Anda di halaman 1dari 14

KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK IBNU MISKAWAIH DAN

IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Pemikiran Pendidikan Islam
Dosen Pengampu: Jamil Abdul Aziz, M.A.

Disusun oleh:

Muhammad Ghiffari Arifin 21.13.10282


Maulana Abdul Malik 21.13.10258
Abdul Rasyid 21.13.10268
Abdillah Farros Widad 21.13.10263

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS PTIQ JAKARTA
2024 M/1445
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpah kan rahmat-Nya berupa
kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini bisa selesai pada waktunya.
Yang telah memberikan nikmat kesehatan berupa jasmani dan rohani sehingga
kita masih tetap bisa menikmati indahnya alam ciptaan-Nya. Tak lupa pula
sholawat dan salam marilah kita hadiahkan kepada baginda Agung Muhammad
SAW yang akan memberikan syafaat hari akhir kelak Aamiin Yaa Rabbal
Aalamiin.
Makalah ini memuat tentang "KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK
IBNU MISKAWAIH DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN” pada
mata kuliah Filsafat Pemikiran Pendidikan Islam. Kami mengucapkan terimakasih
kepada Dosen Pengampu Bapak Jamil Abdul Aziz, MA yang telah memberikan
dukungan agar dapat menyelesaikan makalah ini.
Terimakasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah
memberikan ide-ide sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.
Akhir kata kami ucapkan terimakasih atas pembaca yang berkenan membaca
tulisan ini. Semoga makalah ini bermanfaat dan dapat memberikan wawasan yang
lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan
kekurangan.

Jakarta, 06 Maret 2024

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................1

DAFTAR ISI...................................................................................................2

BAB I...............................................................................................................2

PENDAHULUAN...........................................................................................2

Latar belakang..............................................................................................2

Rumusan Masalah........................................................................................3

Tujuan Penulisan..........................................................................................3

BAB II..............................................................................................................4

PEMBAHASAN.............................................................................................4

Biografi Ibnu Miskawaih.............................................................................4

Konsep Pendidikan Akhlak menurut Ibnu Miskawaih............................5

Relevansi Pemikiran Pendidikan Akhlak Ibnu Miskawaih dengan


Pendidikan Saat Ini......................................................................................9

BAB III..........................................................................................................11

PENUTUP.....................................................................................................11

A. Kesimpulan............................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................12

ii
BAB I

PENDAHULUAN
Latar belakang
Pendidikan bertujuan untuk membentuk pribadi yang berkualitas, baik
jasmani maupun rohani. Secara konseptual pendidikan mempunyai peran strategis
dalam membentuk anak didik menjadi manusia berkualitas, tidak saja berkualitas
dalam aspek skill, kognitif, afektif, tetapi juga aspek spiritual. Hal ini
membuktikan pendidikan mempunyai andil besar dalam mengarahkan anak didik
mengembankan diri berdasarkan potensi dan bakatnya. Melalui pendidikan anak
memungkinkan menjadi pribadi shaleh, pribadi berkulitas secara skill, kognitif,
dan spiritual. 1
Pada kenyataannya, pendidikan belum mampu mencapai tujuan yang
diinginkan. Perilaku-perilaku tidak terpuji masih banyak terjadi di masyarakat,
dari mulai merebaknya penggunaan narkoba, asusila, pelanggaran HAM,
pembunuhan, penganiayaan, minimnya kejujuran, dan lain sebagainya.
Etika atau akhlak menjadi sesuatu yang sangat penting bagi kelangsungan
hidup berbangsa dan bernegara. Dengan etika, watak bangsa yang berkarakter dan
memiliki jati diri akan terbentuk, pada endingnya negara tersebut akan dihargai
dan diperhitungkan oleh bangsa manapun di dunia ini.
Islam memberikan perhatian yang sangat besar terhadap etika atau akhlak.
Hal ini dapat dilihat secara historis maupun teologis dalam ajaran Islam itu
sendiri. Begitu banyak intelektual muslim yang telah membahas akhlak secara
2
filosofis. diantaranya adalah Abu Bakar ArRazi, Ibnu Miskawaih, Al Ghazali,
dan lain sebagainya.
Filosof Islam terbesar yang memberikan perhatian khusus mengenai
filsafat etika adalah Ibnu Miskawaih, walaupun menurut para ahli filsafatnya itu
1
Istighfarotur Rahmaniyah, Pendidikan Etika: Konsep Jiwa dan Etika Perspektif Ibnu
Miskawaih dalam kontribusinya di Bidang Pendidikan, (Malang UIN Malang Press, 2010), hal. 2.
2
Ar Razi lahir di Kots Ray, dekat Teheran, Iran pada 1 Sya’ban 251 H/865 M. Ibnu
Miskawaih juga berasal dari Kota Ray, lahir pada 330H/941 M. Sedangkan Al Ghazali lahir di
Gaza, Thul, Khursan, Iran pada 450H/1058 M. Lihat Sirajjudin Zar, Filsafat Islam: Filosof dan
Filsafatnya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007).

