Anda di halaman 1dari 13

PRODUKSI KALIMAT

Disusun Oleh :

KELOMPOK 7

Mesy agustin:2020112025

Putri amelia:2020112031

Wayan sunarte:2020112032

Dosen Pengampu : Hetilaniar,M.Pd

PROGRAM STUDI BAHASA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PGRI PALEMBANG

TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur atas ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, serta hidayah-Nya
sehingga makalah berjudul Produksi kalimat ’’

” ini dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam semoga senantiasa dilimpahkan selalu
kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, keluarganya, para sahabatnya, serta umat yang
senantiasa mengikuti dan melaksanakan ajarannya.

Makalah ini akan membahas tentang Produksi kalimat .Selama pelaksanaan penyusunan
makalah ini, kami tidak lepas dari kesulitan dan hambatan-hambatan yang dihadapi. Namun atas
bantuan bimbingan serta pengarahan dari berbagai pihak, akhirnya kami dapat menyelesaikan
makalah ini. Maka dari itu, dengan rendahan hati kami ucapkan terima kasih kepada yang
terhormat:

Ibu Hetilaniar,M.Pd . Selaku Dosen Pengampu mata kuliah Psikolinguistik

“Tiada gading yang tak retak”, demikian kata pepatah. Oleh karena itu, tegur sapa yang
bersifat membangun sangat dinantikan demi perbaikan penyusunan makalah yang akan datang.
Akhirnya, semoga makalah ini dapat bermanfaat umumnya bagi para pembaca.

Palembang, 1 November 2022


DAFTAR ISI

COVER.......................................................................................................................1

KATA PENGANTAR...................................................................................................2

DAFTAR ISI................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN................................................... ..........................................4

1.1 Latar Belakang...................................................................................................5

1.2 Rumusan Masalah............................................................................................ 6

1.3 Tujuan.................................................................................................................7

BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................. 8

2.1 Pengertian Produksi kalimat..........,.................................................................. 9

2.2 Tahap unit-unit kilir lidah............................ ..................................................... 10

BAB III PENUTUP.....................................................................................................11

3.1 Kesimpulan...................................................................................................... .12

3.2 Saran........................ ........................................................................................ 13

DAFTARPUSTAKA...................... ........................................................................... 14
Bab 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Bahasa merupakan sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan


manusia. Tanpa adanya bahasa, maka manusia dipastikan tidak akan bisa
berinteraksi atau berkomunikasi dengan baik. Dengan kata lain, bahwa bahasa itu
adalah sesuatu yang telah menyatu dengan kehidupan manusia. Sebagai salah satu
yang menyatu dengan kehidupan manusia, bahasa selalu muncul dalam segala
aspek dan kegiatan manusia di manapun berada.
Betapa pentingnya bahasa, hingga tidak ada satu kegiatan manusiapun yang
tidak disertai dengan kehadiran bahasa. Oleh karena itu, jika orang bertanya apakah
bahasa itu, maka jawabannya dapat bermacam-macam sejalan dengan bidang
kegiatan tempat bahasa itu digunakan. Bahasa adalah alat untuk menyampaikan isi
pikiran, bahasa adalah alat untuk berinterakasi, bahasa adalah alat untuk
mengekspresikan diri, dan bahasa adalah alat untuk menampung hasil kebudayaan,
semuanya dapat diterima. 
Sesuai dengan fungsi bahasa, suatu proses berbahasa dikatakan berjalan baik
apabila makna yang dikirmkan penutur dapat diresepsi oleh pendengar seperti yang
dimaksudkan oleh si penutur. Sebaliknya, suatu proses berbahasa dikatakan tidak
berjalan dengan baik pabila makna yang dikirim penutur diresepsi atau dipahami
pendengar tidak sesuai dengan yang dikehendaki penutur. memproduksi kalimat,
bisa juga diebabkan oleh faktor pendengar yang kurang mampu merespsi kalimat
itu, ataubisa juga akibat faktor lingkungan sewaktu kalimat itu ditransfer dari mulut
penutur ke dalam telinga pendengar.Sebagaimana diketahui pada pembahasan
sebelumnya telah dibahas mengenai proses produksi ujaran,maka pada makalah ini
yang akan dibahas adalah seperti apa danbagaimana proses produksi kalimat
tersebut dan fenomena apas saja yang terjadi? Berikut ini akan kita pada poin
pembahasan.

1.2 Rumusan masalah


1.Apa yang di maksud dengan Produksi kalimat ?
2.Bagaimana tahap unit-unit kiler lidah ?

1.3 Tujuan
1.Untuk mengetahui apa itu pengertian Produksi kalimat.
2.Untuk mengetahui apa saja tahap unit-unit kiler lidah.
Bab II
PEMBAHASAN
2.1 Produksi Kalimant
Senyapan dan Kilir Lidah Kegiatan pada waktu berujar merupakan suatu proses
yang terjadi pada mental (otak) manusia. Proses mental pada waktu berujar tersebut
ada dua macam yaitu, senyapan (pause) dan kekeliruan (errors).

