Anda di halaman 1dari 15

TUGAS 10

PENGANTAR PSIKOLINGUISTIK

Diajukan untuk memenuhi tugas perkuliahan Pengantar Psikolinguistik yang dibina oleh Dra.
Ermawati Arief, M.Pd.

NAMA: AULIA RAHMA PUTRI

NIM: 19016078

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESI

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2021

0
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan
dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pengantar
Psikolinguistik.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Saya menyadari, makalah
yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Padang, 10 April 2021

Aulia Rahma Putri

1
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ 1

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................... 3

A. Latar Belakang........................................................................................................... 3

B. Rumusan Masalah ..................................................................................................... 3

C. Tujuan......................................................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................ 4

A. Gangguan Keterampilan Menyimak ....................................................................... 4

B. Gangguan Keterampilan Berbicara ......................................................................... 6

C. Gangguan Keterampilan Meembaca ....................................................................... 8

D. Gangguan Keterampilan Menulis ............................................................................ 10

BAB II PENUTUP ...................................................................................................................... 13

A. Kesimpulan................................................................................................................. 13

B. Saran ........................................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 14

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahasa merupakan sarana untuk berkomunikasi antarmanusia yang berupa simbol bunyi
yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa dianggap sebagai alat yang paling sempurna dan
mampu membawakan pikiran dan perasaan, baik mengenai hal-hal yang bersifat konkret
maupun abstrak. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi manusia
dituntut untuk mempunyai kemampuan berbahasa yang baik. Seseorang yang mempunyai
keterampilan berbahasa yang baik akan lebih mudah menyerap dan menyampaikan informasi,
baik secara lisan maupun tulis.

Keterampilan berbahasa terdiri atas empat aspek, yaitu menyimak atau mendengarkan,
berbicara, membaca, dan menulis. Manusia harus menguasai keempat aspek tersebut agar
terampil berbahasa. Salah satu aspek berbahasa yang harus dikuasai adalah berbicara, sebab
keterampilan berbicara menunjang keterampilan lainnya (Tarigan, 2008:86). Keterampilan ini
bukanlah keterampilan yang dapat diwariskan secara turun temurun walaupun pada dasarnya
secara alamiah setiap manusia dapat berbicara. Sejalan dengan perkembangan kemampuan serta
kematangan jasmani terutama yang bertalian dengan proses bicara, komunikasi tersebut makin
meningkat dan meluas. Perkembangan bahasa tersebut selalu meningkat sesuai dengan
meningkatnya usia anak.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan gangguan keterampilan menyimak?
2. Apa yang dimaksud dengan gangguan keterampilan berbicara?
3. Apa yang dimaksud dengan gangguan keterampilan membaca?
4. Apa yang dimaksud dengan gangguan keterampilan menulis?
C. Tujuan
1. Mampu menjelaskan mengenai gangguan keterampilan menyimak.
2. Mampu menjelaskan mengenai gangguan keterampilan berbicara.
3. Mampu menjelaskan mengeani gangguan keterampilan membaca.
4. Mampu menjelaskan mengenai gangguan keterampilan menulis.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Gangguan Keterampilan Menyimak

Menurut Anderson dan Lynch (dalam Ghazali, 2010:168) mengemukakan bahwa


pembelajaran bahasa adalah sebuah proses yang berjalan lurus, yaitu diawali dengan menguasai
bahasa lisan (menyimak dan berbicara) dan baru kemudian beralih ke bahasa tulis (membaca dan
menulis). Oleh karena itu, dapat kita bayangkan apabila kita tidak memiliki kemampuan
berbahasa. Kita tidak dapat mengungkapkan pikiran, tidak dapat mengungkapkan
mengekspresikan perasaan, dan tidak dapat melaporkan fakta-fakta yang kita amati. Kita juga
tidak dapat memahami pikiran, perasaan, gagasan, dan fakta yang disampaikan oleh orang lain
kepada kita. Begitu pentingnya pengusaan bahasa dalam kehidupan manusia, terutama
kemampuan menyimak.