2
merupakan sintesis dari berbagai pandangan, terutama dari filsafat etika Yunani
(Plato, Aristoteles, dan Gulen) dan unsur-unsur etika Islam. 3 Walaupun demikian,
usahanya sangat berhasil dalam melakukan harmonisasi antara pemikiran filsafat
dan pemikiran Islam, terutama dalam bidang akhlak sampai beliau dijuluki
sebagai Bapak Etika Islam. Ia juga dijuluki sebagai guru ketiga (al-Mu'allim al-
Tsalits) setelah Al Farabi yang dijuluki Guru Kedua (al-Mu'allim al Tsani), dan
Aristoteles sebagai Guru Pertama (al- Mu'allim al-Awal). 4

Rumusan Masalah.

1. Bagaimana Biografi Ibnu Miskawaih?

2. Bagaimana Konsep Pendidikan Akhlak Menurut Ibnu Miskawaih?

3. Bagaimana Relevansi Pemikiran Pendidikan Akhlak Ibnu Miskawaih


dengan Pendidikan Saat Ini?
Tujuan Penulisan.

1. Untuk mengetahui Biografi Ibnu Miskawaih.

2. Untuk mengetahui Konsep Pendidikan Akhlak Menurut Ibnu Miskawaih.

3. Untuk mengetahui Relevansi Pemikiran Pendidikan Akhlak Ibnu


Miskawaih dengan Pendidikan Saat Ini.

3
Istighfarotur Rahmaniyah, Pendidikan Etika..., hal. 110.
4
A. Mustafa, Filsafat Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), hal. 168.

3
BAB II

PEMBAHASAN
Biografi Ibnu Miskawaih

Ibnu Miskawaih adalah filosof Muslim yang hidup antara tahun 330-421
5
H/ 94-1030 M. Nama lengkapnya Abu Ali Ahmad Ibnu Muhammad ibnu
Miskawaih. la lahir di Ray dan mengais ilmu di Baghdad, dan wafat di Isfahan.
Setelah menjelajahi berbagai macam ilmu pengetahuan, ia akhirnya memusatkan
6
diri pada kajian sejarah dan etika. Ia belajar sejarah, terutama Tarikh Ath-
Thabari kepada Abu Bakr Ahmad ibn Kamil Al-Qadhi (350 H/ 960 M). Belajar
ilmu-ilmu filsafat kepada Ibn Al-Khammar, mufassir kenamaan karya-karya
Aristoteles, dan belajar kimia dari Abu Al-Thayyib al-Razi. 7

Dilihat dari tahun lahir dan wafatnya, Ibnu Maskawaih hidup pada masa
pemerintahan Bani Abbas yang berada di bawah pengaruh Bani Buwaih. Puncak
prestasi atau zaman keemasan kekuasaan Bani Buwaih adalah pada masa ‘Adhud
Ad Daulah yang berkuasa dari tahun 367 hingga 372 H. Pada masa inilah Ibn
Miskawaih muncul sebagai seorang Filosof, tabib, ilmuwan dan pujangga. Tetapi
disamping itu, ada hal yang tidak menyenangkan hatinya yaitu kemerosotan moral
yang melanda masyarakat. Oleh karena itu, agaknya ia lalu tertarik untuk menitik
beratkan perhatiaannya pada bidang etika Islam.8

