Anda di halaman 1dari 5

LATIHAN 9

STRATEGI BLUM-KULKA

Tugas Mata Kuliah Pragmatik Bahasa Indonesia


yang Dibina oleh Dr. Tressyalina, S.Pd., M.Pd.

Ella Wulandari
19016018/2019

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


DEPARTEMEN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2022
STRATEGI BLUM-KULKA

A. Latar Belakang Strategi Blum Kulka


Strategi tutur adalah cara atau teknik tertentu penyampaian tuturan yang dipilih
oleh penutur dengan maksud dan tujuan yang berbeda dengan mempertimbangkan
situasi atau peristiwa tutur. Strategi penggunaan tindak tutur juga merupakan cara atau
strategi peserta tutur dalam memilih tuturan sesuai dengan fungsi dan konteksnya.
Setiap metode atau teknik yang digunakan untuk menyampaikan tuturan mengandung
unsur kesantunan yang bertujuan untuk menjaga citra diri seseorang yang berbicara.
Kesantunan inilah yang menjadi ciri atau ciri tersendiri dari strategi bertutur. Strategi
stutur adalah cara-cara yang digunakan peserta tutur dalam mengungkapkan tindak tutur
atau fungsi tutur dengan menggunakan tuturan tertentu. Keterbatasan mitra tutur dalam
bertindak akan semakin jelas jika bentuk tuturan yang dipilih kurang tepat, apalagi jika
ditujukan kepada mitra tutur yang berlatar belakang budaya berbeda. Hal ini dapat
menyebabkan konflik karena dalam satu budaya permintaan mungkin dianggap normal,
sementara di budaya lain mungkin dianggap sangat tidak dapat diterima. Misalnya,
ketika surat menyerahkan ketupat kepada Upin dan Ipin ketika kami menilai ada
ketidaktulusan dalam Surat ketika dia memberikan ketupat. Padahal ciri-ciri Mail
memang menunjukkan wajah cemberut. Kemudian ketika Nenek meminta Kak Ros
untuk mengambil uang dari laci, anak-anak langsung berbaris di depan oppa menunggu
uang liburan tiba. Untuk meminimalkan kehilangan muka mitra tutur dalam tindak tutur
permintaan, diperlukan strategi yang tepat (Felix-Brasdefer, 2005: 66). Strategi dapat
dilihat dari metode yang digunakan atau langkah-langkah yang dipilih agar maksud dari
permintaan tersebut ditangkap oleh mitra tutur.
Blum-Kulka (dalam Syahrul, 2008) mengkaji kesantunan dalam konteks bahasa
Yahudi Israel dengan menafsirkan kembali teori-teori kesantunan secara relativistik
budaya. Istilah 'norma budaya' atau 'naskah budaya' adalah istilah terpenting dalam
pendekatan teoretisnya. Dia memperkenalkan perbedaan antara pilihan linguistik
strategis dan wajib, tetapi berpendapat bahwa ruang lingkup dan kedalaman kesantunan
berbeda dari budaya ke budaya. Posisi teoretisnya adalah bahwa kesantunan
memanifestasikan interpretasi yang disaring secara budaya dari interaksi antara empat
parameter penting ini.

Gambar 1
Shoshana Blum-Kulka

2
Menurutnya, konsep budaya saling terkait dalam menentukan sifat dari masing-
masing parameter tersebut, sehingga memengaruhi pemahaman sosial tentang
kesantunan pada berbagai masyarakat di dunia. Motivasi sosial mengacu pada alasan
mengapa orang bersikap sopan, yaitu alasan fungsi kesantunan; mode ekspresif (modes
of expression) mengacu pada berbagai bentuk linguistik yang digunakan untuk
menunjukkan kesantunan; perbedaan sosial mengacu pada parameter penilaian
situasional yang berperan dalam kesantunan; dan makna sosial mengacu pada nilai
kesantunan ungkapan kebahasaan tertentu dalam konteks situasi tertentu. Blum-Kulka
mengemukakan strategi bertutur atas tiga yaitu strategi bertutur langsung, strategi
bertutur tidak langsung, dan strategi bertutur menggunakan isyarat.

B. Strategi Bertutur Blum-Kulka dan Contohnya


Pada pembahasan sebelumnya, kita sudah mengetahui bahwa Blum-Kulka
membagi tiga jenis strategi bertutur, yaitu (1) srategi bertutur langsung, (2) strategi
bertutur tidak langsung, dan (3) strategi bertutur menggunakan isyarat. Berikut
merupakan pembahasan dari ketiga strategi bertutur tersebut.

