KELOMPOK 1
DOSEN PENGAMPU:
DISUSUN OLEH:
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang, atas terselesaikan makalah ini. Tak lupa sholawat serta salam
tetap tercurahkan kepada junjungan kita Baginda Nabi Muhammad SAW. Beserta
seluruh keluarga, para sahabat, dan para pengikut beliau yang setia hingga akhir
zaman.
Kami menyadari selaku manusia biasa yang tak luput dari kesalahan,
karena memang salah datangnya dari saya manusia dan kebenaran hanya milik-
Nya Allah SWT. Maka dari itu kami sangat mohon maaf apabila ada kekurangan
dalam makalah ini, kami juga menerima apabila ada kritik dan saran dari bapak.
Saya berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Aamiin aamiin
yaa Robbal `Alamiin.
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Filsafat Islam..................................................................................................1
1.2 Sejarah............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................6
2.1 Definisi Pendidikan Filsafat Islam.................................................................6
2.2 Mengenal Teori Pendidikan Filsafat Islam....................................................6
2.3 Perbedaan Antara Teori Pendidikan dan Teori Pendidikan Filsafat Islam....8
2.4 Kritik Islam Terhadap Teori Pendidikan........................................................8
2.4.1 Perenialisme.............................................................................................8
2.4.2 Esensialisme............................................................................................9
2.4.3 Progresivisme..........................................................................................9
2.4.4 Pendidikan Kritis...................................................................................10
BAB III PENUTUP..............................................................................................11
3.1 Kesimpulan...................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................12
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
verifikasi". Ketertarikan dalam kajian filsafat Islam dapat dikatakan mulai hidup
kembali saat berlangsungnya pergerakan Al-Nahda pada akhir abad ke-19 di
Timur Tengah yang kemudian berlanjut hingga kini. Beberapa tokoh yang
dianggap berpengaruh dalam kajian filsafat Islam kontemporer diantaranya
Muhammad Iqbal, Fazlur Rahman, Syed Muhammad Naquib al-Attas, dan Buya
Hamka.
1.2 Sejarah
Secara historis, perkembangan filsafat dalam Islam dapat dikatakan
dimulai oleh pengaruh kebudayaan Hellenis, yang terjadi akibat bertemunya
kebudayaan Timur (Persia) dan kebudayaan Barat (Yunani). Pengaruh ini dimulai
ketika Iskandar Agung (Alexander the Great) yang merupakan salah satu murid
dari Aristoteles berhasil menduduki wilayah Persia pada 331 SM. Alkulturasi
kebudayaan ini mengakibatkan munculnya benih-benih kajian filsafat dalam
masyarakat Muslim di kemudian hari. Penerjemahan literatur-literatur keilmuan
dari Yunani dan budaya lainnya ke dalam bahasa Arab secara besar-besaran pada
era Bani Abbasiyah (750-1250an M) dapat dikatakan memberi pengaruh terbesar
terhadap kemunculan dan perkembangan kajian filsafat Islam klasik. Peristiwa
tersebut kemudian menjadikan periode ini sebagai zaman keemasan dalam
peradaban Islam. Ini sekaligus menunjukan keterbukaan umat Muslim terhadap
berbagai pandangan yang berkembang saat itu, baik dari para penganut keyakinan
monoteis lainnya, seperti kaum Yahudi yang mendapat posisi penting saat itu di
negeri-negeri Islam (Ravertz, 2004: 20), hingga kaum Pagan, yang terlihat dari
ketertarikan umat Muslim terhadap literatur bangsa Yunani Kuno yang mana
sering diidentikan dengan ritual-ritual Paganisme.
2
yang kemudian mempengaruhi semakin diusungnya integrasi antara akal dan
wahyu sebagai landasan epistemologis yang berpengaruh pada karakter
perkembangan ilmu pengetahuan dalam dunia Islam. Kondisi tersebut
memunculkan semakin banyaknya cabang-cabang keilmuan dalam dunia Islam,
yang tidak hanya bersifat teosentris dengan merujuk pada dalil-dalil Al-Qur'an
dan Al-Hadits sebagai sumber kebenarannya oleh para Mutakalim (ahli kalam),
tetapi juga bersifat antroposentris dengan rasio dan pengalaman empiris manusia
sebagai landasannya tanpa menegasikan dalil dalam Al-Qur'an dan Al-Hadits.
Pada periode ini, dunia Islam menghasilkan banyak filsuf, teolog, sekaligus
ilmuwan ternama seperti Ibnu Sina, Al-Farabi, Al-Kindi, Al-Ghazali, dan Ibnu
Rusyd. Kajian filsafat Islam di periode ini umumnya mengkaji lebih lanjut
pandangan-pandangan perguruan filsafat peripatetik di Eropa seperti logika,
metafisika, filsafat alam, dan etika, sehingga periode ini disebut juga sebagai
periode peripatetik dari kajian filsafat Islam (Islamic/Arabic peripatetic school).
