Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PEMIKIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM MENURUT IMAM AL-GHAZALI


Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kelompok Mata Kuliah Filsafat
Pendidikan Islam

Dosen Pengampu :

Bapak. Enjang, MA.M.Ud.

Disusun Oleh :

Ahmad Sanusi (0101.2201.045)

Lulu Nurlaila (0101.2201.057)

Humaeroh Alawiyah (0101.2201.0)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


STAI DR. KHEZ. MUTTAQIEN
PURWAKARTA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT. atas berkat rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-
baiknya.
Di dalam makalah ini, saya telah berusaha menguraikan sebaik mungkin
semua hal yang berkaitan dengan “PEMIKIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN
ISLAM IMAM AL-GHAZALI”. Besar harapan saya agar pembaca mampu
memahami lebih jauh tentang berbagai hal yang berkaitan dengan hal tersebut.

Akan tetapi, saya menyadari bahwa di dalam makalah ini, masih terdapat
banyak kekurangan yang tentunya mengakibatkan makalah ini masih dikatakan
jauh dari sempurna. Maka dari itu, saya harapkan pembaca dapat memaklumi
serta memberi kritik dan saran yang membangun demi terwujudnya makalah yang
lebih baik di masa yang akan datang.

Purwakarta, 27 Mei 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4
1.1      Latar Belakang Masalah............................................................................4

1.2.      Rumusan Masalah....................................................................................4

1.3.      Tujuan dari penulisan...............................................................................4

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................6
2.1.      Biografi Al-Ghozali..................................................................................6

2.2.      Karya – karya Al-Ghozali........................................................................8

2.2.1. Bidang Teologi...................................................................................8

2.2.2 Tasawuf.............................................................................................8

2.2.3 Filsafat................................................................................................8

2.2.4 Fiqih...................................................................................................8

2.3.      Konsep Pemikiran Pendidikan Al-Ghozali..............................................9

2.3.1.                Tujuan pendidikan menurut Al-Ghozali..................................9

2.3.2.                Materi pendidikan menurut Al-Ghozali.................................10

2.3.3.                Metode pendidikan menurut Al-Ghozali...............................10

2.3.4.                Pendidik menurut Al-Ghozali................................................12

2.3.5.             Peserta didik menurut Al-Ghozali............................................13

BAB III RELEVENSI PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM MENURUT AL-


GHOZALI DENGAN PENDIDIKAN MASA TERKINI.....................................14
3.1 Tujuan Pendidikan Islam.........................................................................14

3.2.      Materi Pendidikan Islam........................................................................14

3.3.      Metode pendidikan Islam.......................................................................15

BAB IV KESIMPULAN.......................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah


Pendidikan Islam sesungguhnya telah tumbuh dan berkembang sejalan
dengan adanya dakwah Islam yang telah dilakukan Nabi Muhammad SAW.
Berkaitan dengan itu pula pendidikan Islam memiliki corak dan karakteristik yang
berbeda sejalan dengan upaya pembaharuan yang dilakukan secara terus –
meneruskan pascagenerasi nabi. Pembaharuan-pembaharuan dalam islam telah 
mengalami kemajuan yang sangat pesat pada zaman dinasti Umayyah dan
Abbasiyah.Namun sayang kemajuan tersebut tidak dapat dipegang erat oleh umat
islam saat ini, hingga pada akhinya kemajuan dari dunia baratlah yang kini
menjadi kiblat ilmu pengetahuan padahal mereka bersumber dari khazanah ilmu
pengetahuan dan metode berfikir islam yang rasional pada massa klasik.
Dalam makalah singkat ini, kami  akan menyusuri bagaimana sistem
pendidikan pada masa klasik dan  pemikiran para tokoh islam dalam
mengembangkan pendidikan islam seperti al-Ghazali.
Kami mengharapkan dari makalah ini dapat meningkatkan kesadaran umat
islam akan pentingnya pendidkan dan akan lahir kontribusi pemikiran
mengapresiasi sosok pemikir pada zaman klasik yang karyanya membanjiri
"ladang-ladang pengetahuan" dan menyentuh seluruh aspek keilmuan ini.

