Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PEMIKIRAN FILSAFAT ISLAM

Dosen Pengampu: M. Hasanil Asy’ari,M.S.I

Oleh Kelompok 8:

Nupus Aupa (2102606115)


Wahyu Rifaldi (2102606126)

PRODI PENDIDIKAN BAHASA ARAB


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM HAMZANWADI NWDI PANCOR
T.A. 2021/202
ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini
dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran
maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca
praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah
ini.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i

DAFTAR ISI......................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................2

A. Pemikiran Filsafat Islam.........................................................................................2

B. Para Filosof Muslim Awal......................................................................................2

BAB III PENUTUP...........................................................................................................7

A. Simpulan..................................................................................................................7

B. Saran........................................................................................................................7

DAFTAR ISI......................................................................................................................8

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Filsafat islam menurut Ibrahim Madkur dalam buku “Filsafat Islam” karya Hasyimsyah

Nasution merupakan pemikirian yang lahir dalam dunia islam untuk menjawab tantangan

zaman, yang meliputi Allah dan alam semesta, wahyu dan akal, agama dan filsafat.

Sedangkan menurut Fu’ad Al-ahwani filsafat islam diartikan sebagai “pembahasan tentang

alam dan manusia yang disinari ajaran islam”. Jadi, fokus atau objek yang dibahas dalam

filsafat islam yakni mengenai alam semesta, jiwa, wahyu dan hal-hal yang lebih mengarah

ada permasalahan metafisika dan aksiologi.

Dalam perkembangannya, akhir-akhir ini cakupan filsafat islam diperluas kepda segala

aspek ilmu-ilmu yang terdaat dalam khazanah pemikiran keislaman. Bukan saja meluiputa

hal-hal yang dperbincangkan oleh para filsuf dalam wilayah kekuatan islamm melainkan

lebih luas lagi yang mencaku ilmu kalam, ushul fiqih dan tasawuf. Filsafat islam secara

khusus dapat diartikan sebagai pokok-pokok atau dasar-dasar pemikiran yang dikemukakan

oleh para filsuf islam.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pemikiran Filsafat Islam

Kedudukan filsafat Islam dalam perjalanan sejarah terus menerus menjadi


perdebatan yang tiada habisnya, setiap celah memungkinkan untuk melihat filsafat Islam
dari berbagai sisi. Minimnya bukti-bukti historiografi melahirkan beragam pemikiran,
kecenderungan pertama misalnya menafikan keberadaan filsafat Islam. Filsafat Islam
dianggap tak pernah ada dan tak ada dalam proses perkembangan keilmuan di dunia,
apalagi kemajuan zaman saat ini sama sekali tidak dapat memiliki kaitan budaya dengan
Islam dan ajaran-ajarannya.
Kecenderungan kedua dalam melihat filsafat Islam adalah mengakui keberadaan
filsafat Islam sebagai sebuah "jembatan" yang menghubungkan antara kemajuan di Barat
dengan kemajuan keilmuan di Yunani. Golongan kedua ini dengan enteng beranggapan
bahwa filsafat Islam adalah sebuah hibriditas. Hibriditas adalah kecenderungan untuk
mengambil berbagai unsur untuk menjadi bagian dari dirinya, artinya filsafat tidak dan
bukan berasal dari Islam tetapi dipaksa- paksakan menjadi bagian dalam Islam. Atau
dengan kata lain, filsafat Islam merupakan pemikiran luar yang diadopsi oleh Islam.

B. Para Filosof Muslim Awal


Kami sebut para filosof muslim awal, karena mereka adalah orang- orang pertama
yang melapangkan jalan filsafat dalam tradisi intelektual Islam. Gerakan pemikiran yang
disampaikan para filosof awal ini sangat jelas dipengaruhi oleh pemikiran Yunani dan
melahirkan tradisi peripatetik dalam pemikiran Islam.
1. Al-Kindi
Al-Kindi, alkindus, nama lengkapnya Abu Yusuf Ya`kub ibn Ishaq ibn Sabbah
ibn Imran ibn Ismail al-Ash`ats ibn Qais al-Kindi, lahir di Kufah, Iraq sekarang,
tahun 801 M, pada masa khalifah Harun al-Rasyid (786-809 M) dari dinasti Bani
Abbas (750-1258 M).1
Al-Kindi hidup pada masa filsafat belum dikenal secara baik dalam tradisi
pemikiran Islam, tepatnya masa transisi dari teologi tradisional kepada filsafat.

1
Fuad el-Ahwani, “Al-Kindi” dalam MM. Syarif, Para Filosof Muslim, terj. A Muslim, (Bandung,
Mizan, 1996), 11.

2
AlKindi-lah justru orang Arab pertama yang mengenalkan filsafat ke dalam
pemikiran Arab, sehingga diberi gelar “Filosof Bangsa Arab”.
Menurut Atiyeh (1923-2008 M), dalam kondisi seperti ini setidaknya ada 2
kesulitan yang dihadapi al-Kindi. Pertama, kesulitan untuk menyampaikan gagasan-
gagasan filosofis ke dalam bahasa Arab yang saat itu kekurangan istilah teknis untuk
menyampaikan ide-ide abstrak. Kedua, adanya tantangan atau serangan yang
dilancarkan oleh kalangan tertentu terhadap filsafat; filsafat dan filosof dituduh
sebagai pembuat bid’ah dan kekufuran.2
Untuk menghadapi tantangan tersebut, al-Kindi menyelesaikannya dengan cara
menyelaraskan antara agama dan filsafat. Upaya ini dilakukan melalui beberapa
tahapan. Pertama, membuat kisah-kisah atau riwayat yang menunjukkan bahwa
bangsa Arab dan Yunani adalah bersaudara, sehingga tidak patut untuk saling
bermusuhan. Dalam kisah ini, misalnya, ditampilkan bahwa Yunan adalah saudara
Qathan, nenek moyang bangsa Arab. Dengan demikian, bangsa Yunani dan Arab
berarti adalah saudara sepupu, sehingga mereka mestinya dapat saling melengkapi
dan mencari kebenaran bersama meski masing-masing menggunakan jalannya
sendiri-sendiri.3
Kedua, menyatakan bahwa kebenaran adalah kebenaran yang bisa datang dari
mana saja dan umat Islam tidak perlu sungkan untuk mengakui dan mengambilnya.
Ketiga, menyatakan bahwa filsafat adalah suatu kebutuhan, sebagai sarana dan
proses berpikir, bukan sesuatu yang aneh atau kemewahan. Al-Kindi senantiasa
menekankan masalah ini terhadap orang-orang yang fanatik agama dan menentang
kegiatan filosofis. Al-Kindi, dengan metode dialektika, mengajukan pertanyaan
kepada mereka, “Filsafat itu perlu atau tidak perlu?”. Jika perlu, mereka harus
memberikan alasan dan argumen untuk membuktikannya; begitu juga jika
menyatakan tidak perlu. Padahal, dengan menyampaikan alasan dan argument
tersebut, mereka berarti telah masuk dalam kegiatan filosofis dan berfilsafat. Artinya,
filsafat adalah sesuatu yang sangat penting dan tidak dapat dihindari, karena sebagai
sarana dan proses berpikir.
2. Al-Farabi
Nama lengkapnya Abu Nashr Muhamad Ibn Muhamad Ibn Tarkhan Ibn Al-
Uzalagh Al-Farabi. Ia lebih dikenal dengan sebutan Alfarabi. Lahir di Wasij di

2
Atiyeh, Al-Kindi, 10.
3
Ibid, 10

3
Distrik Farab (yang juga dikenal dengan nama Utrar) di Transoxiana, sekitar 870 M,
dan wafat di Damaskus pada 950 M.4
Al-Farabi yang dikenal sebagai filsuf Islam terbesar, memiliki keahlian dalam
banyak bidang keilmuan dan memandang filsafat secara utuh dan menyeluruh serta
mengupasnya dengan sempurna, sehingga filsuf yang datang sesudahnya seperti Ibnu
Sina (370H/980 M-428/1037 M) dan Ibnu Rusyd (520H/1126 M-595 H/1198 M)
bayak mengambil dan mengupas sistem filsafatnya.5
Adapun pemikiran-pemikiran Al-Farabi adalah salah satunya tentang ketuhanan.
Dalam membahas mengenai ketuhanan, ia mengkolaborasikan antara filsafat
aristoteles dengan NeoPlatonisme, yaitu al-Maujud al-Awal (wujud pertama) sebagai
sebab pertama untuk segala sesuatu yang ada. Sehingga ini tidak bertentangan
dengan keesaan yang mutlak dalam ajaran syariat Islam. dalam membuktikan adanya
Allah, Al-Farabi mengemukakan dalil yaitu wajib al-wujud dan mumkin al-wujud. 6
Wujud al-wujud adalah wujudnya tidak boleh tidak harus ada, ada dengan sendirinya,
karena natur-nya sendiri yang menghendaki wujudnya.
3. Ibnu Sina
Ibnu Sina mempunyai nama lengkap Abu al-Ali Husein ibn Abdullah ibn al-
Hasan ibn Ali Ibnu Sina atau di dunia Barat dikenal dengan nama Avicenna. Ia
dilahirkan pada bulan Safar di desa Afsana, pada tahun (370-428 H/980-1037 M)
sebuah desa dekat dengan Bukhara (kini termasuk wilayah Uzbekkistan) pada masa
sebuah dinasti Persia di Asia Tengah. Ibunya yang bernama Setareh yang berasal dari
Bukhara. Ayahnya bernama Abbdullah ia adalah seorang sarjana yang dihormati
berasal dari Baklan (kini menjadi wilayah Afganistan).
Sejak kecil, Ibnu Sina memang menunjukan daya intelektualitas tinggi serta
ingatan yang kuat. Maka, bukan hal yang mengherankan jika ia mampu menyerap
ilmu dengan lebih baik dibanding temanteman sebayanya. Bahkan di usia muda ia
telah mampu menyerap ilmu para gurunya.
Dalam sejarah pemikiran fil1`safat abad pertengahan, sosok Ibnu Sina banyak
hal diantara para filosof Muslim, ia memperoleh penghargaan yang semakin tinggi
hingga masa modern. Ia adalah satusatunya filosof besar Islam uang telah berhasil
membangun sistem filsafat yang lengkap dan terperinci suatu sistem yang telah
4
Yamani, Pengantar Jalaludin Rakhmat, Antara Al-Farabi dan Khomeini, Filsafat Politik Islam,
(Bandung: Mizan Khazanah Ilmu-ilmu Islam, 2002), pp. 51
5
Dedi Supriyadi, Pengantar filsafat Islam... p. 82
6
Sirajuddin Zar, Filsafat Islam..., p. 70

4
mendominasi tradisi filsafat Muslim selama beberapa abad, meskipun ada serangan-
serangan dari Al-Ghazali, Fakhr al-Din al-Razi dan sebagainya.7
Pengaruh ini terwujud, bukan hanya karena ia memiliki sistem, tetapi karena
sistem yang ia miliki itu merupakan keaslian, yang menunjukan jenis jiwa yang
jenius dalam menemukan metode-metode dan alasan-alasan yang diperlukan untuk
merumuskan kembali rasinoal murni dan tradisi intelektual Hellenisme yang ia warisi
dalam keagamaan. Karakteristik paling dasar dari pemikiran Ibnu Sina adalah
pencapaian definisi metode pemisahan dan pembedaan konsep-konsep secara tegas
dan keras. Hal ini memberikan kehalusan yang luar biasa terhadap pemikiran-
pemikirannya. Tantanan itu sering memberikan kompleksitas skolastik yang kuat dan
susunan yang sulit dalam penelaran filsafatnya, sehingga mengusik temperamen
modern, tetapi dapat dipastikan, bahwa tatacara ini jugalah yang diperoleh dalam
hampir seluruh doktrin asli para filosof Islam.8
4. Al-Ghazali
Al-Ghazali mempunyai nama lengkap Abu Hamid Muhammad Ibnu
Muhammad ibnu Muhammad Al-Ghazali al-Thusi yang bergelar hujjatul Islam. Di
dilahirkan di Thusi (sekarang dekat Meshed) salah satu daerah Khurasan (sekarang
masuk wilayah Iran) tahun 450 H (1058 M). 9 Di tempat ini pula dia wafat dan
dikuburkan pada tahun 505 H./ 111 M,10 dalam usia yang relatif belum terlalu tua
yaitu 55 tahun.
Dalam fase awal-awal perkembangan intelektualnya, al-Ghazali banyak
berkarya di bidang ilmu-ilmu syariat ketika masih di Baghdad. Namun, setelah itu
dalam kurun dua tahun al-Ghazali memahami filsafat dengan seksama, hampir
setahun ia terus merenungkannya, mengulang-ulang kajiannya, dan membiasakan diri
dengannya, di samping meneliti kebohongan dan penyelewengan yang terkandung di
dalamnya. Pada saat itulah al-Ghazali menyingkap pemalsuan dan tipuan-tipuan,
serta membedakan unsur yang benar dan yang cuma khayatan.11

7
Dedi Supriadi, Pengantar Filsafat Islam Konsep, Filsuf, dan Ajarannya, (Bandung: Pustaka Setia,
2009), p. 123.
8
13 M.M Syarif, Para Filosof Muslim, (Bandung: Mizan Anggota IKAPI,
9
Abu Hamid al-Ghazali, Mukasyafatul Qulub, Kairo: Maktabah alTaufiqiyah, tth., 3.
10
Zurkani Jahja, Teologi al-Ghazali; Pendekatan Metodologi, Yogyakara: Pustaka Pelajar, 2009, hlm.
64.
11
Abu Bakar Abdurrazak, Inilah Kebenaran; Puncak Hujjah al-Ghazali untuk Para Pencari Kebenaran,
terj. Khaeron Sirin, Jakarta: Penerbit Iiman, 2003, hlm. 43.

5
Dalam al-Munqidz min al-Dhalal, al-Ghazali memberikan klasifikasi filosof
sekaligus memberikan penilaian (vonis kekafiran) kepada mereka;12
Pertama, pengikut ateisme (al-Dahriyyun); kelompok ini merupkan golongan
filosof yang mengingkari Tuhan yang mengatur alam ini dan menentang keberadaan-
Nya. Mereka mempunyai dugaan kuat bahwa alam telah ada dengan sendirinya tanpa
campur tang an Tuhan. Menurut al-Ghazali mereka itu orang-orang yang tidak mengenal
Tuhan.
Kedua, Pengikut faham naturalisme (al-Thabi’iyyun); mereka merupakan
golongan filosof yang setelah sekian lama meneliti keajaiban hewan dan tumbuh-
tumbuhan (alam atau thabi’ah) dan menyaksikan tanta-tanda kekuasaan Tuhan,
akhirnya mereka mengakui keberadaan-Nya.
Ketiga, penganut filsafat Ketuhanan (ilahiyyun); mereka adalah golongan
filosof yang percaya kepada Tuhan, mereka para filosof Yunani seperti Socrates,
Plato dan Aristoteles, serta orangorang yang mengekor pada pemikiran mereka.

BAB III
12
Al-Ghazali, al-Munqidz min al-Dhalal…, hlm. 21.

6
PENUTUP

A. Kesimpulan
Filsafat Islam merupakan hasil pemikiran filsuf tentang ketuhanan, kenabian,
kemanusiaan, dan alam yang dilandasi ajaran. Islam sebagai suatu aturan pemikiran
yang logis dan sistematis. Selain itu, filsafat islam memafarkan pula secara luas
tentang ontology dan menunjukan pandangannya tentang ruang, waktu, materi, serta
kehidupan. Filsafat islam berupaya memadukan antara wahyu dengan akal, antara
akidah dengan hikmah antara agama dengan filsafat, dan menjelaskan kepada
manusia bahwa wahyu tidak bertentangan dengan akal.
B. Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu
kritik dan saran yang bersifat membangun akan sangat membantu untuk
kesempurnaan makalah ini dikemudian hari.

DAFTAR PUSTAKA

7
Fuad el-Ahwani, “Al-Kindi” dalam MM. Syarif, Para Filosof Muslim, terj. A Muslim, (Bandung,

Mizan, 1996)

Atiyeh, Al-Kindi

Yamani, Pengantar Jalaludin Rakhmat, Antara Al-Farabi dan Khomeini, Filsafat Politik Islam,

(Bandung: Mizan Khazanah Ilmu-ilmu Islam, 2002)

Dedi Supriyadi, Pengantar filsafat Islam

Sirajuddin Zar, Filsafat Islam

Dedi Supriadi, Pengantar Filsafat Islam Konsep, Filsuf, dan Ajarannya, (Bandung: Pustaka Setia,

2009), p. 123.

13 M.M Syarif, Para Filosof Muslim, (Bandung: Mizan Anggota IKAPI,

Abu Hamid al-Ghazali, Mukasyafatul Qulub, Kairo: Maktabah alTaufiqiyah

Zurkani Jahja, Teologi al-Ghazali; Pendekatan Metodologi, Yogyakara: Pustaka Pelajar, 2009

Abu Bakar Abdurrazak, Inilah Kebenaran; Puncak Hujjah al-Ghazali untuk Para Pencari

Kebenaran, terj. Khaeron Sirin, Jakarta: Penerbit Iiman, 2003

Al-Ghazali, al-Munqidz min al-Dhalal

Anda mungkin juga menyukai