1. Senyapan Senyapan beasal dari kata senyap yang artinya berhenti sejenak
(pause) pada saat sedang berbicara atau mengucapkan sebuah kalimat. Tidak
semua orang dapat berbicara dengan baik dan lancar. Orang berbicara pada
umumnya sambil berpikir sehingga semakin sulit topik yang dibicarakan maka,
kemungkinan besar jumlah senyapan yang terjadi. Senyapan yang lebih umum terjadi
adalah pada waktu orang ragu-ragu (hesitation). Keraguan tersebut bisa terjadi karena si
penutur lupa atau sedang mencari kata-kata yang paling tepat yang ingin ia ujarkan.
Menurut Dardjowidjojo (2008:144) ada berbagai alasan mengapa orang senyap. Pertama,
orang senyap karena dia telah terlanjur mulai dengan ujarannya, tapi sebenarnya dia belum
siap untuk mengujarkan seluruh kalimat itu. Oleh karena itu, dia senyap sejenak untuk
mencari kata atau kata-kata untuk melanjutkan ujarannya. Kedua, kesenyapan terjadi
karena dia lupa akan kata-kata yang dia perlukan. Kemudian alasan ketiga, bahwa dia harus
sangat berhati-hati di dalam memilih kata. Berdasarkan ketidaksiapan dan terlalu berhati-
hati dalam berujar kesenyapan ada dua macam yaitu: senyapan diam dan senyapan terisi.
a. Senyapan Diam Senyapan diam adalahsenyapan ketika sedang berbicara terhenti
sejenak, terdiam tampa suara apapun sehingga ujaran terputus sampai ia menemukan kata-
kata yang ingin diujarkan. Contoh: Itu Bapak … yang masuk di kelas kita kemarin?
b. Senyapan Terisi Senyapan terisi adalah Senyapan yang diisi dengan kata-kata tertentu
yang hanya pengisi kekosongan saja. Hal ini dapat memancing mengingat kembali kata
yang ingin diujarkan. Contoh: Itu siapa itu (kemarin masuk ke kelas kita?). Selain kata anu
banyak cara orang-orang mengisi kesenyapan atau jedah ketika berbicara dengan kata-kata
lain seperti, -eh dan uh yang hanya sekedar merupakan pengisi belaka. Kesenyapan-
kesenyapan seperti ini tidak hanya terjadi pada kalangan orang-orang biasa tetapi tidak
jarang juga terjadi pada kalangan pejabat atau penyiar televisi dengan alasan karena
keberhati-hatian dia untuk tidak menimbulkan dampak yang keliru atau menggegerkan.
Senyapan-senyapan terjadi berdasarkan tempatnya. Ada pun tempat-tempat biasa
terjadinya senyapan antara lain: jeda gramatikal, batas konstituen dengan konsituen lain,
dan di tempat sebelum kata utama pertama pada konsituen. Jedah gramatikal adalah
tempat senyapan pada saat merencanakan ujaran yang akan diujarkan selanjutnya.
Senyapan di tempat ini biasanya terjadi agak sering dan lama. Tipe senyapan yang terjadi
bukan karena keraguan dan biasa juga senyapan ini untuk mengambil nafas. Hal ini
berbeda dengan senyapan yang terjadi pada batas antara satu konstituen dengan
konstituen lainnya.
Senyapan yang terjadi pada batas antara satu konstituen dengan konstituen lainnya ini pada
umumnya adalah senyapan yang berisi. Sedangkan yang terjadi pada tempat senyapan
sebelum kata dalam konstituen umumnya senyapan tipe diam.
2. Kekeliruan Kekeliruan yang terjadi pada saat berbicara atau ketika mengujarkan suatu
kalimat dapat disebabkan oleh dua hal yaitu, karena kilir lidah dan terkena penyakit afasia.
a. Lidah Kilir lidah adalah proses produksi suatu ujaran yang tidak sesuai dengan ujaran
yang ingin diujarkan. Kilir lidah ini disebabkan oleh: seleksi yang keliru (kekeliruan seleksi)
dan kekeliruan asembling. Kekeliruan seleksi adalah kilir lidah yang disebabkan oleh
kekeliruan pemilihan semantik atau yang sifatnya berhubungan dengan medan
semantik.Contohnya: Kamu nanti beli pensil, maksud saya, pena, ya. pensil dan pena dalam
hal ini masih memiliki medan makna yaitu, alat tulis. Hal ini tidak mungkin terjadi kekeliruan
seperti, Kamu nanti beli sepatu, maksud saya, pensil, ya. Karena sepatu dengan pensil
bukan merupakan medan makna. Sementara, kekeliruan asembling adalah proses
pengucapan kata-kata yang keliru padahal pemilihan kata-katanya sudah benar. Selain itu
bisa juga karena proses pemindahan bunyi atau kata dari satu posisi ke posisi lain.
Contohnya dalam bahasa Inggris: I need a gas of tank, padahal yang dimaksud adalah I
need a tank of gas. Sementara dalam bahasa Indonesia “seluling bambu”/”seluring bambu”
padahal yang ingin diucapkannya adalah “seruling” (Dardjowidjojo, 2008:149).
b. Afasia Afasia adalah salah satu penyakit gangguan pada berbicara. Penyakit ini
dikarenakn kekurangn oksigen pada otak dan pernah mengalami stroke. Sehingga orang
yang terkena penyakit ini tidak bisa berbicara dengan baik.

