Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Studi Integrasi Islam dan Sains
(Filsafat Ilmu)
Dosen Pengampu:
Oleh:
NIM : 200101220003
2021
KATA PENGANTAR
Dengan menghaturkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas karunia dan
rahmat-Nya, kami dapat menyusun makalah yang berjudul “Hierarki Ilmu Osman
Bakar” dengan lancar.
Harapan saya adalah makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca untuk
menambah wawasan dan pengetahuan tentang studi integrasi islam dan sains.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dengan
keterbatasan yang kami miliki. Kritik dan saran dari pembaca akan kami terima
dengan tangan terbuka demi perbaikan dan penyempurnaan makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ............................................................................................. 23
B. Saran ....................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 25
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemikiran tentang integrasi atau islamisasi ilmu pengetahuan dewasa ini
yang dilakukan oleh kalangan intelekrual muslim, tidak lepas dari kesadaran
beragama. Secara totalitas ditengah ramainya dunia global yang sarat dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan sebuah konsep bahwa umat
islam akan maju dan dapat menyusul orang-orang barat apabila mampu
mentransformasikan dan menyerap secara aktual terhadap ilmu pengetahuan
dalam rangka memahami wahyu, atau mampu memahami wahyu dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan.
Proses islamisasi ilmu pengetahuan tidak lain adalah proses pengembalian
atau pemurnian ilmu pengetahuan yang ada kepada konsep yang hakiki yaitu
tauhid, kesatuan makna kebenaran dan kesatuan sumber. Dari ketiga proses
inilah kemudian diturunkan aksiologi(tujuan), epistemologi (metodologi), dan
ontologi (obyek) ilmu pengetahuan.
Baik dalam konteks global maupun nasional, diskursus islamisasi
pengetahuan atau integrasi ilmu pengetahuan berhubungan erat dengan upaya
memajukan kehidupan Muslim melalui jalur ilmu pengetahuan, pendidikan, dan
kebudayaan. Proyek islamisasi pengetahuan berupaya menggali kembali
kekayaan ilmu pengetahuan, lalu menampilkannya dalam kehidupan
kontemporer sebagai cara hidup yang beradab dan bermartabat, dan terkadang
untuk menghadapi superioritas “Barat”. Menurut Fazlur Rahman, islamisasi
pengetahuan bertujuan memberikan nilai moral pada pengembangan dan
penggunaan ilmu pengetahuan. Hal ini karena masalah utama ilmu pengetahuan
modern (yang berkembang di Barat) adalah terabaikannya nilai-nilai moral
sehingga ilmu pengetahuan justru menciptakan kehancuran bagi
manusia.1 Karenanya, menggali kekayaan ilmu pengetahuan dan kebudayaan
Islam yang hidup di wilayah-wilayah Muslim menjadi penting dilakukan.
1
Fazlur Rahman, “Islamization of Knowledge: A Response” Islamic Studies, Vol. 50, No.
3/4 2011 pp. 449-457 sumber: http://www.jstor.org/stable/41932607 diakses pada 05-04-2021
07:15
1
Diskursus yang dikembangkan pada umumnya meliputi konsepsi pengetahuan,
nilai-nilai pengetahuan, metode dan epistemologi pengetahuan, sistem
pengetahuan, cabang-cabang ilmu pengetahuan, struktur pengetahuan,
kebudayaan, peradaban; seni, bahasa, lembaga pendidikan dan lainnya.
Dalam struktur diskursus “islamiasasi pengetahuan”, “konsepsi
pengetahuan dalam Islam” merupakan tema sentral bagi sub-diskursus lainnya.
Pengkajian konsep pengetahuan Islam pada umumnya dimulai dengan
mengeksplorasi “objek-objek pengetahuan” yang menjadi topik diskusi para
filosof Muslim-klasik seperti Al-Farabi (951 M.), Ibnu Sina (1037 M.) dan Al-
Ghazali (1111 M.). Hubungan “konsep pengetahuan Islam” dengan “objek-
objek pengetahuan islami” inilah yang kemudian melahirkan “klasifikasi ilmu
pengetahuan dalam Islam”. “Klasifikasi ilmu pengetahuan Islam” dibahas
secara utuh oleh Osman Bakar dalam karyanya, Classification Of Knowledge
In Islam; A Study In Islamic Philosophis Of Science (1998). Buku ini mencoba
mengeksplorasi model-model pengelompokkan ilmu pengetahuan dalam
pandangan para filosof Muslim. Tiga filosof yang diangkat oleh buku ini
mewakili era dan tradisi pemikiran yang berbeda; al-Farabi, al-Ghazali dan al-
Shirazi. Makalah ini akan berupaya mendeskripsikan temuan Osman Bakar
dalam eksplorasinya terhadap mod\el-model klasifikasi ilmu pengetahuan
dalam filsafat Islam Klasik.
Makalah ini disusun dalam beberapa bagian. Bagian pertama mengulas
biografi Osman Bakar. Kedua, konsep klasifikasi ilmu model al-Farabi dan al-
Ghazali, Ketiga, pemikiran Osman Bakar yang konsen pada tauhid dan sains.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi Osman Bakar?