Pasca kematian Ibn Rusyd pada abad ke-12 M, kajian-kajian peripatetik dalam
filsafat Islam mulai meredup.
Sejarah telah membuktikan bahwa berkat Islam-lah maka filsafat itu dapat
berkembang dengan baik dan mempunyai kedudukan yang terhormat dalam dunia
ilmu pengetahuan, dan Islam pulalah sesungguhnya yang menyelamatkan filsafat
Yunani dari saat-saat hampir tenggelamnya. Perintah agama untuk berfilsafat ini
berdasarkan pada dua argumen; Pertama, aktifitas filsafat adalah memperhatikan
(memikirkan) alam semesta. Dengan memikirkan semesta maka akan mengetahui
Tuhan yang menciptakannya. Jika pengetahuan tentang ciptaan dapat diraih
dengan sempurna, maka pengetahuan akan Tuhan juga akan lebih sempurna.
Kedua, dalam Al-Quran banyak ayat yang menyeru umat Islam supaya
mendayagunakan akal pikirnya. Kata-kata atau pernyataan yang dipakai dalam
Al-Quran untuk menggambarkan perbuatan berpikir bukan hanya kata äqalah
tetapi antara lain kata-kata seperti pada ayat-ayat berikut:
3
a) Nazara, yaitu melihat secara abstrak, dalam arti berpikir dan merenung.
seperti ayat berikut:
Terjemahnya:
Terjemahnya:
Maka Apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati
mereka terkunci? (Q.S. Muhammad/47: 24)
c) Tafakkara; yaitu berpikir secara mendalam:
Terjemahnya:
…dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa
yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-
tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir. (Q.S. al-
Jatsiyah/45:13).
d) ‘Aqala; menggunakan akal atau rasio. Di dalam Al-Quran tidak kurang dari
50 ayat yang berbicara tentang pemakaian akal yang merupakan bagian
4
integral dari pengembangan ilmu pengetahuan sebagai bagian dari filsafat,
misalnya:
Terjemahnya:
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
proses belajar mengajar jelas dapat dikaikan dengan toeri pendidikan atau ketika
menyusun mata kurikulum serta planing proses belajar mengajar ini berpusat
kepada teori pendidikan. Dengan berdasarkan pengembangan teori, praktik
Pendidikan saat ini telah mengalami banyak perkembangan. Hal ini terjadi tidak
lain karena peran dan sumbangsih para ulama dan tokoh agama dalam
mengembangkan dan memajukan proses pendidikan. Sistem pendidikan telah
banyak memiliki warna baru atas terciptaya berbagai macam teori pendidikan,
Dalam mengembangkan teori pendidikan, telah mengalami berbagai macam
pergeseran metode serta teknik dalam pembelajaran, hal ini didasari karena dalam
proses pembelajaran haruslah melihat dan mengikuti perkembangan zaman.
Contohnya dalam pembelajaran tidak hanya menggunakan teknik guru mengajari
dengan metode ceramah saja, namun seiring berkembangnya zaman, metode lain
dapat dijadikan opsi yaitu menjadikan murid sebagai fokus yang dapat
menentukan hasil pembelajarn. Contoh diatas merupakan teori yang mengembang
yang dinamakan teori behaviorisme yang mana Jika hal diatas dilakukan, maka
sangat memungkinkan akan terbentuknya rasa dalam peserta didik, karena merek
diberikan ruang untuk berekspresi sebebas apapun yang mereka inginkan,
disamping itu guru terus mendampingi muridnya sebagai orang yang menfasilitasi
peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung.
7
2.3 Perbedaan Antara Teori Pendidikan dan Teori Pendidikan Filsafat Islam
Dalam pengertian umum teori yaitu pendapat. Namun dalam pengertian
khusus teori sendiri hanya digunakan dalam lingkungan sains, dan disini ia
disebut dengan teori ilmiah. Teori Pendidikan Islam mempunyai corak dan nuansa
yang berbeda dengan teori pendidikan sebagaimana yang berlaku di barat Dr.
Abdurrachman Saleh Abdullah yang mengemukakan argumentasi dan contohnya
sebagai berikut : “Apa yang dikatakan oleh Hirst dan Peters tentang teori
pendidikan, tidak boleh diakui sebagai teori pendidikan Islam tanpa
memperlihatkan perbedaan-perbedaan yang luas antara masyarakat Islam dan
masyarakat barat”. Teori pendidikan Islam harus bersumber dari Al-Qur’an.
Karena itu, implikasinya tidak dapat berubah-ubah bagi pemikir sederhana karena
hasilnya adalah manusia sendiri yang membuatnya. Dan jika demikian, maka teori
Pendidikan Islam dapat dikatakan bisa berubah ubah secara kondisional dan
situasional.
