SEPUTAR EVALUASI
Dinda Putri
NIM 19016086
Nomor Urut 17
2021
PETA KONSEP 1
A. Pengertian
Evaluasi berasal dari bahasa Ingris yaitu evaluation yang berarti penilaian atau
penafsiran. Sehubungan dengan itu, Anastasi ( dalam Thoha, 1991: 1) mengemukakan
bahwa evaluasi bukan sekedar menilai aktivitas secara spontan dan incidental,
melainkan merupakan kegiatan untuk menilai sesuatau dengan terencana dan terarah
berdasarkan tujuan yang jelas. Senada dengan itu, Wandt dan Brown (dalam Hidayat,
1994: 1) berpendapat evaluasi adalah suatau tindakan atau proses untuk menentukan
nilai sesuatu. Selanjutnya, Witheringthon ( dalam Hidayat, 1994:4) menyatakan bahwa
evaluasi adalah penentuan apakah sesuatu itu berharga, bernilai atau tidak. Dari
pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa evaluasi dilakukan untuk menilai sesuatu.
Nurgiyantoro (1988:5) menyebutkan bahwa evaluasi adalah proses untuk
mengukur kadar pencapaian tujuan. Ia lebih lanjut menjelaskan bahwa evaluasi yang
bersinonim dengan penilaian tidak sama konsepnya dengan pengukuran dan tes
meskipun ketiga konsep ini sering didapatkan ketika masalah evaluasi pendidikan
dibicarakan. Dikatakannya bahwa penilaian berkaitan dengan aspek kuantitatif dan
kualitatif, pengukuran berkaitan dengan aspek kuantitatif, sedangkan tes hanya
merupakan salah satu instrumen penilaian.
Ada dua aspek dalam pengertian evaluasi yakni pertama evaluasi adalah suatu
proses yang sistematis. Artinya kegiatan evaluasi bukan hal kegiatan akhir dari
pembelajaran tapi setelah kegiatan evaluasi harus ada tindakan selanjutnya dari hasil
evaluasi yang diperoleh. Kegiatan evaluasi harus dibuat atau disusun secara sistematis
agar langkah-langkah yang dilaksanakan evaluasi disusun menurut prosedur tertentu
atau dengan pedoman yang telah ditentukan sebelumnya. Tanpa adanya kriteria yang
telah ditetapkan sebagai suatu standar, orang tidak dapat melakukan evaluasi. Aspek
yang kedua ialah kemampuan yang dicapai siswa dalam pengajaran. Dalam pengajaran
sebelumnya adanya penegasan tentang kemampuan-kemampuan yang perlu dimiliki
oleh siswa setelah pengajaran selesai.
B. Ciri Evaluasi
Berbicara mengenai ciri evaluasi hasil belajar, Shane (dalam Thoha, 1991:11-
12) mengemukakan 5 ciri evaluasi hasil belajar;
Kelima, evaluasi tidak mungkin terhindar dari kesalahan. Dalam evaluasi sering
terjadi penyimpangan. Penyimpangan tersebut dapat terjadi karena alat ukur yang
digunakan tidak valid, misalnya. Di samping itu, penyimpangan dapat terjadi akibat
unsur subjektivitas si penilai keadaan siswa yang di evaluasi dan situasi tempat
pelaksanaan evaluasi itu dilaksanakan.
D. Fungsi Evaluasi
Evaluasi mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi monitoring dan evaluative.
Evaluasi bersifat monitoring, (1) Evaluasi kesiapan siswa dalam menempuh suatu
program pengajaran, (2) mengetahui hasil yang dicapai dalam proses pembelajaran yang
telah dilaksanakan, (3) mengevaluasi apakah bahan pelajaran dapat dilanjuti atau
diulangi, (4) memperoleh informasi dalam memberikan bimbingan terhadap siswa
mengenai jenis pendidikan yang cocok, (5) membandingkan apakah prestasi yang di
capai siswa telah sesuai dengan kemampuannya, (6) menafsirkan tingkat kematangan
siswa untuk melanjutkan ke program pendidikan yang lebih tinggi, (7) mengetahui
efisiensi dan efektifitas metode pembelajaran yang digunakan.
Selanjutnya evaluasi yang bersifat evaluatif yang berfungsi sebagai berikut: (1)
fungnsi prognostic adalah evaluasi yang bertujuan untuk meramalkan atau memprediksi
sesuatu dalam menghadapi langkah selanjutnya, misalnya tes bakat, tes intelegensi, dan
pretes, (2) fungsi diagnostic yaitu evaluasi yang ditujukan untuk mengetahui
kelemahan-kelemahan siswa dan penyebabnya, misalnya tes dimaksudkan untuk
menentukan keberhasilan siswa, misalnya tes sumatif, ulangan umum, dan ujian akhir.