B.      Rumusan Masalah


a.       Biografi dari Al-Ghozali ?
b.      Apa saja Karya-karya dari Al-Ghozali ?
c.       Apa saja konsep pemikiran pendidikan islam menurut Al-Ghozali ?

C.      Tujuan dari penulisan


a.       Untuk mengetahui biografi dan riwayat hidup dari Al-Ghozali.
b.      Untuk mengetahui karya-karya dari Al-Ghozali.
c.       Untuk mengetahui konsep pemikiran pendidikan islam menurut Al-Ghozali.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1.      Biografi Al-Ghozali


Bahwa nama lengkapnya adalah, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad 
Al-Ghazali Ath-Thusi An-Naysa buri. Ia lahir dikota Thus, yang merupakan kota
kedua setelah Naysabur yang terletak di wilayah Khurasan, pada tahun 450 H atau
1058 M. ayahnya adalah seorang sufi yang sangat wara’. Yang hanya makan dari
usaha tangannya sendiri. Kerjanya adalah memintal wool dan menjualnya sendiri.
Ia meninggal sewaktu anaknya itu masih kecil dan sebelum meninggal ia
menitipkan anaknya pada seorang sufi lain untuk mendapat bimbingan dan
pendidikan.[1]
Al-Ghazali mempunyai seorang saudara yang bernama Ahmad. ketika
ayahnya meninggal, sahabatnya segera melaksanakan wasiat ayah al-Ghazali.
Kedua anak ini dididik dan disekolahkan, dan setelah harta pusaka peninggalan
ayah mereka habis, mereka dinasehati agar meneruskan mencari ilmu semampu-
mampunya.
Sejak kecil al-Ghazali dikenal sebagai anak yang senang menuntut ilmu
pengetahuan dan penggandrung mencari kebenaran, maka tidaklah mengherankan
jika sejak masa kanak-kanak ia telah belajar dengan sejumlah guru dari kota
kelahirannya. Masa kecilnya dimulai dengan belajar Fiqh.[2] Pada ulama terkenal
yang bernama Ahmad Ibn Muhammad Ar-Razakani di Thus kemudian belajar
kepada Abu Nashr al-Ismaili di Jurjan dan akhirnya ia kembali ke Thus lagi.[3]
Sebagai gambaran kecintaannya akan ilmu pengetahuan, dikisahkan pada suatu
hari dalam perjalanan pulangnya ke Thus, beliau dan teman-temannya dihadang
oleh sekawanan pembegal yang kemudian merampas harta dan kebutuhan yang
mereka bawa. Para pembegal merebut tas al-Ghazali yang berisi buku-buku yang
ia senangi, kemudian ia meminta dengan penuh iba pada kawanan pembegal itu
agar sudi kiranya mengembalikan tasnya, karena beliau ingin mendapatkan
berbagai macam ilmu pengetahuan yang terkandung didalamnya. Kawanan itupun
merasa iba dan kasihan padanya sehingga mengembalikan tas itu. Dan setelah
peristiwa itu, ia menjadi semakin rajin mempelajari dan memahami kandungan
kitab-kitabnya dan berusaha mengamalkannya. Bahkan beliau selalu menyimpan