Ibnu Miskawaih seorang penganut Syiah. Indikasi ini didasarkan pada


pengabdiannya kepada sultan dan wazir-wazir Syiah dalam masa pemerintahan
9
Bani Buwaihi (320-448 H). Ketika Sultan Ahmad Adud Al-Daulah memegang
tampuk pemerintahan, ia menduduki jabatan yang penting seperti diangkat
5
Mengenai tahun kelahirannya para penulis berbeda pendapat. M. M. Syarif
menyebutkan tahun 320 H/932 M, Margoliouth menyebutkan 330 H/941 M, dan Abdul Aziz Izzat
menyebutkan tahun 325 H. Sedangkan wafatnya semuanya sepakat 9 Shafar 421/16 Februari 1030.
Lihat Ahmad Azhar Basyir, Miskawaih: Riwayat Hidup dan Pemikiran Filsafatnya, (Yogyakarta:
Nur Cahaya, 1983), hal. 1.
6
Amroeni Djarat, Filsafat Islam: Buat Yang Pengen Tahu, (Jakarta: Erlangga, 2011), hal.
42.
7
MM. Syarif, Para Filosof Muslim, (Bandung: Mizan, 1992), hal. 83.
8
Ahmad Azhar Basyir,
9
Ahmad Azhar Basyir, Miskawaih: Riwayat Hidup..., hal. 1.

4
menjadi Khazin, penjaga perpustakaan yang besar dan bendahara Negara. 10

Riwayat pendidikan Ibnu Miskawaih tidak diketahui dengan jelas. Ia tidak


menulis otobiografinya, dan para penulis riwayat hidupnya pun tidak memberikan
gambaran yang jelas mengenai hal ini. Namun demikian, dapat diduga ia tidak
berbeda dari kebiasaan anak menuntut ilmu pada masanya. Perkembangan Ibnu
11
Miskawaih terutama sekali diperoleh dengan cara banyak membaca buku,
terutama disaat memperoleh kepercayaan menguasai perpustakaan Ibn Al-Amid,
Menteri Rukn al-Daulah, juga akhirnya memperoleh kepercayaan sebagai
bendaharawan Adud al-Daulah. 12 Ia menjadi pustakawan puluhan tahun lamanya.

Miskawaih tidak hanya dikenal sebagai seorang pemikir, tetapi juga


sebagai penulis yang produktif. Beberapa karya tulisnya, yaitu:

1. Al -Fauz al-Akbar

2. Uns Al-Farid

3. Tartib Al-Sa’adat

4. Jawidan Khairad

5. Al-Jami’

6. Tahzib al-Akhlaq

7. Al-Jawab Fi Al-Masa’il Al-Salas


Konsep Pendidikan Akhlak menurut Ibnu Miskawaih

1. Hakikat manusia
Ibnu Miskawaih memandang manusia sebagai makhluk yang memiliki
macam-macam jiwa. Ia berpendapat bahwa manusia terdiri dari tiga jiwa, yaitu

10
Sirajuddin Zar, Filsafat Islam..., hal. 128.
11
Pengetahuan Ibnu Miskawaih yang amat menonjol dari hasil banyak membaca buku
ialah tentang sejarah, filsafat dan sastra. Hingga saat ini namanya dikenal terutama sekali dalam
keahliannya sebagai sejarawan dan filosof. Sebagai filosof, ia memperoleh sebutan Bapak Etika
Islam, karena Ibnu Miskawaihi-lah yang mula-mula mengemukakan teori etika dan sekaligus
menulis buku tentang etika.
12
Ahmad Azhar Basyir, Miskawaih ..., hal. 4.

5
jiwa bernafsu (an-nafs al- bathiniyat) sebagai jiwa terendah, jiwa berani (an-nafs
al- ghadabiyat) sebagai jiwa pertengahan, dan jiwa berfikir (an-nafs an-natiqoh)
sebagai jiwa tertinggi. Etika jiwa ini merupakan unsur ruhani manusia. Unsur
ruhani berupa an-nafs al bahi’iat dan an-nafs al-hadhabiat berasal dari unsur
materi, sedangkan an-nafshan natit berasal dari ruh Tuhan. kedua unsur dari
materi akan hancur bersama hancurnya badan dan unsur dari Tuhan tidak akan
mengalami kehancuran. 13
Selain materi tersebut, Ibnu Miskawaih juga membuat klasifiasi jiwa ke
dalam tiga materi yang lain, pertama, an-nafs al Bathiniah (jiwa binatang dan
buruk), kedua, an-nafs al sabu‟iyah (jiwa biatan buas sedan), ketiga, annafs
nati‟qiyah (jiwa cerdas an ulia). Keutamaan jiwa cerdas ini memiliki sifat adil,
bahagia, harga diri, berani, pemurah, benar, dan cinta. Sedangkan sifat buruk dari
jiwa memiliki tingkah laku sebaliknya yaitu pengecut, penipu, hina dina. 14
Substansi atau hal yang paling berharga (penting) dari manusia yakni
mempunyai aktivitas yang khas (khusus). Dimana memang hanya manusialah
yang melakukannya. Hal ini yang bisa membedakan manusia dengan binatang
pada umumnya.

