Anda di halaman 1dari 48

TUGAS 1-7

SEPUTAR EVALUASI

Tugas Mata Kuliah Evaluasi Pembelajaran Bahasa Indonesia

yang Dibina oleh Dr. Erizal Gani, M. Pd.

Dinda Putri

NIM 19016086

Sesi, Senin 13:20-15:50

Nomor Urut 17

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

PROGRAM SARJANA FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2021
PETA KONSEP 1

Evaluasi adalah kegiatan untuk memperoleh informasi tentang


Pengertian hasil belajar, mengolah, dan menafsirkan informasi tersebut
dengan memggunakan tolak ukur tertentu

1. Evaluasi dilakukan secara tidak langsung


2. Evaluasi menggunakan ukuran kuantitatif
Ciri evaluasi 3. Evaluasi menggunakan satuan unit yang tetap
4. Evaluasi bersifat relatif
5. Evaluasi tidak mungkin terhindar dari kesalahan

1. Subjek evaluasi adalah orang yang melakukan pekerjaan


evaluasi.
Subjek dan
2. Objek evaluasi adalah segala sesuatu yang menjadi focus
Objek evaluasi
pengamatan karena penilai menginginkan informasi tentag
sesuatu tersebut.

Seputar Fungsi 1. Fungsi prognostik


Evaluasi Evaluasi 2. Fungsi diagnostik

(1) Komprehensif, (2) kontiniu, (3) objektif, (4) didaktis, (5)


Prinsip kedayagunaan, (6) koperatif, (7) penggunaan kriteria, (8)
evaluasi berencana dan berorientasi pada tujuan, (9) multitekrik.

1. Memperoleh data tentang kecepatan dan ketepatan


Siswa
2. Memperoleh data tentang kemampuan dan
keterampilan siswa
Tujuan 3. Mengukur ketetapan dam keampuhan program
evaluasi pembelajaran
4. Memperoleh umpan balik
5. Memperoleh data yang digunakan
6. Menentukan bakat, minat dan perhatian siswa
7. Sebagai laporan pada pihak terkait
LAPORAN BACAAN 1

HAKIKAT EVALUASI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

A. Pengertian
Evaluasi berasal dari bahasa Ingris yaitu evaluation yang berarti penilaian atau
penafsiran. Sehubungan dengan itu, Anastasi ( dalam Thoha, 1991: 1) mengemukakan
bahwa evaluasi bukan sekedar menilai aktivitas secara spontan dan incidental,
melainkan merupakan kegiatan untuk menilai sesuatau dengan terencana dan terarah
berdasarkan tujuan yang jelas. Senada dengan itu, Wandt dan Brown (dalam Hidayat,
1994: 1) berpendapat evaluasi adalah suatau tindakan atau proses untuk menentukan
nilai sesuatu. Selanjutnya, Witheringthon ( dalam Hidayat, 1994:4) menyatakan bahwa
evaluasi adalah penentuan apakah sesuatu itu berharga, bernilai atau tidak. Dari
pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa evaluasi dilakukan untuk menilai sesuatu.
Nurgiyantoro (1988:5) menyebutkan bahwa evaluasi adalah proses untuk
mengukur kadar pencapaian tujuan. Ia lebih lanjut menjelaskan bahwa evaluasi yang
bersinonim dengan penilaian tidak sama konsepnya dengan pengukuran dan tes
meskipun ketiga konsep ini sering didapatkan ketika masalah evaluasi pendidikan
dibicarakan. Dikatakannya bahwa penilaian berkaitan dengan aspek kuantitatif dan
kualitatif, pengukuran berkaitan dengan aspek kuantitatif, sedangkan tes hanya
merupakan salah satu instrumen penilaian.
Ada dua aspek dalam pengertian evaluasi yakni pertama evaluasi adalah suatu
proses yang sistematis. Artinya kegiatan evaluasi bukan hal kegiatan akhir dari
pembelajaran tapi setelah kegiatan evaluasi harus ada tindakan selanjutnya dari hasil
evaluasi yang diperoleh. Kegiatan evaluasi harus dibuat atau disusun secara sistematis
agar langkah-langkah yang dilaksanakan evaluasi disusun menurut prosedur tertentu
atau dengan pedoman yang telah ditentukan sebelumnya. Tanpa adanya kriteria yang
telah ditetapkan sebagai suatu standar, orang tidak dapat melakukan evaluasi. Aspek
yang kedua ialah kemampuan yang dicapai siswa dalam pengajaran. Dalam pengajaran
sebelumnya adanya penegasan tentang kemampuan-kemampuan yang perlu dimiliki
oleh siswa setelah pengajaran selesai.
B. Ciri Evaluasi
Berbicara mengenai ciri evaluasi hasil belajar, Shane (dalam Thoha, 1991:11-
12) mengemukakan 5 ciri evaluasi hasil belajar;

Pertama, evaluasi dilakukan secara tidak langsung. Kecerdasan atau


kemampuan adalah salah satu sasaran evaluasi. Kecerdasan atau kemampuan itu tidak
mungkin diukur secara langsung. Akan tetapi, dapat diketahui dengan cara melakukan
evaluasi terhadap hasil belajarnya. Umpamanya, menyuruh siswa menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang diberikan, jawaban yang diberikan siswa sehubungan
dengan pertanyaan tersebut merupakan pencerminan kecerdasan atau kemampuan.

Kedua, evaluasi menggunakan ukuran kuantitatif. Evaluasi dalam pembelajaran


selalu diawali dengan kegiatan pengukuran. Hasil pengukuran tersebut bersifat
kuantitatif, maksudnya menggunakan symbol bilangan. Selanjutnya hasil pengukuran
yang berupa symbol bilangan tersebut diolah dan ditafsirkan ke dalam satuan kualitatif.

Ketiga, evaluasi menggunakan satuan unit yang tetap. Objek pengukuran


hendaknya menggunakan satuan unit yang tetap.

Keempat, evaluasi bersifat evaluative, maksudnya hasil evaluasi tidak selalu


sama dari waktu ke awktu, meskipun sudah menggunakan satuan unit yang tetap.

Kelima, evaluasi tidak mungkin terhindar dari kesalahan. Dalam evaluasi sering
terjadi penyimpangan. Penyimpangan tersebut dapat terjadi karena alat ukur yang
digunakan tidak valid, misalnya. Di samping itu, penyimpangan dapat terjadi akibat
unsur subjektivitas si penilai keadaan siswa yang di evaluasi dan situasi tempat
pelaksanaan evaluasi itu dilaksanakan.

C. Subjek dan Objek Evaluasi


Objek atau sasaran evaluasi dalam pembelajaran adalah segala sesuatu yang
menjadi focus pengamatan karena penilai menginginkan informasi tentang sesuatu
tersebut. Sebaliknya subjek evaluasi adalah orang yang melakukan pekerjaan evaluasi.
Dalam konteks ini yang disebut subjek evaluasi adalah guru ( Arikunto, 1987:20-21).
Objek evaluasi meliputi semua komponen yang berkaitan dengan proses danj
hasil belajar. Sehubungan dengan itu Sudjana (1988:112) mengungkapkan bahwa objek
evaluasi adalah tingkah laku, isi, dan proses pembelajaran. Tingkah laku menyangkut
sikap, minat, dan perhatian dan keterampilan siswa sebagai akibat dari proses
pembelajaran. Sedangnkan yang menyangkut isi yaitu penguasaan materi pembelajaran
yang telah diberi guru dalam proses pe,belajaran. Selanjutnnya yang berkaitan dengan
proses pembelajaran yaitu segala sesuatau yang menunjang kelancaran proses
pembelajaran.
Senada dengan itu, Arikunto (1987:18) berpendapat bahwa objek evaluasi
meliputi input, transpormasi, dan output. Input yaitu calon siswa, ada empat hal yang
dapat di evaluasi sehubungan dengan calon siswa yaitu kemampuan, kepribadian sikap,
dan intelegensi, yang berkaitan dengan tranpormasi, antara lain, materi, metode, , media
dan cara penilaian, sedangkan output, yaitu siswa sebagai lulusan suatu sekolah.
Berbicara mengenai objek evaaluasi dalam pembelajaran, Lado (dalam Hidayat,
1994:16) berpendapat evaluasi harus difokuskan pada bahasa karena objek
pembelajaran bahasa meliputi elemen bahasa dan keterampilan bahasa.