Fungsi utama evaluasi adalah menelaah suatu objek atau keadaan untuk
mendapatkan informasi yang tepat sebagai dasar untuk pengambilankeputusan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa evaluasi adalah proses mendeskripsikan,
mengumpulkan danmenyajikan suatu informasi yang bermanfaat untuk pertimbangan
dalam pengambilan keputusan.
E. Prinsip Evaluasi
1. Komprehensif
Evaluasi dikatakan bersifat komprehensif (menyeluruh) apabila alat evaluasi
yang digunakan mencakup aspek proses dan hasil yang secara bertahap
mencerminkan perubahan tingkah laku siswa.
2. Kontiniu
Evaluasi hendaknya dilakukan secara terus menerus atau berkesinambungan,
terencan, dan teratur selama proses pembelajaran berlangsung.
3. Objektif
Evaluasi yang dilakukan hendaknya seobjektif mungkin dan dapat
mencerminkan aspek-aspek yang dinilai. Unsur subjektif seperti perasaan,
prangka yang bersifat negatif harus disingirkan. Sehingga hasil evaluasi
mencerminkan kemauan siswa yang sesungguhnya. Dengan demikian hasil
evaluasi dapat dipercaya, akurat dan terandalkan.
4. Didaktis
Evaluasi yang dilakukan harus bersifat mendidik dan memotivasi siswa
untuk meningkatkan kemampuannya dengan adanya evaluasi siswa
hendaknya terpacu ntuk belajar lebih baik.
5. Kedayagunaan
Evaluasi hendaknya dilakukan untuk maksud tertentu, bermanfaat, dan
menunjang kepentingan proses pembelajaran. Umpamanya, evaluasi
dilaksanakan untuk keperluan seleksi, penempatan atau pengambilan
keputusan.
6. Koperatif
Evaluasi hendaknya dilakukan oleh satu tim. Prinsip koperatif ini sangat
diperlalukan karena setiap siswa ditangani oleh banyak guru. Di samping
hasil evaluasi dari guru, informasi atau evaluasi dari orang tua juga perlu
dipertimbangkan.
7. Penggunaan kriteria
Prinsip pendayagunaan kriteria ini digunakan bila dalam pelaksanaan
evaluasi guru harus memilih jenis pendekatan yang akan dicapai. Prinsip itu
lebih tepat dipakai apabila evaluasi dilakukan untuk mengetahui tingkat
penguasaan materi dan pencapaian tujuan pembelajaran.
8. Berencana dan Berorientasi pada Tujuan
Evaluasi yang dilakukan hendaknya dirancang sedemikian rupa agar jelas
yamg dinilai materi yang dinilai, alat evaluasi yang digunakan dan
penafsiran hasil evaluasi. Untuk keperluan ini patokan yang digunakan
adalah kurikulum.
9. Multitekrik
Evaluasi harus dilaksanakan dengan menggunakan berbagai cara.
Maksudnya, evaluasi belajar siswa diukur dengan berbagai tes dan nontes.
Dengan cara ini diharapkan dapat diketahui kemampuan siswa yang
sesungguhnya baik kognitif, psikomotor, maupun afektifnya terhadap mata
pelajaran yang dievaluasi.
F. Tujuan Evaluasi
Menurut Thoha (1991) tujuan evaluasi dalam proses belajar mengajar adalah (1)
untuk mengetahui kemajuan atau kemampuan siswa, (2) memperbaiki proses belajar
mengajar, (3) melakukan diagnosis terhadap kesulitan belajar yang dialami siswa.
Dalam kaitannya dengan pembelajaran bahasa Indonesia, evaluasi bertujuan
untuk (1) memperoleh data tentang kecepatan dan ketepatan Siswa dalam menyerap
informasi yang disampaikan, (2) memperoleh data tentang kemampuan dan
keterampilan siswa setelah pembelajaran berlangsung, (3) mengukur ketetapan dan
keampuhan program pembelajaran yang dilaksanakan, (4) memperoleh umpan balik, (5)
memperoleh data yang digunakan sebagai pedoman pengelompokan siswa dengan
kemampuan dan keterampilan berbahasanya, (6) menentukan bakat, minat, dan
perhatian siswa terhadap pembelajaran bahasa Indonesia, (7) sebagai laporan pada pihak
terkait dan menentukan kebarhasilan siswa pada suatu program pendidikan.