kitab-kitab itu disuatu tempat khusus yang aman.
Setelah belajar di Thus, ia lalu melanjutkan belajar di Naysabur, tempat
dimana ia menjadi murid Al-Juwaini Imam Al-Haramain hingga gurunya itu
wafat.[4]Dari beliau, dia belajar Ilmu Kalam, Ushul Fiqh dan Ilmu Pengetahuan
Agama lainnya.Pada periode ini, ia berusaha dengan sungguh-sungguh sehingga
dapat menamatkan pelajarannya dengan singkat. Gurunya membanggakan dan
mempercayakan kedudukannya padanya. Ia membimbing murid-murid mewakili
gurunya sambil menulis buku.Dengan kecerdasan dan kemauan belajarnya yang
luar biasa serta kemampuannya dalam mendebat segala sesuatu yang tidak sesuai
dengan penalaran yang jernih, Al-Juwaini kemudian memberikan predikat bahrun
mughriq (laut yang dalam nan menenggelamkan).[5]
Dari Naysabur, pada tahun 478 H/1085 M, al-Ghazali kemudian menuju
Mu’askar. Untuk bertemu dengan Nidzam al-Mulk, yang merupakan perdana
menteri Sultan Bani Saljuk.Dengan semakin mencuatnya nama al-Ghazali,
Nidzam al-Mulk kemudian memerintahkannya pergi ke Bagdad untuk mengajar
di Al-Madrasah An-Nidzamiyyah, dimana semua orang mengagumi pandangan-
pandangannya yang pada akhirnya ia menjadi Imam bagi penduduk Irak setelah
sebelumnya menjadi Imam di Khurasan. Namun, ditengah ketenarannya sebagai
seorang ulama, disisi lain pada saat ini ia mengalami fase skeptisisme. Yang
membuat keadaannya terbalik. Ia kemudian meninggalkan Bagdad dengan segala
kedudukan dan fasilitas kemewahan yang diberikan padanya untuk menyibukkan
dirinya dengan ketakwaan.
Perjalanannya kemudian berlanjut menuju Damaskus dimana ia banyak
menghabiskan waktunya untuk berkhalwah, beribadah dan beri’tikaf. Dari sini ia
kemudian menuju Baitul Maqdis untuk menunaikan ibadah haji. Setelah itu, ia
kemudian kembali ke Naysabur atas desakan Fakhrul Mulk, anak Nidzam Al-
Mulk untuk kembali mengajar.Hanya saja, ia menjadi guru besar dalam bidang
studi lain, tidak seperti dahulu lagi. Selama periode mengajarnya yang kedua ini,
ia juga menjadi Imam ahli agama dan tasawuf serta penasehat spesialis dalam
bidang agama.
Setelah mengajar diberbagai tempat seperti Bagdad, Syam dan Naysaburi,
Pada tahun 500 H/1107 M, al-Ghazali kemudian kembali kekampung
halamannya, banyak bertafakkur, menanamkan ketakutan dalam kalbu sambil
mengisi waktunya dengan mengajar pada madrasah yang ia dirikan disebelah
rumahnya untuk para penuntut ilmu dan tempat khalwat bagi para sufi. Dan pada
hari senin, 14 jumadal akhirah 505 H/18 desember 1111 M, Imam al-Ghazali
berpulang ke rahmatullah ditanah kelahirannya, Thus dalam usia 55 tahun.

