Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH FILSAFAT ISLAM

KELOMPOK 1

DOSEN PENGAMPU:

Ahmad Mastun P, S.Pd I., M.Pd I

DISUSUN OLEH:

Afifah Retno Sari (1903003)

Liana Rachmawati (1903017)

Pramadito Rahmatullah (1903023)

Rapi Setia Wiguna (1903026)

JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA

POLITEKNIK NEGERI INDRAMAYU

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang, atas terselesaikan makalah ini. Tak lupa sholawat serta salam
tetap tercurahkan kepada junjungan kita Baginda Nabi Muhammad SAW. Beserta
seluruh keluarga, para sahabat, dan para pengikut beliau yang setia hingga akhir
zaman.

Alhamdulillah wa Syukurillah atas berkat Rahmat, Inayah dan Hidayah-


Nya, kami dapat menyelesaikan tugas makalah Filsafat Islam. Dengan
terselesaikannya pembuatan makalah ini tak lupa kami ucapkan terima kasih
kepada Bapak Ahmad Mastun P, S.Pd I., M.Pd I selaku dosen yang telah
memberikan pengarahan dan koreksi sehingga makalah ini dapat diselesaikan
sesuai waktu yang telah ditentukan. Kami juga sangat berterimakasih kepada
teman-teman kelas yang telah berpartisipasi dan memberikan motivasinya hingga
terselesaikannya makalah ini.

Kami menyadari selaku manusia biasa yang tak luput dari kesalahan,
karena memang salah datangnya dari saya manusia dan kebenaran hanya milik-
Nya Allah SWT. Maka dari itu kami sangat mohon maaf apabila ada kekurangan
dalam makalah ini, kami juga menerima apabila ada kritik dan saran dari bapak.
Saya berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Aamiin aamiin
yaa Robbal `Alamiin.

Indramayu, 17 Januari 2022

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Filsafat Islam..................................................................................................1
1.2 Sejarah............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................6
2.1 Definisi Pendidikan Filsafat Islam.................................................................6
2.2 Mengenal Teori Pendidikan Filsafat Islam....................................................6
2.3 Perbedaan Antara Teori Pendidikan dan Teori Pendidikan Filsafat Islam....8
2.4 Kritik Islam Terhadap Teori Pendidikan........................................................8
2.4.1 Perenialisme.............................................................................................8
2.4.2 Esensialisme............................................................................................9
2.4.3 Progresivisme..........................................................................................9
2.4.4 Pendidikan Kritis...................................................................................10
BAB III PENUTUP..............................................................................................11
3.1 Kesimpulan...................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Filsafat Islam


Filsafat Islam juga sering disebut filsafat Arab dan filsafat Muslim
merupakan suatu kajian sistematis terhadap kehidupan, alam semesta, etika,
moralitas, pengetahuan, pemikiran, dan gagasan politik yang dilakukan di dalam
dunia Islam atau peradaban umat Muslim dan berhubungan dengan ajaran-ajaran
Islam. Dalam Islam, terdapat dua istilah yang erat kaitannya dengan pengertian
filsafat— falsafa (secara harfiah "filsafat") yang merujuk pada kajian filosofi,
ilmu pengetahuan alam dan logika, dan Kalam (secara harfiah berarti "berbicara")
yang merujuk pada kajian teologi keagamaan.

Merujuk pada periodisasi yang dicetuskan Harun Nasution, perkembangan


kajian filsafat Islam dapat dibagi ke dalam tiga periode yaitu periode klasik,
periode pertengahan,dan periode modern. Periode klasik dari filsafat Islam
diperhitungkan sejak wafatnya Nabi Muhammad hingga pertengahan abad ke 13,
yaitu antara 650-1250 M. Periode selanjutnya disebut periode pertengahan yakni
antara kurun tahun 1250-1800 M. Periode terakhir yaitu periode modern atau
kontemporer berlangsung sejak kurun tahun 1800an hingga saat ini.