2.3 Unit-unit Kilir Lidah


Secara garis besar unit-unit pada kilir lidah adalah fitur distingtif, segment fonetik, sukukata,
kata, dan konstituen yang lebih besar dari kata.
a. Kekeliruan Fitur Distingtif Kekeliruan ini terjadi apabila yang terkilir bukan suatu fonem,
tetapi fitur distingtif dari fonem itu saja. Contohnya: clear blue sky → glear plue sky.
Kekeliruan dari clear ke glear sebenarnya bukan penggantian fonem /k/ menjadi /g/, tetapi
penggantian fitur distingtif [-vois] dengan [+vois]. Kekeliruan ini sangat jarang terjadi. Di
dalam bahasa Indonesia dapat dicontohkan pada kata Paris menjadi Baris.
b. Kekeliruan Segmen Fonetik Kekeliruan segmen fonetik merupakan kekeliruan yang paling
umum, yang jumlah fiturnya lebih dari satu. Contoh: with this ring I thee wed → with this ring
I thee red left hemisphere → heft lemisphere. Bunyi /r/ pada ring mempunyai titik artikulasi
yang berbeda dengan /w/ pada wing, begitu juga dengan bunyi /l/ dan /h/ pada left dan
hemisphere. Kekeliruan di mana bunyi yang saling mengganti ini berbeda lebih dari satu fitur
distingtif dinamakan kekeliruan segmen fonetik. Dapat dikatakan bahwa kekeliruan seperti
ini adalah kekeliruan di mana fonem bertukar tempat.
c. Kekeliruan Sukukata Dalam bahasa Indonesia kita sering temukan kekeliruan pada
sukukata, contohnya: ke-pa-la → ke-la-pa, se-mi-nar → se-ni-mar, dst. d. Kekeliruan Kata
Kekeliruan ini terjadi bila yang tertukar tempat adalah kata. Contoh: tank of gas → gas of
tank, go for broke → broke for go. Kekeliruan ini kadang-kadang berlalu tanpa pembicara
menyadarinya.
d. Lupa-lupa Ingat dan Latah Lupa-lupa ingat merupakan kebiasaan di mana seseorang itu
dahulunya ingat (pernah ingat) terhadap apa yang ingin ia katakan namun ketika ia ingin
mengucapkannya ia lupa, sehingga terjadilah antara lupa dan ingat. Kebiasaan ini sering
terjadi ketika kita mengingat nama orang. Salah satu contoh, mungkin kita sedang di bus
lalu kenalan dengan orang di sebelah kita, suatu saat kita bertemu lagi di suatu tempat. Kita
tahu wajahnya namun kita bertanya-tanya dengan diri kita siapa ya namanya?, antara ingat
dan lupa. Inilah yang merupakan contoh lupa-lupa ingat. Lupa-lupa ingat berbeda lagi
dengan latah. Latah merupakan kebiasaan yang unik yaitu, mengucapkan kata secara
spontan tanpa ia sadari ketika terkejut.
Menurut Dardjowidjojo (2008:154) latah memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. konon latah hanya terjadi di asia tenggara.
2. hampir yang mengalami adalah wanita
3. kata-kata yang dikeluarkan umumnya berhubungan dengan seks atau kelamin laki-laki
4. kalau dikejutkan dengan kata, maka ia juga bisa hanya mengulang kata-kata itu saja.
Proses latah ini, kalau si A yang latah dikejutkan dengan kata-kata maka, yang ia ucapkan
adalah kata yang sama misalnya, dikejutkan dengan menyebutkan kata bakso maka , si
latah pun akan mengucapkan kata bakso juga. Akan tetapi, apabila si latah dikejutkan
dengan bunyi suatu benda maka, ia akan mengeluarkan kata-kata yang berhubungan
dengan seks atau kelamin laki-laki atau kelamin binatang jantan. Hal inilah yang membuat
latah menjadi pristiwa wicara yang unik, namun belum dapat dijelaskan mengapa demikian
karena belum ada yang menelitinya lebih jauh.
c. Proses Pengujaran Berujar pada dasarnya merupakan salah satu proses kognitif paling
kompleks yang dilakukan oleh manusia. Dalam Bahasa Inggris, kecepatan ujaran yang
normal terdiri dari sekitar 150 kata per-menit. Yang berarti bahwa seorang penutur dapat
meretrif dua sampai tiga kata per detik dari sekitar 30.000 perbendaharaan kata harian yang