2. Bagaimana konsep Hierarki ilmu Osman Bakar?
3. Bagaimana pemikiran Osman Bakar tentang hubungan tauhid dan sains?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui biografi Osman Bakar.
2. Untuk mengetahui konsep Hierarki ilmu Osman Bakar.
2
3. Untuk mengetahui pemikiran Osman Bakar tentang hubungan tauhid dan
sains.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2
http://www.cis-ca.org/voices/b/bakar.htm
4
Civilization in Islam, menurut Osman, memiliki dampak terbesar pada
pemikiran filosofis. Sangat jelas bahwa ia sudah menganut banyak pandangan
intelektual Nasr tentang agama, filsafat dan ilmu pengetahuan. Sebagai hasil
dari pencariannya terhadap kecenderungan intelektual baru dan beberapa
keadaan yang menekan, Osman mengakhiri studi doktor dalam matematika, lalu
pulang ke National University of Malaysia pada bulan Oktober 1973 dan
menjadi dosen di Departemen Matematika.3
Pada bulan Oktober 1981, Osman pergi ke Temple University, Philadelphia
untuk melanjutkan studi doktornya dalam filsafat Islam tentang ilmu
pengetahuan di bawah pengawasan Sayyed Hoesin Nasr. Dia
menulis Classification of the Sciences in Islamic Intellectual History: A Study
in Islamic Philosophies of Science yang telah diterbitkan dengan
judul Classification of Knowledge in Islam. Edisi Malaysia pertama kali
diterbitkan pada tahun 1992, dan edisi Inggris pada tahun 1997. Buku ini telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan Persia. Setelah memperoleh gelar
PhD, Osman dipromosikan menjadi Associate Professor pada tahun 1989, dan
Profesor pada tahun 1992 sebagai ahli dalam bidang Filsafat Ilmu. Dari Juli
sampai Desember 1992, dia terlibat dalam program Fulbright Visiting Scholar
di Departemen Sejarah Ilmu Pengetahuan, Harvard University di mana dia
melakukan penelitian tentang Matematika dalam Budaya Muslim.4
Selama 25 tahun terakhir, Osman telah memiliki kontribusi besar dalam
mempopulerkan “ilmu pengetahuan Islam” dan wacana intelektual “agama dan
ilmu pengetahuan”, dan turut andil dalam memajukan studi lintas budaya,
sejarah dan filsafat ilmu. Kontribusi intelektualnya memiliki dampak, tidak
hanya di negerinya sendiri, Malaysia, tetapi juga di berbagai belahan dunia
Muslim. Dia adalah pendiri utama Islamic Academy of Science, yang didirikan
pada tahun 1977. Dia adalah yang Sekretaris Jenderal pertama (1977-1981), dan
kemudian menjadi Presiden lembaga tersebut (1987-1992). Di antara tujuan
dari Academy adalah untuk mempromosikan studi dan penelitian tentang
“agama dan ilmu pengetahuan”, khususnya dari sudut pandang Islam.5
3
http://www.cis-ca.org/voices/b/bakar.htm
4
http://www.cis-ca.org/voices/b/bakar.htm
5
http://www.cis-ca.org/voices/b/bakar.htm
5
Karya-karyanya cukup melimpah. Di antaranya;6
6
http://www.cis-ca.org/voices/b/bakar.htm
6
10. 1994. “Knowledge of Divine Unity (tawhid) on the Basis of
Scientific Knowledge,” Ismail Ibrahim & Mohd Sahri
Abdul Rahman (eds.), Knowledge and Excellence in
Islamic Perspective, Institute of Islamic Understanding
(IKIM), Kuala Lumpur, pp. 1-9.
11. 1993 “Science in Islamic Perspective,” in Azizan Baharuddin
(ed.), Malay Students and Science Education, Academy
of Malay Studies Monograph (Cendekia), University of
Malaya, Kuala Lumpur, no. 2, pp. 8-24. (in Malay)
12. 1991 “The Unity of Science and Spiritual Knowledge: The
Islamic Experience,” in R. Ravindra (ed.), Science and
Spirit, International Cultural Foundation, New York, pp.
87-101.
13. 1991 “Spiritual Traditions and Science and Technology,” in
ALIRAN, The Human Being: Perspectives from Different
Spiritual Traditions, ALIRAN, Kuala Lumpur, pp. 140-
155.
14. 1984 “The Question of Methodology in Islamic Science,” in
Rais Ahmad & S. Naseem Ahmad (eds.), Quest for New
Science: Selected Papers of a Seminar, Center for Studies
on Science, Aligarh (India), pp. 91-109.
15. 1979 “The Role of Science Education in the Spiritual
Development of Man,” in PKPIM
Collection: Symposium on Islamic Education, National
Union of Muslim Students of Malaysia (PKPIM), Kuala
Lumpur, pp. 119-135.
