Anda di halaman 1dari 13

REKONSTRUKSI SAINS DALAM ISLAM

Di Susun Oleh:

Kelompok 12

1. Rizqah 215120023
2. Mahda salsa bila 215120022
3. Sry septiana abdlillah 215120021

Dosen pengampuh:

Mursyidul haq firmansyah, M.Phil.

Universitas Islam Negeri Datokarama Palu


Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Jurusan Ekonomi Syariah
Tahun Ajaran 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah swt dengan limpahan rahmat dan

hidayah–Nya sehingga kita dapat menyelesaikan makalah yang berjudul

“REKONSTRUKSI SAINS DALAM ISLAM” dengan tepat waktu. Makalah

yang kami susun di awali dengan pendahuluan yang berisi latar belakang,

rumusan masalah dan tujuan masalah, pembahasan yang berisi pokok – pokok

dari masalah dan penutup yang berisi simpulan dan saran.

Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari dengan sepenuh hati

bahwa dalam penyusunannya masih terdapat banyak kekurangan sehingga kami

mengharapkan kritikan serta saran demi perbaikan makalah ini. Kami

mengharapkan makalah ini bisa memberikan informasi, wawasan serta motivasi

bagi semua pihak terutama mahasiswa.

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................... I
DAFTAR ISI ................................................................................................................. II
BAB I 1PENDAHULUAN .............................................................................................1
A. Latar Belakang .......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................................1
C. Tujuan ....................................................................................................................1
BAB II2PEMBAHASAN ................................................................................................2
A. Awal Rekonstruksi Sains Dalam Islam.................................................................2
B. Kedudukan Sains dalam Islam .............................................................................4
C. Rekonstruksi Sains Zaman Keemasan Islam untuk Keilmuan Keislaman Kekinian
6
BAB III8PENUTUP .......................................................................................................8
A. Kesimpulan .........................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 10

II
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan paradigma ilmiah integratif sudah tentu merupakan proyek keilmuan
yang sangat besar, meski demikian, harus diakui, keberhasilan melakukan rekonstruksi
paradigma baru itu masih belum cukup, sebab masih harus didukung oleh tersedianya
metodologi yang fungsional dan efektif.

Rekonstruksi metodologi pengembangan ilmu berbasis agama mendesak untuk


dilakukan, di satu sisi untuk memberi jawaban atas keraguan akan kompetabilitasnya
dengan ilmu-ilmu keislaman, dan pada sisi yang lain membantah kekhawatiran akan
hilangnya atau terkikisnya nilai-nilai keislaman, justru dengan semakin dijalankannya
riset-riset ilmiah, atau dikembangkannya nalar ilmiah secara umum.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana rekonstruksi sains dalam islam?
2. Apa saja yang dilakukan dalam rekonstruksi sains dalam islam?
3. Metode apa saja yang dipakai dalam rekonstruksi sains islam?

C. Tujuan
Untuk mengetahui dan memahami tentang rekonstruksi sains dalam islam

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Awal Rekonstruksi Sains Dalam Islam

Perkembangan sains yang begitu pesat dan maju pada zaman keemasan tidak
terlepas dari masuk dan berkembangnya kegiatan penerjemahan secara besar-
besaran (kolektif) karya-karya monumental bangsa Yunani Klasik ke dalam bahasa
Arab yang dipelopori oleh Khalifah Harun al-Rasyid (786-809 M). Dari kegiatan-
kegiatan penerjemahan manuskrip, secara tidak langsung telah terjadi persentuhan
kultur, pemikiran dan keilmuan Islam dengan Yunani Klasik yang pada akhirnya
melahirkan peradaban Islam intelektualistik-religius yang khas ditandai dengan
munculnya para saintis muslim yang piawai di berbagai bidang keilmuan umum
(fardu kifayah) dan mahir dalam ilmu keagamaan (fardu ‘ain).1
Tinjauan pustaka dilaksanakan dengan melakukan penelusuran terhadap
bermacam-macam sumber literatur terkait, terdapat berbagai tulisan yang mengkaji
mengenai dinamika Sains dalam Pendidikan Islam pada masa keemasan (Daulah
Abbasiyah). Diantaranya yaitu tulisan Amira Bennison yang berjudul The Great
Caliphs: The Golden Age of the ‘Abbasid Empire. 2 Tulisan ini mengungkapkan
bahwa pada masa Keemasannya (Daulah Abbasiyah), kota Baghdad dikenal
sebagai pusat Renaisans ilmu pengetahuan Islam. Umat Islam masa Daulah
Abbasiyah membangun fondasi intelektual Arab pra-Islam yang diletakkan oleh
Daulah Umayyah untuk dikembangkan menjadi berbagai cabang ilmu teoretis
maupun aplikati-pengembangan. Ilmu-ilmu agama pun dikembangkan secara
optimal, sastra dan seni bergerak ke arah inovasi yang diilhami oleh gerakan
penerjemahan terhadap manuskripmanuskrip Yunani Klasik. Kemudian tulisan