dimilikinya untuk berujar. Yang lebih menakjubkan lagi adalah bahwa seorang penutur
mampu berujar secara berkelawnjutan dengan tingkat keakuratan yang luar biasa,
mengingat besarnya jumlah rata-rata kosa kata yang dimilikinya (Field 2004: 283). Proses
mental yang rinci ini kadang terjadi dalam kendali bawah sadar kita, sehingga pada saat kita
bertutur, dalam komunikasi sehari-hari, seolah-olah tanpa harus berfikir. Namun pada
dasarnya dibalik kalimat-kalimat yang diujarkan oleh seorang penutur ada proses mental
luarbiasa terjadi sebelumnya. Pada bagian ini, kami mencoba untuk menggambarkan urutan
hierarkis yang terjadi dalam proses pengujaran kalimat, dari tahap konseptualisasi sampai
pada tahap perwujudan konsep dalam pelaksanaan ujaran (artikulasi kalimat).
Umumnya, para ahli sepakat bahwa proses produksi kalimat terdiri dari tiga tahap umum
yaitu tahap konseptualisasi – menentukan pesan apa yang akan disampaikan, formulasi –
menentukan bagaimana cara penyampaian pesan yang telah ditentukan kedalam bentuk-
bentuk linguistik, dan terakhir tahap artikulasi. Tahap pelaksanaan penyampaian pesan,
sebagaimana yang dikemukakan oleh Levelt dalam Harley (2001: 374). Proses
konseptualisasi sampai formulasi terjadi secara berurutan di dalam mental kita lalu
kemudian hasil dari proses mental ini siap untuk deskripsikan menjadi ujaran dalam bentuk
bunyi yang dapat dimengerti oleh interlokutor (lawan bicara).
Tahap konseptualisasi, penutur membentuk konsep dan menentukan pesan apa yang ingin
disampaikan kemudian memilah informasi yang relevan dalam memorinya untuk disiapkan
menjadi susunan ujaran yang dimaksudkan. Pada tahap ini penutur juga
mempertimbangkan batasan situasional dimana ujaran yang terncanakan dapat
diungkapkan pada situasi yang sepatutnya (Griffin dan Ferreira 2006: 22).
Langkah selanjutnya yaitu tahap formulasi. Tahap ini terbagi menjadi beberapa sub tahapan,
pertama yaitu tahap pemilihan kata yang sesuai dengan pesan yang akan disampaikan
(lexicalization). Menentukan kata yang ingin digunakan dalam suatu ujaran melibatkan
pertimbangan kesesuaian kata dengan faktor makna semantik dan pragmatik. Kata yang
dianggap dapat mewakili pesan inilah yang disebut dengan lemma. Selanjutnya proses
perencanaan bunyi yang sesuai dengan kata yang telah dipilih. Pada proses ini terjadi
penyusunan bentuk-bentuk fonologis dari tiap kata yang telah terpilih dengan memilahnya
dalam bentuk bunyi yang bermakna. Selain itu tahap ini juga melibatkan perincian sintaksis.
Kata yang telah terpilih kemudian diletakkan secara hierarkis pada posisinya masing-masing
dalam bentuk kalimat sesuai dengan aturan sintaksis yang berlaku. Meskipun demikian
beberapa pendapat menyatakan bahwa perhatian pada bentuk sintaksis dari sebuah kalimat
yang akan diujarkan tidak selamanya kita butuhkan dalam usaha kita untuk menyampaikan
pesan yang telah direncanakan pada tahap konseptualisasi sebelumnya (Harley 2001: 374).
Tahap yang terakhir adalah tahap artikulasi, yaitu proses pelafalan kata-kata yang telah
terkonsep oleh perangkat motorik artikulasi. Pada tahap ini terjadi penerjemahan informasi-
informasi fonologis kedalam bentuk suara. Otot-otot artikulasi diperintahkan untuk bergerak
sesuai dengan spesifikasi suara yang diharapkan. Selain itu, suara yang terbentuk
selayaknya terwujud dalam urutan yang tepat. Sehingga gerakan alat artikulator serta urutan
bunyi yang tepat kemudian membentuk suara yang bermakna sesuai dengan yang
dimaksudkan sebelumnya dalam proses konseptualisasi dan formulasi. Tahapan proses
produksi ujaran secara singkat dapat dilihat pada bagan berikut ini:

CONSEPTUALIZATION (MESSAGE LEVEL OF PRESENTATION)


· Involves determining what to say
· Speaker conceives an intention
· Speaker select a relevant information
· The product is a preverbal message

FORMULATION

· Involves translating the conceptual representation into linguistic form


· Includes the process of lexicalization
· Includes the process of syntactic planning
· Involves detailed phonetic and articulatory planning
· Includes the process of phonological encoding

ARTICULATION ·

· Involves retrieval of chunks of internal speech


· Involves motor execution Levelt’s speech production process (Harley 2001: 375)
Salah satu pendekatan terhadap tahapan produksi ujaran ialah yang diajukan oleh Willem
Levelt, yang kemudian diadaptasi menjadi model matematis yang disebut dengan
WEAVER++ (Taxler 2012: 39). Menurut model ini, hal penting yang harus kita garis bawahi
dalam pengujaran kalimat adalah bahwa pada saat kita menyusun satu ide yang akan kita
ungkapkan dalam ujaran kita, tidak secara otomatis langsung sampai kepada produksi
ujaran yang terwujud dalam suara. Ada serangkaian tahap yang kita lalui mulai dari tahap
konsepsi ide hingga proses artikulasi kalimat dalam rangka menyampaikan ide kita.
WEAVER++ mengambarkan tahapan-tahapan ini secara sistematis. Tahapan ini terjadi
secara berurutan dan simultan dimama tiap tahapan akan menghasilkan satu produk yang
akan mengaktifkan tahapan beriktunya.
Dalam model ini, produksi kalimat dimulai dari penyusunan ide yang akan
disampaikan oleh seorang penutur. Kemudian ide ini dihubungkan dengan konsep leksikal
yang kita punya dalam memori kita. Suatu bahasa bisa saja memiliki kata-kata spesifik untuk
menggambarkan satu konsep, namun terkadang juga ada satu konsep yang mengharuskan
kita untuk menggambungkan dua konsep atau lebih agar dapat menggambarkan konsep
yang dimaksud dengan lebih tepat. Oleh karena itu kita akan melewati tahap ini sebelum kita
masuk ke dalam tahapan selanjutnya yaitu pemilihan kata (lexical selection). Setelah
memilah kata-kata dalam kamus mental kita yang dianggap tepat untuk mewakili konsep kita
kemudian lemma terbentuk. Lemma adalah konsep kata terpilih yang dianggap mampu
mewakili pesan yang ingin kita sampaikan. Lemma kemudian di proses pada tahap enkode
morphologi, dalam proses ini terjadi penyusunan bentuk kata yang sesuai dengan yang
dimaksudkan oleh konsep, termasuk penyusunan bagaimana bentuk kata dalam kalimat dan
bagaimana kata-kata ini dirangkaikan dalam satu kalimat serta urutannya. Proses ini
kemudian menghasilkan morpheme, bentuk kata yang telah terseleksi. Selanjutnya kita
mulai merancang bagaimana kata-kata ini akan diformulasikan kedalam bentuk suara yang
tersusun sesuai dengan urutannya.
Proses perencanaan bunyi dimulai di enkode fonologi. Proses ini mengaktifkan
organisasi susunan fonem kedalam potongan suku kata secara berurutan. Hasil dari proses
ini adalah susunan perncanaan bunyi kata yang terdiri dari urutan suku kata. Urutan
perencanaan bunyi ini kemudian digunakan di dalam enkode fonetik untuk kemudian
dicocokkan dengan bunyi yang sesuai. Serangkaian suku kata ini secara lebih spesifik
dicocokkan dengan bunyi yang tersedia dalam memori kita, kemudian masing-masin
ditempatkan pada posisi yang seharusnya. Hasil dari proses ini kemudian jadi pedoman bagi
proses perwujudan fonetik kedalam suara oleh sistem motorik. Yang pada akhirnya sistem
motorik ini menginstruksikan kepada otot-otot yang terlibat dalam alat artikultor unutk mulai
melakukan tugasnya untuk mengartikulasikan kata-kata yang telah diformulasikan kedalam
bentuk ujaran yang nyata. Selain itu, berdasarkan analisis kesalahan berbahasa, Garret
(Harley 2001: 378) berpendapat bahwa kita memproduksi ujaran melalui serangkaian
tahapan proses yang terpisah. Pada model yang diajukan olehnya, proses pembentukan
sebuah ujaran terjadi secara berurutan, dimana setiap tahap hanya ada satu proses yang
terjadi. Model ini memberi perhatian pada perencanaan sintaksis (susnan kalimat) yang
terjadi pada tahap formulasi ujaran. Pada model ini formulasi ujaran melibatkan dua tahap
proses yang penting, level fungsional dan level posisional. Pada level fungsional, tatanan
kalimat belum terwujud secara jelas, melainkan ditekankan pada kandungan makna
semantik dalam setiap kata yang terpilih yang kemudian akan diposisikan pada susunan