REFERENSI
Abdurahman dan Elya Ratna. 2003:11-22. Evaluasi Pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia. Padang: FBS Universitas Negeri Padang.
Ibrahim, Nini dan Yanti, Pisma G. 2017. Bahan Ajar Evaluasi Pembelajaran Bahasa
dan Sastra Indonesia untuk Perguruan Tinggi dan Umum. Jakarta: FKIP
Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA.
PETA KONSEP 2
PENGELOLAAN EVALUASI (PERENCANAAN, PEMBUATAN,
PELAKSANAAN, PENILAIAN, DAN TINDAK LANJUT HASIL
EVALUASI)
Pelaksanaan pembelajaran
merupakan peristiwa interaksi
Pengelolaan guru dengan siswa dalam
Pelaksanaan
Evaluasi rangka menyampaikan bahan
pembelajaran kepada siswa
1. Pengertian
Perencanaan berasal dari kata rencana yaitu pengambilan keputusan tentang apa
yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan. Dengan demikian, proses suatu
perencanaan harus dimulai dari penetapan tujuan yang akan dicapai melalui analisis
kebutuha serta dokumen yang lengkap, kemudian langkah-langkah yang harus
dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.
Dari pengertian di atas, maka setiap perencanaan minimal harus memiliki empat
unsur sebagai berikut:
2. Fungsi Perencanaan
a. Fungsi kreatif
b. Fungsi Inovatif
Suatu inovasi pasti akan muncul jika direncanakan karena adanya kelemahan
dan kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Kesenjangan tersebut akan dapat
dipahami jika kita memahami proses yang dilaksanakan secara sistematis dan
direncanakan dan diprogram secara utuh.
c. Fungsi selektif
Melalui proses perencanaan akan dapat diseleksi strategi mana yang dianggap
lebih efektif dan efisien untuk dikembangkan. Fungsi selektif ini juga berkaitan dengan
pemilihan materi pelajaran yang dianggap sesuai dengan tujuan pembelajaran.
d. Fungsi Komunikatif
Suatu perencanaan yang memadai harus dapat menjelaskan kepada setiap orang
yang terlibat, baik guru, siswa, kepala sekolah, bahkan pihak eksternal seperti orang tua
dan masyarakat. Dokumen perencanaan harus dapat mengkomunikasikan kepada setiap
orang baik mengenai tujuan dan hasil yang hendak dicapai dan strategi yang dilakukan.
e. Fungsi prediktif
Perencanaan yang disusun secara benar dan akurat, dapat menggambarkan apa
yang akan terjadi setelah dilakukan suatu tindakan sesuai dengan program yang telah
disusun. Melalui fungsi prediktifnya, perencanaan dapat menggambarkan berbagai
kesulitan yang akan terjadi, dan menggambarkan hasil yang akan diperoleh.
f. Fungsi akurasi
Melalui proses perencanaan yang matang, guru dapat mengukur setiap waktu
yang diperlukan untuk menyampaikan bahan pelajaran tertentu, dapat menghitung jam
pelajaran efektif.
Verifikasi Data Data hasil dari pengukuran yang telah dilakukan, maka selanjutnya data
tersebut dilakukan penyaringan atau pengolahan. Hal ini dilakukan untuk memisahkan
data yang “baik” yaitu data yang akan dapat memperjelas gambaran yang akan
diperoleh mengenai diri individu yang sedang dievaluasi dari data yang “kurang baik”
yaitu data yang akan mengaburkan gambaran yang akan diperoleh apabila data itu ikut
serta diolah.
C. Penilaian
Evaluasi atau penilaian dilakukan oleh guru terhadap hasil pembelajaran untuk
mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik, serta digunakan sebagai bahan
penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran.
Penilaian dilakukan secara konsisten, sistematik, dan terprogram dengan menggunakan
tes dan nontes dalam bentuk tertulis atau lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap,
penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, portofolio, dan penilaian
diri. Penilaian hasil pembelajaran menggunakan Standar Penilaian Pendidikan dan
Panduan Penilaian Kelompok Mata Pelajaran.
Abdurahman dan Elya Ratna. 2003:11-22. Evaluasi Pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia. Padang: FBS Universitas Negeri Padang.
Riadi, Ahmad. 2017. “Kompetensi Guru Dalam Pelaksanaan Evaluasi Pembelajaran”.
Jurnal Kopertais Wilayah XI Kalimantan. Volume 15, Nomor 28, Halaman 65-
66.
PETA KONSEP 3
TES DAN NONTES
A. Pengertian Tes
Burhan Nurgiyantoro tes adalah suatu cara untuk melakukan penilaian yang
berbentuk tugas-tugas yang harus dikerjakan siswa untuk mendapatkan data tentang
nilai prestasi siswa tersebut yang dapat dibandingkan dengan yang dicapai kawan-
kawannya atau nilai standar yang ditetapkan. Untuk melakukan kegiatan tes diperlukan
suatu perangkat tugas, pertanyaan, atau latihan. Perangkat tugas inilah yang kemudian
dikenal sebagai alat tes atau instrumen tes.
Tes juga merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau
mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan.
Tes hasil belajar adalah sekelompok pertanyaan atau tugas-tugas yang harus dijawab
atau diselesaikan oleh siswa dengan tujuan untuk mengukur kemajuan belajar siswa.
Tes adalah alat evaluasi yang berupa pertanya, perintah, dan petunjuk yang
harus dikerjakan siswa untuk memperoleh respon sesuai dengan pertanyaan atau
perintah tersebut Thoha (dalam Abdurrahman dan Ellya Ratna, 2003:36). Bachman
(dalam Suyoto, 1997:23) berpendapat tes adalah salah satu teknik pengukuran yang
digunakan untuk memperoleh informasi mengenai kemampuan siswa.
B. Persyaratan Tes
1. Validitas
2. Realibilitas
Tes realibilitas adalah tes yang kalau diujikan lebih dari satu kali hasilnya
kurang lebih sama. Berarti tes tersebut dapat mengukur secara konsisten, ajeg dan
akurat. Unsur ajag itulah yang dituntut dalam sebuah tes untuk dapat dikatakan reliable.
3. Kelayakan (appropriatiness)
4. Objektivitas
Objektifitas tes ditentukan oleh kualitas kesamaan dari skor-skor yang diperoleh,
sekalipun diperiksa oleh beberapa orang (Purwanto). Menurut Arikunto tes dikatakan
memiliki kadar objektivitas jika dalam pelaksanaanya tidak dipengarui oleh unsur-unsur
subjektivitas, satu alat ukur harus bebas dari bias pribadi tim penilai. Hal ini
dimaksudkan agar informasi diperoleh lebih akurat, apa adanya, betul-betul
mencerminkan kemampuan siswa.
5. Kepraktisan
Tes yang baik selain harus valid, reliable, objektif dan layak juga harus praktis.
Praktis tidaknya sebuah tes dapat dilihat dari segi ekonomi, pelaksanaan, penskoran, dan
penafsirannya. Tes yang baik tidak menuntut biaya yang mahal baik dalam pengadaan
pelaksanaan, pemeriksaan, maupun dalam pengolahan hasil tes. Pengadaan tes sudah
pasti membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Namun, jika tes sudah pasti membutuhkan
biaya yang mahal untuk mengadakannya dan hannya dapat dipakai satu kali, kiranya tes
seperti itu perlu dihindari.
C. Jenis Tes
Tes perbuatan menuntut testi memberikan respon berupa tingkah laku yang
melibatkan gerakan otot. Dengan kata lain tes jenis ini lebih tepat digunakan untuk
mengukur pencapaian pembelajaran yang berkaitan degan ranah psikomotor. Bentuk tes
ini berupa petunjuk-petunjuk atau perintah baik secara lisan atau tulisan, dapat berupa
penyediaan situasi dan testi diminta untuk bereaksi terhadap situasi tersebut baik
disengaja atau tidak. Alat yang dapat digunakan untuk melakukan tes ini adalah
observasi.
b. Tes verbal
Dalam tes lisan (oral tes) testi (siswa) dituntut merespon secara lisan, sedangkan
pertanyaan dapat diajukan secara lisan atau tertulis. Tes lisan memililki beberapa
kelemahan di antaranya (a) dapat digunakan untuk mengevaluasi kepribadian dan
kemampuan penguasaan pengetahuan siswa karena dilakukan secara “face to face”, (b)
dapat digunakan untuk mengukur kecakapan tertentu, seperti kemampuan membaca, (c)
guru secara langsung dapat mengetahui hasil tes, (d) pertanyaan yang kurang dipahami
atau kurang jelas dapat diulangi atau diperjelas, (e) guru dapat menggali respon yang
diberikan secara mendetail, sehingga dapat diketahui bagian-bagian yang paling
dikuasai oleh siswa, (f) guru dapat mengetahui hal-hal yang tersirat dari sikap dan cara
siswa merespon.
