Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PSIKOLINGUISTIK

MANUSIA MEMPERSEPSI UJARAN

Dosen Pengampu : Nurul Aini, M.Pd.I.

Oleh Kelompok 5:

M. Rif’al Kusuma

M. syarqawi Khalid

Nupus Aupa

PENDIDIKAN BAHASA ARAB


FAKULTAS TARBIYAH
ISTITUT AGAMA ISLAM HAMZANWADI PANCOR
T.A 2023/2024
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil ‘Alamin segala Puji dan Syukur Penulis Panjatkan kepada Allah
SWT yang telah memberikan taufik dan hidayahnya kepada penulis sehingga penulis
dapatmenyelesaikan makalah ini, Namun penulis menyadari makalah ini belum dapat
dikatakan sempurna karena mungkin masih banyak kesalahan-kesalahan. Shalawat serta
salam semoga selalu dilimpahkan kepada junjungan kita semua Nabi Muhammad SAW
beserta seluruh keluarganya dan para sahabatnya, dan mudah-mudahan sampai kepada kita
selaku ummatnya.

Dalam Makalah ini penulis membahas mengenai“Manusia dalam mempersepsi


ujaran”.penulis sampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
sudah membantu menyelesaikan maklah ini.

Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, serta dapat
menjadikan makalah ini sebagai refrensi untuk kedepannya. Kami menyadari bahwa makalah
ini memiliki banyak kekurangan oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk penulisan makalah-makalah selanjutnya.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................

DAFTAR ISI...............................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................

A. Latar Belakang..................................................................................................................
B. Rumusan Masalah.............................................................................................................
C. Tujuan................................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................

A. Persepsi ujaran.................................................................................................................
B. Masalah dalam mempersepsi ujaran..............................................................................
C. Mekanisme ujaran............................................................................................................
BAB III PENUTUP....................................................................................................................

A. Kesimpulan......................................................................................................................
..........................................................................................................................................
B. Saran................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Waktu kita mendengar orang lain berbicara, kita rasanya
dengan begitu saja dapat memahami apa yang ia katakana. Kita tidak menyadari
bahwa ujaran yang diwujudkandalam bentuk bunyi-bunyi yang melewati udara itu
sebenarnya merupakan suatu hal yang sangat komplek. Hal ini kita rasakan apabila
kita mendengarkan orang yang berbicara dalam bahasa asing . kecuali jika bahasa
asing kita telah baik, biasanya kita benar-benar menyimak tiap kata yang dikeluarkan
untuk dapat memahaminya. Bahkan yang sering terjadi ialah bahwa belum lagi kita
menangkap dan memahami suatu deretan kata yang diucapkan, pembicara tadi telah
berlanjut dengan kata-kata yang lain sehingga akhirnya kita kertinggalan. Hasilnya
adalah bahwa kita tidak dapat memahami atau tidak memahami dengan baik apa yang
dia katakana. Kita telah mendakwa orang asing itu berbicara terlalu cepat.
Masalah yang dihadapi oleh pendengar adalah bahwa dia harus dapat meramu
bunyi-bunyi yang ia dengar itu sedemikian rupa sehingga bunyi-bunyi itu
membentuk kata yang tidak hanya bermakna tetapi juga cocok dalam konteks dimana
kata-kata itu dipakai. Bagi penitur asli, atau penutur yang sudah fasih dalam
berbahasa tersebut, proses seperti ini tidak terasakan dan dating begitu saja secara
naluri. Akan tetapi, bagi penutur asing proses ini sangat rumit. Pengalam penulis
waktu mengajar bahasa Indonesia di Universitas Hawai membuktika hal ini. Pada
waktu itu para mahasiswa diminta untuk mendengarkan rekaman suatu percakapan .
dalam percakpan itu ada kalimat yang berbunyi Nanti malam aka nada pesta. Karena
para mahasiswa ini masih berada pada tingkat dasar , maka ada sebagian mahasiswa
yang mengabungkan bunyi-bunyi kalimat itu secara keliru sehingga muncullah hasil
berikut Nanti malam kanada pesta. Tentu mereka bingung karena kalimat seperti ini
tidak ada artinya.