Aktifitas yang berhubungan dengan kajian filsafat Islam kemudian mulai


berkurang pascakematian Ibnu Rusyd pada abad ke-12 M. Terdapat banyak
pendapat yang menganggap Al-Ghazali sebagai sosok utama dibalik kemunduran
kajian filsafat Islam. Gagasan-gagasan Al-Ghazali yang diterbitkan dalam
bukunya Tahafut al-Falasifa dipandang sebagai pelopor lahirnya kalangan Islam
konservatif yang menolak kajian filsafat dalam Islam. Buku ini memuat kritik
terhadap kajian filsafat yang ditawarkan oleh filsuf seperti Ibnu Sina dan Al-
Farabi yang dianggap mulai menjauhi nilai-nilai keislaman. Namun, pandangan
ini kemudian menjadi perdebatan dikarenakan Al-Ghazali juga dikenal secara luas
oleh pemikir-pemikir Islam sebagai seorang filsuf. Bahkan, dalam pendahuluan di
buku tersebut Al-Ghazali menuliskan bahwasannya, kaum fundamentalis adalah
"kaum yang beriman lewat contekan, yang menerima kebohongan tanpa

1
verifikasi". Ketertarikan dalam kajian filsafat Islam dapat dikatakan mulai hidup
kembali saat berlangsungnya pergerakan Al-Nahda pada akhir abad ke-19 di
Timur Tengah yang kemudian berlanjut hingga kini. Beberapa tokoh yang
dianggap berpengaruh dalam kajian filsafat Islam kontemporer diantaranya
Muhammad Iqbal, Fazlur Rahman, Syed Muhammad Naquib al-Attas, dan Buya
Hamka.

1.2 Sejarah
Secara historis, perkembangan filsafat dalam Islam dapat dikatakan
dimulai oleh pengaruh kebudayaan Hellenis, yang terjadi akibat bertemunya
kebudayaan Timur (Persia) dan kebudayaan Barat (Yunani). Pengaruh ini dimulai
ketika Iskandar Agung (Alexander the Great) yang merupakan salah satu murid
dari Aristoteles berhasil menduduki wilayah Persia pada 331 SM. Alkulturasi
kebudayaan ini mengakibatkan munculnya benih-benih kajian filsafat dalam
masyarakat Muslim di kemudian hari. Penerjemahan literatur-literatur keilmuan
dari Yunani dan budaya lainnya ke dalam bahasa Arab secara besar-besaran pada
era Bani Abbasiyah (750-1250an M) dapat dikatakan memberi pengaruh terbesar
terhadap kemunculan dan perkembangan kajian filsafat Islam klasik. Peristiwa
tersebut kemudian menjadikan periode ini sebagai zaman keemasan dalam
peradaban Islam. Ini sekaligus menunjukan keterbukaan umat Muslim terhadap
berbagai pandangan yang berkembang saat itu, baik dari para penganut keyakinan
monoteis lainnya, seperti kaum Yahudi yang mendapat posisi penting saat itu di
negeri-negeri Islam (Ravertz, 2004: 20), hingga kaum Pagan, yang terlihat dari
ketertarikan umat Muslim terhadap literatur bangsa Yunani Kuno yang mana
sering diidentikan dengan ritual-ritual Paganisme.

Keterbukaan dan ketertarikan umat Islam terhadap literatur-literatur ilmu


pengetahuan dari budaya lain diyakini telah membawa pengaruh besar terhadap
perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan, terutama terhadap perkembangan
filsafat dan ilmu pengetahuan yang di kemudian hari berkembang lebih lanjut
pada Abad Pencerahan di Eropa. Dunia pemikiran Islam kemudian semakin
terfokus pada pendamaian antara filsafat dan agama ataupun akal dan wahyu,

