Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Bahasa merupakan sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan
manusia. Tanpa adanya bahasa, maka manusia dipastikan tidak akan bisa
berinteraksi atau berkomunikasi dengan baik. Dengan kata lain, bahwa bahasa itu
adalah sesuatu yang telah menyatu dengan kehidupan manusia. Sebagai salah satu
yang menyatu dengan kehidupan manusia, bahasa selalu muncul dalam segala
aspek dan kegiatan manusia di manapun berada.

Studi tentang produksi kalimat tidak dapat dilakukan secara langsung. Tidak
mungkin kita, misalnya, membedah tengkorak untuk mengetahui di mana dan
bagaimana aliran elektrik pada neuron kita itu terjadi. Karena itu, studi mengenai
produksi kalimat hanya dapat dilakukan secara tidak langsung. Kita
mengobservasi kalimat yang diujarkan, kita cermati bagaimana kalimat itu
diujarkan, di mana pembicara senyap (pause), di mana dia ragu, dan mengapa dia
senyap dan ragu, serta kesalahan-kesalahan apa yang dibuat oleh pembicara ini.

Kesenyapan dan keraguan dalam ujaran terjadi karena pembicara lupa kata-
kata apa yang dia perlukan, atau dia sedang mencari kata yang paling tepat, dan
lain sebagainya. Kesalahan yang berupa kilir lidah seperti kelapa untuk kepala
menunjukkan bahwa kata ternyata tidak tersimpan secara utuh dan orang harus
mengetahuinya. Kenyataan bahwa kilir lidah bisa memindahkan kata tanpa
infleksinya (the weekends f r maniacs terkilir menjadi the maniac for weekends di
mana –s tidak ikut pindah dengan maniac) menunjukkan bahwa mental kita
memproses kata dan infleksinya secara terpisah. Begitu juga kilir lidah yang
dinamakan transposisi (thank of gas menjadi gas of thank) menunjukkan bahwa
kita merencanakan ujaran beberapa langkah kata ke depan.

Marilah kita kaji bagaimana gejala-gejala ini dapat kita pakai sebagai bukti
bagaimana manusia itu berujar.

1
1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas, permasalahan yang akan diangkat pada


makalah ini adalah :

1. 2.1 Apa yang dimaksud dengan psikolinguistik?


2. 2.2 Bagaimana hakikat kesenyapan dan apa saja macam-macam senyapan?
3. 2.3 Apa yang dimaksud dengan lupa-lupa ingat dan latah?
4. 2.4 Bagaimana artikulasi kalimat?
5. 2.5 Bagaimana kekeliruan terjadi?

2
1.3 TUJUAN PENULISAN
Berdasarkan rumusan masalah yang dipaparkan diatas, tujuan penulisan
makalah ini adalah mengetahui hakikat senyapan ,macam-macam senyapan , lupa-
lupa ingat,artikulasi kalimat dan bagaimana kekeliruan terjadi.

Manfaat yang diperoleh dengan uraian ini, adalah memahami dan


mengatahui apa yang dimaksud dengan senyapan dan kilir lidah, jenis senyapan
apa saja yang paling dominan yang sering dilakukan.

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PSIKOLINGUISTIK

Penelitian tentang senyapan dan kilir lidah masuk dalam lingkup


psikolinguistik. Menurut Darwowidjojo (2008:7), psikolinguistik merupakan ilmu
yang mempelajari proses-proses mental oleh manusia dalam berbahasa.
Darwowidjojo juga menyebutkan bahwa psikolinguistik mempelajari empat topik
utama, yaitu komprehensi, produksi, landasan biologis serta neurologis yang
membuat manusia bisa berbicara, dan pemerolehan bahasa. Sejalan dengan itu,
menurut Field psikolinguistik berhubungan dengan apa yang kita lakukan dan
bahasa.