sintaksis seperti subjek atau objek. Sedangkan pada level posisional, kata-kata telah
tersusun dengan jelas dalam bentuk susunan sintaksis.
Conceptualization Message level Functional level Formulation Positional level Sound level
Articulation Articulatory instructions Garret’s model of speech production (Harley 2001: 378).
D. Artikulasi Kalimat Pertanyaan yang muncul selanjutnya adalah bagaimana langkah-
langkah yang kita lakukan setelah formulasi ujaran selesai terbentuk dalam benak kita,
proses apa saja yang terjadi pada saat suara mulai terproduksi oleh sistem artikulasi kita.
Pada bagian ini kami akan menggambarkan bagaimana kita memproduksi ujaran kedalam
bentuk suara melalui eksekusi sistem motorik pada alat artikulasi kita. Sehingga dapat kita
pahami bagaimana urutan proses yang terjadi pada saat kita mengeksekusi kata-kata yang
telah tersusun menjadi ujaran dalam bentuk suara yang bermakna.
Sebagaimana yang telah kita bahas sebelumnya, bahwa proses pengungkapkan
sebuah ujaran dimulai oleh proses mental dalam otak kita bukan dimulai oleh sistem
pernafasan kita. Oleh karena itu, proses pengujaran kalimat erat kaitannya dengan kinerja
otak kita, semakin baik kinerja otak kita dalam mengkoordinasi kalimat yang akan diujarkan,
semakin baik kalimat yang terproduksi. Kalimat yang telah selesai terformulasi pada tahap
sebelumnya, kemudian siap untuk diujarkan, kita membutuhkan serangkaian bunyi yang
dapat mewakili formulasi kalimat ini. Oleh sebab itu, kita membutuhkan sistem yang
memberikan perintah kepada alat articulator agar mengeksekusi formulasi kalimat ini
kedalam bentuk ujaran. Sistem yang berperan pada proses ini adalah sistem yang terletak
pada otak kita tepatnya pada daerah Broca. Sistem ini mengirimkan pesan kepada sistem
korteks motorik untuk mulai melakukan pekerjaannya membentuk pola gerakan tertentu
agar menghasilkan bunyi yang diinginkan. Korteks motorik ialah jaaringan yang bertanggung
jawab dalam pengendalian sistem artikulasi kita termasuk lidah, rahang, gigi, pita suara dan
alat artikulasi lainnya (Dardjowidjojo 2008: 157).
Instruksi yang diberikan oleh sistem dalam daerah Broca ini diberikan secara
berurutan sebab jarak antara otak dengan rangkaian alat-alat artikulasi berbeda. Instruksi
pertama didapatkan oleh pita suara kita untuk menjaga ketepatan segmen fonetik kata yang
akan kita ujarkan dengan iringan getaran suara (voice atau voiceless). Instruksi ini diberikan
sebelum suara dilafalkan. Setelah perintah ini diterima oleh pita suara kita (bergetar atau
tidak) alat-alat articulator lainnya – lidah, rahang, bibir, gusi, rongga mulut, dan lainnya –
bersiap dan mulai digerakkan untuk membentuk pola yang menghasilkan suara tertentu
sesuai kebutuhan berdasarkan kata yang ingin kita ucapkan (sesuai dengan phonological
planning yang telah tersusun sebelumnya). Proses terjadi secara berurutan terusmenerus
seiring kita mengucapkan kata-kata dalam ujaran kita dalam kecepatan yang tinggi.
Sehingga kita dalam berujar akan terasa normal seolah-olah tidak ada proses bertahap yang
kita lakukan sebelum ujuaran terucap dalam bentuk suara. Karena adanya keragaman
susunan phonetic dalam setiap kata, maka proses artikulasi untuk menghasilkan bunyi
disesuaikan dengan keadaan alat artikulator kita seiring rangkaian bunyi yang diproduksi
pada tiap kata dalam ujaran kita. Namun seperti yang telah kita sebutkan sebelumnya
bahwa proses ini terjadi begitu cepatnya sehingga seseorang yang berujar dengan
kecepatan tinggi akan mempengaruhi kualitas ujaran yang diproduksinya sebab semakin
singkat waktu yang gunakannya untuk menyelesaikan semua proses ini. Oleh karena itu
terkadang terjadi produksi suara yang kurang akurat dan kekeliruan dalam mengucapkan
beberapa kata. Selain itu, oleh karena suara yang kita produksi pada dasarnya berasal dari
aliran udara yang dihembuskan dari paru-paru yang melewati batang tenggorokan, organ
hidung dan mulut kita, maka ada tiga proses yang kita lalui – dalam kaitannya dengan aliran
udara ini – sebelum ujaran terwujud dalam bentuk suara, yaitu inisiasi, phonation, oro-nasal
process, dan artikulasi. Proses inisiasi yaitu saat dimana udara mulai dikeluarkan
(dihembuskan) dari dalam paru-paru. Udara yang dihembuskan ini kemudian dialirkan
kedalam pangkal tenggorokan (Larynx). Larynx memiliki dua lembaran yang tersusun
horizontal, lembaran inilah yang disebut pita suara. Jarak yang terbentuk diantara dua