2. Konsep Pendidikan akhlak.


15
Akhlak dalam KBBI diartikan sebagai budi pekerti atau kelakuan.
Akhlak adalah sikap/ sifat/ keadaan jiwa yang mendorong untuk melakukan suatu
perbuatan (baik/ buruk), yang dilakukan dengan mudah, tanpa dipikir dan di
renungkan terlebih dahulu dalam pemahaman ini, perbuatan itu dilihat dari
pangkalnya, yaitu motif atau niat. Ibnu Miskawaih dalam kitabnya Tahżibul
16
Akhlaq mendefinisikan: “Khulq adalah keadaan jiwa atau kemantapan yang
mendorong sesuatu perbuatan tanpa dipikirkan dan dipertimbangkan”.
Dalam kitab tersebut, ia menegaskan bahwa akhlak adalah suatu keadaan

13
Maftuhin, Filsafat Islam, hal. 162.
14
Yoesoef Sou’yb, Pemikiran Islam Merubah Dunia,(Jakarta: Firma Madju,
1934), hal. 122.
15
Setiawan Ebta, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi iii, KBBI Offline Versi 1.1, 2010
16
Ibn Miskawaih, Tahzib Al-Akhlak Ibn Miskawaih, (Beirut: Dar al-Kutub al-Alamiyah,
1985), hal. 25.

6
jiwa dan keadaan ini menyebabkan jiwa bertindak tanpa dipikir dan
dipertimbangkan terlebih dahulu. Ia membagi asal keadaan jiwa ini menjadi dua
jenis, yaitu alamiah dan bertolak dari watak, dan tercipta melalui kebiasaan dan
latihan.
Menurutnya, akhlak itu alami sifatnya, namun akhlak juga dapat berubah
cepat atau lambat melalui disiplin serta nasehat- nasehat yang mulia. Pada
mulanya, keadaan ini terjadi karena dipertimbangkan dan dipikirkan, namun
kemudian melalui praktik terus menerus akan menjadi akhlak. keutamaan dan
kemuliaan bukanlah sesuatu yang bersifat alami, melainkan harus diusahakan.
Berdasarkan kitab Tahdzib al-Akhlak Ibnu Miskawaih, setidaknya ada tiga
tujuan pendidikan akhlak. Pertama. Mencetak tingkah laku manusia yang baik,
sehingga manusia itu dapat berperilaku terpuji dan sempurna sesuai dengan
hakikatnya sebagai manusia. Kedua. Mengangkat manusia dari derajat yang
paling tercela, derajat yang dikutuk oleh Allah SWT. Ketiga, Mengarahkan
manusia menjadi manusia yang sempurna (al-insân al-kâmil). Dalam konteks ini,
tujuan pendidikan akhlak anak usia dini adalah menumbuhkan dan
membentukperilaku mulia dalam diri anak agar dapat menjadi manusia sempurna,
sehingga anak dapat menjadi manusia mulia di hadapan Allah SWT.
Ibnu Miskawaih mengatakan bahwa tujuan pendidikan akhlak adalah
terwujudnya sikap batin yang mampu mendorong manusia secara spontan untuk
melakukan tingkah laku yang baik, sehingga ia berprilaku terpuji, mencapai
kesempurnaan sesuai dengan substansinya sebagai manusia, dan memperoleh
kebahagiaan (as-sa’adah) yang sejati dan sempurna. 17
Pendidikan akhlak yang ditawarkan Ibnu Miskawaih adalah bertujuan
mendorong manusia untuk bertingkah laku yang baik guna mencapai kebahagiaan
(as-sa’adah). Jadi, menurutnya orang yang berakhlak mulia adalah orang yang
bahagia. Orang yang baik adalah orang yang selaras pikiran dan perbuatannya
ketika melakukan perbuatan baik.