Jurnal
16. 1996 “Truth and Wisdom in a Holistic Concept of
Knowledge,” Pemikir, no. 3, Jan-March 1996, pp. 100-
112. (in Malay)
17. 1994 “The Common Philosophical Foundation of Traditional
Medicines,” Sophia, Winter 1994, no. 6, pp. 1-4.
18. 1993 “Symbol and Archetype: A Study of the Meaning of
Existence: A Review Article,” Studies in Tradition,
2:1(Jan-March 1993), pp. 62-78.
19. 1991 “Atomistic Conception of Nature in Ash’arite
Theology,” Iqbal Review, 32:3 (October 1991), pp. 19-44.
7
20. 1990 “The Philosophy of Islamic Medicine and Its Relevance
to the Modern World,” MAAS Journal of Islamic Science,
6:1 (Jan-June 1990), pp. 39-58.
21. 1990 “Designing a Sound Syllabus for Courses on Philosophy
of Applied and Engineering Sciences in a 21st Century
Islamic University,” Muslim Education Quarterly, 7:3
(Spring 1990), pp. 19-25.
22. 1988 “The Influence of Islamic Science on Medieval Christian
Conceptions of Nature,” MAAS Journal of Islamic
Science, 4:1 (Jan-June 1988), pp. 25-43.
23. 1986 “Islam and Bioethics,” Greek Orthodox Theological
Review, 3:2 (1986), pp. 157-179.
24. 1986 “The Meaning and Significance of Doubt in al-
Ghazzali’s Philosophy,” The Islamic Quarterly, 30:1
(1986), pp. 20-31.
25. 1985 “Umar Khayyam’s Criticism of Euclid’s Theory of
Parallels,” MAAS Journal of Islamic Science, 1:2 (July
1985), pp. 9-18.
26. 1984 “The Question of Methodology in Islamic
Science,” Muslim Education Quarterly, 2:1 (Autumn
1984), pp. 16-30.
27. 1984 “Ibn Sina’s Methodological Approach Toward the Study
of Nature in His Oriental Philosophy,” Hamdard
Islamicus, vol. VII, no. 2 (Summer 1984), pp. 33-49.
8
B. Hierarki Ilmu Osman Bakar
Osman Bakar mengawali debutnya dalam “islamisasi pengetahuan” setelah
membaca karya Sayyed Hosein Nasr. Beruntungnya, pada tahun berikutnya, dia
mendapatkan kesempatan belajar langsung kepada Nasr dalam program
doktoralnya. Klasifikasi pengetahuan menjadi topik pokok proyek disertasinya.
Dalam disertasinya, dia mengkaji model-model pengklasifikasian ilmu dalam
sejarah Islam klasik. Osman Bakar mengangkat tiga model pengklasifikasian
pengetahuan. Pertama, klasifikasi pengetahuan yang dikembangkan oleh al-
Farabi yang dipandang mewakili gaya Aristotelian. Kedua, klasifikasi
pengetahuan yang dirancang oleh al-Ghazali. Ketiga, klasifikasi pengetahuan
yang dirancang oleh Quthb Al Din Al- Syirazi.
Sebelum memasuki model-model pengklasifikasian pengetahuan, Osman
Bakar terlebih dahulu merumuskan pandangan dasar yang menjadi fondasi
klasifikasi pengetahuan dalam tradisi filsafat Islam klasik. Bahwa, baik Al-
Farabi, Al- Ghazali maupun Quthb Al-Din Al-Syrazi merupakan filosof muslim
yang memiliki karakter islam dalam melihat realitas. Karakter Islam ini
mempengaruhi cara-pandang mereka terhadap objek-objek pengetahuan,
bentuk-bentuk pengetahuan dan juga klasifikasinya. Gagasan filosofis yang
mendominasi pemikiran mereka merupakan perspektif intelektual tertantu yang
dimiliki dan dianut oleh banyak pemikir.
Dalam diskursus Islamisasi pengetahuan, teori-teori mengenai “cara-
pandang”, “paradigma” dan “world-view” hampir selalu digunakan. Dalam
pandangan Osman Bakar, “paradigma pengetahuan” ini kemudian
membedakan klasifikasi pengetahuan model filosof-filosof Yunani kuno.
Implikasi dari “paradigma”-Islam adalah dimasukkannya objek-objek, bentuk-
bentuk, dan sumber-sumber pengetahuan religius. Para pemikir islamisasi
pengetahuan selalu berangkat dari teori wahyu (theory of revelation), yang
kemudian dilanjutkan pada peneguhan eksistensi teori kenabian (nubuwwah),
dan produk-produk teori kenabian seperti kitab suci, praktik keberagamaan, dan
ilmu-ilmu yang berhubungan dengannya. Dari sinilah kemudian, sistem ilmu
pengetahuan agama (baca: ‘ulum al-din) dihubungkan dengan ilmu-ilmu
empiris, ilmu-ilmu rasional, dan ilmu-ilmu sosial. Jadilah sebuah bangunan
9
ilmu pengetahuan yang dipandang holistik yang meliputi seluruh realitas yang
mungkin diakses manusia. Baik dalam al-Farabi, al-Ghazali maupun Quthb Al
Din Al- Syirazi ilmu-ilmu empiris diklasifikasikan bersama ilmu-ilmu berbasis
wahyu seperti fiqh dan kalam. Kedua jenis pengetahuan tersebut, dalam
pandangan para pemikir islamisasi pengetahuan, diakui oleh para pemikir
Muslim klasik seperti al-Farabi dan al-Ghazali dan Quthb Al Din Al- Syirazi.