8
Islam berfungsi sebagai upaya melestarikan dan mempertahankan nilai-nilai
Ilahiyah dan Insaniyah juga kebiasaan dan tradisi masyarakat salaf (era kenabian
dan sahabat), karena mereka dipandang sebagai masyarakat ideal.
2.4.2 Esensialisme
Esensialisme yaitu merupakan suatu filsafat pendidikan konservatif yang
pada mulanya dirumuskan sebagai suatu kritik pada trend-trend progresif
disekolah-sekolah. Esensialisme didasari atas pandangan humanisme yang
merupakan reaksi terhadap hidup yang mengarah pada keduniawian, serba ilmiah
dan materialistic. Aliran esensialisme banyak diterapkan di beberapa lembaga
pendidikan Islam di Indonesia yang khususnya seperti pondok pesantren salaf.
Dan aliran ini mengacu pada ajaran empat madzhab dan ulama pada era klasik,
yang sehingga cocok diterapkan di Indonesia yang mayoritas umat Islamnya
bermadzhab sunni.
2.4.3 Progresivisme
Progresivisme didalam pandangannya selalu berhubungan dengan
pengertian “the liberal road to culture” yang kata liberal dimaksudkan sebagai
fleksibel (lentur dan tidak kaku). Bersikap toleran dan terbuka. Progresivisme juga
identik dengan experimentalisme yang berarti aliran ini menyadari dan
mempraktekan bahwa eksperimen (percobaan ilmiah) yaitu alat utama untuk
menguji kebenaran suatu teori dan suatu ilmu pengetahuan. Aliran ini juga
terbukti dapat membangun era kuno menjadi era modern seperti era saat ini.
Perkembangan ilmu pengetahuan semakin pesat dan arus komunikasi juga
semakin mudah, karena semua ini adalah efek dari progresivisme. Tujuan
pendidikan Islam dalam aliran ini diorientasikan pada upaya memberikan
ketrampilan-ketrampilan dan alat-alat kepada peserta didik yang juga dapat
dipergunakan untuk berinteraksi dengan lingkungan yang selalu berada dalam
proses perubahan sehingga bersifat dinamis dalam menghadapi dan merespon
tuntutan dan kebutuhan lingkungannya.
9
2.4.4 Pendidikan Kritis
Dalam dunia pendidikan, di era sekitar tahun 1960-an, muncul lah pemikir
pendidikan yang mengusung teori pendidikan kritis. Teori pendidikan kritis pada
dasarnya sangat dipengaruhi oleh teori kritis yang dibangun dalam ranah ilmu
sosial dan filsafat oleh kalangan mazhab Frankfurt. Pendidikan kritis adalah
pendidikan yang berusaha menciptakan ruang untuk mengidentifikasi dan
menganalisis segenap potensi yang dimiliki oleh peserta didik secara bebas dan
kritis untuk mewujudkan proses transformasi social. Dan teori kritis mulai
bergerak lebih jauh lagi, yaitu dengan mengkritik berbagai khasanah ilmu
pengetahuan yang menurut mereka sudah tidak bersifat kritis lagi, karena tidak
mampu lagi melihat adanya dehumanisasi atau alienasi dalam proses modernisasi
yang sementara berjalan, sehingga ilmu pengetahuan manusia hanya berfungsi
untuk mempertahankan status quo. Teori kritis juga mengusung jargon-jargon
kebebasan dan kritik konstruktif terhadap ilmu pengetahuan dan sistem sosial
yang dominan. Teori kritis mengkritik teori (paradigma) pendidikan yang ada
(konservatif dan liberal). Teori kritis juga mewarnai paradigma baru dalam
pendidikan yang diyakini mampu memberdayakan generasi mendatang serta
mampu menghidupkan generasi untuk menghadapi era milenium baru saat ini.
Dari sinilah kemudian terinspirasi lahirnya paradigma baru dalam teori
pendidikan, yang disebut dengan paradigma pendidikan kritis.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Filsafat dianggap dapat membawa kepada kebenaran, maka Islam
mengakui bahwa selain kebenaran hakiki, masih ada lagi kebenaran yang tidak
bersifat absolute, yaitu kebenaran yang dicapai sebagai hasil usaha akal budi
manusia. Akal adalah anugrah dari Allah SWT kepada manusia, maka sewajarnya
kalau akal mampu pula mencapai kebenaran, kendatipun kebenaran yang
dicapainya itu hanyalah dalam taraf yang relatif. Oleh sebab itu kalau kebenaran
yang relative itu tidak bertentangan dengan ajaran Islam (Al-Qur’an dan Hadist)
maka kebenaran itu dapat saja digunakan dalam kehidupan ini.
11
DAFTAR PUSTAKA
Febrianingrum, K. 2020, Makalah Filsafat Islam.
http://eprints.umsida.ac.id/7585/1/Makalah-Filsafat-B1-Teori
%20Pendidikan%20Islam.pdf.pdf. Diakses pada tanggal 12 Januari 2022
12