Menurut Tarigan (2008:28) menyimak adalah suatu proses kegiatan mendengarkan


lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, apresiasi, serta interpretasi untuk
memperoleh informasi, menangkap isi atau pesan serta memahami makna komunikasi yang
disampaikan oleh pembicara melalui ujaran. Sedangkan menurut Russel dan Anderson (dalam
Tarigan, 2008:30), menyimak bermakna mendengarkan dengan penuh pemahaman dan perhatian
serta apresiasi. Menyimak dan berbicara terdapat hubungan yang erat, karena menyimak dan
berbicara merupakan kegiatan komunikasi dua arah secara langsung, merupakan komunikasi tatap
muka atau face to face communication. Dengan menyimak anak akan mendapatkan

4
informasi yang akan diutarakan dalam bahasa yang menjadi komunikasi dalam bentuk aktifita
berbicara, maka pentingnya penguasaan bahasa dalam kehidupan manusia adalah perkembangan
bahasa, bicara dan menyimak yang mendasari kemampuan seseorang untuk berkomunikasi.

Kesulitan menyimak dalam pembelajaran bahasa Indonesia akan berdampak langsung


kepada keterampilan lainnya karena menurut Iskandarwassid & Suhendar (2011: 227),
keterampilan menyimak pada tahapan lebih tinggi mampu menginformasikan lagi pemahamannya
melalui keterampilan berbicara maupun menulis. Unsur terpenting dalam pembelajaran menyimak
adalah keterampilan untuk memahami apa yang dikatakan dan diucapkan oleh orang lain atau
pembicara. Kesulitan menyimak akan berkaitan langsung dengan masalah pendengaran.

Gangguan pendengaran merupakan salah satu penyebab terhambatnya aktivitas


menyimak. Hal ini dikarenakan proses menyimak sangat erat kaitannya dengan indera
pendengaran, yaitu telinga. Terdapat tahapan dalam proses pembelajaran keterampilan menyimak
yaitu, (1) mendengar, (2) mengerti, (3) mengevaluasi dan (4) menanggapi. Proses tersebut harus
dikuasai siswa dalam pembelajaran menyimak karena apabila ada tahapan yang tidak bisa dilewati
dan dikuasai maka pembelajaran keterampilan menyimak akan mengalami kesulitan.

Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan proses penangkapan bunyi dan proses pemahaman
merupakan dua proses yang berlangsung secara bersamaan. Beberapa hal yang merupakan
indikator penyebab kegagalan dalam menyimak, antara lain sebagai berikut:

1. Penyimak dalam keadaan tergesa- gesa.


2. Penyimak dalam keadaan capai atau payah.
3. Penyimak dalam keadaan bingung, sehingga pikirannya kacau.
4. Pembicara kurang ramah atau kurang simpati.
5. Terlalu banyak pesan yang disampaikan kepada penyimak.
6. Pembicara terlalu bersifat birokratis hal ini menimbulkan kejengkelan.

7. Penyimak merasa selalu khawatir terhadap hal – hal yang baru dan menyulitkan

5
Hambatan yang terjadi pada proses memasukkan informasi ke short term memory dan long
term memory ialah sebagai berikut :

1. Kecilnya daya tampung ingatan jangka pendek. Akibatnya banyak informasi yang diterima
telinga tumpah dan tidak bisa diserap oleh ingatan jangkah pendek.

2. Ingatan jangka pendek mengalami kesuliatan dalam memproses lambang – lambang bunyi
yang diserap waktu menyimak.

3. Ketika sedang terjadi proses analisi dalam ingatan jangka pendek, tiba – tiba ingatan jangka
panjang mengirimkan kembali pengertian-pengertian yang sudah mapan tersimpan.

4. Beberapa lambang yang berbeda masuk bersama-sama terserap melalui telinga, atau
lambang lambang tersebut terserap oleh indera lain selain telinga. Misalnya indera visual, perasa,
dan pencium.

5. Pengertian-pengertian yang sudah tersimpan mapan terguncang labil. Artinya pengertian


tersebut tidak mau damai dengan pengertian yang baru masuk.

