalah kilas balik dari
pendapatnya tentang kekuasaan dan kemutlakan Tuhan dan kebebasan
4
Masturin,Khazanah Intelektual Teologi Maturidiyah,(Kudus:Jurnal Studi Agama Dan Pemikiran
Islam, 2014) hal 171
5
Zainal A, Kehendak Mutlak Tuhan Dan Keadilannya Analisa Perbandingan Antar Aliran,(
Padangsidimpuan: Yurisprudentia,2016) hal 104
9
manusia dalam memilih dan mewujudkan perbuatannya. Menurutnya
manusia memang diberi kebebasan untuk memilih antara perbuatan baik dan
buruk seperti yang telah diciptakan Tuhan. Hanya sanya yang mendapat rido
Tuhan hanyalah yang baik saja, sedang yang buruk tidak mendapat rido-Nya.
Dengan kata lain, meskipun manusia berbuat jahat atas kehendak Tuhan
namun perbuatan itu menentang rido-Nya dan akibat langsung dalam
penentangan ini adalah Tuhan memberi hukuman kepadanya dan ini bukan
berarti Tuhan tidak adil, bahkan sebaliknya, Tuhan adil. Menurut Bazdawi,
Tuhan tidak mungkin melanggar janji-Nya untuk member upah kepada orang
yang berbuat baik tetapi Dia mingkin membatalkan ancaman untuk
memberikan hukuman-Nya kepada orang yang berbuat jahat. Kedudukan
orang yang melakukan dosa besar bagi paham ini ditentukan oleh kehendak
mutlak Tuhan. Jika Tuhan berkehendak memberi ampunan padanya, Tuhan
tidak lagi memasukkannya ke neraka melainkan ke surga, sebaliknya jika
Tuhan berkehendak memasukkannya ke neraka maka Ia akan
memasukkannya ke neraka baik itu sementara atau selama-lamanya.
Ditambah lagi bahwa mungkin saja Tuhan memberikan ampunan kepada
seseorang, dan tidak memberikannya kepada orang yang lain meskipun
kenyataannya pada dosa yang sama.
10
dasarnya tidak mutlak secara absolut. Menurut Mu'tazilah, kekuasaan
dan kehendak Tuhan telah dibatasi oleh beberapa faktor, antara lain
kebebasan manusia dalam berkehendak dan berbuat, keadilan Tuhan,
kewajiban-kewajiban Tuhan terhadap manusia, dan hukum alam.
Dalam kesimpulannya, al-Maturidi dan Mu'tazilah sepakat bahwa
kekuasaan dan kehendak Tuhan tidak bersifat mutlak secara absolut,
tetapi dibatasi oleh faktor-faktor seperti kebebasan manusia, keadilan
Tuhan, kewajiban Tuhan terhadap manusia, dan hukum alam.6 (Zuhri,
2010)
6
Amat Zuhri, "Kecenderungan Teologi Maturidiyah Samarkand", Jurnal RELIGIA 13(1): 114 (2010)
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Maturidiyah adalah salah satu aliran dalam teologi Islam yang
didasarkan pada pemikiran Abu Mansur al-Maturidi. Paham Maturidiyah
mengacu pada keyakinan dan doktrin yang diajarkan oleh al-Maturidi dan
pengikutnya.
Pandangan Maturidiyah terhadap bidang teologi meliputi:
1. Sifat Tuhan: Maturidiyah meyakini bahwa Tuhan memiliki sifat-sifat
yang unik, tetapi tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Mereka
memahami sifat-sifat Tuhan secara metaforis dan menghindari
interpretasi harfiah yang bisa membatasi atau mengandung
antropomorfisme.
2. Fungsi akal dan wahyu: Maturidiyah mengakui pentingnya akal dalam
memahami agama, namun mereka juga meyakini bahwa wahyu
merupakan sumber pengetahuan yang lebih tinggi. Mereka
menyatukan akal dan wahyu sebagai alat untuk memahami dan
menjalankan ajaran agama.
3. Perbuatan manusia: Maturidiyah menganggap bahwa manusia
memiliki kehendak bebas dan bertanggung jawab atas perbuatan
mereka. Mereka percaya bahwa manusia memiliki kemampuan untuk
memilih antara tindakan baik dan buruk, dan akan dimintai
pertanggungjawaban di akhirat atas perbuatan mereka.
4. Keadilan Tuhan: Maturidiyah meyakini bahwa Tuhan adalah sumber
keadilan mutlak. Mereka meyakini bahwa Tuhan tidak akan menzalimi
makhluk-Nya dan bahwa setiap individu akan dihakimi secara adil
berdasarkan perbuatan mereka sendiri.
5. Kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan: Maturidiyah mengakui
kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan dalam mengatur alam semesta.
12
Mereka meyakini bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini adalah
kehendak Tuhan, namun juga mengakui bahwa manusia memiliki
kehendak bebas dalam tindakan mereka.
13
DAFTAR PUSTAKA
Noor Iskandar Al-Barany, MA. 2001. Pemikiran Kalam Imam Abu mansur A-
Maturidi, Perbandingan dengan Kalam Mu’tazilah dan Al-asy’ari.
Jakarta.
Srigunting.
Masturin. 2014. Khazanah Intelektual Teologi Maturidiyah. Kudus. Jurnal Studi
Agama Dan Pemikiran Islam.
S, Syamsuar. 2018. Perbuatan Manusia Perspektif Aliran Kalam Dan Ethos Kerja
(Kajian Tentang Manfaat Teologi Rasional Dalam Manajemen Diri)
Zuhri, A. (2010). Kecenderungan Teologi. Religia, 13(1), 103–121.
14