(2)Tes Tulis
Pada tes tulis respon terhadap pertanyaan yang diajukan diberikan secara
tertulis, sedangkan pertanyaan dapat diajukan secara tertulis atau lisan. Tes tulis
memiliki kelebihan, antara lain (a) cocok digunakan untuk mengukur kemampuan
sejumlah besar siswa pada tempat yang berbeda dan dalam waktu yang sama, (b) siswa
relatif memiliki kebebasan dalam mengajukan responnya karena pengaruh kehadiran
guru tidak begitu dominan, dan (e) objektifas hasil tes lebih dapat di
pertanggungjawaban dibandingkan tes lisan karena soal yang diberikan persis sama.
Tes lisan maupun tes tulis dapat disusun dalam bentuk tes objektif dan subjektif
Tes Objektif
Tes objektif adalah tes yang dalam pemeriksaan dapat dilakukan secara objektif.
Menurut Hidayat tes objektif yaitu tes yang terdiri atas item-item yang dapat dijawab
dengan cara memilih salah satu alternative jawaban yang benar atau mengisi jawaban
yang benar dengan menggunakan beberapa kata atau sandi.
Tes Subjektif
Tes subjektif yang lazim disebut tes uraian adalah sejenis tes kemajuan belajar
yang memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan. Siswa dituntut berpikir dan
mempergunakan apa yang diketahuinya sehubungan dengan pertanyaan yang diajukan.
Tes subjektif memungkinkan siswa untuk menunjukkkan kemampuannya dalam
menerapkan pengetahuan, menaganalisis, menghubungkan, dan mengevalusai informasi
baru yang dihadapkan padanya.
2) Objek
Berdasarkan objek yang akan dinilai tes dibedakan atas (1) tes kompetensi
kebahasaan, (2) tes kesastraan, dan (3) tes kemampuan berbahasa.
3) Pembuatannya
Ditinjau dari sisi pembuatannya tes dibedakan atas (a) tes standar, (b) tes
buatan guru
a. Tes standar
Tes standar adalah tes yang disusun oleh suatau tim yang terdiri dari para
ahli di bidang pendidikan, pengajaran dan penilaian. Tes standar telah
diakui realibilitas dan valititasnya karena telah berulang kali di uji
cobakan, dianalisis, dan direvisi. Dengan demikian tes tersebut betul-
betul mampu mengukur apa yang akan di ukur, teliti, dan konsisten serta
praktis. Tes standar disusun untuk maksud menyelesaikan,
menempatkan, dan menilai para siswa atau calon siswa, umpamanya
UMPTN.
4) Jenjang kemampuan
a. Tes ingatan
Tes ingatan dimaksudkan untuk mengukur kemampuan ingatan. Tes
jenis ini menghendaki siswa untuk menyebutkan, mengenal, atau
mengingat kembali informasi yang telah dipelajari.
b. Tes pemahaman
Tes pemahaman menghendaki siswa untuk mampu memahami,
membedakan, dan menjelaskan fakta atau menjelaskan hubungan antar
konsep secara sederhana, dan sebagainya yang sifatnya leboh dari
sekedar mengingat.
c. Tes penerapan
Tes penerapan dimaksudkan untuk mengukur kemampuan siswa
menerapkan kemampuan teoritisnya ke dalam kegitan praktis yang
konkrit. Kemampuan penerapan dapat berupa kemampuan mengubah,
memodifikasi, mendemostrasikan, menemukan, atau mempergunakan
informasi.
d. Tes analisis
Tes kemampuan tingkat analisis menuntut siswa untuk menganalisis,
mengidentifikasi, atau mencari hubungan atau situasi tertentu dengan
menggunakan konsep-konsep dasar tertentu.
e. Tes sintesis
Tes tingkat sintesis menuntut siswa untuk menghunbungkan beberapa
hal, menyususn kembali komponen-komponen tertentu menjadi struktur
baru yang kompleks, mengenalisasi, meramalkan, dan menghasilkan
pemikiran yang asli dan kreatif.
f. Tes evaluasi
Tes evaluasi menuntut siswa untuk memberikan pertimbangan penilaian
terhadap suatu informasi berdasarkan konsep dan acuan tertentu. Tes
jenis ini merupakan tes tingkatan kognitif tertinggi dan terkompleks
karena membutuhkan kemampuan kognitif dibawahnya dan cakupan
permasalahan yang diujikan cukup kompleks.
Non Tes
Teknik nontes sebagai salah satu alat observasi yang tepat digunakan untuk
memperoleh informasi yang berkaitan dengan tingkah laku afektif atau psikomotor.
Teknik itu digunakan untuk melengkapai informasi yang diperoleh melaui teknis tes.
Teknik non tes terdiri atas beberapa jenis, diantaranya wawancara, observasi, angket,
skala bertingkat, analisis bahasa siswa, dan analisis tugas Hidayat (dalam Abdurrahman
dan Ellya Ratna, 2003). Menurut Arikunto (dalam Abdurrahman dan Ellya Ratna, 2003)
teknik non tes terdiri atas :
a. Wawancara
Wawancara adalah salah satu teknik pengukuran yang digunakan untuk
mengumpulkan infomasi, data atau pendapat melalui tanya jawab sepihak.
Dikatakan sepihak karena dalam kegiatan wawancara tersebut pertanyaan
hannya diajukan oleh pihak pewawancara (guru), dan responden (siswa) hannya
menjawab pertanyaan.
Jenis angket
1. Angket langsung adalah angket yang langsung dibagikan dan diisi atau
dijawab oleh responden yang dimintai informasi tentang dirinya
2. Angket tidak langsung adalah angket yang dikirimkan melalui pos dan
diisi oleh bukan responden yang dimintai informasi.
d. Skala bertingkat
Skala merupakan alat untuk mengukur tingkah laku yang berkaitan denngan
ranah afektif, seperti sikap, pandangan, atau pendapat. Hasil pengukuran
berbentuk data kualitatif. Pada dasarnya sikap, keyakinan, atau pandangan
seseorang terhadap sesuatu tidak persis sama, tetapi mempunyai perbedaan yang
bersifat bertingkat. Perbedaan sikap atau pandangan tersebut dapat diukur
dengan menggunakan skala bertingkat. Sesuai dengan namanya skala bertingkat
berisikan angka-angka yang disussun secara bertingkat dari yang paling kecil
sampai dengan angka yangb paling besar.
e. Analisis bahasa siswa
Analisis bahasa siswa yaitu penilaian yang ditujukan pada peggunaan bahasa
yang otentik baik lisan maupun tulisan. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat
disimpulkan bahwa objek evaluasi difokuskan pada penggunaan bahasa siswa
baik lisan maupun tertulis. Teknik ini digunakan untuk melengkapi hasil tes.
Bentuknya dapat berupa pemeriksaan catatan dan analisis bahasa dalam tugas
membuat laporan.
f. Analisis tugas
Dalam proses pembelajaran tugas mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi edukatif
dan fungsi evaluative. Tugas dikatakan berfungsi edukatif jika tugas tersebut
digunaakan sebagai teknik mengajar. Tujuan pemberian tugas adalah agar siswa
menguasai materi pelajatran dalam rangka pemantapan. Untuk itu tugas dpat
diberikan sebelum atau sesudah proses pembelajaran. Tugas yang diberikan
dapat berupa kegiatan mempelajari materi yang akan dipelajari atau
mengaplikasikan materi yang sudah dipelajari.
Tugas berfungsi evaluative jika tugas yang diberikan digunakan untuk menilai
penguasaan siswa. Tugas untuk fungsi ini harus diberikan sesudah proses
pembelajaran dilaksanakan atau pada akhir PBM.
REFERENSI
Abdurahman dan Elya Ratna. 2003:11-22. Evaluasi Pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia. Padang: FBS Universitas Negeri Padang.
Peta Konsep 4
Validitas Tes
(2) validitas konstruk
Validitas dialih bahasakan dari kata validity. Validitas asal katanya valid yang
artinya sahih. Menurut Sugiono validitas adalah tingkat ketepatan suatu tes dalam
mengukur apa yang semestinya diukur. Selanjutnya Joesmani menyatakan validitas
adalah kesesuaian kesesuaian antara tujuan yang diukur dengan alat ukur yang
digunakan. Sehubungan dengan itu, Azwar mendefinisikan validitas sebagai ukuran
seberapa cermat suatu tes melaksanakan fungsi ukurnnya. Untuk itu suatu tes hannya
dapat melakukan fungsinya dengan cermat bila ada sesuatu yang diukurnnya.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tes yang sahih atau tes yang
memiliki kadar validitas yang tinggi adalah tes yang isinya layak mengukur objek yang
akan diukur dan sesuai dengan kriteria tertentu. Maksudnnya, ada relevansinya antara
tes dengan fungsi dan sasaran pengukurannya.