1. Strategi Bertutur Langsung


Menurut Blum-Kulka (dalam Mellastyawan, 2014) strategi langsung dan tidak
langsung yang digunakan dalam penyampaian tindak tutur berkaitan dengan dua
dimensi, yaitu dimensi pilihan dalam bentuk dan dimensi pilihan dalam isi. Dimensi
bentuk berkaitan dengan bagaimana suatu ujaran dirumuskan atau bagaimana ciri-ciri
formal (dalam bentuk pilihan bahasa dan variasi kebahasaan) suatu ujaran digunakan
untuk menciptakan suatu ilokusi. Dimensi isi berkaitan dengan makna yang terkandung
dalam tuturan tersebut. Jika isi tuturan mengandung makna yang sama dengan makna
pertunjukannya, maka tuturan tersebut diucapkan dengan strategi langsung. Sebaliknya,
jika makna suatu ujaran berbeda dengan makna kinerjanya, maka ujaran tersebut
diucapkan dengan strategi tidak langsung.
Blum-Kulka (dalam Karim, 2011) menjelaskan bahwa tindak tutur langsung
adalah tuturan yang modus dan makna kata-katanya sama dengan maksud tuturan
tersebut. Penggunaan strategi langsung dalam bertutur dimaksudkan untuk mencapai
kesepahaman yang sama antara penutur (Pn) dan mitra tutur (Mt). Dengan strategi
langsung, Pn berharap Mt dapat memahami pidato secara efektif seperti yang
dimaksudkan oleh Pn. Wijana, (1996:30) mengemukakan bahwa tindak tutur langsung
dapat dibentuk dari kalimat berita yang berfungsi secara konvensional, kalimat tanya
untuk bertanya, dan kalimat perintah untuk menyuruh, mengajak, memohon, dsb.
Adapun contoh tuturan dalam strategi bertutur langsung, yaitu: “Rambutmu sudah
panjang” yang dituturkan oleh seorang perempuan kepada teman perempuannya.

2. Strategi Bertutur Tidak Langsung


Strategi tidak langsung atau indirect speech adalah strategi atau tuturan yang
modus dan makna kata-katanya tidak sesuai dengan maksud tuturan tersebut. Dapat juga
dikatakan bahwa strategi atau tuturan tidak langsung adalah tuturan yang disampaikan
dengan cara lain untuk mengungkapkan suatu maksud. Menurut Yule (dalam Karim,
2011), jika terdapat hubungan tidak langsung antara struktur dan fungsi, hubungan
tersebut menunjukkan bahwa tindak tutur tersebut merupakan tindak tutur tidak
langsung. Menurut Wijana (1996: 31) tuturan yang diucapkan secara tidak langsung
biasanya tidak dapat dijawab secara langsung, tetapi harus segera melaksanakan makna
yang tersirat di dalamnya. Adapun contoh tuturan dalam strategi bertutur tidak langsung,
yaitu “Di mana sapunya?” yang dituturkan oleh seorang ibu kepada anaknya, dapat
berfungsi untuk menanyakan dimana letak sapu itu dan juga secara tidak langsung
memerintah sang anak untuk mengambil sapu itu.

3
3. Strategi Bertutur Menggunakan Isyarat
Strategi bertutur dengan tanda (dalam Darmawanti, dkk, 2014) adalah tuturan
yang isinya tidak ada relevansinya dengan maksud tuturan. Contoh pidato, 'Oh, betapa
indahnya bunga yang satu itu, Bu?. Bagaimana kalau pindah ke rumah saya?' Kalimat
tersebut diucapkan oleh seorang pemuda yang menginginkan sekuntum bunga yang
tumbuh di pekarangan seorang ibu dan kini mekar indah milik orang tua dari sahabat
gadis muda tersebut. Secara harfiah, tuturan berarti pujian yang disertai dengan
keinginan penutur untuk memiliki bunga milik lawan bicara. Secara kontekstual,
penutur seorang pemuda dan mitra tutur seorang ibu yang memiliki anak perempuan
terlibat dalam tuturan yang berarti permintaan dari penutur. Permintaannya adalah
penutur meminta kepada penutur untuk memberikan putrinya sebagai calon istri dan
menjadikannya menantunya.

Bagan 1
Strategi Bertutur Blum-Kulka

4
DAFTAR PUSTAKA

Aditiansyah, Diki Fahrudin. (2014). “Fenomena Kesantunan Berbahasa Dalam Acara


Indonesia Lawyers Club di TV One”. Jurnal Ilmiah. Universitas Pendidikan
Indonesia.
Amaliyah, Farhanah. (2011). “Strategi Bertutur Pemandu Acara Dan Narasumber:
Sebuah Analisis Kesantunan Berbahasa Dalam Acara Suara Anda Metro”.
Jurnal Ilmiah. Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya, Universitas
Indonesia.
Darmawanti, Meta, dkk. (2014). “Strategi Bertutur”. Makalah. Padang: Fakultas Bahasa
dan Seni Universitas Negeri Padang.
Félix-Brasdefer, J.. (2005). Indirectness and politeness in mexican requests. In Selected
Proceedings of the7th Hispanic Linguistics Symposium, ed. David Eddington,
66-78. Somerville, MA: Cascadilla Proceedings Project
Karim, Ali. (2011). “Tindak Perintah dalam Wacana Kelas: Kajian Strategi Bertutur di
Madrasah Tsanawirah Alkhairaat Palu”. Jurnal Ilmiah.
Manaf, Ngusman Abdul. (2013). “Kesopanan Tindak Tutur Menyuruh Dalam
Bahasa Indonesia”. Jurnal Ilmiah. Padang: Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Padang.
R. Syahrul. (2008). Pragmatik Kesantunan Berbahasa Menyibak Fenomena Berbahasa
Indonesia Guru dan Siswa. Padang: UNP Press.
Wijana, I Dewa. (1996). Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi Offset.

Anda mungkin juga menyukai