3. Pokok Pendidikan Akhlak.

17
Ibn Miskawaih, Tahzib Al-Akhlak Ibn Miskawaih, hal. 30-31.

7
Pokok-pokok pemikiran Ibnu Maskawaih dalam menanamkan pendidikan
karakter Islami antara lain terlihat dalam pemikirannya. Karakter-karakter tersebut
antara lain yaitu:

a. Kebijaksanaan

b. Keberanian

c. Menjaga Kesucian atau menahan diri

d. Keadilan

e. Cinta dan persahabatan

4. Pendidikan dan peserta didik

Pendidik dan anak didik mendapat perhatian khusus dari Ibn Miskawaih.
Menurutnya, orang tua tetap merupakan pendidik yang pertama bagi anak-
anaknya karena peran yang demikian besar dari orang tua dalam kegiatan
pendidikan, maka perlu adanya hubungan yang harmonis antara orang tua dan
anak yang didasarkan pada cinta kasih.
Seorang guru menurut Ibn Miskawaih dianggap lebih berperan dalam
mendidik kejiwaan muridnya dalam mencapai kejiwaan sejati. Guru sebagai orang
yang dimuliakan dan kebaikan yang diberikannya adalah kebaikan illahi. Adapun
yang dimaksud guru oleh Ibn Miskawaih adalah bukan dalam arti guru formal
karena jabatan, tetapi guru biasa memiliki berbagai persyaratan antara lain: bisa
dipercaya, pandai, dicintai, sejarah hidupnya tidak tercemar di masyarakat, dan
menjadi cermin atau panutan, dan bahkan harus lebih mulia dari orang yang
dididiknya.

5. Metode Pendidikan Akhlak.


Penyelenggaraan pendidikan harus berlangsung tidak saja proses
pemindahan ilmu (transfer of knowledge) akan tetapi harus pula terdapat proses
penanaman nilai-nilai. Definisi metode yang digunakan dalam topik ini identik
dengan cara, karena fungsinya sebagai pelancar terjadinya proses pendidikan, dan

8
cara yang harus dilakukan. Ada beberapa metode pendidikan yang dikemukakan
oleh Ibnu Miskawaih, di antaranya:

a. Pemahaman agama.

b. Pergaulan

c. Pembiasaan

d. Pujian

Relevansi Pemikiran Pendidikan Akhlak Ibnu Miskawaih dengan


Pendidikan Saat Ini
Pendidikan karakter menurut Ibnu Miskawaih bisa diterapkan dengan
menggunakan strategi secara makro maupun mikro, karena sifat atau nilai-nilai
kemanusian yang melekat dalam pemikiran etika Ibnu Maskawaih, misalnya
manusia memang harus bijaksana, berani, mengendalikan diri dan adil. Kelima
nilai/karakter tersebut sebelumnya menjadi bagian dengan integral dari karakter
universal manusia, dan karakter itu juga berlaku bagi orang Indonesia, yang
mayoritas beragama Islam. Bisa dianggap bahwa lima karekter tersebut
merupakan pilar-pilar utama bagi pembentukan karakter manusia seutuhnya.
Tampaknya nilai-nilai universal tersebut juga dikembangkan dalam pendidikan
karakter yang sedang menjadi titik tekan pendidikan di Indonesia dewasa ini. 18
Ibnu Miskawaih dalam konsep karakternya menekankan aspek kejiwaan
dan agama untuk meningkatkan kualitas karakter seseorang. Letak pentingnya
ilmu kejiwaan dalam dunia pendidikan sudah lama disadari oleh ahli pendidikan
modern. Dalam pendidikan modern dikenal ilmu Psikologi Pendidikan dengan
pelbagai varian metodenya. Di Indonesia, khususnya tahun 2014 pendekatan
pendidikan yang digunakan juga difokuskan pada pendidikan karakter. Tetapi,
pengetahuan pendidik pada ilmu psikologi pendidikan masih sangat minim,
apalagi mengharapkan mereka mengaplikasikannya pada saat mendidik. Dalam
18
Zainal Abidin, “Konsep Pendidikan Karakter Islam Menurut Ibnu Maskawaih
Dan Implikasinya Bagi Pendidikan Karakter Di Indonesia”, Jurnal Tapis Vol. 14, No. 02,
(2014), hal. 282.