Ini berbeda dengan sistem pengetahuan modern yang menolak memasukkan
pengetahuan religius dalam kerangka ilmu pengetahuan.
Osman Bakar mendasarkan klasifikasi pengetahuan model al-Farabi
merujuk kepada salah satu karya al-Farabi, yaitu Ihsha’ al-‘Ulum (kitab tentang
pembagian ilmu).7 Dalam buku ini Osman Bakar mulai menjelaskan teori
pengetahuan al-Farabi. Menurut al-Farabi, pengetahuan manusia diproduksi
dalam tiga wilayah kemampuan manusia (faculty); kemampuan merasa (the
sensitive faculty, al-hawwas al-hassah), kemampuan berimajinasi (the
imajinative faculty, al-hawwas al-batinah), dan kemampuan berfikir rasional
(the rasional faculty).
Kemampuan imajinatif manusia terdiri dari lima kemampuan dasar.
Struktur kemampuan imajinatif adalah; kemampuan merepresentasikan sesuatu
(al-quwwat al-musawwirah), kemampuan kalkulatif (al-quwwat al-wahm),
kemampuan menyimpan informasi (al-quwwat al-hafizah), kemampuan
menggabungkan seluruh kemampuan insani, dan kemampuan menggabungkan
insting hewani.8
Struktur kemampuan bernalar manusia di atas bekerja secara gradasif
(meningkat secara bertahap). Akal pada seseorang bayi bersifat potensial (‘aql
bi al-quwwah), yang disebut oleh al-Farabi dengan ‘aql al-hayuli (material
intelect). ‘Aql al-hayuli itu bersifat pasif (passive intelect), dan mulai berubah
menjadi akal produktif (‘aql bi al-fi’li, actual intellect) setelah menerimakan
gambaran bentuk-bentuk (al-surah, forms) melalui kodrat indrawi (al-hassat)
maupun kodrat imajinasi (al-mutakhayyilat). Ia pun mengolahnya menjadi
7
Osman Bakar, Hierarki Ilmu: Membangun Rangka Pikir Islamisasi Ilmu, (Bandung : Al-
Mizan, 1998), hal : 38
8
Osman Bakar, Classification of Knowledge in Islam, (Cambridge (UK): Islamic Texts
Society, 1998), hal 51
10
pengertian-pengertian (al-ma’ani, conceptions) dan pada tahap itu ia pun
berubah menjadi akal berdaya guna (‘aql al-mustafad, acquired intellect). Akal
berdaya guna itu sekedar bertindak mengolah, mencari hubungan-hubungan di
antara segala pengertian, untuk merekamkan pengetahuan (al-’ilm, knowledge)
pada perbendaharaan ingatan. Akan tetapi tahu itu sendiri menurut al-Farabi
adalah anugerah dari akal aktif (‘aql al-fa’al) yakni kodrat ilahi, sebagai akibat
dari kegiatan akal berdayaguna itu. Pengetahuan di dalam perbendaharaan
ingatan itu berpangkal pada materi dan bentuk (al-madah dan al-shurah) yang
ditangkap oleh kodrat indrawi dari alam luar. Materi itu tidak punya perwujudan
tanpa bentuk. Akan tetapi di dalam proses pemikiran senantiasa materi itu
dipisahkan dari bentuk hingga diperkirakan perwujudan materi tanpa bentuk,
yang oleh al-Farabi disebut dengan al-hayuli dan oleh Aristoteles, disebut
dengan hyule.9 Dalam konteks ini, prinsip akal bekerja ketika potensi dasar
akalnya bertemu dengan objek-objek pengetahuan; baik yang berupa realitas
empiris maupun realitas mental. Dari sini kemudian lahir sejumlah ilmu
pengetahuan. Al-Farabi mencatat, seperti disimpulkan oleh Osman Bakar, ada
cabang ilmu pengetahuan. Kelimanya adalah (1) ilmu matematika
(mathematical science), (2) ilmu alam (natural science), (3) metafisika
(metaphysics), (4) ilmu politik (metaphysics), dan (5) fiqh dan kalam
(jurisprudence and dialectical theology.
