Anda di halaman 1dari 6

LATIHAN 5

TINDAK TUTUR SEARLE

Tugas Mata Kuliah Pragmatik Bahasa Indonesia


yang Dibina oleh Dr. Tressyalina, S.Pd., M.Pd.

Sri Julma Yulita


19016053

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA


JURUSAN BAHASA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2022
TINDAK TUTUR SEARLE

A. Latar Belakang Lahirnya Tindak Tutur Searle

Searle (1974: 16) mengatakan studi tindak tutur (speech acts) merupakan
komunikasi lingual yang keseluruhannya terdapat tindak lingual. Unit komunikasi
lingual tidak membahas simbol, kata, atau kalimat; lebih dari itu, simbol, kata, atau
kalimat yaitu suatu hasil nyata dari sebuah tindak tutur. Jadi, kondidsi hasil tuturan itu
tertentu adalah tindak tutur, dan tindak tutur merupakan dasar atau unit minimal dari
komunikasi lingual.

Tindak tutur merupakan suatu teori pelaksanaa bahasa yang diperkenalkan oleh
John Langshaw Austin (1962) dalam bukunya yang berjudul How to do things with
words. Austin merupakan seorang filsuf terkemuka dari sebuah kelompok, yang disebut
Oxford School of Ordinary Language Philosophy. Teori ini dikembangkan oleh
muridnya secara mendalam, Searle (1974) dan sejak saat itu pemikiran keduanya
mendominasi kajian penggunaan bahasa, yaitu ilmu pragmatic. Sebelum munculnya
konsep tindak tutur, para ahli suatu bahasa memperlakukan bahasa sebagai deskripsi
tentang suatu keadaan atau fakta. Konsep seperti inialah yang disebut setiap pernyataan
dalam bahasa terikat pada apa yang disebut sebagai syarat atau kondisi kebenaran (truth
conditions). Kondisi kebenaran dijadikan satu-satunya alat ukur yang ditetapkan sebgai
kriteria kebenaran kalimat. Benar tidaknya makna kalimat bergantung kepada benar
tidaknya proposisi atai isi kalimat. Dengan kata lain, sebuah kalimat harus dinilai
berdasarkan pada fakta empiris.

Searle menjelaskan suatu klasifikasi yang serupa dalam ‘A Taxonomy of


Illocutionary Acts’, ia memisahkan diri dari asumsi Austin, yaitu dengan menyampaikan
bahwa ada kesepadanan antara verba dan tindak ujar. Searle juga berpendapat bahwa
perbedaan yang ada antara verba-verba ilokusi ialah pedoman yang baik tetapi sama
sekali bukan pedoman yang pasti untuk membedakan tindak-tindak ilokusi (defferences
in illocutionary verb are a good guide, but by no means a sure guide to defferences in
illocutionary acts). Namun, cukup jelas bahwa pemikiran Searle ini bertolak dari verba
ilokusi

Austin membahas suatu teori tindak tutur dengan mengkategorisasi tuturan


menjadi dua jenis, yakni konstatif dan performatif. Pertama, yakni tuturan konstatif
merupakan sesuatu yang memiliki properti menjadi benar atau salah (Austin, 1962).
Jadi konstatif termasuk semua ucapan deskriptif, pernyataan fakta, definisi dan
sebagainya; yaitu tuturan yang melaporkan, menginformasikan, dan menyatakan
(Searle, 1971, p. 39). Contoh tuturan adalah tuturan performatif bukan tuturan yang
bertujuan menjelaskan, menyatakan, ataupun semua tuturan yang bersifat deskripsi,
yang mempunyai konsekuensi penilaian benar tidaknya tuturan atau proposisi yang
dituturkan. Tuturan performatif merupakan suatu tuturan yang menciptakan tindakan.
Sebagai contoh tuturan “awas anjing galak!” yang dituturkan dengan serius akan
menghasilkan dampak sikap waspada pada mitra tuturnya, bukan karena isi tuturannya
benar atau salah (apakah memang ada anjing galak atau tidak), melainkan karena
tuturan tersebut adalah peringatan atau tindak memperingatkan.

Searle (1974) mengatakan bahwa performatif merupakan suatu bentuk kanonikal


setiap ilokusi dan sebagai dasar klasifikasinya pada struktur batin kalimat-kalimat
performatif eksplisit yang terdapat pada masing- masing kategori. Searle mendasarkan
pada prinsip keekspresivan yang menyampaikan bahwa setiap yang dikeluarkan dari
mulut itu adalah makna dapat diucapkan. Prinsip keekspresivan ialah tesis yang
memudahkan dan membantu penjelasan, terutama bila kita ingin menunjukkan bahwa
dengan membubuhkan awalan performatif yang sesuai daya ilokusi tuturan selalu dapat
lebih jelas. Daya ilokusi dapat disampaikan dengan sejumlah „piranti penanda daya
ilokusi‟, baik dengan intonasi, tanda baca, dan sebagainya, maupun dengan verba
performatif.

B. Pengelompokan Tindak Tutur Searle Beserta Bentuk Tindak Tutur Dan


Contohnya

Searle (1974) dalam bukunya “Speech Acts, an Essay in the Philosophy of


Language” menyampaikan bahwa secara pragmatis setidak-tidaknya ada tiga jenis
tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur, yakni tindak lokusi (Locutionary
Act), tindak ilokusi (Ilocutionary Act), dan tindak perlokusi (Perlocutionary Act) yaitu :

1. Tindak Tutur Lokusi

Tindak lokusi adalah tindak tutur yang menyampaikan sesuatu. Tindak tutur
ini disebut sebagai The Act of Saying Something (Wijana, 1996:17). Tindak tutur
lokusi ialah suatu tindak tutur yang menyampaikan sesuatu dalam arti "berkata" atau
tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami (Chaer dan
Agustina, 2004:53). Sebagai contoh adalah kalimat berikut:

a. Universitas Sanata Dharma terletak di


b. Chairil Anwar adalah seorang penulis puisi.