2.2 HAKIKAT SENYAPAN

Tidak semua orang dapat berbicara dengan baik dan lancar untuk semua
topik pembicaraan. Pada umumnya orang berbicara sambil berpikir sehingga
makin sulit topik yang dibicarakan makin besar jumlah senyapan yang muncul.
Senyapan yang lebih umum terjadi adalah pada waktu orang ragu-ragu
(hesitation).
Ada berbagai alasan mengapa orang senyap. Pertama, orang senyap karena
dia telah terlanjur mulai dengan ujarannya, tapi sebenarnya dia belum siap untuk
seluruh kalimat itu. Oleh karena itu, dia senyap sejenak untuk mencari kata atau
kata-kata untuk melanjutkan ujarannya. Kedua, kesenyapan terjadi karena dia lupa
akan kata-kata yang dia perlukan. Kemudian alasan ketiga, bahwa dia harus
sangat berhati-hati di dalam memilih kata agar dampaknya pada pendengar tidak
menghebohkan.

4
1. 2.1 Senyapan
Senyapan beasal dari kata senyap yang artinya berhenti sejenak (pause)
pada saat sedang berbicara atau mengucapkan sebuah kalimat. Tidak semua orang
dapat berbicara dengan baik dan lancar. Orang berbicara pada umumnya sambil
berpikir sehingga semakin sulit topik yang dibicarakan maka, kemungkinan besar
jumlah senyapan yang terjadi. Senyapan yang lebih umum terjadi adalah pada
waktu orang ragu-ragu (hesitation). Keraguan tersebut bisa terjadi karena si
penutur lupa atau sedang mencari kata-kata yang paling tepat yang ingin ia
ujarkan. Menurut Dardjowidjojo ada berbagai alasan mengapa orang senyap.
Pertama, orang senyap karena dia telah terlanjur mulai dengan ujarannya, tapi
sebenarnya dia belum siap untuk mengujarkan seluruh kalimat itu. Oleh karena
itu, dia senyap sejenak untuk mencari kata atau kata-kata untuk melanjutkan
ujarannya. Kedua, kesenyapan terjadi karena dia lupa akan kata-kata yang dia
perlukan. Kemudian alasan ketiga, bahwa dia harus sangat berhati-hati di dalam
memilih kata. Berdasarkan ketidaksiapan dan terlalu berhati-hati dalam berujar
kesenyapan ada dua macam yaitu: senyapan diam dan senyapan terisi.

Pengujaran yang ideal terwujud dalam suatu bentuk ujaran yang lancar,
sejak ujaran itu dimulai sampai ujaran itu selesai. Kata-katanya terangkai dengan
rapi, diujarkan dalam suatu urutan yang tak terputus, dan kalaupun ada senyapan,
senyapan itu terjadi pada konstituen-konstituen yang memang memungkinkan
untuk disenyapi. Intonasinya pun merupakan suatu kesatuandari awal sampai
akhir. Akan tetapi, ujaran ideal semacam ini tidak selamanya dapat kita buat.
Tidak semua orang dapat berbicara selancar ini untuk semua topik pembicaraan.
Pada umumnya orang berbicara sambil berpikir sehingga makin sulit topik yang
dibicarakan, makin besar jumlah senyapan yang muncul.

Senyap karena si pembicara telah terlanjur mulai dengan ujarannya, tetapi


sebenarnya dia belum siap untuk seluruh kalimat itu. Senyap yang terjadi karena
dia lupa kata-kata yang diperlukan.Senyap yang terjadi karena berhati-hati dalam
memilih kata agar dapaknya pada pendengar tidak menimbulkan efek yang tidak
diinginkan.

5
1. Macam Senyapan
Pada umumnya orang senyap sebentar, entah bernafas entah untuk
keperluan lain. Pada waktu bicara, senyap untuk mengambil nafas sebenarnya
tidak banyak hanya sekitar 5 %. Senyapan yang lebih umum adalah senyapan
karena ragu-ragu.