Sedangkan klasifikasi ilmu pengetahuan model Al- Ghazali berbeda dengan
model Al-Farabi sebelumnya. Osman Bakar mencatat, kajian terhadap
klasifikasi ilmu Al-Ghazali didasarkan atas dua sumber utama yaitu Ihya’
‘Ulum al-Din, dan Risalat al-Laduniyyah. Dan juga dua karya lain sebagai
penunjang yaitu: The Jewels of the Qur’an dan Mizan Al- ‘Amal. Dalam karya-
karya ini Al-Ghazali menyebutkan empat sistem klasifikasi yang berbeda:10
1. Pembagian ilmu-ilmu menjadi bagian teoritis dan praktis
2. Pembagian pengetahuan menjadi pengetahuan yang hudhuri dan
pengetahuan yang hushuli
3. Pembagian atas ilmu-ilmu religius dan intelektual
9
Ibid, hal 62-63
10
Osman Bakar, Hierarki Ilmu: Membangun Rangka Pikir Islamisasi Ilmu, (Bandung :
Al-Mizan, 1998), hal : 231
11
4. Pembagian ilmu menjadi ilmu-ilmu fardh ‘ain (wajib atas setiap invidu)
dan Fardh kifayah (wajib atas umat).
Ilmu agama (syar’iyyah, religius science) memiliki dua sub cabang ilmu
pengetahuan. Pertama, ilmu yang bersifat fundamental (ushul). Terdapat empat
sub cabang dalam bagian ini. Keempatnya adalah ilmu tauhid, ilmu kenabian
(science of prophethood), ilmu tentang alam akhirat (eschatology) dan ilmu
tentang sumber ilmu agama (science of source of religion knowledge) seperti
Alquran, sunnah, ijma dan praktik sahabat. Science of source terdiri dari dua sub
cabang ilmu. Pertama, ilmu pengantar (preludes science, muqaddimat) seperti
ilmu menulis dan seluruh cabang ilmu bahasa. Kedua, ilmu tambahan
(supplementary science, tatimmat) yang terdiri dari tiga cabang pengetahuan.
Bagian kedua dari ilmu syar’iyyah disebut cabang atau furu’. Bagian ini
tediri dari beberapa sub cabang. Cabang-cabang itu adalah sebagai berikut:
12
No. Jenis Ilmu Cabang Sub Cabang Ranting
1. syar’iyyah Ushul 1. ilmu tauhid, 1.ilmu-ilmu
2. ilmu kenabian Alquran, yang salah
(science satu cabangnya
of prophethood), adalah ilmu tafsir.
3. ilmu tentang 2. ilmu periwayatan
alam akhirat hadis
(eschatology) dan 3. ilmu biografi
4. ilmu tentang (perjalanan hidup
sumber ilmu agama Nabi saw., sahabat,
(science of source of dan pengikutnya).
religion knowledge)
Furu’ 1. Ilmu tentang kewajiban
manusia kepada Tuhan, 1. family law
2. kewajiban manusia 2. muamalah
terhadap masyarakatnya,3. jinayah
3. Ilmu yang berkaitan
dengan kewajiban
seseorang pada diri-
jiwanya
2. aqliyyah 1.
Matematik Aritmatika
2. Geometri
3. Astronomi dan
astrologi
4. Musik
Logika
1.
Fisika atau Ilmu kesehatan
2. Meteorologi
ilmu alam
3. Mineralogi
4. Alkemi
Metafisika1. Ontologi
2. Ilmu tentang hakikat
Tuhan, atribut,
aktifitasnya, dan
hubungan Tuhan dengan
alam semesta
3. Ilmu tentang materi
terkecil
4. Ilmu tentang alam gaib
(subtle world)
5. Propetologi, saintologi
dan ilmu mimpi
6. Ilmu tentang
penggunaan kekuatan
13
bumi untuk menciptakan
kekuatan supernatural
11
Nasr Hamid Abu Zaid, Mafhum al-Nash Dirasah fi ‘Ulum al-Qur’an, (tt: Haiah
Misriyyah Ammah lil Kitab, 1990), hal : 341
14
wahyu). Jika sebaliknya maka disebut ilmu-ilmu non religius (ghair
diniy).
Ilmu-ilmu religius dapat diklaifikaikan menurut dua cara yang
berbeda:
a. Klasifikasi dalam ilmu-ilmu naqliy dan ilmu-ilmu intelektual
(aqliy)
b. Klasifikasi dalam ilu tentang pokok-pokok (ushul) dan ilmu
tentang cabang-cabang (furu’)
15
Dikatakan sains Islam karena sains tersebut secara konseptual, terkait secara
orisinil dengan ajaran Islam yang fundamental, yang paling penting
diantaranya adalah ajaran Tauhid. Judul buku ini adalah Tauhid dan Sains,
karena buku ini berupaya mengungkapkan dimensi hubungan organic yang
ada antara tauhid dan sains sebagaimana yang terlihat melalui pendangan
ilmiah seorang muslim.
Esai-esai dalam buku ini mencakup empat tema utama, yaitu (1)
fondasi epistemologis sains Islam, (2) Manusia, alam, dan Tuhan dalam
sains Islam, (3)sains Islam dan Barat, (4) Islam dan sains modern. Melalui
esai-esai dalam buku ini mencoba untuk menyampaikan pesan penting
bahwa sains Islam adalah pendahulu sains modern, memiliki aspek yang
sama dengan yang terakhir, seperti dalam hal sifat rasional dan logis
bahasanya,penggunaan metode ilmiah dan eksperimental, serta karakter
internasional daripraktek organisasi. Dalam buku ini juga dijelaskan ada
perbedaan penting antara sains Islam dan sains modern. Sains Islam bersifat
ilmiah sekaligus religious dalam pengertian bahwa secara sadar didasarkan
pada prisnsip-prinsip metafisik,kosmologi, epistemologis, etis dan prinsip
moral Islam dari sudut pandang konsepsi sprirtual dan moral tentang alam.