2
yang kemudian mempengaruhi semakin diusungnya integrasi antara akal dan
wahyu sebagai landasan epistemologis yang berpengaruh pada karakter
perkembangan ilmu pengetahuan dalam dunia Islam. Kondisi tersebut
memunculkan semakin banyaknya cabang-cabang keilmuan dalam dunia Islam,
yang tidak hanya bersifat teosentris dengan merujuk pada dalil-dalil Al-Qur'an
dan Al-Hadits sebagai sumber kebenarannya oleh para Mutakalim (ahli kalam),
tetapi juga bersifat antroposentris dengan rasio dan pengalaman empiris manusia
sebagai landasannya tanpa menegasikan dalil dalam Al-Qur'an dan Al-Hadits.
Pada periode ini, dunia Islam menghasilkan banyak filsuf, teolog, sekaligus
ilmuwan ternama seperti Ibnu Sina, Al-Farabi, Al-Kindi, Al-Ghazali, dan Ibnu
Rusyd. Kajian filsafat Islam di periode ini umumnya mengkaji lebih lanjut
pandangan-pandangan perguruan filsafat peripatetik di Eropa seperti logika,
metafisika, filsafat alam, dan etika, sehingga periode ini disebut juga sebagai
periode peripatetik dari kajian filsafat Islam (Islamic/Arabic peripatetic school).
Pasca kematian Ibn Rusyd pada abad ke-12 M, kajian-kajian peripatetik dalam
filsafat Islam mulai meredup.

Sejarah telah membuktikan bahwa berkat Islam-lah maka filsafat itu dapat
berkembang dengan baik dan mempunyai kedudukan yang terhormat dalam dunia
ilmu pengetahuan, dan Islam pulalah sesungguhnya yang menyelamatkan filsafat
Yunani dari saat-saat hampir tenggelamnya. Perintah agama untuk berfilsafat ini
berdasarkan pada dua argumen; Pertama, aktifitas filsafat adalah memperhatikan
(memikirkan) alam semesta. Dengan memikirkan semesta maka akan mengetahui
Tuhan yang menciptakannya. Jika pengetahuan tentang ciptaan dapat diraih
dengan sempurna, maka pengetahuan akan Tuhan juga akan lebih sempurna.
Kedua, dalam Al-Quran banyak ayat yang menyeru umat Islam supaya
mendayagunakan akal pikirnya. Kata-kata atau pernyataan yang dipakai dalam
Al-Quran untuk menggambarkan perbuatan berpikir bukan hanya kata äqalah
tetapi antara lain kata-kata seperti pada ayat-ayat berikut:

3
a) Nazara, yaitu melihat secara abstrak, dalam arti berpikir dan merenung.
seperti ayat berikut:

Terjemahnya:

Maka Apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana ia


diciptakan. Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? (Q.S. al-
Ghasyiyah/88:17-18)

b) Tadabbara; yaitu merenungkan sesuatu yang tersirat dan tersurat:

Terjemahnya:
Maka Apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati
mereka terkunci? (Q.S. Muhammad/47: 24)
c) Tafakkara; yaitu berpikir secara mendalam:

Terjemahnya:

…dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa
yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-
tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir. (Q.S. al-
Jatsiyah/45:13).

d) ‘Aqala; menggunakan akal atau rasio. Di dalam Al-Quran tidak kurang dari
50 ayat yang berbicara tentang pemakaian akal yang merupakan bagian

4
integral dari pengembangan ilmu pengetahuan sebagai bagian dari filsafat,
misalnya:

Terjemahnya:

Seburuk-buruk binatang pada pandangan Allah adalah yang tuli,


bisu, dan tidak mempergunakan akal. (Q.S. al-Anfal/8:22).

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Pendidikan Filsafat Islam


Pendidikan merupakan suatu proses menanamkan sesuatu ke manusia.
Dalam hal ini ‘suatu proses dari menanamkan 'mengarahkan pada teknik dan
sistem yang dengannya disebut 'pendidikan' secara bertahap diberikan; 'Sesuatu'
mengacu padaisi dari apa yang ditanamkan; dan 'manusia' mengacu padapenerima
baik metode maupun isikontennya.2Walaupun jawaban di atas telah di paparkan
mencakup 3 unsur yang membentuk pendidikan: proses, isi, isi penerima; namun
definisi diatas kurang sempurna karena ada beberapa unsur yang sengaja
disamarkan.kemudian, Rumusan yang dimaksudkan dalam definisi menekankan
bahwa proses adalah unsur yang terpenting. Jika saya merumuskan kembali
jawabannya: Pendidikan adalah sesuatu semakin ditanamkan ke manusia.
Sekarang di sini kita masih mencakup tiga elemen mendasar yang melekat dalam
pendidikan, tetapi urutannya diutamakan untuk clement penting yang merupakan
Pendidikan sekarang isinya dan bukan prosesnya. Mari kita perhatikan formulasi
terakhir ini dan melanjutkan dalam menganalisis yang melekat konsep. Saya akan
mulai dengan manusia, karena definisi manusia sudah umumnya dikenal, dan itu
adalah, merupakan “hewan yang berakal”. Karena rasionalitas mendefinisikan
manusia, seharusnya kita mempersiapkan beberapa pendapat sebagai apa yang
dimaskud dengan ‘rasional’, dan kita semua setuju bahwa itu merujuk 'alasan'.
Akan tetapi, konsep makna rasio dalam pandangan orang barat, telah terjadi
banyak pro dan kontra, dan telah menjadi — setidaknya dari sudut pandang
Muslim — bermasalah, dikarenakan dalam prosesnya telah terjadi menjadi
terpisah dari 'intelek' atau intelek pada prosesnya.

2.2 Mengenal Teori Pendidikan Filsafat Islam


Teori pendidikan adalah pondasi dan langkah pertama dalam
mengembangkan pendiidkan, contohnya pengembangan materi atau kurikulum,
ke manejemenan sekolahan serta metode dalam proses pembelajaran. materi dan

6
proses belajar mengajar jelas dapat dikaikan dengan toeri pendidikan atau ketika
menyusun mata kurikulum serta planing proses belajar mengajar ini berpusat
kepada teori pendidikan. Dengan berdasarkan pengembangan teori, praktik
Pendidikan saat ini telah mengalami banyak perkembangan. Hal ini terjadi tidak
lain karena peran dan sumbangsih para ulama dan tokoh agama dalam
mengembangkan dan memajukan proses pendidikan. Sistem pendidikan telah
banyak memiliki warna baru atas terciptaya berbagai macam teori pendidikan,
Dalam mengembangkan teori pendidikan, telah mengalami berbagai macam
pergeseran metode serta teknik dalam pembelajaran, hal ini didasari karena dalam
proses pembelajaran haruslah melihat dan mengikuti perkembangan zaman.
Contohnya dalam pembelajaran tidak hanya menggunakan teknik guru mengajari
dengan metode ceramah saja, namun seiring berkembangnya zaman, metode lain
dapat dijadikan opsi yaitu menjadikan murid sebagai fokus yang dapat
menentukan hasil pembelajarn. Contoh diatas merupakan teori yang mengembang
yang dinamakan teori behaviorisme yang mana Jika hal diatas dilakukan, maka
sangat memungkinkan akan terbentuknya rasa dalam peserta didik, karena merek
diberikan ruang untuk berekspresi sebebas apapun yang mereka inginkan,
disamping itu guru terus mendampingi muridnya sebagai orang yang menfasilitasi
peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung.

O’conner pernah mengatakan tentang teorinya dalam hal pendidikan


bahwa Pendidikan merupakan suatu pokok bahasan yang epik yang didasari oleh
hasil eksperimen yang terbangun dengan sangat baik pada bidang psikologi,
sosiologi, sampai dalam praktek pendidikan. Teori adalah pengetahuan ilmiah
yang menjelaskan sebuah sisi tertentu dalam kedisiplinan ilmu yang dianggap
benar menurut hasil observasi, pengamatan serius tentang disiplin ilmu tertentu.
Teori pendidikan hadir karena disebabkan karena munculnya kebutuhan pada
proses pembelajaran. Banyak dari teori pendidikan yang berperan terhadap
berkembangnya proses pembelajaranyang tentu bisa meyelesaikan masalah
pendidkan. Secara global, teori pendidikan di latarbelakangi oleh aliran
Empirisme, Nativisme, Konvergensi.AliranJohn Lock (1632-1704) mengatakan
bahwa Empirisme mengartikan bahwa terbentuk serta berkembangnya seseorang
saat menerima pengetahuan dan pendidikan ditentukan oleh faktor lingkungan.

7
2.3 Perbedaan Antara Teori Pendidikan dan Teori Pendidikan Filsafat Islam
Dalam pengertian umum teori yaitu pendapat. Namun dalam pengertian
khusus teori sendiri hanya digunakan dalam lingkungan sains, dan disini ia
disebut dengan teori ilmiah. Teori Pendidikan Islam mempunyai corak dan nuansa
yang berbeda dengan teori pendidikan sebagaimana yang berlaku di barat Dr.
Abdurrachman Saleh Abdullah yang mengemukakan argumentasi dan contohnya
sebagai berikut : “Apa yang dikatakan oleh Hirst dan Peters tentang teori
pendidikan, tidak boleh diakui sebagai teori pendidikan Islam tanpa
memperlihatkan perbedaan-perbedaan yang luas antara masyarakat Islam dan
masyarakat barat”. Teori pendidikan Islam harus bersumber dari Al-Qur’an.
Karena itu, implikasinya tidak dapat berubah-ubah bagi pemikir sederhana karena
hasilnya adalah manusia sendiri yang membuatnya. Dan jika demikian, maka teori
Pendidikan Islam dapat dikatakan bisa berubah ubah secara kondisional dan
situasional.

2.4 Kritik Islam Terhadap Teori Pendidikan


2.4.1 Perenialisme
Perenialisme diambil dari kata perennial, yang dalam Oxford Advance
learner’s Dictionary of Current English diartikan sebagai “Continuing throghout
the wole year” atau “Lasting for a very long time” abadi atau kekal. Dari makna
kata tesebut, aliran perenialisme yaitu mengandung kepercayaan filsafat yang
berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang bersifat kekal abadi (Zuhairini,
1992: 27). Perenialisme juga mengambil jalan regresif, karena mempunyai
pandangan bahwa tidak ada jalan lain kecuali kembali kepada prinsip umum yang
telah menjadi dasar tingkah laku dan perbuatan zaman kuno dan abad
pertengahan. Oleh karena itu perenialisme memandang penting sebuah peranan
pendidikan dalam proses mengembalikan keadaan manusia zaman modern ini
kepada kebudayaan masa lampau yang dianggap cukup ideal dan yang telah
terpuji ketangguhannya. Apresiasi terhadap aliran filsafat ini adalah bahwa filsafat
akan menonjolkan wawasan kependidikan Islam era salaf, sehingga pendidikan

8
Islam berfungsi sebagai upaya melestarikan dan mempertahankan nilai-nilai
Ilahiyah dan Insaniyah juga kebiasaan dan tradisi masyarakat salaf (era kenabian
dan sahabat), karena mereka dipandang sebagai masyarakat ideal.

2.4.2 Esensialisme
Esensialisme yaitu merupakan suatu filsafat pendidikan konservatif yang
pada mulanya dirumuskan sebagai suatu kritik pada trend-trend progresif
disekolah-sekolah. Esensialisme didasari atas pandangan humanisme yang
merupakan reaksi terhadap hidup yang mengarah pada keduniawian, serba ilmiah
dan materialistic. Aliran esensialisme banyak diterapkan di beberapa lembaga
pendidikan Islam di Indonesia yang khususnya seperti pondok pesantren salaf.
Dan aliran ini mengacu pada ajaran empat madzhab dan ulama pada era klasik,
yang sehingga cocok diterapkan di Indonesia yang mayoritas umat Islamnya
bermadzhab sunni.

2.4.3 Progresivisme
Progresivisme didalam pandangannya selalu berhubungan dengan
pengertian “the liberal road to culture” yang kata liberal dimaksudkan sebagai
fleksibel (lentur dan tidak kaku). Bersikap toleran dan terbuka. Progresivisme juga
identik dengan experimentalisme yang berarti aliran ini menyadari dan
mempraktekan bahwa eksperimen (percobaan ilmiah) yaitu alat utama untuk
menguji kebenaran suatu teori dan suatu ilmu pengetahuan. Aliran ini juga
terbukti dapat membangun era kuno menjadi era modern seperti era saat ini.
Perkembangan ilmu pengetahuan semakin pesat dan arus komunikasi juga
semakin mudah, karena semua ini adalah efek dari progresivisme. Tujuan
pendidikan Islam dalam aliran ini diorientasikan pada upaya memberikan
ketrampilan-ketrampilan dan alat-alat kepada peserta didik yang juga dapat
dipergunakan untuk berinteraksi dengan lingkungan yang selalu berada dalam
proses perubahan sehingga bersifat dinamis dalam menghadapi dan merespon
tuntutan dan kebutuhan lingkungannya.