Ada beberapa alasan mengapa orang senyap:

1. Karena dia telah terlanjur mulai dengan ujarannya, tetapi dia belum siap
untuk seluruh kalimatnya. Karena itu dia senyap untuk mencari kata-kata
untuk melanjutkan ujarannya.
2. Karena ia lupa kata-kata yang dia perlukan.
3. Karena ia sangat berhati-hati dalam memilih kata karena memperhatikan
dampak pada pendengarnya.

Senyapan ini sendiri terbagi dua, yaitu

1. Senyapan diam dimana pembicara berhenti sejenak dan diam ketika dia
mengingat atau mencari kata yang tepat, kemudian melanjutkannya setelah
menemukan kata yang tepat.

2. Senyapan yang diisi dengan bunyi-bunyi tertentu seperti eh, uh yang


digunakan hanya sekedar merupakan pengisi
a) senyapan diam, contoh: Itu si … Agus kemarin ke sini, dan
b) senyapan terisi, contoh: Itu si … Anu (kemarin datang ke sini).

Orang juga sering mengisi senyapan ini dengan bunyi-bunyi tertentu


seperti eh dan uh yang hanya sekedar merupakan pengisi belaka. Misalnya,
seseorang yang memiliki kedudukan atau jabatan yang tinggi di pemerintahan
banyak sekali memakai pengisi eh atau uh di dalam ujarannya dengan alasan
karena keberhati-hatian dia untuk tidak menimbulkan dampak yang keliru atau
menggegerkan. Hal ini juga kita sering temukan di acara-acara televisi, seperti

6
infotainment, seorang artis/aktor yang memberikan keterangan/klarifikasi kepada
wartawan.
Contoh:
a) Menurut Bapak Presiden ...eh ... soal ini harus ...eh ... dijadikan dasar ...
b) Ini merupakan ...eh ...masalah yang ...eh ... perlu diamati agar ...eh ...

2. Letak Senyapan
Para ahli belum ada kesepakatan yang pasti dimana tempat persisnya letak
senyapan, namun ada yang berpendapat :

1. Senyapan terdapat pada terutama sesudah kata pertama dalam suatu klausa
atau kalimat.
2. Senyapan terdapat sebelum bentuk leksikal yang penting.

Letak senyapan yang telah disepakati oleh para ahli:

1. Jeda grammatikal, adalah tempat senyap untuk merencanakan kerangka


konstituen pertama dari kalimat yang akan diujarkan. Senyapan seperti ini
cenderung lama dan sering.
2. Pada batas antara satu konstituen dengan konstituen yang lain, disinilah
orang merencakan konstituen apa yang cocok. Misalnya verb phrase,
adverbial phrase, apa yang cocok yang akan digunakan selanjutnya
3. Sebelum kata utama dalam konstituen. Pada bahasa seperti bahasa inggris,
frasa nomina yang dimulai dengan kata the dapat memunculkan senyapan
kaerna pembicara bisa saja sudah terlanjur mengeluarkan kata itu tetapi dia
kemudian harus mencari nomina atau kata lain yang cocok.

2. 2.2 Kekeliruan

Kekeliruan di dalam berbicara dapat disebabkan oleh kilir lidah atau oleh
penyakit afasia. Kilir lidah terjadi karena kita tidak memproduksi kata yang
sebenarnya kita kehendaki. Kita memproduksi kata-kata lain, kita memindah-
mindahkan bunyi, atau kita mengurutkan kata secara keliru. Berbeda dengan