lembaran ini disebut glottis. Glottis dapat berposisi tertutup, sedikit terbuka, maupun terbuka
lebar. Ketika udara melewati pita suara ini kemudian terbentuk glottis yang sedikit terbuka
menyebabkan pita suara bergetar sehingga menghasilkan suara voiced. Dan apabila glottis
terbuka lebar maka akan mengurangi getaran pada pita suara sehingga mneghasilkan suara
voiceless, hal ini juga terjadi disaat kita bernafas normal. Proses ini disebut phonation.
Setelah melewati larynx, udara kemudian disalurkan ke dalam rongga mulut atau rongga
hidung (sesuai dengan sistem fonetik kata yang ingin kita ucapkan). Bagian yang
bertanggung jawab dalam penyaluran udara apakah akan di salurkan ke rongga mulut
ataupun rongga hidung disebut velum. Proses ini disebu proses oro-nasal, yang mana
melalui proses ini kita dapat membedakan suara yang berasal dari hembusan udara lewat
rongga hidung (nasal) (/m/, /n/, //) dengan suara lain yang berasal dari rongga mulut.
Terakhir yaitu proses artikulasi. Proses ini terjadi dalam rongga mulut kita yang mana
melalui proses ini kita dapat menciptakan dan membedakan sebagian besar bunyi yang
beragam. Dalam rongga mulut. Organ organ yang berperan disini adalah bibir atas dan
bawah, gigi atas dan bawah, lidah (ujung, bladae, depan, dan belakang), dan langit-langit
mulut. Beragam suara yang kita produksi dapat kita bedakan dari bagaimana alat-alat
tersebut diletakkan dan diperlakukan. Proses ini kemudian menghasilkan suara-suara
bermakna sesuai dengan yang kita konsepsikan.
E. Kekeliruan Terjadi Oleh karena begitu cepatnya kita memproses suatu kalimat untuk
diujarkan, terkadang kita melakukan kekeliruan dalam mengucapkan kalimat yang ingin kita
sampaikan. Penelitian dalam psikolinguistik modern menemukan bahwa kekeliruan dalam
berbahasa ini mencerminkan adanya rincian komponen beragam yang berperan dalam satu
proses produksi ujaran. Kekeliruan berbahasa dapat kita gunakan sebagai instrumen untuk
memahami bagaimana proses produksi ujaran terjadi, sebab kekeliruan berujar yang muncul
hampir tidak pernah terjadi secara acak. Oleh karena kekeliruan berbahasa ini muncul
dalam wujud yang sistematis, fenomena ini dapat membantu kita untuk melacak tahapan
apa yang kita lewati dalam proses produksi sebuah kalimat untuk diujarkan. Penelitian
menemukan setidaknya ada tiga kekeliruan berbahasa yang sering terjadi pada saat kita
berujar, yaitu substitusi semantic (semantic substitute), pertukaran bunyi (sound exchange),
dan pertukaran kata (word exchange) (Taxler 2012: 43).
Sering kali, pada saat kita sedang berujar, kita mengganti satu kata tertentu dengan
kata lain yang memiliki hubungan makna erat dengan kata yang seharusnya kita ucapkan.
Misalnya, kita berencana mengujarkan kata monyet, namun kata yang terucap dalam ujaran
kita bukan kata tersebut melainkan kata-kata yang dekat dengan konsep monyet, yaitu kera
atau babon, gorilla dan seterusnya. Hal ini sering terjadi terutama ketika sesorang berada
pada tekanan ataupun diminta untuk mengucapkan sebbuah kata secepat mungkin setelah
satu konsep, misalnya gambar, diberikan kepadanya. model kekeliruan ini disebut substutisi
semantik. Fenomena ini mencerminkan adanya proses persiapan konsepsi yang kemudian
mempengaruhi tahapan pemilihan kata (lexical selection) dalam mental kita. Substitusi
semantic ini menunjukkan bahwa konsep sebuah kata yang dalam memori kita berhubungan
dengan sejumlah konsep kata lainnya yang memiliki kedekatan makna dengan kata
tersebut. Ketika kita memikirkan sebuah konsep kakta kita akan mengaktifkansatu konsep
yang tersimpan dalam memori jangka panjang kita, konsep-konsep lain yang berhubungan
dan memiliki kedekatan makna dengan konsep tersebut akan secara tidak langsung juga
diaktifkan. Pengaktifan konsep mengharuskan kita untuk mengeliminasi konsep-knonsep
kata lain dan fokus kepada konsep kata target, dalam contoh di atas misalnya monyet.
Penyeleksian konsep kata ini menjadi kata yang kita inginkan menghasilkan lemma. Lemma
inilah yang akan diproses pada tahap selanjutnya hingga terproduksi sebagai satu ujaran.
Namun karena kecepatan kita dalam memproses konsep tersebut dalam mental kita,
mungkin karena adanya tekanan atau instruksi untuk mengujarkan kata, seringkali kita keliru
untuk memilih kata target ini, walaupun sebenarnya kita tahu bahwa kita sedang tidak
mengucapkan kata yang benar sesuai dengan konsep yang kita inginkan.