9
2.4.4 Pendidikan Kritis
Dalam dunia pendidikan, di era sekitar tahun 1960-an, muncul lah pemikir
pendidikan yang mengusung teori pendidikan kritis. Teori pendidikan kritis pada
dasarnya sangat dipengaruhi oleh teori kritis yang dibangun dalam ranah ilmu
sosial dan filsafat oleh kalangan mazhab Frankfurt. Pendidikan kritis adalah
pendidikan yang berusaha menciptakan ruang untuk mengidentifikasi dan
menganalisis segenap potensi yang dimiliki oleh peserta didik secara bebas dan
kritis untuk mewujudkan proses transformasi social. Dan teori kritis mulai
bergerak lebih jauh lagi, yaitu dengan mengkritik berbagai khasanah ilmu
pengetahuan yang menurut mereka sudah tidak bersifat kritis lagi, karena tidak
mampu lagi melihat adanya dehumanisasi atau alienasi dalam proses modernisasi
yang sementara berjalan, sehingga ilmu pengetahuan manusia hanya berfungsi
untuk mempertahankan status quo. Teori kritis juga mengusung jargon-jargon
kebebasan dan kritik konstruktif terhadap ilmu pengetahuan dan sistem sosial
yang dominan. Teori kritis mengkritik teori (paradigma) pendidikan yang ada
(konservatif dan liberal). Teori kritis juga mewarnai paradigma baru dalam
pendidikan yang diyakini mampu memberdayakan generasi mendatang serta
mampu menghidupkan generasi untuk menghadapi era milenium baru saat ini.
Dari sinilah kemudian terinspirasi lahirnya paradigma baru dalam teori
pendidikan, yang disebut dengan paradigma pendidikan kritis.

10
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Filsafat dianggap dapat membawa kepada kebenaran, maka Islam
mengakui bahwa selain kebenaran hakiki, masih ada lagi kebenaran yang tidak
bersifat absolute, yaitu kebenaran yang dicapai sebagai hasil usaha akal budi
manusia. Akal adalah anugrah dari Allah SWT kepada manusia, maka sewajarnya
kalau akal mampu pula mencapai kebenaran, kendatipun kebenaran yang
dicapainya itu hanyalah dalam taraf yang relatif. Oleh sebab itu kalau kebenaran
yang relative itu tidak bertentangan dengan ajaran Islam (Al-Qur’an dan Hadist)
maka kebenaran itu dapat saja digunakan dalam kehidupan ini.

11
DAFTAR PUSTAKA
Febrianingrum, K. 2020, Makalah Filsafat Islam.
http://eprints.umsida.ac.id/7585/1/Makalah-Filsafat-B1-Teori
%20Pendidikan%20Islam.pdf.pdf. Diakses pada tanggal 12 Januari 2022

Masang, Aziz. 2020, Kedudukan Filsafat Dalam Islam.


https://journal.unismuh.ac.id/index.php/pilar/article/download/4910/3237.
Diakses pada tanggal 12 Januari 2022

Siregar, S. 2017, Bab 1 Pendahuluan. http://repository.uinsu.ac.id/4718/3/BAB


%20I-converted.pdf. Diakses pada tanggal 12 Januari 2022

Sulaeman, Asep. 2016, Mengenal Filsafat Islam.


http://digilib.uinsgd.ac.id/3869/1/BUKU%20MENGENAL
%20FILSAFAT%20ISLAM%20new.pdf. Diakses pada tanggal 12 Januari
2022

Wikipedia. 2020, Filsafat Islam. https://id.wikipedia.org/wiki/Filsafat_Islam.


Diakses pada tanggal 12 Januari 2022

12

Anda mungkin juga menyukai