7
afasia, yaitu kekeliruan yang terjadi dikarenakan otak kita terganggu sehingga kita
menjadi tidak mampu untuk mengujarkan kata yang kita inginkan.
1. Kilir Lidah
Kilir lidah adalah suatu fenomena di dalam produksi ujaran, di mana
pembicara “terkilir” lidahnya sehingga kata-kata yang diproduksi bukanlah kata
yang pembicara maksudkan. Kilir lidah disebabkan oleh seleksi yang keliru,
antara lain:
1) Seleksi semantik yang keliru (Freudian slips)
Pada tipe seleksi ini, orang meretrif kata yang ternyata bukan yang dia
inginkan. Hal ini dikarenakan, manusia menyimpan kata berdasarkan sifat-sifat
kodrati yang ada pada kata-kata itu. Kekeliruan pada seleksi semantik ini pada
umumnya berwujud kata yang utuh dan berasal dari medan semantik yang sama.
Misalnya: Kamu nanti beli kol, maksud saya, sawi, ya. Pada contoh tersebut, kol
dan sawi termasuk di dalam satu kelompok yang dinamakan sayuran. Coba
perhatikan pada contoh berikut: Kamu nanti beli kol, maksud saya, pensil, ya.
Kekeliruan pada kalimat tersebut mustahil; akan terjadi, karena medan semantik
antara kol dan pena adalah berbeda.

2) Kilir lidah malaproprisme


Asal mula lahirnya istilah ini berasal dari peran seorang wanita di dalam
sebuah novel karangan Richard Sheridan The Rivals, yang bernama Ny. Malapro.
Dalam novel itu Ny. Malapro digambarkan sebagai wanita yang ingin kelihatan
berkelas tinggi dengan memakai kata yang muluk-muluk. Akan tetapi, yang
terjadi adalah bahwa kata-kata itu bentuknya memang mirip tetapi keliru.
Misalnya: allegory untuk alligator (dalam bahasa Inggris) dan antisisapi untuk
antisipasi.

3) Campur kata (blends)


Kekeliruan pada tipe ini muncul apabila seseorang tergesa-gesa sehingga
dia mengambil satu atau sebagian suku kata dari kata pertama dan satu atau
sebagian suku lagi dari kata yang kedua dan kemudian kedua bentuk itu dijadikan

8
satu. Di dalam bahasa Inggris sering terjadi, tapi kesalahan tersebut dimanfaatkan
untuk menciptakan kata yang lebih pendek. Misalnya: Please expland (dari
explain menjadi expand). Sedangkan di dalam bahasa Indonesia, fenomena
kesalahan campur-kata seperti ini tampaknya sangat jarang. Hal ini disebabkan
oleh kata di dalam bahasa Indonesia umumnya bersuku kata dua atau lebih
sehingga, mungkin, percampurannya akan tidak mudah.

2. Kekeliruan Asembling

yaitu bentuk kekeliruan di mana kata-kata yang dipilih sudah benar, tetapi
asemblingnya keliru. Salah satu bentuk kekeliruan ini adalah apa yang dinamakan:

1) Transposisi
Yaitu memindahkan kata atau bunyi dari satu posisi ke posisi yang lain.
Contohnya :
I need a gas of tank à seharusnya I need a tank of gas
2) Kekliruan antisipasi
Pembicara megantisipasi akan munculnya suatu bunyi, lalu bunyi itu
digunakan sebagai ganti dari bunyi yang seharusnya.
Contohnya:
“Bake my bike”
Kata bake seharunya adalah take namun karena si pembicara
mengantisipasi akan adanya kata huruf b pada bike, maka kata take
berubah menjadi kata bake. Dalam bahasa indonesia contohnya adalah
Seruling bambu à seluling bambu
Bisa saja→ sisa saja
3) Kekeliruan perseverasi
Disebut juga repitisi yaitu kebalikan dari antisipasi. Kalau pada antisipasi
kekeliruan terjadi di muka, pada perseverasi kekeliruan terjadi di belakang.
Contoh :
Pulled a tantrum à pulled a pantrum