6. Penyimak menggunakan sarana pemproses yang tidak cocok dengan materi dan lambang yang
diproses.

B. Gangguan Keterampilan Berbicara


Berbicara merupakan aktivitas motorik yang mengandung modalitas psikis. Oleh karena
itu, gangguan berbicara ini dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori. Pertama, gangguan
mekanisme berbicara berimplikasi pada gangguan organic; dan kedua, gangguan berbicara
psikogenik.

1) Gangguan Mekanisme Berbicara


Mekanisme berbicara adalah suatu proses produksi ucapan (perkataan) oleh kegiatan
terpadu dari pita suara, lidah, otot-otot yang membentuk rongga mulut serta kerongkongan, dan

6
paru. Maka gangguan berbicara berdasarkan mekanismenya ini dapat dirinci menjadi gangguan
berbicara akibat kelainan pada paru-paru (pulmonal), pada pita suara (laringal), pada lidah
(lingual), dan pada rongga mulut dan kerongkongan (resonantal).

2) Gangguan Psikogenik

Gangguan berbicara psikogenik ini sebenarnya tidak bisa disebut sebagai suatu gangguan
berbicara. Mungkin lebih tepat disebut variasi cara berbicara yang normal, tetapi yang merupakan
ungkapan dari gangguan di bidang mental. Modalitas mental yang terungkap oleh cara berbicara
sebagian besar ditentukan oleh nada, intonasi, dan intensitas suara, lafal, dan pilihan kata. Ujaran
yang berirama lancar atau tersendat-sendat dapat mencerminkan sikap mental si pembicara.
Gangguan psikogenik ini antara lain sebagai berikut.

a) Berbicara Manja

Disebut berbicara manja karena ada kesan anak (orang) yang melakukannya meminta
perhatian untuk dimanja. Umpamanya,kanak-kanak yang baru terjatuh, terluka, atau mendapat
kecelakaan, terdengar adanya perubahan cara berbicaranya. Fonem atau bunyi [s] dilafalkan
sebagai bunyi [c] sehingga kalimat “Saya sakit, jadi tidak suka makan, sudah saja, ya” akan
diucapkan “Caya cakit, jadi tidak cuka makan, udah caja, ya”. Dengan berbicara demikian dia
mengungkapkan keinginannya untuk dimanja. Gejala seperti ini kita dapati juga pada orang tua
pikun atau jompo (biasanya wanita).

b) Berbicara Gagap

Gagap adalah berbicara yang kacau karena sering tersendat- sendat, mendadak berhenti,
lalu mengulang-ulang suku kata pertama, kata-kata berikutnya, dan setelah berhasil mengucapkan
kata-kata itu kalimat yang diselesaikan. Acapkali si pembicara tidak berhasil mengucapkam suku
kata awal, hanya dengan susah payah berhasil mengucapkan konsonan atau vocal awalnya saja,
Lalu dia memilih kata lain, dan berhasil menyelesaikan kalimat tersebut meskipun dengan susah
payah juga.

c) Berbicara Kemayu

7
Kemayu (istilah dari Sidharta,1989) berkaitan dengan perangai kewanitaan yang
berlebihan. Jika seorang pria bersifat atau bertingkah laku kemayu jelas sekali gambaran yang
dimaksudkan oleh istilah tersebut. Berbicara kemayu dicirikan oleh gerak bibir dan lidah yang
menarik perhatian dan lafal yang dilakukan secara ekstra menonjol atau ekstra gemulai dan ekstra
memanjang. Meskipun berbicara seperti ini bukan suatu gangguan ekspresi bahasa, tetapi dapat
dipandang sebagai sindrom fonologik yang mengungkapkan identitas kelamin terutama jika yang
dilanda adalah kaum pria

C. Gangguan Keterampilan Membaca

Anak-anak dengan gangguan ini mengalami kesulitan dalam membedakan ciri-ciri dan
ukuran-ukuran huruf, sehingga sering salah dalam mengucapkan kata. Dalam membaca sering
menambah atau mengurangi kata-kata. Mereka kadang-kadang memulai membaca dengan kata
yang ditengah atau yang diakhir kalimat. Kebanyakan anak-anak yang mengalami gangguan
membaca, tidak suka membaca dan selalu berusaha menghindarinya. Kecemasan mereka
meningkat manakala dihadapkan pada tuntutan yang melibatkan kemampuan membaca.

Dibandingkan dengan anak-anak yang tidak mengalami kesulitan membaca, anak-anak


berkesulitan membaca sukar memusatkan perhatian. Membaca, menulis, dan berhitung (calistung)
merupakan keterampilan yang harus dikuasai siswa-siswa di Sekolah Dasar, dan program
“calistung” ini mendapatkan prioritas, karena ketiganya merupakan dasar dari penguasaan mata-
mata pelajaran yang lain. Adanya kesulitan dalam membaca akan mengakibatkan
ketidakmampuan dalam menangkap pesan-pesan tulisan, padahal semua mata pelajaran pesannya
disampaikan melalui tulisan (huruf, angka-angka dan simbul-simbul lain) . Keterampilan menulis,
erat kaitannya dengan kemampuan membaca karena menulis pada dasarnya adalah merekam
bacaan dalam bentuk tulisan.

Gentile (1985) mengidentifikasi siswa-siswa berkesulitan belajar, sebagai berikut:

1) Mempunyai sifat keras dan kaku.

8
Berasal dari keluarga yang kaku, dimana orang tua meletakkan standard yang tinggi dan
hadiah diberikan pada anak apabila memenuhi harapan orang tua. Sikap orang tua seperti itu
membentuk pribadi anak menjadi kaku dan keras

2) Penuh ketakutan dan ketergantungan.

Anak ini selalu menjadi pusat perhatian di rumah. Anak seperti ini selalu berusaha
menyenangkan hati orang lain akan tetapi menjadi tengan jika tidak bisa melakukannya. Karena
anak ini melihat bahwa dengan membaca dapat menarik perhatian, maka ia sering cemas pada
saat mendapat tugas membaca.

3) Ceroboh dan selalu menurutkan kata hati

Berasal dari situasi rumah yang tidak konsisten dimana orang tua gagal untuk menetapkan
garis komunikasi yang baik dan hanya mengandalkan tanggung jawab pada sekolah dalam
mengatasi masalah anak, dan mengharapkan sekolah ikut memikul tanggung-jawab keluarga.
Biasanya anak ini akan mempunyai perasaan merasa kurang diperhatikan. Dengan demikian
timbul masalah-masalah prilaku dan yang akhirnya dapat menmgakibatkan putus sekolah. Sikap
terhadap pengajaran membaca ditandai oleh perasaan acuh tak acuh artinya anak menjadi tidak
mau berprestasi.

4) Selalu merasa tidak mampu melakukan sesuatu tugas yang diberikan.


Berasal dari keluarga yang memberikan perlindungan berlebihan dan membentuk pribadi
anak menjadi ketergantungan. Anak seperti ini memiliki kepribadian yang tidak memadai yang
dapat memberi peluang terhadap orang lain untuk memperdayainya. Anak seperti ini akan selalu
merasa tertekan, tidak mempunyai keinginan untuk mengambil resiko dan akan menolak apabila
diberikan tugas membaca.

Karakteristik anak berkesulitan membaca berdasarkan hasil-hasil penelitian, yaitu:


a) Gangguan Membaca Lisan
Dua eksperimen untuk meneliti kemampuan anak berkesulitan belajar dengan cara
mendiagnose dan mengevaluasi ketrampilan mengucapkan. Eksperimen pertama dilakukan pada
anak-anak berkesulitan belajar dan anak-anak yang bukan berkesulitan belajar usia sekolah

9
dasar, apakah mereka dapat mengucapkan kata secara benar dengan berbagai variasi pengucapan.

b) Gangguan Ingatan Jangka Pendek


Kesulitan merekam huruf yaitu mengeja bunyi secara teratur, hal ini mempunyai kaitan
dengan anak yang mengalami kesulitan membaca. Ingatan jangka pendek merupakan sesuatu hal
yang diperlukan untuk memahami isi bacaan.

c) Gangguan Pemahaman
Selain kesulitan dalam kemampuan menyusun kata kedalam kalimat, ada sejumlah bukti
bahwa anak yang kesulitan membaca kurang mahir dalam menggunakan strategi pemahaman, dan
kesulitan itu secara khusus menjadi masalah dalam teks menulis. Anak-anak berkesulitan
membaca tampak kelemahannya dalam pemahaman dan pendekatan melalui teks akan membuat
anak menjadi lebih pasif.

D. Gangguan Ketrampilan Menulis


Keterampilan menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang yang paling
tinggi tingkatannya. Menulis adalah suatu proses penuangan ide atau gagan dalam bentuk paparan
bahasa tulis berupa rangkaian simbol-simbol bahasa (Baradja, 1975:42). Zainurrahman (2011:68)
menemukan bahwa “Keterampilan bahasa dibagi dua jenis, yaitu keterampilan yang hanya bisa
diperoleh melalui latihan-latihan dan penguasaan konsep tertentu”. Dapat dimaksudkan bahwa
keterampilan menulis dan membaca hanya bisa diperoleh melalui latihan latihan yang ketat
dengan penguasaan konsep-konsep tertentu, dapat dimaklumi mengapa tidak semua orang dapat
menulis dan membaca dengan baik.

Bahwa melatih diri menulis dan menguasai keterampilan menulis turut menjamin
keterampilan membaca, hal ini menjadi logis ketika seseorang memahami teks bacaan. Artinya,
orang yang bisa menulis dengan baik memiliki kemampuan untuk memahami tulisan orang lain
secara lebih kritis. Kemampuan menulis adalah salah satu unsur kognitif yang menekankan

10
ingatan dan daya ingat. Siswa dapat berpikir jika meraka dapat mengingat beberapa informasi
tentang ingatan itu.

Menulis terkandung dalam area kognitif dapat juga dikatakan bahwa kemampuan menulis
mepunyai aturan yang penting dalam pembentukan tulisan karena menulis tidak boleh terjadi dala
sebuah situasi atau kondisi kosong.

3) Gangguan Disgrafia
Anak-anak normal dan anak disgrafia secara fisik dan psikologis pada umumnya sama,
tetapi ketika dalam proses belajar di dalam kelas, anak disgrafia terlihat sulit atau lambat dalam
menulis. Disgrafia pada umumnya tidak terkait dengan kemampuan lainnya. Anak-anak disgrafia
bisa saja normal dalam berbicara, dan normal dalam keterampilan motorik lainnya, tetapi
mengalami hambatan dalam menulis. Disgrafia umumnya diketahui pada saat anak-anak belajar
di SD, yaitu ketika awal belajar membaca dan menulis permulaan. Berkaitan dengan hal ini
Abdurrahman (1998) menunjukkan bahwa anak disgrafia ditandai dengan kesulitan dalam
membuat huruf (menulis) dan simbol matematis. Sedangkan menurut Yusuf dkk (2003), disgrafia
ditandai dengan adanya gangguan atau kesulitan dalam mengikuti satu atau lebih bentuk
pengajaran menulis dan keterampilan yang terkait dengan menulis, seperti mendengarkan,
berbicara, dan membaca. Dan menunut Santrock JohnW. (2004) disgrafia ditandai dengan
ketidakmampuan dalam belajar yang mempengaruhi kemampuan menulis yang diperlihatkan
anak-anak dalam mengeja, miskin kosakata, kesulitan menuangkan pikiran untuk dituliskan di
atas kertas. Itu sebabnya maka anak-anak disgrafia perlu mendapat bantuan secara khusus dalam
belajar menulis.

Pada umumnya penyebab disgrafia tidak diketahui secara pasti, namun apabila disgrafia
terjadi secara tiba-tiba pada anak maupun orang dewasa, dapat diduga bahwa penyebab disgrafia
terjadi karena trauma kepala, baik disebabkan oleh kecelakaan, penyakit, atau lainnya. Penyebab
yang paling umum adalah neurologis, yaitu adanya gangguan pada otak bagian kiri depan yang
berhubungan dengan kemampuan membaca dan menulis. Hal ini sesuai dengan pendapat Lerner
(2000) yang menyatakan bahwa ada beberapa faktor menyebabkan disgrafia, yaitu: a) gangguan
motorik anak, b) gangguan perilaku yang dialami anak, c) gangguan persepsi pada anak, d)

11
gangguan memori, e) gangguan tangan pada anak, f) gangguan anak pada saat memahami
intruksi, dan g) gangguan kemampuan melaksanakan cross modal.

Di samping kemungkinan ada faktor keturunan, bisa juga disgrafia disebabkan oleh
kesalahan pada pembelajaran menulis permulaan, yaitu ketika pembelajaran menulis dengan
tangan (handwriting), yaitu terkait dengan cara anak dalam memegang pensil atau alat tulis
(Abdurrahman,1998). Sunardi dan Sugiarmin (2001), menjelaskan bahwa kesulitan belajar
menulis dengan tangan (handwriting), disebabkan oleh faktor (a) motorik, (2) perilaku ketika
menulis, (3) persepsi, (4) memori atau ingatan, (5) kemampuan cross modal, (6) penggunaan
tangan (kidal), dan (7) kelemahan dalam memahami instruksi. Dan mungkin juga karena
gangguan neorologis, yaitu berupa kurangnya kecakapan koordinasi mata dan tangan untuk
menulis huruf balok, menulis indah dan menulis besambung, dan membuat gambar.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Gangguan berbahasa bisa terjadi apabila seseorang mengalami gangguan atau kelainan
pada otak, di mana otak memiliki peran penting dalam kemampuan berpikir dan berbahasa. Jika
otak mengalami gangguan maka kemungkinan orang tersebut akan mengalami kesulitan dalam
berbahasa. Ganggaun berbahasa bisa disebabkan oleh alat wicara dan gangguan wicara, di mana
gangguan alat wicara berkaitan dengan gangguan pada alat-alat ucap, seperti pada mulut, lidah,
dan gigi. Biasanya penderita gangguan ini masih dapat berkomunikasi dengan baik dengan
orang lain.

Gangguan berbahasa secara garis besar dapat dibagi menjadi dua, pertama gangguan
akibat factor medis dan kedua akibat factor lingkungan social. Factor medis adalah gangguan
akibat kelainan fungsi otak maupun akibat kelainan alat-alat bicara, sedangkan yang dimaksud
factor lingkungan social adalah lingkungan yang tidak alamiah, seperti tersisih atau terisolasi
dari lingkungan masyarakat yang sewajarnya. Gangguan pada keterampilan berbahasa terbagi
atas empat yaitu gangguan keterampilan menyimak, gangguan keterampilan berbicara,
gangguan keterampilan membaca, dan gangguan keterampilan menulis.

B. Saran
Saya sebagai penulis, menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan dan sangat jauh
dari kesempurnaan. Tentunya, penulis akan terus memperbaiki makalah dengan mengacu pada
sumber yang dapat dipertanggungjawabkan nantinya. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran tentang pembahasan makalah diatas.

13
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Dahlia. 2016. Bimbingan Belajar Bagi Siswa Berkesulitan Membaca. Jurnal
SULOH. Vol. 1. No. 1.

Abdurrahman, Mulyono. 1999. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka
Cipta.

Bagus, Rai Triadi dan Tri Pujiati. 2017. Kesuliatan Menyimak Dalam Pembelajaran Bahasa
Indonesia (Penelitian Studi Kasus Pada Siswa Kelas 3 Sekolah Dasar Inklusi X
Bandung). Jurnal Ilmiah Pend. Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah. Vol. 7. No. 1.

Nur, Rohmani Indah. 2017. Gangguan Berbahasa. Malang : UIN MALIKI Press.

Suhartono. 2016. Pembelajaran Menulis Untuk Anak Disgrafia di Sekolah Dasar. Jurnal
Transformatika. Vol. 12. No. 1.

14

Anda mungkin juga menyukai