1
Saintis dalam tulisan ini tidak hanya bermakna orang yang pandai dalam ilmu alam,
melainkan juga mencakup keilmuan lain seperti ilmu agama, sosial, budaya, humaniora dst. Begitu
pula dengan definisi Sains. Sains yang dimaksud ialah ilmu pengetahuan secara luas yang tidak
terbatas pada ilmu kealaman/natural science saja.
2
Amira K. Bennison, The Great Caliphs, 158-160

2
Firas Alkhateeb yang berjudul Lost Islamic History: Reclaiming Muslim
Civilisation From The Past.3
Tulisannya menyatakan bahwa pada Abad kesembilan hingga ketiga belas,
di dunia Muslim (Daulah Abbasiyah) menandai era pengembangan ilmu
pengetahuan, agama, filsafat dan budaya dalam kapasitas serta pengaruh yang yang
luar biasa bagi dunia luar. Kontribusi besar Daulah Abbasiyah bagi kebudayaan
modern yaitu sebagai jembatan antara ilmu pengetahuan zaman Yunani Klasik
dengan Renaisans Barat serta meletakkan dasar-dasar untuk dunia ilmiah modern
saat ini.
Lalu tulisan Iqbal yang berjudul Peranan Daulah Abbasiyah terhadap
Peradaban Dunia.4 Tulisan ini menguraikan bahwa Abbasiyah merupakan salah
satu Daulah besar dalam rekam jejak historis umat Islam atau yang dikenal sebagai
“Masa Keemasan Islam” dengan menjadikan Baghdad sebagai pusat pemerintahan,
pusat peradaban dan pusat pengembangan ilmu pengetahuan (Sains) bagi umat
Islam melalui kegiatan penerjemahan manuskrip-manuskrip klasik ke dalam bahasa
Arab. Selanjutnya tulisan Ahmad Asmuni yang memiliki judul Kontribusi Islam
terhadap Peradaban Barat membahas peran peradaban Islam pada masa keemasan
(Daulah Abbasiyah) yang mampu mewarnai peradaban Barat sehingga
menginspirasinya untuk membentuk model peradaban umat manusia yang maju,
visioner, dinamis dan berorientasi pada masa depan.
Dalam kacamata historis, hal ini dianggap sebagai sebuah kontribusi
peradaban Islam terhadap peradaban Barat.5 Terakhir tulisan Nunzairina berjudul
Daulah Abbasiyah: Kemajuan Peradaban Islam, Pendidikan dan Kebangkitan
Kaum Intelektual. Tulisan ini memaparkan bahwa masa Daulah Abbasiyah tata
kelola pemerintahan dan kemasyarakatannya sudah sangat maju dikarenakan
dukungan penuh penguasa dalam berbagai bidang serta berkembangnya ilmu
pengetahuan yang sangat pesat dari segenap elemen bangsa. Maka tidak
mengherankan jika Daulah Abbasiyah dinobatkan sebagai salah satu Daulah
terbaik pada sejarah umat Islam dan dunia. Dalam literatur historis Islam, Baghdad
dikenal sebagai pusat peradaban Islam, baik dalam bidang sains, kultur-
kemasyarakatan, ekonomi, perdagangan, sosial, pertahananan dan sastra. Kemajuan

3
Firas Alkhateeb, The Lost Islamic, 46- 49.
4
Iqbal, “Peranan Daulah Abbasiyah”, 269.
5
Ahmad Asmuni, “Kontribusi Islam,” 168