9
Bunyi /p/ pada kata pulled terbawa ke belakang sehingga yang harusnya
tantrum menjadi pantrum

3. Unit-unit pada Kilir Lidah


Secara garis besar unit-unit pada kilir lidah adalah fitur distingtif, segment
fonetik, sukukata, kata, dan konstituen yang lebih besar dari kata.
1) Kekeliruan Fitur Distingtif
Kekeliruan ini terjadi apabila yang terkilir bukan suatu fonem, tetapi fitur
distingtif dari fonem itu saja.
Contohnya:
clear blue sky → glear plue sky. Kekeliruan dari clear ke glear sebenarnya bukan
penggantian fonem /k/ menjadi /g/, tetapi penggantian fitur distingtif [-vois]
dengan [+vois]. Kekeliruan ini sangat jarang terjadi. Di dalam bahasa Indonesia
dapat dicontohkan pada kata Paris menjadi Baris.

2) Kekeliruan Segmen Fonetik


kekeliruan segmen fonetik merupakan kekeliruan yang paling umum, yang
jumlah fiturnya lebih dari satu.
Contoh:
with this ring I thee wed → with this ring I thee red left hemisphere → heft
lemisphere. Bunyi /r/ pada ring mempunyai titik artikulasi yang berbeda
dengan /w/ pada wing, begitu juga dengan bunyi /l/ dan /h/ pada left dan
hemisphere. Kekeliruan di mana bunyi yang saling mengganti ini berbeda lebih
dari satu fitur distingtif dinamakan kekeliruan segmen fonetik. Dapat dikatakan
bahwa kekeliruan seperti ini adalah kekeliruan di mana fonem bertukar tempat.

3) Kekeliruan Sukukata
Dalam bahasa Indonesia kita sering temukan kekeliruan pada sukukata,
contohnya:
ke-pa-la → ke-la-pa, se-mi-nar → se-ni-mar, dst.

10
4) Kekeliruan Kata
kekeliruan ini terjadi bila yang tertukar tempat adalah kata. Contoh: tank
of gas → gas of tank, go for broke → broke for go. Kekeliruan ini kadang-kadang
berlalu tanpa pembicara menyadarinya.

2.3 LUPA-LUPA INGAT DAN LATAH


Lupa-lupa ingat merupakan kebiasaan di mana seseorang itu dahulunya
ingat (pernah ingat) terhadap apa yang ingin ia katakan namun ketika ia ingin
mengucapkannya ia lupa, sehingga terjadilah antara lupa dan ingat. Kebiasaan ini
sering terjadi ketika kita mengingat nama orang. Salah satu contoh, mungkin kita
sedang di bus lalu kenalan dengan orang di sebelah kita, suatu saat kita bertemu
lagi di suatu tempat. Kita tahu wajahnya namun kita bertanya-tanya dengan diri
kita siapa ya namanya?, antara ingat dan lupa. Inilah yang merupakan contoh
lupa-lupa ingat. Lupa-lupa ingat berbeda lagi dengan latah. Latah merupakan
kebiasaan yang unik yaitu, mengucapkan kata secara spontan tanpa ia sadari
ketika terkejut.
Menurut Dardjowidjojo (2008:154) latah memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
A. konon latah hanya terjadi di asia tenggara
B. hampir yang mengalami adalah wanita
C. kata-kata yang dikeluarkan umumnya berhubungan dengan seks atau
kelamin laki-laki
D. kalau dikejutkan dengan kata, maka ia juga bisa hanya mengulang kata-
kata itu saja. Proses latah ini, kalau si A yang latah dikejutkan dengan
kata-kata maka, yang ia ucapkan adalah kata yang sama misalnya,
dikejutkan dengan menyebutkan kata bakso maka , si latah pun akan
mengucapkan kata bakso juga. Akan tetapi, apabila si latah dikejutkan
dengan bunyi suatu benda maka, ia akan mengeluarkan kata-kata yang

11
berhubungan dengan seks atau kelamin laki-laki atau kelamin binatang
jantan. Hal inilah yang membuat latah menjadi pristiwa wicara yang unik,
namun belum dapat dijelaskan mengapa demikian karena belum ada yang
menelitinya lebih jauh.