Sains Islam mengambil tujuan dan prisnsip-prisnsip metodologis yang
berbeda dalam beberapa aspek dari pada sains modern.
Aspek lain yang pening dari esai-esai dibuku ini adalah karakter
intersisiplinernya. Isinya mengambil gabungan anatara pendekatan historis
dan filosofis terhadap kajian tentang sains Islam.
16
dalam kegiatan ilmiah tidak dapat dipisahkan dari kesadaran religious
dan spiritual.
17
menyadari keadaan jiwanya yang menyedihkan dan menjadi yakin
bahwa ia berada "dipinggir jurang dan nyaris terjatuh ke dalam api" jika
ia tidak segera memperbaiki keadaan dirinya. Didepannya kini
terhampar keputusan paling penting yang harus diambilnya dalam
hidupnya. Selama sekitar enam bulan ia tak putus-putusnya terombang
ambing antara dorongan memenuhi kehendak-kehendak duniawi dan
urusan-urusan setelah mati. Inilah krisis kepribadian Al-Ghazzali yang
kedua yang bersifat spiritual dan jauh lebih serius dari yang pertama,
karena melibatkan sebuah keputusan yang harus meninggalkan sebuah
cara hidup demi cara lain yang secara esensial berlawanan dengan yang
sebelumnya. Iya menceritakan bagaimana, pada akhirnya, ketika iya
telah sepenuhnya kehilangan kemampuan untuk membuat pilihan, tuhan
melepaskannya dari kerisis itu dengan memudahkan hatinya untuk
menarik diri dari ketertarikan pada dunia. Di jalan spiritual kaum sufi
Al-Ghazzali menemukan cahaya kepastian yang telah dicarinnya
dengan tak kenal lelah sejak kesajaran intlektualnya tentang makna
kepastian.
Oleh karena itu keraguan Al-Ghazzali yang termashur harus di
pelajari dan di pahami dari segi epistimologi islam, khususnya segi
gagasan tentang derajat-derajat keyakinan dalam sufisme islam.
Kebenaran tertinggi yang mendasari realitas objektif adalah identik
dengan” dari tertinggi” yang melatar belakangi kedirian manusia atau
kesadaran subyektif manusia. Hal ini merupakan jalan yuniversal bagi
semua pencari kebenaran, yang mana Al-Ghazzali adalah salah satu
teladan yang mengagumkan.
d. Kesatuan antara Sains dan Pengetahuan Spiritual Pengalaman
Islam
Ada sebuah kebutuhan untuk menghidupkan kembali kosmologi
tradisional di dunia moderen. Kosmologi ini memiliki pran penting
dalam setiap peroyek ususlan yang bertujuan untuk membangkitkan
kesadaran akan kesatuan sains dan pengetahuan spiritual.
Menghidupkan kembali kosmologi tradisional tidak berarti penolakan
18
atau pengabaian metode eksperiman dan perangkat-perangkat penilitian
dan penyelidikan ilmiah modern, yang telah terbukti sangat berhasil
dalm stadi kuantitatif alam semesta. Tetapi ia sangat membutuhkan
perubahan-perubahan fundamental dalam sikap modern terhadap
realitas dan pengetahuan. Penerimaan kosmologi tradisioanal membawa
konsekuensi metodologis yang hebat. Hal itu berarti metode ilmiah
modern menanggalkan klaimnya sebagai satu-satunya cara untuk
mengetahui segala sesuatu. Jalan-jalan lain yang mungkin untuk
mengetahui alam semeste perlu untuk diperkenalkan.
Sains modern harus melihat fakta historis bahwa telah ada
masyarakat dan peradaban yang mengembangkan berbagai cara untuk
mempelajari dan mengetahui alam semesta. Beragam cara untuk
mengetahui ini jangan ditafsirkan sebagai sejenis “anarki epistimologi”
seperti yang dibayangkan oleh beberapa filosof sains kontemporer.
Masyarakat dan peradapan itu telah melihat kesatuan dalam
keberagaman ini, berkat doktrin tradisional tentang hirarki dan kesatuan
dalam cara-cara mengetahui.
e. Konsepsi Atomistik tentang Alam dalam Teologi Asy’ariyyah
Gagasan atomisme memiliki sejarah yang baik dalam pemikiran
Timur maupun Barat. Ilmu kalam berakar pada perdebatan teologis dan
politis awal dikalangan umat islam mengenai masalah-masalah seperti
kebebasan berkehendak dan predestinasi, persoalan apakah Al-Qur’an
itu makhluk atau bukan, hubungan iman dengan tindakan, definisi orang
beriman, dan banyak lagi.