Kekeliruan ujaran lain yang sering terjadi ialah pertukaran bunyi (sound exchange). Pada
kekeliruan ini kita telah berhasil memilah konsep yang benar dan menyusunnya kedalam
susunan lemma. Namun kata yang terucap tidak terdengar seperti urutan bunyi yang
seharusnya, contohnya seseorang yang ingin mengatakan tiup, namun yang terdengar dari
ujarannya bukan tiup melainkan tuip. Kekeliruan ini memberikan kita bukti bahwa ada
tahapan selanjutnya yang kita lewati setelah kita berhasil menyusun lemma. Kesalahan ini
terjadi pada tahap setelah lemma dan morphem telah ditentukan namun kita belum
merampungkan perencanaan artikulasi (rancangan pergerakan otot-otot articulator). Yang
perlu digaris bawahi disini adalah, berdasarkan penelitian, dalam hal susunan kata dalam
satu bentuk prase, kekeliruan semacam ini hanya terjadi umumnya pada kata-kata yang
terdapat dalam satu kelompok prase yang sama. Menurut model produksi ujaran yang
diajukan oleh Dell dalam Taxler (2012), ketika kita telah selesai menyeleksi lemma yang
tepat, setiap phonem tunggal yang terkandung di dalamnya akan diaktifkan dan diletakkan
ke dalam kerangka. Kerangka ini terwakili dalam setiap suku kata. Kemudian kita akan
mengaktifkan fonem yang kita butuhkan dalam tiap suku kata tersebut, yang mana setiap
fonem ini akan di susun dengan urutan yang sesuai. Urutan ini yang kemudian menjadi
pedoman bagi sistem selanjutnya untuk menentukan bunyi mana yang disebutkan pertama,
kedua, dan seterusnya. Oleh karena kerangka suku kata dan urutan phoneme yang
dibutuhkan ini diaktifkan hampir bersamaan, mengakibatkan proses selanjutnya kadang
menjadi keliru untuk memilih bunyi mana yang ada pada urutan pertama dan selanjutnya,
dan menghasilkan kekeliruan ujaran yang mana bunyi dari kata-katanya tertukar
Kekeliruan selanjutnya terjadi pada tingkat susunan kalimat ataupun prase. Seringkali kita
mendengarkan seseorang yang menukarkan posisi kata-kata dalam satu kalimat ujarannya.
Kekeliruan ini disebut pertukaran kata (word exchange). Kekeliruan ini terwujud ketika dalam
satu ujaran, kata yang semestinya berada pada posisi tertentu kemudian diproduksi dalam
posisi yang berbeda, yang tentunya tidak sesuai dengan apa yang kita konsepsikan.
Misalnya anda ingin mengatakan “Anjing mengejar kucing” namun yang terucap pada ujaran
adalah kalimat “Kucing mengejar anjing.” Dalam kasus ini kata anjing dan kucing terlibat
dalam pertukaran posisi kata dari posisi yang seharusnya. Sebagian besar kekeliruan ini
terjadi dalam kerangka kategori. Kerangka kategori ialah kelas kata untuk setiap kata dalam
satu ujaran (kata benda, kerja, sifat, depan dsb.). Kekeliruan ini terjadi dalam wujud
pertukaran posisi kata hanya dari satu kelas kata yang sama.
Karena sebagian besar ujaran terwujud dalam bentuk susunan kalimat, maka proses
perencanaan ujaran lebih banyak terjadi dalam bentuk proses penyusunan kalimat
dibandingkan hanya satu kata tunggal. Oleh karena itu, berdasarkan model frame-and-slot,
proses produksi kalimat terjadi dengan membentuk kerangka kalimat yang terdiri dari
beberapa slot yang siap diisi dengan kata-kata yang sesuai baik makna, posisi, serta
bentuknya secara gramatikal dalam satu kalimat atau klausa. Setiap slot ini diberikan tanda
yang menunjukkan kelas kata apa yang seharusnya diletakkan di dalam slot tersebut (kata
benda, kerja, sifat, dsb.). Pertukaran posisi kata terjadi ketika lebih dari satu “calon” kata
yang mengisi slot dalam kalimat diaktifkan secara hampir bersamaan, yang mana kata-kata
ini memiliki kelas kata yang sama, sehingga kata ini mungkin dimasukkan kedalam slot yang
bertanda sama dalam kalimat. Oleh karena itu, bisa terjadi kekeliruan dalam memasukkan
kata yang diinginkan kedalam slot yang belum terisi (yang berlabel sama). Namun demikian,
mengingat setiap slot ini diberikan tanda tertentu (kata kerja, benda, sifat) maka kekeliruan
ini tidak pernah nampak pada pertukaran kata dari kelas kata yang berbeda, misalnya kata
kerja mengisi slot yang seharusnya untuk kata benda dan sebaliknya.
Bab III
PENUTUP
3.1 kesimpulan
Melalui penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa terkadang kita pada saat berkomunikasi
mengeluarkan ujaran terasa begitu cepat sehingga seolah-olah kita tidak melakukan proses
mental yang kompleks sebelum berujar. Nyatanya berujar itu membutuhkan tahapan mental
sebelum kita mengeksekusi setiap ide yang dimiliki melalui alat artikulasi yang ada.
Rentetan bunyi yang terdengar sepertinya sangat sederhana, namun ada banyak tahapan
penting yang harus dilakukan untuk merefresentasikan ide atau konsep yang ada dalam
pikiran kita sebelum terwujud dalam bentuk ujaran atau bunyi yang memiliki makna yang
bisa dipahami oleh pendengar. Kita perlu membentuk konsep ide yang mau disampaikan
terlebih dahulu, kemudian memproses ide tersebut menjadi bentuk-bentuk linguistik dalam
mental kita, kemudian akhirnya terwujudlah dalam bentuk ujaran.
Produksi dari ujaran ini menjadi instrumen bagi kita untuk menganalisis proses apa yang
terjadi sebelum memproduksi ujaran atau kalimat. Produksi ujaran atau kalimat ini tidak
selamanya sesuai dengan apa yang dalam konsep pikiran kita, dengan demikian muncullah
kekeliruan-kekeliruan dalam berbahasa yang nampak pada ujarn yang kita lakukan.
Kekeliruan inilah yang menjadi bukti bahwa ada serangkaian proses yang kita lakukan
sebelum berujar. Sebab tidak akan mungkin bisa meneliti atau menganalisis proses mental
dalam produksi uajaran, melaikan lewat produksi ujaran yang dilakukan.

3.2. Saran

Penulis menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan. Penulis tetap
berharap agar maklah ini tetap dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Namun jika ada
saran dan kritikan yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini dan makalah
yang nantinya akan saya buat kedepannya dengan besar hati saya persilahkan.

DAFTAR PUSTAKA
Dardjowidjojo, Soenjono. 2008. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Field, John. 2004. Psycholinguistics: The Key Concepts. London: Routledge.
Harley, Trevor A. 2001. Psychology of Language. New York: Psychology Press
Taxler, Matthew J. 2012. Introduction to Psycholinguistics Understanding Language
Science. West Sussex: Wiley-Blackwell.
Taxler, Matthew J., Gernsbacher, Morton A, eds. 2006. Handbook of Psycholinguistics.
London:Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai