A. Tindak Tutur
Yule (2006: 83) mengemukakan bahwasanya tidak tutur adalah suatu tindakan
yang ditampilkan dengan menciptakan suatu tuturan yang mengandung 3 tindak yang
saling berhubungan. Pertama adalah tindak lokusi, merupakan tindak dasar tuturan atau
menghasilkan suatu ungkapan linguistik yang bermakna. Kedua adalah tindak ilokusi
ditampilkan melalui penekanan komunikatif suatu tuturan. Ketiga adalah tindak
perlokusi yaitu bergantung pada keadaan, Anda akan menuturkan dengan asumsi bahwa
pendengar akan mengenali akibat yang akan ditimbulkan. Leech (1993) juga
menyampaikan bahwa tindak tutur ialah jenis tindak bahasa yang diawali kepada tujuan.
Di sebuah percakapan penutur dan mitra tutur haruslah saling memahami dalam
berkomunikasi, agar tidak menciptakan salah arti. Austin (dalam Leech,1993:317)
menyebutkan bahwa pada dasarnya seseorang mengatakan sesuatu, dia juga melakukan
sesuatu. Maka dapat dikatakan bahwa tindak tutur merupakan suatu ujaran yang
mengandung tindakan dalam berkomunikasi.
Tindak tutur terbagi menjadi tindak tutur langsung, tindak tutur tidak
langsung, tindak tutur literal dan tindak tutur tidak literal (Wijana (2009:27).
Tindak Tutur Literal merupakan tindak tutur sama dengan makna kata-
kata yang menyusunnya, sedangkan tindak tutur tidak literal merupakan tindak
tutur yang maksudnya tidak sama dengan atau berlawanan dengan makna kata-
kata yang menyusunnnya.
Teori tindak tutur atau speech act diperkenalkan oleh Austin (1965: 94) ... the
ground up how many sense there are in which to say something is to do something, or in
saying something we do something, and even by saying something we do something.
Pernyataan tersebut dikatakan bahwa saat mengatakan sesuatu ialah melakukan sesuatu
atau ketika kita sedang mengatakan sesuatu itu sedang melakukan suatu bahkan dengan
menyampaikan sesuatu. Contoh: ketika seseorang mengatakan minta maaf, berjanji, dan
sebagainya, maka orang tersebut tidak hanya mengatakan tetapi sekaligus orang tersebut
juga melakukan tindakan minta maaf atau berjanji. The act of „saying something‟ in
thus full normal sense I call, i.e. dub, the performance of a locutionary act, and the
study of utterance this far and these respect the study locutions, or of the full units of
speech.” Bertindak menyampaikan sesuatu dengan demikian dalam arti yang normal
saya sebut performansi tindak lokusionari dan studi tentang tuturan adalah studi terkait
lokusionari atau keseluruhan dari unit tuturan.‟
Tuturan ini dikuti dengan tindakan oleh Austin yang disebut tuturan performatif.
Tuturan performatif ini terbagi tindakan lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Untuk memenuhi
tuturan performatif itu, maka harus memenuhi syarat felicity conditions, yaitu 1) tuturan
harus sesuai dengan situasi, 2) tindakan harus dilaksanakan secara tepat oleh penutur,
dan 3) penutur harus mempunyai maksud yang sesuai. Ketiga syarat felicity conditions
akan menentukan jenis tuturan yang disampaikan oleh peserta tutur.
1. Tindak lokusi
2. Tindak illokusi
3. Tindak perlokusi.
Tindak lokusi hampir sama dengan pernyataan kalimat tertentu yang memiliki
arti referensial, dan juga sejajar dengan arti dalam pengertian tradisional.
Contoh: He said to me “Shoot her!” meaning by “Shoot” shoot and referring by “her”
to her.
„Ia katakan padaku “Busyet dia!” arti kata “Busyet” adalah umpatan mengenai “ia”
dengan dia.
Contoh: He urged (or advised, ordered, &c.) me to shoot her. „Ia mendesak (atau
menasihati, memerintah, dsb.) kepadaku untuk menghubungi (dapat pula berarti
menembak, membunuh, mengumpat, dan lain sebagainya) dia.‟
1. Verdictives.
2. Exercitives
3. Commissives.
4. Behabitives (a shocker this).
5. Expositives.” (Austin, 1965:150)
1. Verdiktif
2. Eksersitif
3. Komisif
4. Behabitif
5. Ekspositif
Austin, J.L, (1965). How to Do Things With Words. Oxford New York: Oxford
University.
Cummings, Louise. 2007. Pragmatik Sebuah Perspektif Multidisipliner. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Dewi, M. N., & Prabawa, A. H. (2014). Tindak Tutur Pada Ungkapan Bak Truk Di
Sepanjang Jalan RingRoad Solo-Sragen Tinjauan: Pragmatik (Doctoral
dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).
Leech, Geoffrey. (1993). Prinsip-prinsip Pragmatik. Jakarta : Penerbit Universitas
Indonesia (UI-Press).
Suhaima, S. (2018). Tindak Tutur Anggota Dewan Dalam Rapat Formal Di Kantor
Dprd Medan (Doctoral dissertation, UNIMED).
Wijana, I Dewa Putu & Muhammad Rohmadi. (2009). Analisis Wacana Pragmatik:
Kajian Teori dan Analisis. Surakarta: Yuma Pustaka.
Yule, George. (2006). Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Yuliantoro, Agus. (2020). Analisis Pragmatik. Surakarta: UNWIDHA Press