Dalam bahasa inggris disebut tip of tongue. Sekitar 75% dari orang yang
lupa-lupa ingat menerkanya tidak terlalu keliru (Nickel dan Howard 2000; 125).
Suatu penelitian yang meneliti kata sextant, ada yang menjawab dengan kata
secant, sextet, dan sexton. Dari penelitian disimpulkan adanya pola-pola tertentu
dalam menerka kata yang akan di ingat:
a) Jumlah suku kata selalu benar
b) Bunyi awal kata itu juga benar
c) Hasil akhir kekeliruan itu mirip dengan kata yang sebenarnya.

Latah adalah suatu tindak kebahasaan dimana seseorang, sewaktu terkejut


atau dikejutkan mengeluarkan kata-kata secara spontan dan tidak sadar dengan
apa yang dikatakannya. Latah mempunyai ciri-ciri berikut :
1. Konon latah hanya terdapat di Asia Tenggara
2. Pelakunya lebih banyak terdapat pada wanita
3. Kata-kata yang diucapkan umumnya berkaitan dengan seks atau alat
kelamin pria atau wanita.
4. Kalau kejutannya berupa kata, maka si latah juga bisa hanya mengulang
kata itu saja.

2.4 ARTIKULASI KALIMAT

Setelah kata untuk calon kalimat itu selesai diproses dan akan diujarkan,
maka bagian otak yang bertanggungjawab mengenai pengujaran, yakni daerah
Broca, memerintakan Korteks motor untuk mulai bekerja. (Korteks motor adalah
sebuah jalur di otak ynag mengendalikan lidah, rahang, gigi, pita suara dan
mekanisme wicara lainnya). Agar iringan getar suara sebagai (+vois) atau (-vois)

12
dengan segmen fonetiknya tepat, maka instruksi ke pita suara diberikan paling
awal, sekitar 0,30 mili detik sebelum instruksi ke segmen bunyi itu dikeluarkan.

Seandainya kata yang akan di ucapkan adalah kata rokok maka korteks


motor akan memberikan instruksi yang seolah-olah berbunyi:
1. Pita suara, bersiap-siaplah untuk bergetar
2. Lidah, tempelkan ujungmu pada daerah alveolar dan getarkan berkali-kali
3. Pita suara, bersamaan dengan bergetarnya lidah itu, bergetarlah kamu
4. Uvula, menempellah pada tenggorokan agar udara tidak keluar lewat
hidung.

Dengan instruksi tersebut terbentuklah bunyi /r/. untuk bunyi /o/,


prosesnya juga sama, hanya saja bunyi instruksi nya yang berbeda. Dalam
kenyataannya kualitas bunyi itu terpengaruh dengan bunyi dimuka atau
dibelakangnya. Posisi lidah waktu mengucapkan o pada kata opor, akan berbeda
dengan posisi lidah ketika mengatakan o pada kata rokok.
Pada kata opor, posis lidah mulai dari titik nol, sedangkan pada kata rokok posisi
lidah ada pada posisi r.
Kecepatan ujaran tentu saja mempengaruhi proses ini karena makin cepat
seseorang berbicara, makin sedikitlah waktu yang dimilikinya untuk memperoses
semua instruksi ini. Sebagai akibatnya, bunyi-bunyi itu makin tidak akurat, dan
bahkan mungkin terjadi kekeliruan.

2.5 BAGAIMANA KEKELIRUAN TERJADI

Fromkin (1973) menggambarkan dengan contoh sebagai berikut :

Yang seharusnya yang terjadi

a weekend for MANIACS          →              a maniac for WEEKENDS

kata yang dicetak dengan kapital mempunyai tekanan primer, sedangkan yang
dicetak miring mempunyai tekanan sekunder.