2.2.      Karya – karya Al-Ghozali


Sebagaimana disebutkan bahwa Al Ghazali merupakan kontributor
terbesar pada masanya yang meliputi berbagai disiplin ilmu, di antaranya :

 2.2.1. Bidang Teologi


1)    Al-Munqidh min adh-Dhalal
2)    Al-Iqtishad fi al-I`tiqad
3)    Al-Risalah al-Qudsiyyah
4)    Kitab al-Arba'in fi Ushul ad-Din
5)    Mizan al-Amal
6)    Ad-Durrah al-Fakhirah fi Kasyf Ulum al-Akhirah
2.2.2 Tasawuf
1)    Ihya Ulumuddin (Kebangkitan Ilmu-Ilmu Agama) merupakan karyanyayang
terkenal
2)    Misykah al-Anwar (The Niche of Lights)
3)    Kimiya as-Sa'adah (Kimia Kebahagiaan)
2.2.3 Filsafat
1)  Maqasid al-Falasifah
Tahafut al-Falasifah, buku ini membahas kelemahan-kelemahan para filosof masa
itu, yang kemudian ditanggapi oleh Ibnu Rushdi dalam buku Tahafut al-Tahafut
(The Incoherence of the Incoherence)
2.2.4 Fiqih
1)      Al-Mushtasfa min `Ilm al-Ushul
e.  Logika
1) Mi`yar al-Ilm (The Standard Measure of Knowledge) al- Qistas al Mustaqim
(The Just Balance)
 2) Mihakk al-Nazar fi al-Manthiq (The Touchstone of Proof in Logic)
            Yang termasuk karya monumental Al-Ghozali yaitu “Ihya Ulum al-Din”
(menghidupkan kembali Ilmu Agama)[6] Al-Ghozali sangat berpengaruh dalam
dunia Islam, sehingga tidak mengherankan jika ada yang mengatakan bahwa ia
adalah salah seorang tokoh terpenting setelah nabi Muhammad SAW, ditinjau dari
segi pengaruh dan perannya dalam menata dan mengukuhkan ajaran keagamaan.
Adapun karya-karya monumental Al-Ghozali yang lain yaitu: Mizanu al-A’mal,
al-Arba’in, al-Tabru Masbuk Fi Nashah al-Mulk,dll.
            Konteks senada dipaparkan oleh Abdul Fattah Muhammad Sayyid Ahmad,
bahwa kitab-kitab karya Al-Gho pada perkembangan pemikiran Islam secara
khusus, dan secara umum pada pemikiran humanisme. Karya monumental Al-
Ghozali adalah kitabnya yang berjudul “ Ihya Ulum al-Din “. Kitab ini membuat
pemikiran orsinil Al-Ghozali , yang berisi ilmu pengetahuan, cahaya petunjuk,
sendi-sendi keimanan, dan ma’arifat. Dalam kitabnya Ihya. Al-Ghozali kedudukan
ihsan.[7]

2.3.      Konsep Pemikiran Pendidikan Al-Ghozali


Dalam pandangan Al-Ghazali yang dikutipoleh Mahmud dalam bukunya
pemikiran pendidikan islam mengatakan bahwa sentral dalam pendidikan adalah
hati sebab hati adalah esensi dari  manusia. Menurutnya subtansi manusia
bukanlah terletak pada unsure-unsur yang ada pada fisiknya melainkan berada
pada hatinya sehingga pendidikan diarahkan pada pembentukan akhlak yang
mulia.[8]
Tugas guru tidahhanya mencerdaskan pikiran, melainkan membimbing,
mengarahkan,meningkatkan dan menyucikan hati untuk mendekatkan diri kepada
Allah.Jadi peranan guru disini tidak hanyamentransfer ilmu melainkan mendidik.
2.3.1.                Tujuan pendidikan menurut Al-Ghozali
Menurut Al Ghazali, puncak kesempurnaan manusia ialah seimbangnya
peran akal dan hati dalam membinaruh manusia. Jadi sasaran inti dari pendidikan
adalah kesempurnaan akhlak manusia, dengan membinaruhnya. Secararingkas,
tujuanpendidikan Islam menurut Al Ghazali dapat di klasifikasikan kepada tiga,
yaitu :
1)      Tujuan mempelajari ilmu adalah membentu kinsan kamil
( manusiasempurna) dengan tedensimen dekatkan diri kepada Allah.
2)      Tujuan pendidikan Islam adalah mengantarkan peserta didik mencapai
kebahagiaan dunia dan akhirat.
3)      Tujuan utama pendidikan Islam adalah pembentukan Akhlakul Karimah.