3
peradaban tersebut menjadikan Baghdad sebagai kota para intelektual yang
disemarakkan, tidak hanya oleh orang Arab, tapi juga bangsa Eropa, Persia, India,
Tiongkok dan Afrika turut berperan serta dalam perkembangan atmosfer keilmuan
tersebut.6
Dari fakta historis-empiris tentang perkembangan sains yang begitu semarak
pada zaman keemasan, dapat ditarik benang merah tentang keterkaitan sains pada
masa Islam ternyata memiliki ikatan yang sangat erat dengan masa Yunani Klasik,
renaisans hingga kekinian. Ikatan-ikatan itu berupa simpul peradaban dari berbagai
bangsa yang kemudian ditransmisikan dan transformasikan melalui berbagai
kegiatan penerjemahan manuskripmanuskrip klasik berbahasa asing ke dalam
bahasa Arab. Kegiatan penerjemahan secara kolektif itu tidak hanya sebatas alih
bahasa, namun juga sangat berpengaruh dalam pemikiran dan persentuhan budaya
Arab dengan bangsa lain (Yunani Klasik).

B. Kedudukan Sains dalam Islam

Ilmu pengetahuan (sains) dalam Islam memiliki posisi yang sangat urgen
dan strategis. Hal ini bisa dilihat dari literatur utama dalam Islam (al-Qur’an dan al-
Hadist) yang menyebutkan bahwa manusia yang berilmu akan diangkat derajatnya
(QS.58:11). Oleh karena itu, sains dapat dijadikan standar kualitas manusia
(QS.39:9). Selain itu, sains memiliki kedudukan tinggi dalam pandangan Islam
antara lain meliputi:7

1. Sains adalah Alat untuk Mencari Kebenaran Penggunaan akal yang


dibimbing hati akan menuntun manusia untuk senantiasa menemukan
kebenaran-kebenaran dalam hidupnya. Keyakinan akan adanya kebenaran
multak dapat dicapai oleh manusia ketika dirinya telah benar-benar
memahami seluruh alam semesta dan mengenali dirinya secara
komprehensif.Sebelum memahami alam semesta, seorang individu
sebaiknya memahami dirinya sendiri. Karena pada hakikatnya manusia ialah
alam semesta kecil (mikro kosmos) yang merupakan bagian dari alam
semesta (makro kosmos). Sehingga dengan mengenali diri sendiri

6
Nunzairina, “Daulah Abbasiyah,” 95.
7
Muhaimin & Abdul Mujib, Pemikiran, 28

4
merupakan jalan terbaik untuk menuju pada pengenalan alam semesta yang
tujuan akhirnya pengenalan kepada Tuhan yang menciptakan dirinya serta
mampu mendayagunakan segenap potensi yang dimiliki untuk
kebermanfaatan diri dan masyarakatnya. Pada akhirnya diharapkan dapat
tercipta kehidupan yang aman, damai dan sejahtera.

2. Sains sebagai Prasyarat Amal Shalih Hanya manusia yang dibimbing oleh
sains yang dapat berjalan di atas kebenaran yang pada akhirnya akan
membawa kepada sang pencipta yaitu Allah SWT (QS.35:28) serta dengan
iman dan penguasaan sains menjadikan manusia mencapai puncak
kemanusiaan yang tinggi (QS.3:28). Seorang insan yang berbuat amal shalih
tanpa didasari ilmu pengetahuan (sains) akan mendapatkan yang tidak terlalu
banyak, jika dibandingkan dengan insan yang melakukan sesuatu didasari
oleh ilmu pengetahuan (sains). Dari sini dapat dilihat bahwa ketika
seseorang yang memiliki pengetahuan akan mendapatkan banyak keutamaan
dari perbuatan yang dilakukannya.

3. Sains adalah Alat untuk Mengelola Sumber-sumber Alam guna Mendapat


Ridho Allah SWT Sains merupakan alat untuk mencapai tujuan yang
diamanatkan Allah SWT kepada makhluk-Nya yaitu menyejahterakan diri
dan sesamanya. Kesejahteraan dapat diperoleh jika manusia mengelola
sumber daya alam (natural resources) dengan mengetahui hukum-hukum
yang memung-kinkan manusia dapat mengelola dan memanfaatkan bumi
beserta seisinya dengan bijak dan santun (QS.31:10). Hal ini hanya mungkin
terjadi jika manusia tersebut berbekal sains dan iman yang pada gilirannya
tidak akan terjadi kerusakan lingkungan di berbagi tempat di segenap
belahan dunia

4. Sains sebagai Alat Pengembangan Daya Pikir Sains dapat dilihat dari dua
perspektif, yaitu sebagai produk berpikir ataupun kegiatan ilmiah dan
pengembangan daya pikir. Sebagai pengembangan daya pikir, sains
merupakan alat untuk memahami dan membiasakan diri untuk berpikir
secara sistematis dan mempertajam daya pikir manusia. Selain itu, manusia
juga dikenal sebagai makhluk yang berpikir, dari lahir sampai liang lahat.