B. Jenis Validitas
(1) Validitas isi
Validitas ini mengacu pada pengertian apakah tes yang digunakan mempunyai
kesejajaran dengan tujuan pembelajran dan materi yang akan diajarkan. Jika butir-butir
soal dalam sebuah tes secara jelas dimaksudkan mengukur tujua pembelajaran tertentu
dan mewakili materi yang diajarkan, tes tersebut dikatakan memiliki validitas isi yanh
tinggi bila tes tersebut berisikan materi-materi yang harus diukur secara representatif
Validitas kontruks mengacu pada pegertian apakah suatu tes yang akan diujikan
telah sesuai dengan konsep ilmu yang diteskan. Misalnya, yang akan diteskan adalah
kemampuan membuat paragraph, pertanyaan mendasar yang harus dihadirkan, yaitu
buatlah sebuah paragrapf dengan topik “manfaat nakan pagi”. Dengan kata lain validitas
konstruk mengacu pada suatu tes yang butir-butir soalnya mengukur aspek berfikir
sebagaimana yang dinyatakan dalam TPK. Bila butir-butir soal telah sesuai dengan
aspek berfikir yang disebutkan dalam TPK, dapat dikatakan tes tersebut memiliki
valliditas konstruk.
Abdurahman dan Elya Ratna. 2003:11-22. Evaluasi Pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia. Padang: FBS Universitas Negeri Padang.
Tugas 5
Sma unggul harapan persada kelas x di peroleh skor nilai dari 58 peserta didik
dengan jumlah butir soal 15, dengan jawaban benar bernilai 1, dan jawaban salah 0.
Skor nilai yang tertinggi ke terendah pada kelas X dengan jumlah butir soal 15 terdiri
dari 14-6 butir soal yang menjawab benar dan yang menjawab salah terdiri dari 1-9 butir
soal dengan nomor soal yang berbeda.
Berdasarkan analisis dari 15 butir soal yang dinyatakan valid berjumlah 8 (53, 3%) soal
dan soal yang dinyatakan tidak valid berjumlah (46,7%) soal.
Sma unggul harapan persada memiliki Reabilitas sebesar 0,30, sehingga dapat
disimpulkan bahwa butir soal tersebut dinyatakan tidak reabilitas karena butir soal
tersebut memiliki reabilitas yang rendah.
Tingkat Kesukaran
Kategori soal mudah ada 3 (20%) dan soal yang termasul kategori sedang ada 12
(80%).
Sebanyak 6 atau (40 %) butir soal yang dikriteriakan kurang baik, dan 7 atau
(46,7%) butir soal yang dikriteriakan cukup, 2 atau (13,3%) butir soal yang
dikriteriakan baik.
PETA KONSEP 6
Reliabilitas Tes
A. Pengertian Reliabilitas
Reabilitas berkaitan dengan masalah ketepercayaan, ketetapan dan keterandalan.
Sebuah tes dikatakan memiliki keterandalan yang tinggi kalau tes tersebut hasilnya
relative tetap atau kurang lebih sama. Dengan kata lain, tes dikatakan reliable bila tes
diujikan lebih dari satu kali pada kelompok testi yang sama hasilnya tidak berubah.
Kalau pun terjadi perubahan, hal itu tidak terlalu bararti.
4) Objektifitas pemeriksaan
Sebuah tes secara interen dapat dikatakan reliable. Akan tetapi, koefisien
reabilitas tersebut dapat berkurang karena kekurangan ketelitian dalam
pemeriksaan. Ditinjau dari segi obyektifitas pemeriksaan, tes obyektif lebih
reliable dibandingkan dengan tes subjektif. Namun demikian, bukan berarti
tes subyektif tidak memiliki koefisien reabikitas yang tinggi. Apapun jenis
tes yang digunakan kemungkinan memiliki koefisien reabilitas yang tinggi
sudah tentu ada, asalkan kunci atau rambu-rambu jawaban telah disediakan
dengan tepat dan diikuti dengan teliti.
Teknik uji ulang digunakan dengan asumsi bahwa objek yangn akan diukur
memiliki sifat yang homogeny dan stabil. Maksudnya, pengetahuan testi
tidak akan berubah dalam jangka waktu tertentu. Sehingga kalaupun
dilakukan pengujian berulang kali hasilnya relative sama. Seandainya tes
yang diujicobakan itu reliable, testi yang memperoleh sklor tinggi cenderung
akan mendapatkan skor yang tinggi pula pada pengujian tes yang kedua.
Penggunaan teknik bentuk paralel ini sebenarnya lebih baik daripada teknik
uji-ulang. Dengan teknik ini testi dihadapkan pada dua perangkat tes,
kemungkinan untuk mengingat-ngingat jawaban soal tidak akan terjadi.
Dengan kata lain, practice effect dan carry over effect tidak mungkin terjadi.
Akan tetapi, teknik ini kurang lazim digunakan untuk menentukan reabilitas
tes buatan guu. Hal ini dikarenakan testor dituntut untuk menyusun dua
perangkat tes yang parallel. Hal itu bukanlah pekerjaan yang mudah untuk
dilakukan.
Penentuan reabilitas tes dengan teknik ini dilakukan dengan membagi skor
hasil tes atas dua kelompok, yaitu kelompok ganjil dan genap atau kelompok
atas dan bawah. Yang lazim digunakan ialah pembagian atas kelompok
ganjil genap, kedua jumlah skor tersebut dikorelasikan dengan menggunakan
rumus produk moment dan hasil yang diperoleh adalah koefisien korelasi
tes.
4) Uji homogenitas
Uji homogenitas dimaksudkan untuk mengetahui unjuk perbuatan tester
terhadap seluruh butir soal. Uji homogenitas dapat dilakukan jika; 1) jumlah
butir soal dalam perangkat tes ganjil dan, 2) komposisi butir soal kelompok
ganjil dan genap tidak homogeny. Perangkat tes dengan jumlah butir soal
yang ganjil tidak dapat diparuh. Begitu pula perangkat tes yang komposisi
soalnya tidak seimbang jika diparuh cenderung akan menghasilkan korelasi
yang negative.
REFERENSI
Abdurahman dan Elya Ratna. 2003:11-22. Evaluasi Pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia. Padang: FBS Universitas Negeri Padang.
PETA KONSEP 7
FH −FL
Rumus
ID = 1
N
2
FH −FL
Rumus IF =
N
A. Daya Pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara
testi kelompok atas dan dan testi kelompok bawah. Sehubungan dengan hal tersebut
Nurgiantoro berpendapat bahwa daya pembeda soal adalah seberapa besar suatu soal
dapat membedakan testi yang berkemampuan tinggi dan testi yang berkemampuan
rendah. Daya pembeda suatu butir soal dinyatakan dengan suatu indeks yang berkisar
antara -1, 00 sampai dengan 1,00. Indeks yang mendekati 1,00 menunjukkan bahwa soal
yang bersanngkutan tergolong baik karena perbedaan testi kelompok atas dengan testi
kelompok bawah terlihat dengan nyata. Akan tetapi. Jika indeks yang diperoleh negatif
(-) berarti butir soal tersebut tidak baik sebab, testi kelompok bawah lebih banyak
menjawab dengan betul dibanding testi kelompok atas.
Daya pembeda soal dapat dihitung dengan membandingkan selisih proporsi testi
kelompok atas yang menjawab betul suatu butir soal dengan testi kelompok bawah.
Menurut Nurgiantoro daya pembeda dapat ditentukan dengan menggunakan rumus
berikut ini:
FH −FL
ID = 1
N
2
Ket:
N: jumlah testi
B. Tingkat Kesukaran
Soal dengan kesukaran yang sangat tinggi dan sangat rendah tergolong soal yang
“kurang baik”. Soal dengan tingkat kesukaran yang sangat rendah, (soal yang sangat
sukar) mennyebabkan testi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba
lagi karena diluar kemampuannya. Sebaliknya, soal dengan tingkat kesukaran yang
sangat tinggi (soal sangat mudah) tidak merangsang testi untuk meningkatkan usaha
pemecahannya. Di samping itu, soal-soal seperti itu tidak dapat membedakan antara
testi kelompok atas dengan kelompok bawah.
Soal yang tergolong baik adalah soal yang memiliki tingkat kesukaran cukup,
yang menjadi persoalan adalah apa tolaka ukur untuk menentukan sebuah soal tergolong
mudah, cukup, dan sukar. Berdasarkan proporsi testi yang dapat menjawab dengan
benar, suatu soal dikategorikan mudah jika pemilihnya menimal berjumlah 73%. Soal
yang tergolong culup apabila testi yang menjawab benar berkisar antara 28%-72%,
sedeangkan soal yang sukar kalau pemilihnya maksimal 27% (Subino, 1987:95).
Sedangkan dengan itu Oller (dalam Nurgiantoro, 1987:128), berpendapat bahwa soal
yang dikatakan layak pakai adalah yang memiliki tingkat kesukaran 0,15-0,85. Butir
soal dengan tingkat kesukaran diluar rentang itu tergolong soal yang sangat mudah dan
sangat sukar.
Ket:
REFERENSI
Abdurahman dan Elya Ratna. 2003:11-22. Evaluasi Pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia. Padang: FBS Universitas Negeri Padang.