Dalam satu hal, Asy’ariyyah memiliki semangat spekulasi
intelektual yang independen. Tidak seperti para filosof, mereka tidak
terikat, pada mazhab filsafat Yunani tertentu. Semangat ini merupakan
hasil dari beberapa kritisme tajam terhadap fisika Aristotelian.
Akibatnya, Asy’ariyyah mampu untuk mengembangkan banyak
gagasan orisinal berkenaan dengan ilmu-ilmu alam, khusunya dalam
teori atomisme.
19
Atomisme Asy’ariyyah juga memiliki signifikan besar bagi para
sejarahwan dan filosof sains kontemporer. Hal ini karena banyak
kesamaanya dengan teori atom fisika modern. Satu konsekuensi penting
dari hal ini adalah bahwa kita didorong untuk menguji kembali beberapa
asumsi yang mendasari pandangan yang diterima saat ini mengenai
pondasi dari epistimologi dari metode ilmiah dan teori-teori ilmiah.
Karena atomisme Asy’ariyyah menyarankan pada kita adanya
kemungkinan cara lain untuk memandang dan memahami alam, yang
berbeda dari metode yang digunakan dalam sains modern, tetapi
berhasil dalam merumuskan sebuah teori atom yang terpadu yang
mempunyai beberapa aspek yang sama dengan fisika kuantum
kontemporer.
f. Pengantar kepada Filsafat Kedokteran Islam
Yang dimaksud dengan kedokteran islam adalah sistem kedokteran,
yang dikonseptualisasi dan dikembangkan oleh orang islam dari
berbagai ras, etnis, dan iklim selama lebih dari satu milenium sejak
kelahiran komunitas islam yang pertama hingga sekarang.
Menghidupkan kedokteran islam di dunia kontemporer tidak berarti
penolakan total kedokteran modern. Kedokteran islam, sebagaimana
juga aspek-aspek lain dari sistem kehidupan islam, semangatnya tak
pernah bersifat penolakan secara habis-habisan. Semangatnya adalah
semangat sintetis. Jelas bahwa banyak unsur esensial tradisional yang
baru saja kami kemukakan merupakan filsafat yang paling sesuai
dengan kepercayaan dan nilai-nilai islam.
Tetapi orang islam harus mengambil kemanfaatan maksimal dari
prestasi-prestasi yang dicapai oleh kedokteran modern dan pengetahuan
biologi dan kedokteran, serta teknologi medis, hingga bata-batas yang
memungkinkan. Dengan kata lain orang islam dewasa ini dihimbau
untuk menghasilkan sintesis baru dibidang kedokteran di dalam
kerangka kerja islam. Kami percaya bahwa pengintregrasian
pengetahuan biologi dan kedokteran yang ditemukan oleh para ilmuan
modern, sejauh pengetahuan tersebut adalah benar dan bukan sekedar
20
hipotesis atau bahkan hanya teori-teori, ke dalam kerangka filosofis
kedokteran islam adalah mungkin karena kedokteran islam bersifat
sintesis, holistik, dan ilmiah.
g. Pengaruh Sains Islam terhadap Konsepsi Kristen Abad
Pertengahan tentang Alam
Reaksi teologis terhadap rasionalisme dan filosofisme Avorroisme,
khususnya pandangan-pandangan filosofis yang secara langsung
bertentangan dengan kitab suci, iman, dan kebijakan kristiani, lebih
keras dan tajam. Nama ibn Rusyid segera menjadi sinonim dengan
pemikiran anti agama. Yang lebih menarik disini adalah reaksi itu
memperlihatkan kecenderungan meningkat untuk menggunakan
instrumen yang sama dengan yang digunakan oleh Averrois terhadap
para teolog itu sendiri, yakni rasio.
h. Kritik Umar Khayam terhadap Teori Pararel Euclid
Kajian yang membandingkan dua filsafat sains yang bebeda. Dalam
kata-kata profesor Nasr, bagi Khayyam, matematikawan abad
pertengahan, geometri Euclidean itu relavan, karena sifat simboliknya,
dengan aspek realitas fisik.
i. Islam dan Bioetika
Tidak semua pandangan muslim tentang tubuh manusia telah
disebutkan disini. Pandangan-pandangan yang telah disebutkan hanya
disinggung dengan ringkas saja. Namun, kini berharap akan
memberikan kontribusi bagi apresiasi yang lebih baik terhadap
pandangan islam tentang manusia secara umum dan tentang tubuh
manusia secara khusus. Hal ini pada giliranya akan membawa pada
apresiasi yang lebih baik terhadap fitrah dan karakteristik tanggapan
islam terhadap bioetika kontemporer karena tanggapan tersebut telah
ditentukan oleh pandangan islam tentang manusia dan tubuh manusia.
j. Tanggapan Intelektual Muslim terhadap Sains Modern
Kaum muslimin yang pertama tidak memeiliki sains, tetapi, berkat
agama islam, tumbuhlah semangat filosofis di antara mereka dan karena
semangat fiosofis ini mereka mulai membahas masalah-masalah dunia
21
dan kebutuhan manusia. Karena inilah dalam waktu singkat mereka
memperoleh semua sains dengan subyek-subyek tertentu yang mereka
terjemahkan dari orang Syaria, Persia, dan Yunani kedalam bahasa arab
pada masa mashur Davaniqi.
Kami yakin bahwa islamisasi sains modern yang dipahami dalam
respon intelektual yang paling tepat. Hanya melalui islamisasilah kaum
muslimin dapat mencapai kemajuan ilmiyah dan teknologi dan pada saat
yang sama mempertahan dan bahkan membentengi pandangan
intelektual islam tetapi juga bagi perkembangan masa depan sains
modern itu sendiri. Pada saat ini, banyak ilmuan modern yang dengan
tekun mencari paradigma baru bagi ilmu-ilmu alam. Islam bisa sekali
lagi memainkan peran universalnya untuk menyediakan bahan-bahan
pokok bagi paradigma bai inidan memecahkan berbagai masalah yang
kini menghadang sains modern tetapi Barat yang sekuler telah terbukti
mandul untuk memecahkanya. Namun, kesuksesan islamisasi sangat
tergantung pada upaya bersama dan terkoordinasi dari semua intelektual
muslim.
k. Islam, Sains dan Teknologi: Kegemilangan Masa Lalu, Kesuraman
Masa Kini dan pembentukan Masa Depan
Sejak kaum muslimin sadar akan kemunduran dan kemandegan
peradapan mereka, khususnya setelah kekalahan militer mereka serta
ketergantungan politik, ekonomi, dan budaya mereka pada tangan
kekuasaan penjajahan Barat, mereka telah berupaya untuk mengenal
akar-akar penyebabnya, menganalisis masalah-masalah yang besar dan
memberikan obat yang efektif bagi keadaan yang tidak mengenakkan
itu.
Ilmu tauhid selalu dipandang sebagai ilmu tertinggi sebagai ilmu
tertinggi dalam hirarki pengetahuan, karena ia merupakan asal usul dan
tujuan akhir semua ilmu lain. Ilmu tauhid merupakan ilmu yang
memberi makna, arah dan tujuan pada ilmu-ilmu yang lain. Ia juga
merupakan sumber kesatuan semua ilmu. Setiap ilmu yang mengklaim
22
diri sebagai islami haruslah berhubungan secara organik dengan prinsip
tauhid.
23
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Osman Bakar mengawali dunianya dengan matematika dan berakhir dengan
kecintaannya terhadap pemikiran filosofis Islam. Dia termasuk orang yang
percaya bahwa Islam memiliki karakter pengetahuan yang khas, berbeda dari
apapun yang coba dibandingkan dengannya. Sumber ide islamisasi
pengetahuannya berasal dari dua orang pemikir; Abu Hamid al-Ghazali dan
Sayyed Hosein Nasr. Berkat bimbingan Sayyed Hosein Nasr, Osman Bakar
menyelesaikan karya monumentalnya yang kemudian menjadi basis bagi ide
islamisasi pengetahuan yang dikembangkannya di kemudian hari.
Osman Bakar mengangkat tiga model pengklasifikasian pengetahuan.
Pertama, klasifikasi pengetahuan yang dikembangkan oleh al-Farabi yang
dipandang mewakili gaya Aristotelian. Kedua, klasifikasi pengetahuan yang
dirancang oleh al-Ghazali. Ketiga, klasifikasi pengetahuan yang dirancang oleh
Quthb Al Din Al- Syirazi.
Tauhid dan Sains dijelaskan dalam esai-esai yang mencakup empat tema
utama, yaitu (1) fondasi epistemologis sains Islam, (2) Manusia, alam, dan
Tuhan dalam sains Islam, (3)sains Islam dan Barat, (4) Islam dan sains modern.
Melalui esai-esai ini mencoba untuk menyampaikan pesan penting bahwa sains
Islam adalah pendahulu sains modern, memiliki aspek yang sama dengan yang
terakhir, seperti dalam hal sifat rasional dan logis bahasanya,penggunaan
metode ilmiah dan eksperimental, serta karakter internasional daripraktek
organisasi. Dalam buku ini juga dijelaskan ada perbedaan penting antara sains
Islam dan sains modern. Sains Islam bersifat ilmiah sekaligus religious dalam
pengertian bahwa secara sadar didasarkan pada prisnsip-prinsip
metafisik,kosmologi, epistemologis, etis dan prinsip moral Islam dari sudut
pandang konsepsi sprirtual dan moral tentang alam. Sains Islam mengambil
tujuan dan prisnsip-prisnsip metodologis yang berbeda dalam beberapa aspek
dari pada sains modern.
24
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Maka penulis
sangat mengharapkan kritikan yang dapat mendukung untuk lebih baiknya di
masa yang akan datang. Penulis juga menyarankan kepada pembaca, agar
membaca buku-buku yang berkaitan dengan filsafat ilmu. Hanya kepada Allah
kita memohon pertolongan dan perlindungan, semoga makalah ini bermanfaat
bagi penulis dan pembaca sekalian.
25
DAFTAR PUSTAKA
26