5
Hampir semua kegiatan manusia tidak terlepas dari kegiatan berpikir.
Berpikir pada dasarnya merupakan sebuah serangkaian gerak akal dalam
mengikuti jalan pemikiran tertentu yang pada akhirnya sampai kepada
sebuah kesimpulan yang berupa ilmu pengetahuan (sains). Penggunaan akal
selalu dianjurkan oleh Allah SWT guna menghasilkan sains yang dapat
bermanfaat bagi sesamanya (QS.2:30, 39:9, 58:11).

C. Rekonstruksi Sains Zaman Keemasan Islam untuk Keilmuan


Keislaman Kekinian

Peradaban Islam mencapai puncak zaman keemasan pada masa Daulah


Abbasiyah menurut para ahli (misal Harun Nasution) dikarenakan pada masa itu
tidak ada dikotomi antara ilmu pengetahuan (sains) dan agama. Dalam al-Qur’an
juga disebutkan bahwa hubungan sains dan agama sangat dekat dan tidak ada
dikotomisasi keilmuan yang saling bersinergi satu sama lain. Umat Islam
dianjurkan untuk mentadaburi berbagai ayat al-Qur’an agar belajar dari alam
semesta (bumi dan langit) (QS.3:190-191), beberapa fakta ilmiah seperti dalam
disiplin ilmu seperti Biologi (QS.21:30, QS.6:99, QS.22:5), Psikologi (QS.23:12-
14), Ilmu Fisika (QS.24:35), Kimia (QS.57:25), Geologi (QS.79:32). Dari berbagai
ayat kauliyah tersebut mengajak kepada para umat Islam untuk melakukan aktivitas
ilmiah seperti pengamatan terhadap fenomena alam dan mengeksplorasi secara
rinci terhadap ayat-ayat kauniyah yang disemaikan di alam raya ini.
Generasi Islam masa kini perlu menghidupkan kembali gerakan dalam
bidang ilmu pengetahuan (sains) seperti melalui pengokohan landasan filosofis
keilmuan Islam yang khas dalam ranah epistemologi. Ranah epistemologi ini
antara lain meliputi sumber pengetahuan, metode dan instrumen pengetahuan.
Mengenai sumber ilmu pengetahuan dalam Islam yaitu alQur’an dan al-Hadis yang
dipahami melalui alam, rasio, dan sejarah. Metode dalam memperoleh pengetahuan
diantaranya yaitu menggunakan metode dialektik serta instrumen/alat yang
digunakan untuk memperoleh pengetahuan dalam Islam antara lain berupa indra,
akal/rasio dan hati/intuisi.8 Revolusi saintifik juga dapat digunakan dalam
merekonstruksi pendidikan Islam di era kekinian. Revolusi saintifik dilakukan
8
Murthada Mutahhari, Pengantar, 38-40

6
dengan cara proses kritis dalam mendapatkan pengetahuan terhadap fenomena
yang berupa fakta di lapangan (alam semesta) dilandasi nalar epistemologis
berbasis Islam. Krisis epistemologis yang melanda dunia pemikiran dan pendidikan
Islam bisa diatasi dengan mengubah paradigma filosofis dan pendidikan.
Pengubahan Paradigma filosofis dan pendidikan dilakukan dengan cara
medekonstruksi alat, sumber dan metode yang digunakan dalam mendapatkan
sebuah pengetahuan. Pedekonstrusian hal-hal tersebut akan sangat berpengaruh
terhadap pandangan Islam terhadap ilmu pengetahuan dan pendidikan. Pada
akhirnya proses-proses pendekonstruksian paradigma akan melahirkan paradigma
baru yang lebih sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman. Paradigma
yang dimaksud akan berbentuk paradigma yang bercorak teo-antroposentris.
Paradigma bercorak teo-antroposentris merupakan sebuah pandangan dalam
berfikir dan bertindak yang dilandasi oleh proses dialektis antara teosentrisme dan
antroposentrisme. Rekonstruksi lain yang bisa dilakukan adalah dengan mendirikan
sebuah lembaga khusus yang konsen mengkaji tentang sains dalam Islam dari
berbagai perspektif dan disiplin ilmu (pelembagaan).
Adanya kegiatan pelembagaan ini, diharapkan para saintis kontemporer bisa
berkumpul secara rutin untuk mengkaji, diskusi dan melakukan penelitian terkait
pengembangan sains dalam Islam agar dapat kembali berjaya seperti pada masa
keemasan (Daulah Abbasiyah). Sebenarnya dewasa ini, gerakan pelembagaan sains
Islam sudah ada di dunia seperti International Institut of Islamic Thought and
Civilazation (ISTAC) bertempat di Malaysia yang digagas cendekiawan muslim
Syed Muhammad Naquib Al Attas. Lembaga ini konsen mengkaji mengenai
pemikiran Islam, sains Islam dan peradaban Islam. Namun, alangkah lebih baik
jika pendirian pusat lembaga sains Islam ini perlu diperbanyak kuantitasnya,
kualitas dan pengoptimalan fungsi serta peran lembaga dalam memajukan
peradaban dan keilmuan Islam masa kekinian.

7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ilmu pengetahuan (sains) dalam Islam memiliki posisi yang sangat urgensif.
Hal ini bisa dilihat dari literatur utama dalam Islam (al-Qur’an dan al-Hadist) yang
menyebutkan bahwa insan yang berilmu akan diangkat derajatnya (QS.58:11).
Oleh karena itu, sains dapat dijadikan standar kualitas manusia (QS.39:9). Selain
itu, sains memiliki kedudukan tinggi dalam pandangan Islam antara lain: sains
adalah alat untuk mencari kebenaran, sains sebagai prasyarat amal shalih, sains
adalah alat untuk mengelola sumber-sumber alam guna mencapai ridho Allah
SWT, sains sebagai alat pengembangan daya pikir, dan sains sebagai hasil
pengembangan daya pikir.
Pemicu penunjang kemajuan sains dalam dunia Islam masa keemasan tidak
terlepas dari kegiatan penerjemahan manuskrip-manuskrip karya maestro Yunani
Klasik seperti Thales, Socrates, Plato dan Aristoteles. Manuskrip-manuskrip yang
diterjemahkan terdiri atas berbagai bahasa seperti bahasa Yunani, Suryani, Persia,
Ibrani, Qibti, India, Nibti, dan Latin. Proses transformasi sains dari Yunani Klasik
ke dalam peradaban Islam melalui pendidikan dan pengkajian terhadap manuskrip-
manuskrip Yunani Klasik yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab yang
kemudian memunculkan para filsuf dan saintis muslim yang mahir dan piawai
dalam berbagai bidang keilmuan.
Kontribusi sains Islam zaman keemasan (Daulah Abbasiyah) bagi Renaisans
Barat adalah memberikan sebuah model peradaban umat manusia ideal yang
dijiwai nilai-nilai keislaman yang dapat mendukung terwujudnya masyarakat
madani (civil society) guna tercapainya tatanan masyarakat yang sadar akan hak
dan kewajibannya sebagai bagian dari komunitas masyarakat baik dalam lingkup
kecil (lingkungan sekitar) maupun besar (bangsa). Rekonstruksi yang bisa
dilakukan untuk keilmuan keislaman kekinian adalah dengan mendirikan sebuah
lembaga khusus yang konsen mengkaji tentang sains dalam Islam dari berbagai
perspektif (pelembagaan). Adanya pelembagaan ini, diharapkan para saintis
kontemporer bisa berkumpul secara rutin untuk mengkaji, diskusi dan melakukan

8
riset terkait pengembangan sains dalam Islam agar dapat kembali berjaya seperti
pada masa keemasan (Daulah Abbasiyah).

9
DAFTAR PUSTAKA

muslih, M. (2017). Rekonstruksi Metodologi Pengembangan berbasis agama. KALAM,


267-268.

Wibowo, T. (2021). Dinamika Sains dalam Islam pada Masa Keemasan (Daulah
Abbasiyah): . jurnal kebudayaan dan sejarah islam, 52-55,59-60.

10

Anda mungkin juga menyukai