4
B. Rumusan masalah
Bagainana Persepsi ujaran?
1. Apa saja Masalah dalam mempersepsi ujaran?
2. Bagaimana Mekanisme ujaran?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui persepsi ujaran.
2. Untuk mengetahi masalah-masalah dalam mempersepsi ujaran.
3. Untuk ,mengetahui mekanisme ujaran.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Persepsi ujaran
Ujaran adalah suara murni (tuturan),langsung, dari sosok yang berbicara. Jadi
ujaran itu adalah sesuatu baik berupa kata, kalimat, gagagsan yang keluar dari mulut
manusia yang mempunyai arti. Dengan adanya ujaran ini maka akan muncullah
makna sintaksis, semantic, dan pragmatic. Persepsi adalah sebuah proses saat individu
mengatur dan menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan
arti bagi lingkungan mereka.
Persepsi ujaran adalah peristiwa ketika telinga menangkap sebuah bunyi yang
dapat berupa bunyi lepas, kata, atau kalimat. Kalau orang tidak dapat mendengar
bunyi dengan jelas, tentu saja tidak menangkap maknanya, lebih-lebih kalau bunyi itu
berupa kalimat dan orang itu belum menguasai bahasa yang digunakan dalam kalimat
tersebut. Ketidakmampuan menangkap bunyi yang didengar bias disebabkan oleh
berbagai sebab yaitu, disebabkan oleh ketidaksempurnaan organ dengar dan kedua
yang berasal dari materi yang di dengar. Ketidaksempurnaan persepsi bunyi antara
lain disebabkan oleh kecepatan bunyi yang didengar, khususnya kalau berupa kalimat.
Menurut Dardjowidjojo, persepsi terhadap ujaran bukanlah suatu hal yang mudah
dilakukan oleh manusia karena ujaran merupakan suatu aktivitas verbal yang
meluncur tanpa ada batasan waktu yang jelas antara satu kata dengan kata yang lain.
Ketka seseorang berbicara atau bernyanyi, indra pendengaran mampu membedakan
ciri bunyi yang satu dengan yang lainnya. Indera pendengaran mampu menangkap
dan memahami rangkaian bunyi vocal dan konsonan yang membentuk sebuah tuturan,
cepat-lambat tuturan, dan nada tuturan yang dihasilkan oleh penutur.
Berdasarkan uraian diatas , persepsi terhadap bunyi bahasa yang dihasilkan oleh
alat bicara dikelompokkan menjadi dua :
1. Persepsi terhadap bunyi yang berupa satuan structural, yaitu vocal dan konsonan
2. Persepsi terhadap bunyi yang berupa cepat-lambat, kelantangan, tekanan dan nada

Dalam lingistik, bunyi-bunyi vocal dan konsonan yang kita dengar disebut bunyi
segmental. Bunyi bahasa yang berupa cepat lambat, kelantangan, tekanan, dan nada
disebut bunyi suprasegmental atau prosodi. Perhatikan tiga ujaran berikut : a). Bukan

6
angka b). Buka nangka c). Bukan nangka. Meskipun ketiga ujaran ini berbeda
maknanya satu dari yang lain, dalam pengucapannya ketiga bentuk ujaran ini bias
sama (bukanahka). Disamping itu, suatu bunyi juga tidak diucapkan secara persis
sama tiap kali bunyi itu muncul. Bagaimana suatu bunyi diucapkan di pengaruhi oleh
lingkungan dimana bunyi itu berada. Bunyi (b) pada kata buru, misalnya, tidak persis
sama dengan bunyi (b) pada kata biru. Pada kata buru bunyi (b) di pengaruhi oleh
bunyi (u) yang mengikutinya sehingga sedikit banyak unsur pembundaran bibir dalam
pembuatan bunyi ini. Sebaliknya, bunyi yang sama ini kan diucapkan dengan bibir
yang melebar pada kata biru karena bunyi (i) merupakan bunyi vocal depan dengan
bibir yang melebar. NamuAn, demikian, manusia tetap saja dapat mempersepsi bunyi-
bunyi bahasanya dengan baik.

Tahapan pemerosesan ujaran

Menurut carlk & carlk dardjowidjojo (2005:49-52). Pada dasarnya ada tiga tahap
dalam pemrosesan persepsi bunyi , yaitu :

1. Tahap auditori
Pada tahap ini manusia menerima ujaran sepotong demi sepotong. Ujaran ini
kemudian ditanggapi dari segi fitur akustiknya. Konsep-konsep seperti artikulasi,
cara artikulasi, fitur distingtif, dan VOT (voice onset time : waktu antara lepasnya
udara untuk pengucapan suatu konsonan dengan getaran pita suara untuk bunyi
vocal yang mengikutinya) sangat bermanfaat disini karena ihwal seperti inilah
yang memisahkan satu bunyi dari bunyi yang lain. Bunyi-bunyi dalam ujaran itu
kita simpan dalam memori auditori kita.
2. Tahap fonetik
Bunyi-bunyi itu kemudian kita identifikasi. Dalam proses mental kita, kita lihat,
misalnya apakah bunyi tersebut [+konsonantal], [+vois], [+nasal], dst. Begitu pula
lingkungan bunyi itu : apakah bunyi tadi diikuti oleh vokal atau oleh konsonan.
Kalau oleh vokal, vokal macam apa – vokal depan, vokal belakang, vokal tinggi,
vokal rendah, dsb. Seandainya ujaran itu adalah Bukan nangka , maka mental kita
menganalisis bunyi /b/ terlebih dahulu dan menentukan bunyi apa yang kita
dengar itu dengan memperhatikan hal-hal seperti titik artikulasi, cara artikulasi,
dan fitur distingtifnya.

7
Kemudian VOTnya juga diperhatikan karena VOT inilah yang akan menetukan
kapan getaran pada pita suara itu terjadi. Segmen-segmen bunyi ini kemudian kita
simpan di memori fonetik. Perbedaan antara memori auditori dengan memori
fonetik adalah bahwa pada memori auditori semua variasi alofonik yang ada pada
bunyi itu kita simpan sedangkan pada memori fonetik hanya fitur-fitur yang
sifatnya fonemik saja. Misalnya, bila kita mendengar bunyi [b] dari kata buntu
maka yang kita simpan pada memori auditori bukan fonem /b/ dan bukan hanya
titik artikulasi, cara artikulasi, dan fitur-fitur distingtifnya saja tetapi juga
pengaruh bunyi /u/ yang mengikutinya. Dengan demikian maka [b] ini ssedikit
banyak diikuti oleh bundaran bibir (lip – rounding) .
Pada memori fonetik, hal-hal seperti ini sudah tidak diperlukan lagi karena begitu
kita tangkap bunyi itu sebagai bunyi /b/ maka detailnya sudah tidak signifikan
lagi. Artinya, apakah /b/ itu diikuti oleh bundaran bibir atau tidak, tetap saja bunyi
itu adalah bunyi /b/. Analisis mental yang lain adalah untuk melihat bagaimana
bunyi-bunyi itu diurutkan karena urutan bunyi inilah yang nantinya menentukan
kata itu kata apa. Bunyi /a/, /k/, dan /n/ bisa membentuk kata yang berbeda bila
urutannya berbeda. Bila /k/ didengar terlebih dahulu, kemudian /a/ dan /n/ maka
akan terdengarlah bunyi /kan/; bila /n/ yang lebih dahulu, maka terdengarlah bunyi
/nak/.
3. Tahap fonologis
Pada tahap ini mental kita menerapkan aturan fonologis pada deretan bunyi
yang kita dengar untuk menetukan apakah bunyi-bunyi tadi sudah mengikuti
aturan fonotaktik yang pada bahasa kita. Untuk bahasa Inggris, bunyi /h/ tidak
mungkin memulai suatu suku kata. Karena itu, penutur bahasa Inggris pasti tidak
akan menggabungkannya dengan vokal. Seandainya ada urutan bunyi ini dengan
bunyi yang berikutnya, dia pasti akan menempatkan bunyi ini dengan bunyi di
mukanya, bukan di belakangnya. Dengan demikian deretan bunyi /b/, /Ə/, /h/, /i/,
dan /s/ pasti akan dipersepsi sebagai beng dan is , tidak mungkin be dan ngis.
Orang Indonesia yang mendengar deretan bunyi /m/ dan /b/ tidak mustahil akan
mempersepsikannya sebagai /mb/ karena fonotaktik dalam bahasa kita
memungkinkan urutan seperti ini seperti pada kata mbak dan mbok meskipun
kedua-duanya pinjaman dari bahasa Jawa. Sebaliknya, penutur bahasa Inggris
pasti akan memisahkan kedua bunyi ini ke dalam dua suku yang
berbeda.Kombinasi bunyi yang tidak dimungkinkan oleh aturan fonotaktik bahasa

8
tersebut pastilah akan ditolak. Kombinasi /kt/, /fp/, atau /pk/ tidak mungkin
memulai suatu suku sehingga kalau terdapat deretan bunyi /anaktuhgal/ tidak
mungkin akan dipersepsi sebagai /ana/ dan /ktuhgal/ secara mental dengan melalui
proses yang sama. Kemudian bunyi /k/, dst. Sehingga akhirnya semua bunyi
dalam ujaran itu teranalisis. Yang akan membedakan antara bukan nangka, bukan
angka, dan buka nangka adalah jeda (juncture) yang terdapat antara satu kata
dengan kata lainnya.

B. Masalah dalam mempersepsi ujaran


Dalam bahsa inggris orang rata-ratanya mengeluarkan 125-180 kata tiap menit.
Penyaji berita di televise mencapai 210 kata dan pelelang bias mencapai lebih dari
itu. Jumlah ini tentunya di dasarkan pada kenyataan bahwa sebagian besar kata dalam
bahasa ini bersuku satu seperti : book, go, eat, come, dsb. Untuk bahasa Indonesia
belum ada orang yang telah menelitinya, tetapi karena kata-kata dalam bahasa
Indonesia pada umumnya bersuku dua atau lebih seperti : makan, tidur, membawa,
menyelesaikan. Maka jumlah kata per menityang diujarkan oleh orang Indonesia
pastilah lebih kecil dari angka di atas, mungkin sekitar 80-110 kata.
Kalau dilihat dari jumlah bunyi yang diujarkan, telah didapati bahwa untuk bahasa
inggris rata-ratanya 25-30 segmen bunyi (fonem) tiap detik. Karena bunyi dalam
bahasa mana pun sifatnya sama, maka dapat di duga bahwa orang Indonesia pun
mengeluarkan jumlah bunyi yang sama tiap detiknya, yakni antara 25-30 bunyi.
Dengan demikian, tiap kali kita berbicara satu menit kita telah mengeluarkan antara
1500-1800 bunyi. Masalah yang dihadapi adalah bagaimana kita menangkap dan
kemudian mencerna bunyi-bunyi yang diujarkan dengan kecepatan seperti itu.
Disamping kecepatan, bunyi dalam suatu ujaran juga tidak diucapkan secara utuh
tetapi sepertinya lebur dengan bunyi yang lain. Kita sebagai pendengar diharapkan
dapat memilah-milah mana ikut yang mana. Suara seorang wanita, seorang pria dan
seorang anak juga berbeda-beda. Getar fita suara untuk wanita berkisar antara 200-
300 perdetik, sedangkan untuk pria hanya sekitar 100. Karena itu, suara seorang pria
kedengaran lebih berat . suara anak bias lebih tinggi dari suara wanita karena getaran
fita suaranya bisa mencapai 400 perdetik. Perbedaan-perbedaan ini tentu saja
memunculkan bunyi yang berbeda-beda, meskipun kata yang diucapkan itu sama.
Kata tidur yang diucapkan oleh seorang wanita, pria, dan anak tidak akan berbunyi

9
sma. Namun kita sebagai pendengar dapat mempersepsikannya sebagai kata yang
sama.
C. Mekanisme ujaran
Sumber dari bunyi adalah paru-paru. Paru-paru kita berkembang dan berkempis
untuk menyedot dan mengeluarkan udara. Melalui saluran di tenggorokan, udara ini
keluar melalui mulut atau hidung. Dalam perjalanan melewati mulut atau hidung ini
ada kalanya udara itu dibendung oleh satu bagian dari mulut kita sebelum kemudian
di lepaskan. Hasil bendungan udara inilah yang menghasilkan bunyi. Udara yang
dihembuskan oleh paru-paru kita keluar melewati suatu daerah yang dinamakan
daerah glottal. Udara ini kemudian lewat lorong yang dinamkan faring (pharynx).
Dari faring itu ada dua jalan, yang pertama melalui hidung dan yang kedua melalui
rongga mulut. Semua bunyi yang dibuat dengan udara memalui hidung disebut bunyi
nasal. Sementara itu, bunyi yang udranya keluar melewati mulut dinamakan bunyi
oral.
Pada mulut terdapat dua bagian, bagian atas dan bagian bawah mulut. Bagian atas
mulut umumnya tidak bergerak sedangkan bagian bawah mulut bisa digerakkan.
Bagian-bagian ini adalah :
1. Bibir : bibir atas bibir bawah. Kedua bibir ini dapat dirapatkan untuk membentuk
bunyi yang dinamakan bilabial yng artinya dua bibir bertemu. Bunyi seperti, (p),
(b), dan (m) adalah bunyi bilabial.
2. Gigi : untuk ujaran hanya gigi ataslah yang mempunyai peran. Gigi ini dapat
berlekatan dengan bibir bawah untuk membentuk bunyi yang dinamkan
labiodental. Contoh untuk bunyi seperti ini adalah (f) dan (v). gigi juga dapat
berlekatan dengan dengan ujung lidah untuk membentuk bunyi dental seperti (t)
dan (d) dalam bahasa Indonesia.
3. Alveolar : daerah ini berada persis di belakang pangkal gigi atsa. Pada alveolar
dapat ditempelkan ujung lidah untuk membentuk bunyi yang dinamakan bunyi
alveoral. bunyi (t) dan (d) dalam bahasa inggris adalah bunyi alveolar.
4. Palatal keras (hard palate): daerah ini ada di rongga atas mulut, persis di belakang
daerah alveolar. Pada daerah ini dapat ditempelkan bagian depan lidah untuk
membentuk bunyi yang dinamkan alveopalatal seperti bunyi (c) dan (j).
5. Palatal lunak (soft palate) : daerah ini , juga dinamkan velum, ada dibagian
belakang rongga mulut atas. Pada palatal lunak dapat dilekatkan bagian belakang
lidah untuk membentuk bunyi yang dinamakn velar seperti bunyi (k) dan (g).

10
6. Uvula : pada ujung rahang atas terdapat tulang lunak yang dinamkan uvula. Uvula
dapat digerakkan untuk menutup saluran ke hiding atau membukanya. Bila uvula
tidak berlekatan dengan bagian atas laring maka bunyi udaera keluar melalui
hidung. Bunyi inilah yang dinamkn bunyi nasal. Sebaliknya, bila uvula berlekatan
dengan dinding laring mka udara disalurkan melaui mulut dan menghasilkan
bunyi yang dinamkan oral.
7. Lidah : pada rahang bawah , disamping bibir dan gigi, terdapat pula lidah. Lidah
adalah bagian mulut yang fleksibel, ia dapat digerakkan dengan luntur. Lidah
dibagi menjadi beberapa bagian :
a. Ujung lidah (tip of the tongue), yakni bagian yang paling depan dari lidah,
b. Mata lidah (blade), yakni bagian yang berada persis de belakang ujung lidah,
c. Depan lidah (front), yakni bagian yang sedikit agak ketengan tetapi masih
tetap didepan,
d. Belakang lidah, yakni bagian yang ada di bagian belakang dari lidah.
Bagian-bagian ini dapat digerakkan dengan cara dimaajukan, dimundurkan,
dikeataskan, dan dikebawahkan untuk membentuk bunyi-bunyi tertentu
8. Pita suara (vocal cord) : pita suara adalah sepasang selpaut yang berada dijakun
(larynx). Selaput ini dapat dirapatkan, dapatv direnggangkan, dan dapat dibuka
lebar. Status selaput suara ini ikut menentukan perbedaan antara satu konsonan
dengan konsonan yang lain.
9. Faring (pharynx) : saluran udara menuju rongga mulut atau rongga hidung.
10. Rongga hidung : rongga untuk bunyi-bunyi nasal seperti /m/ dan /n/.
11. Rongga mulut: untuk bunyi-bunyi oral seperti/p/,/b/,/a/ dan /i/.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesmpulan
Persepsi terhadap ujaran bukanlah suatu hal yang mudah dilakukan oleh manusia
karena ujaran merupakan suatu aktivitas verbal yang meluncur tanpa ada batas waktu
yang jelas antara satu kata dengan kata yang lain. Persepsi ujaran juga ternyata
tidaklah sesederhana yang kita pikirkan, di dalamnya terdapat proses atau tahapan
bagaimana suatu persepsi terhadap suatu ujaran itu terjadi. Melalui tahapan-tahapan
tersebut kita sebagai pendengar dapat menafsirkan bunyi yang diujarkan oleh penutur
dan memahaminya secara tepat dan sesuai dengan maksud si penutur.
Persepsi terhadap suatu bunyi dalam deretan bunyi bisa pula dipengaruhi oleh
kecepatan ujaran. Suatu bunyi yang diucapkan dengan bunyi-bunyi yang lain secara
cepat akan sedikit banyak berubah lafalnya. Akan tetapi, sebagai pendengar kita tetap
saja dapat memilah-milihnya dan akhirnya menentukannya. Pengetahuan kita sebagai
penutur bahasa membantu kita dalam proses persepsi.

B. Saran
Demikian penulisan makalah yang dapat kami sampaikan. Penulis menyadari
bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, maka dari itu kritik
dan saran yang membangun dari para pembaca sangat kami harapkan. Semoga
maklah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.Aamiin ya robbal ‘alaamiin.

DAFTAR PUSTAKA
Dardjowidjojo, soejono. 2003. Psikolinguistik :pengantar pemahanan
manusia. Jakarta : yayasan obor Indonesia
Sultan. Yahya, sudi. 2020. Psikolinguistik dalam pembelajaran bahasa
arab. Mataram: sanabil
Irham. 2019. Persepsi ujaran dalam konteks psikolinguisti. Bima : jurnal
guiding world.

12
13

Anda mungkin juga menyukai