9
hal ini, terlihat bahwa Ibnu Miskawaih termasuk salah satu perintis pendidikan
dengan pendekatan kejiwaan, disamping Aristoteles dan lain sebagainya.
Ibnu Miskawaih sangat menekankan metode pembiasaan dalam
pengembangan karakter, karena karakter baik bisa diusahakan secara terus
menerus. Hal itu bisa ditempuh dengan melibatkan lingkungan sekitar baik teman,
orang tua maupun pendidik. Upaya penguatan karakter di Indonesia dikenal
dengan gerakan PPK (Penguatan Pendidikan Karakter). PPK adalah gerakan
19
pendidikan dibawah tanggung jawab satuan pendidikan untuk memperkuat
karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan
olah raga dengan pelibatan dan kerja sama antara satuan pendidikan, keluarga,
dan masyarakat sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM).
Ibnu Miskawaih menyatakan bahwa untuk mencapai akhlak terpuji harus
melalui usaha atau pembiasaan. Pembiasaan dan latihan tersebut akan membentuk
sikap pada diri anak, yang lambat laun sikap tersebut akan kuat dan akhirnya tidak
dapat dipengaruhi oleh hal-hal lain. Dalam tahap pembiasaan perlu juga didukung
oleh penciptaan situasi yang kondusif. Aktualisasi diri bagi tiap-tiap individu
sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya. Karena itu, perwujudan nilai
dalam praktek kehidupan sehari-hari dalam rangka penciptaan situasi yang
kondusif akan mempermudah tercapainya kecakapan jasmaniah dan rohani.

19
Satuan Pendidikan Adalah Kelompok Layanan Pendidikan Yang
Menyelenggarakan Pendidikan Pada Jalur Formal, Nonformal, Dan Informal Pada Setiap
Jenjang Dan Jenis Pendidikan. (Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun
2017 Tentang Penguatan Pendidikan Karakter Pasal 1 Nomor 5).

10
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Karakter Islam menjadi perhatian utama para pemikir klasik Islam, atau
para filosof Muslim era klasik, terutama Ibnu Maskawaih. Ini mengindikasikan
bahwa masalah karakter menjadi bagian terpenting dalam proses pendidikan sejak
dulu, dan tampaknya trend pendidikan karakter kembali menjadi perhatian para
pakar pendidikan bahwa pengembangan etika atau karakter tidak bisa dipisahkan
dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pendidikan karakter menjadi sentral bagi pelaksanaan pendidikan, karena
pendidikan karakter merupakan asas dasar bagi manusia untuk berinteraksi
dengan Sang Pencipta (hablun minallah) maupun dengan sesama manusia (hablun
min al-nas). Karakter seseorang bertumbuh dan terbentuk dalam kelompok, anak
sejak kecilnya membutuhkan sekelompok orang yang memperhatikannya.
Konsep pendidikan Ibnu Miskawaih tampak sejalan dengan upaya
pengembangan karakter bangsa Indonesia dewasa ini. Aktualisasi pendidikan
karakter menurut Ibnu Maskawaih di Indonesia dapat ditumbuh kembangkan
sejak pendidikan dini, dimana peranan para pendidik (guru) atau orang tua sangat
besar dalam pembinaan karakter peserta didik atau anak didiknya. Terlebih
dahulu, para pendidik harus memahami hakikat kejiwaan anak-anak, lalu mulai
mengajarkan, menanamkan dan membiasakan akhlak mulia dalam diri
mereka.supaya mempunyai sifat-sifat yang baik sebagaimana digambarkan dalam
kosep akhlak al- karimah (mulia) yang menjadi dambaan setiap manusia.

11
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Azhar Basyir, Miskawaih: Riwayat Hidup dan Pemikiran Filsafatnya,
(Yogyakarta: Nur Cahaya, 1983)
Amroeni Djarat, Filsafat Islam: Buat Yang Pengen Tahu, (Jakarta: Erlangga, 2011)
Sirajjudin Zar, Filsafat Islam: Filosof dan Filsafatnya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2007).

Ibn Miskawaih, Tahzib Al-Akhlak Ibn Miskawaih, (Beirut: Dar al-Kutub al-Alamiyah,
1985)
Istighfarotur Rahmaniyah, Pendidikan Etika: Konsep Jiwa dan Etika Perspektif Ibnu
Miskawaih dalam kontribusinya di Bidang Pendidikan, (Malang UIN Malang
Press, 2010)
Setiawan Ebta, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi iii, KBBI Offline Versi 1.1, 2010
Yoesoef Sou’yb, Pemikiran Islam Merubah Dunia,(Jakarta: Firma Madju, 1934)
Zainal Abidin, “Konsep Pendidikan Karakter Islam Menurut Ibnu Maskawaih Dan
Implikasinya Bagi Pendidikan Karakter Di Indonesia”, Jurnal Tapis Vol. 14,
No. 02, (2014).
Maftuhin, Filsafat Islam
MM. Syarif, Para Filosof Muslim, (Bandung: Mizan, 1992)
Mustafa, Filsafat Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2007)

12

Anda mungkin juga menyukai