Kalimat (1) dan (2) diutarakan oleh penuturnya semata-mata untuk


menginformasikan sesuatu tanpa tendensi untuk melakukan sesuatu, apalagi untuk
mempengaruhi lawan tuturnya. Informasi yang diutarakan adalah dimana letak
Universitas Sanata Dharma, dan siapa Chairil Anwar.

2. Tindak Tutur Ilokusi

llokusi meruapakan suatu tindakan yang dicapai oleh. penutur pada waktu
menuturkan sesuatu dan dapat menyampiakan suatu tindakan menyatakan berjanji,
minta maaf, mengancam, meramalkan, memerintah, meminta dan lain sebagainya
(Nadar 2009:14). Hal serupa juga dikemukakan oleh Wijana (1996:18) yang
menyatakan bahwa tindak ilokusi ialah tuturan selain berfungsi untuk mengatakan
atau menginformasikan sesuatu, dan juga digunakan melakukan sesuatu disebut
sebagai The Act of Doing Something.

Contoh: 1. Minggu depan UKK

Glorian Kalimat (1) bila diucapkan oleh seorang guru kepada siswanya, tidak
hanya berfungsi untuk membawa informasi, tetapi untuk memberi perintah agar
lawan tuturnya (siswa) mempersiapkan diri.

Berdasarkan pengertian tindak tutur dari beberapa ahli bahasa mengenai tiga
jenis tindak tutur, yaitu lokusi, ilokusi, dan perlokusi di atas, ada beberapa jenis lagi
tindak tutur menurut Sarle dalam Leech (1963: 163) mengklasifikasikan tindak
ilokusi berdasarkan pada beberapa kriteria sebagai berikut:

a. Asertif

Asertif merupakan suatu tindak tutur yang menyangkutkan pembicara pada


kebenaran proposisi yang diekspresikan, misalnya: menyatakan, memberitahukan,
menyarankan, membanggakan, mengeluh, menuntut, atau melaporkan.

b. Direktif

Tindak tutur direktif merupakan suatu tindak tutur yang meningkatkan


beberapa efek melalui tindakan sang penyimak, misalnya: memesan,
memerintahkan, memohon, meminta, menyarankan, menganjurkan, menasehati.

c. Komisif

Komisif adalah suatu tindak tutur yang melibatkan pembicara pada beberapa
tindakan yang I akan datang, misalnya: menjanjikan, bersumpah, menawarkan,
memanjatkan (doa).

d. Ekspresif

Tindak tutur ekspresif memiliki suatu fungsi mengekspresikan,


mengungkapkan, atau memberitahukan sikap psikologis sang pembicara menuju
suatu Activa pernyataan keadaan yang diperkirakan oleh ilokusi, misalnya:
mengucapkan to terima kasih, mengucapkan selamat, memaafkan, mengampuni,
menyalahkan, memuji, menyatakan belasungkawa, dan sebagainya.

e. Deklaratif

Tindak tutur deklaratif merupakan ilokusi apabila performasinya berhasil


akan menimbulkan suatu korespondensi yang baik antara proposisional dengan
realitas, misalnya: menyerahkan diri, memecat, membebaskan, membaptis, memberi
nama, mengucilkan, menunjuk, menentukan, menjatuhkan hukuman, memvonis dan
sebagainya.
3. Tindak Tutur Perlokusi

Wijana (1996:20) mengemukakan tindak tutur perlokusi ini adalah suatu


tuturan yang disampaikan oleh seseorang seringkali mempunyai daya pengaruh
(perlocutionary force), atau efek bagi yang mendengarkannya. Hal serupa
disampaikan oleh Chaer dan Agustina (2004:53) bahwa tindak tutur perlokusi
merupakan tindak tutur yang berkenaan dengan adanya ucapan orang lain
sehubungan dengan sikapdan perilaku non-linguistic dari orang lain. Pendapat lain
diutarakan oleh Darmansyah (1989:89) tindak perlokusi merupakan konsekuensi atau
efek yang mungkin ditimbulkan oleh tindak ucap pembicaraan terhadap pikiran,
perasaan, dan kepercayaan pendengar.

Contoh kalimat 1. Ban motornya bocor.

Kalimat (1) diutarakan oleh mahasiswa kepada doesennya karena terlambat


masuk kelas, kalimat ini merupakan tindak ilokusi untuk memohon maaf dan
perlokusi (efek) yang diharapkan adalah dosen dapat memakluminya.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Chaer dan Leonie Agustina. (2004). Sosiolinguistik. Jakarta: Rineka Cipta.
Austin, J. L. (1962). How do to Things with Words. Oxford: The Clarendon Press.
Nadar, F. X. (2009). Pragmatik dan Penelitian Pragmatik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Saifudin, A. (2019). Teori tindak tutur dalam studi linguistik pragmatik. Lite: Jurnal
Bahasa, Sastra, dan Budaya, 15(1), 1-16.
Searle, J. R. (1971). The Philosophy of Language (Oxford Readings in Philosophy).
London: Oxford University Press.
Searle, John R. (1974). Speech Acts, an Essay in the Philosophy of Language.
Cambridge: Cambridge University Press.
Wijana, I Dewa Putu. (1996). Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi Offset.
Yuliantoro, Agus. (2020). Analisis Pragmatik. Surakarta: UNWIDHA Press

Anda mungkin juga menyukai