2.3.2.                Materi pendidikan menurut Al-Ghozali


Adapun mengenai materi pendidikan, Al Ghazali berpendapat bahwa Al
Qur’an beserta kandungannya adalah merupakan ilmu pengetahun. Dalam hal ini
Al Ghazali membagi ilmu pada dua macam, yaitu : Pertama, Ilmu Syar’iyyah;
semua ilmu yang berasal dari para nabi. Kedua, Ilmu Ghair Syar’iyyah; semua
ilmu yang berasal dari hasil ijtihad ulama atau intelektual muslim.
Al Ghazali membagi isi kurikulum pendidikan Islam menurut kuantitas yang
mempelajarinya kepada dua macam, yaitu:

a)      Ilmu Fardlu Kifayah, yaitu ilmu yang cukup dipelajari oleh sebagian muslim saja,
seperti ilmu yang berkaitan dengan masalah duniawi misalnya ilmu hitung,
kedokteran, teknik, pertanian, industri, dan sebagainya.
b)      Ilmu Fardlu ‘Ain, yaitu ilmu yang harus diketahui oleh setiap  muslim yang
bersumber dari kitabullah.
Sedangkan ditinjau dari sifatnya, ilmu pengetahuan terbagi kepada dua, yaitu :
ilmu yang terpuji (mahmudah) dan ilmu yang tercela (mazmumah). Ilmu-ilmu
yang berkaitan dengan masalah aqidah dan ibadah wajib, misalnya, termasuk ilmu
yang fardhu ‘ain. Secara ringkas, ilmu yang fardhu ‘ain adalah ilmu yang
diperlukan untuk mengamalkan kewajiban. Untuk orang-orang yang dikarunai
akal yang cerdas, maka beban dan kewajiban untuk mengkaji keilmuan itu tentu
lebih berat. Mereka seharusnya lebih mendalami ilmu-ilmu yang fardhu ‘ain, lebih
daripada orang lain yang kurang kadar kecerdasan akalnya.

2.3.3.                Metode pendidikan menurut Al-Ghozali


Menurut al-Ghazali metode perolehan ilmu dapat dibagi berdasarkan jenis
ilmu itu sendiri, yaitu ilmu kasbi dan ilmu ladunni. (1) Ilmu kasbi dapat diperoleh
melalui metode atau cara berfikir sistematik dan metodik yang dilakukan secara
konsisten dan bertahap melalui proses pengamatan, penelitian, percobaan dan
penemuan, yang mana memperolehnya dapat menggunakan pendekatan ta’lim
insani. (2) Ilmu ladunni dapat diperoleh orang-orang tertentu dengan tidak melalui
proses perolehan ilmu pada umumnya tetapi melalui proses pencerahan oleh
hadirnya cahaya ilahi dalam qalbu, yang mana memperolehnya adalah
menggunakan pendekatan ta’lim rabbani.
Selain itu, al-Ghazali juga memakai pendekatan behavioristik dalam
pendidikan yang dijalankan. Hal ini terlihat dari pernyataannya, jika seorang
murid berprestasi hendaklah seorang guru mengapresiasi murid tersebut, dan jika
melanggar hendaklah diperingatkan, bentuk apresiasi gaya al-Ghazali tentu
berbeda dengan pendekatan behavioristik dalam Eropa modern yang memberikan
reward dan punishment-nya dalam bentuk kebendaan dan simbol-simbol materi.
Al- Ghazali menggunakan tsawab (pahala) dan uqubah (dosa) sebagai reward and
punishment-nya. Disamping itu, ia juga mengelaborasi dengan pendekatan
humanistik yang mengatakan bahwa para pendidik harus memandang anak didik
sebagai manusia secara holistik dan menghargai mereka sebagai manusia. Bahasa
al-Ghazali tentang hal ini adalah bagaimana seorang guru harus bersikap lemah
lembut dan penuh kasih sayang pada murid selayaknya mereka adalah anak
kandung sendiri.
 Dengan ungkapan seperti ini tentu ia menginginkan sebuah pemanusiaan
anak didik oleh guru. Lebih lanjut dapat dikatakan bahwa pendidikan adalah
sebagai kerja yang memerlukan hubungan yang erat antara dua pribadi, yaitu guru
dan murid. Dengan demikian, faktor keteladanan merupakan metode pengajaran
yang utama dan sangat penting dalam pandangannya.
Menurut al-Ghazali, pendidikan tidak semata-mata sebagai suatu proses
yang dengannya guru menanamkan pengetahuan yang diserap oleh siswa, yang
setelah proses itu masing-masing guru dan murid berjalan di jalan mereka yang
berlainan. Lebih dari itu, ia adalah interaksi yang saling mempengaruhi dan
menguntungkan antara guru dan murid dalam tataran sama, yang pertama
mendapatkan jasa karena memberikan pendidikan dan yang terakhir dapat
mengolah dirinya dengan tambahan pengetahuan yang didapatkannya.
2.3.4.                Pendidik menurut Al-Ghozali
Dalam pandangan al-Ghazali, pendidik merupakan orang yang berusaha
membimbing, meningkatkan, menyempurnakan dan mensucikan hati sehingga
menjadi dekat dengan Khaliqnya. Ia juga memberikan perhatian yang sangat besar
pada tugas dan kedudukan seorang pendidik. Hal ini tercermin dalam tulisannya:

“Sebaik-baik ikhwalnya adalah yang dikatakan berupa ilmu pengetahuan.


Hal itulah yang dianggap keagungan dalam kerajaan langit. Tidak selayaknya ia
menjadi seperti jarum yang memberi pakaian kepada orang lain sementara dirinya
telanjang, atau seperti sumbu lampu yang menerangi yang lain sementara dirinya
terbakar. Maka, barang siapa yang memikul beban pengajaran, maka
sesungguhnya ia telah memikul perkara yang besar, sehingga haruslah ia menjaga
etika dan tugasnya.Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pendidik yang dapat
diserahi tugas mengajar adalah seorang pendidik yang selain memiliki kompetensi
dalam bidang yang diajarkan yang tercermin dalam kesempurnaan akalnya, juga
haruslah yang berakhlak baik dan memiliki fisik yang kuat.

Disamping syarat-syarat umum ini, ia juga memberikan kriteria-kriteria


khusus, yaitu:

1.      Memperlakukan murid dengan penuh kasih saying.


2.      Meneladani Rasulullah dalam mengajar dengan tidak meminta upah.
3.      Memberikan peringatan tentang hal-hal baik demi mendekatkan diri pada
Allah SWT.
4.      Memperingati murid dari akhlak tercela dengan cara-cara yang simpatik,
halus tanpa cacian, makian dan kekerasan. Tidak mengekspose kesalahan murid
didepan umum.
5.      Menjadi teladan bagi muridnya dengan menghargai ilmu-ilmu dan keahlian
lain yang bukan keahlian dan spesialisasinya.
6.      Menghargai perbedaan potensi yang dimiliki oleh muridnya dan
memperlakukannya sesuai dengan tingkat perbedaan yang dimilikinya itu.
7.      Memahami perbedaan bakat, tabi’at dan kejiwaan murid sesuai dengan
perbedaan usianya.
8.      Berpegang teguh pada prinsip yang diucapkannya dan berupaya
merealisasikannya sedemikian rupa.
2.3.5.             Peserta didik menurut Al-Ghozali
Dalam kaitannya dengan peserta didik atau dengan kata lain yaitu murid,
lebih lanjut al-Ghazali menjelaskan bahwa mereka adalah makhluk yang telah
dibekali dengan potensi atau fitrah untuk beriman kepada Allah SWT. Fitrah itu
sengaja disiapkan oleh Allah SWT sesuai dengan kejadian manusia yang tabi’at
dasarnya adalah cenderung kepada agama tauhid (islam). Untuk itu, seorang
pendidik betugas mengarahkan fitrah tersebut agar dapat tumbuh dan berkembang
sesuai dengan tujuan penciptaannya sebagai manusia.

Dalam pandangan al-Ghazali, murid memiliki etika dan tugas yang sangat
banyak, yang dapat disusun dalam tujuh bagian, yaitu:

1.      Mendahulukan kesucian jiwa daripada kejelekan akhlak.


2.      Mengurangi hubungan keluarga dan menjauhi kampung halamannya sehingga
hatinya hanya terikat pada ilmu.
3.      Tidak bersikap sombong terhadap ilmu dan menjauhi tindakan tidak terpuji
kepada guru, bahkan ia harus menyerahkan urusannya kepadanya.
4.      Menjaga diri dari mendengarkan perselisihan diantara manusia.
5.      Tidak mengambil ilmu terpuji selain mendalaminya hingga ia dapat
mengetahui hakikatnya.
6.      Mencurahkan perhatian terhadap ilmu yang terpenting, yaitu ilmu akhirat.
7.      Hendaklah tujuan murid itu ialah untuk mnghiasi batinnya dengan sesuatu
yang akan mengantarkannya kepada Allah SWT.
BAB III
RELEVENSI PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM MENURUT
AL-GHOZALI DENGAN PENDIDIKAN MASA TERKINI

3.1 Tujuan Pendidikan Islam.


Dari hasil studi terhadap pemikiran al-Ghazali, diketahui dengan jelas
bahwa tujuan akhir yang ingin dicapai melalui kegiatan pendidikan yaitu: a)
Tercapainya kesempurnaan insan yang bermuara pada pendekatan diri kepada
Allah dan b) Kesempurnaan insan yang bermuara pada kebahagiaan dunia akhirat.
Dengan demikian, keberadaan pendidikan bagi manusia yang meliputi berbagai
aspeknya mutlak diperlukan bagi kesempurnaan hidup manusia dalam upaya
membentuk mausia paripurna, berbahagia didunia dan akhirat kelak. Hal ini
berarti bahwa tujuan yang telah ditetapkan oleh imam al-Ghazali memiliki
koherensi yang dominan denga upaya pendidikan yang melibatkan pembentukan
seluruh aspek pribadi manusia secara utuh.

3.2.      Materi Pendidikan Islam.


Imam al-Ghazali telah mengklasifikasikan meteri (ilmu) dan menyusunnya
sesuai dengan dengan kebutuhan anak didik juga sesuai dengan nilai yang
diberikan kepadanya. Dengan mempelajari kurikulum tersebut, jelaslah bahwa ini
merupakan kurikulum atau materi yang bersifat universal, yang dapat
dipergunakan untuk segala jenjang pendidikan. Hanya saja al-Ghazali tidak
merincinya sesuai dengan jenjang dan tingkatan anak didik.
Jadi relevansi pandangan al-Ghazali dengan kebutuhan pengembangan
dunia pendidikan Islam dewasa ini sangan bertautan dengan tuntutan saat ini, baik
dalam pengertian spesifik maupun secara umum. Secara spesifik misalnya
pengembangan studi akhlak tampak diperlukan dewasa ini. Sangat disanyangkan,
materi ini telah hilang dilembaga-lembaga pendiidkan. Jangankan disekolah yang
berlabel umum, disekolah yang berlambang Islam saja bidang studi yang satu ini
sudah tidak ada. Dengan demikian pula secara umum, pandangan Al-Ghazali
tentang pendidikan Islam tampak perlu dicermati. Keutuhan pandangan Al-
Ghazali tentang Islam misalnya tampak tidak dikotomi seperti sekarang ini, ada
ilmu agama dan ilmu umum, sehingga dari segi kualitas intelektual secara umum
umat Islam jauh tertinggal dari umat yang lain. Hal ini barang kali merupakan
salah satu akibat sempitnya pandangan umat terhadap ilmu pengetahuan yang
dikotomi seperti itu.
3.3.      Metode pendidikan Islam.
Pandangan Al-Ghazali secara spesifik berbicara tentang metode barang
kali tidak ditemukan namun secara umum ditemukan dalam karya-karyanya.
Metode pendidikan agama menurut Al-Ghazali pada prinsipnya dimulai dengan
hafalan dan pemahaman, kemudian dilanjutkan dengan keyakinan dan
pembenaran setelah itu penegakkan dalil-dalil dan keterangan yang menunjang
penguatan akidah
Pendidikan agama kenyataanya lebih sulit dibandingkan dengan
pendidikan lainnya karena, pendidikan agama menyangkut masalah perasaan dan
menitik beratkan pada pembentukan kepribadian murid. Oleh karena itu usaha Al-
Ghazali untuk menerapkan konsep pendidikannya dalam bidang agama dengan
menanamkan akidah sedini mungkin dinilai tepat. Menurut Al-Ghazali bahwa
kebenaran akal atau rasio bersufat sempurna maka agama, bagi murid dijadikan
pembimbing akal.
Dari uraian singkat diatas dapat dipahami bahwa makna sebenarnya dari
metode pendidikan lebih luas daripada apa yang telah dikemukakan diatas.
Aplikasi metode pendidikan secara tepat guna tidak hanya dilakukan pada saat
berlangsungnya proses pendidikan saja, melainkan lebih dari itu, membina dan
melatih fisik dan psikis guru itu sendiri sebagai pelaksana dari penggunaan
metode pendidikan. Nana Sudjana dan Daeng Arifin mengemukakan bahwa
proses kependidikan akan terjalin dengan baik manakala antara pendidik dan anak
didik terjalin interaksi yang komunikatif.
Dengan demikian prinsip-prinsip penggunaan yang tepat sebagaimana
diungkapkan oleh imam Al-Ghazali memiliki relevansi dan koherensi dengan
pemikiran nilai-nilai pendidikan kontemporer pada masa kini. Hal ini berarti
bahwa nilai-nilai kependidikan yang digunakan oleh imam Al-Ghazali dapat
diterapkan dalam dunia pendidikan dalam dunia global.
BAB IV
KESIMPULAN

Berdasarkan uraian diatas berikut ini akan dikemukakan beberapa


kesimpulan sebagai berikut:
a.       Keutuhan pribadi Al-Ghazali dapat diketahui dengan memahami hasil karyanya
disemua bidang dan disiplin ilmu yang telah diselaminya dan bukan pada satu segi
saja misalnya segi tasawuf, dengan deniukian kesan Al-Ghazali hanya sebagai sufi
yang skeptis, hanya bergerak dibidang ruhani dan perasaan jiwa.
c.       Pendidikan Islam menurut imam Al-Ghazali adalah sarana perekayasaan social
bagi umat Islam yang berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah untuk menuju
kesempurnaan hidup manusia hingga mencapai insane kamil yang bertujuan
mendekatkan diri kepada Allah dan kesempurnaan manusia yang bertujuan meraih
kebahagiaan didunia dan diakhirat kelak. Pencapaian lesempurnaan hidup melalui
proses pendidikan juga merupakan tujuan dari pendidikan Islam itu sendiri.
d.      Materi pendidikan isalam menurut al-Ghazali yang berdasarkan al-Quran dan as-
Sunnah ialah berisiskan berbagai ilmu pengetahuan sebagai sarana yang
menghubungkan hamba dengan Tuhannya, sehingga ia mendekatkan diri secara
kualitatif kepada-Nya. Dan dengan begitu sipenuntut ilmu dapat mencapai
kebahagiaan didunia dan akhirat kelak.
DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam: Seri Kajian Filsafat
Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2000).
Ahmad Daudy, Kuliah Filsafat Islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1989).
Al-Ghazali, Mutiara (Bandung: Mizan, 2003).
Chairul Anwar, Reformasi Pemikiran (epistemologi pemikiran Al-Ghozali),
(Bandar Lampung: 2007).
M. Amin Abdullah, Antara Al-Ghazali dan Kant: Filsafat Etika Islam, (Bandung:
Mizan, 2002).
Mahmud, PemikiranPendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2011).
Nurcholish Madjid, et.al., Ensiklopedia Islam Untuk Pelajar, (Jakarta: PT Ichtiar
Baru Van Hoeve, 2001).
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis dan
Praktis,  (Jakarta: Ciputat Pers, 2002).

Anda mungkin juga menyukai