13
Berikut adalah langkah-langkahnya

1. Pembicara ingin membuat konstituen yang merujuk pada waktu (w-32)


2. Kemudian membuat pola sintaktik
{artikel tdk definit + nom + [tek 2] + prep + nom + [jamak] + [tek 1]}
3. Pembicara kemudian mengakses bentuk leksikal
yaitu weekend,  dan maniac untuk dimasukkan ke dalam pola tersebut.
Tetapi dia keliru memasukkan kata tersebut sesuai dengan pola yang
dibuatnya. Yang seharunya di isi dengan weekend dimasukkan kata
maniac. Sehingga terjadilah kilir lidah.
4. Pembicara mewujudkan kata-kata dalam bentuk bunyi dengan afiks dan
tekannya.
a +  maniac + for + WEEKEND + [z]
Masing-masing kata dispesifikasikan sesuai dengan fitur distingtif masing-
masing. Proses kekeliruan ini mengikuti urutan tertentu. Langkah c
misalnya mengikuti langkah b, buktinya ketika maniac dan weekend
tertukar, tekanannya tidak ikut, begitu juga (s) jamak juga tidak ikut, serta
masing-masing kata sesuai dengan fitur distingtifnya masing-masing,
seperti bunyi [z] pada kata weekends.

14
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN

Melalui penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa terkadang kita pada saat
berkomunikasi mengeluarkan ujaran terasa begitu cepat sehingga seolah-olah kita
tidak melakukan proses mental yang kompleks sebelum berujar. Nyatanya berujar
itu membutuhkan tahapan mental sebelum kita mengeksekusi setiap ide yang
dimiliki melalui alat artikulasi yang ada. Rentetan bunyi yang terdengar sepertinya
sangat sederhana, namun ada banyak tahapan penting yang harus dilakukan untuk
merefresentasikan ide atau konsep yang ada dalam pikiran kita sebelum terwujud
dalam bentuk ujaran atau bunyi yang memiliki makna yang bisa dipahami oleh
pendengar. Kita perlu membentuk konsep ide yang mau disampaikan terlebih
dahulu, kemudian memproses ide tersebut menjadi bentuk-bentuk linguistik
dalam mental kita, kemudian akhirnya terwujudlah dalam bentuk ujaran. 

Produksi dari ujaran ini menjadi instrumen bagi kita untuk menganalisis
proses apa yang terjadi sebelum memproduksi ujaran atau kalimat. Produksi
ujaran atau kalimat ini tidak selamanya sesuai dengan apa yang dalam konsep
pikiran kita, dengan demikian muncullah kekeliruan-kekeliruan dalam berbahasa
yang nampak pada ujarn yang kita lakukan. Kekeliruan inilah yang menjadi bukti
bahwa ada serangkaian proses yang kita lakukan sebelum berujar. Sebab tidak
akan mungkin bisa meneliti atau menganalisis proses mental dalam produksi
uajaran, melaikan lewat produksi ujaran yang dilakukan.

15
3.2 SARAN
Untuk mahasiswa/mahasiswi khususnya, S1 Kesehatan Masyarakat agar belajar
lebih mendalami lagi mata kuliah Bahasa Indonesia tentang Hakikat Kesenyapan, Lupa-
Lupa Ingat Dan Latah. Karena, lebih banyak mendalami, kita lebih banyak tau lagi
tentang Hakikat Kesenyapan, Lupa-Lupa ingat Dan Latah itu seperti apa . Dan semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

16
DAFTAR ISI

Dardjowidjojo, Soenjono. 2008. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa


Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Field, John. 2004. Psycholinguistics: The Key Concepts. London: Routledge.

Harley, Trevor A. 2001. Psychology of Language. New York: Psychology Press.

Taxler, Matthew J. 2012. Introduction to Psycholinguistics Understanding


Language Science. West Sussex: Wiley-Blackwell.

Taxler, Matthew J., Gernsbacher, Morton A, eds. 2006. Handbook of


Psycholinguistics. London:Elsevier.

17

Anda mungkin juga menyukai