D. Fungsi Evaluasi
Evaluasi mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi monitoring dan evaluative.
Evaluasi bersifat monitoring, (1) Evaluasi kesiapan siswa dalam menempuh suatu
program pengajaran, (2) mengetahui hasil yang dicapai dalam proses pembelajaran yang
telah dilaksanakan, (3) mengevaluasi apakah bahan pelajaran dapat dilanjuti atau
diulangi, (4) memperoleh informasi dalam memberikan bimbingan terhadap siswa
mengenai jenis pendidikan yang cocok, (5) membandingkan apakah prestasi yang di
capai siswa telah sesuai dengan kemampuannya, (6) menafsirkan tingkat kematangan
siswa untuk melanjutkan ke program pendidikan yang lebih tinggi, (7) mengetahui
efisiensi dan efektifitas metode pembelajaran yang digunakan.
Selanjutnya evaluasi yang bersifat evaluatif yang berfungsi sebagai berikut: (1)
fungnsi prognostic adalah evaluasi yang bertujuan untuk meramalkan atau memprediksi
sesuatu dalam menghadapi langkah selanjutnya, misalnya tes bakat, tes intelegensi, dan
pretes, (2) fungsi diagnostic yaitu evaluasi yang ditujukan untuk mengetahui
kelemahan-kelemahan siswa dan penyebabnya, misalnya tes dimaksudkan untuk
menentukan keberhasilan siswa, misalnya tes sumatif, ulangan umum, dan ujian akhir.
Fungsi utama evaluasi adalah menelaah suatu objek atau keadaan untuk
mendapatkan informasi yang tepat sebagai dasar untuk pengambilankeputusan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa evaluasi adalah proses mendeskripsikan,
mengumpulkan danmenyajikan suatu informasi yang bermanfaat untuk pertimbangan
dalam pengambilan keputusan.

E. Prinsip Evaluasi

Prinsip-prinsip pokok yang perlu dipertimbangkan dalam melaksanakan evaluasi


pembelajaran yaitu:

1. Komprehensif
Evaluasi dikatakan bersifat komprehensif (menyeluruh) apabila alat evaluasi
yang digunakan mencakup aspek proses dan hasil yang secara bertahap
mencerminkan perubahan tingkah laku siswa.
2. Kontiniu
Evaluasi hendaknya dilakukan secara terus menerus atau berkesinambungan,
terencan, dan teratur selama proses pembelajaran berlangsung.
3. Objektif
Evaluasi yang dilakukan hendaknya seobjektif mungkin dan dapat
mencerminkan aspek-aspek yang dinilai. Unsur subjektif seperti perasaan,
prangka yang bersifat negatif harus disingirkan. Sehingga hasil evaluasi
mencerminkan kemauan siswa yang sesungguhnya. Dengan demikian hasil
evaluasi dapat dipercaya, akurat dan terandalkan.
4. Didaktis
Evaluasi yang dilakukan harus bersifat mendidik dan memotivasi siswa
untuk meningkatkan kemampuannya dengan adanya evaluasi siswa
hendaknya terpacu ntuk belajar lebih baik.
5. Kedayagunaan
Evaluasi hendaknya dilakukan untuk maksud tertentu, bermanfaat, dan
menunjang kepentingan proses pembelajaran. Umpamanya, evaluasi
dilaksanakan untuk keperluan seleksi, penempatan atau pengambilan
keputusan.
6. Koperatif
Evaluasi hendaknya dilakukan oleh satu tim. Prinsip koperatif ini sangat
diperlalukan karena setiap siswa ditangani oleh banyak guru. Di samping
hasil evaluasi dari guru, informasi atau evaluasi dari orang tua juga perlu
dipertimbangkan.
7. Penggunaan kriteria
Prinsip pendayagunaan kriteria ini digunakan bila dalam pelaksanaan
evaluasi guru harus memilih jenis pendekatan yang akan dicapai. Prinsip itu
lebih tepat dipakai apabila evaluasi dilakukan untuk mengetahui tingkat
penguasaan materi dan pencapaian tujuan pembelajaran.
8. Berencana dan Berorientasi pada Tujuan
Evaluasi yang dilakukan hendaknya dirancang sedemikian rupa agar jelas
yamg dinilai materi yang dinilai, alat evaluasi yang digunakan dan
penafsiran hasil evaluasi. Untuk keperluan ini patokan yang digunakan
adalah kurikulum.
9. Multitekrik
Evaluasi harus dilaksanakan dengan menggunakan berbagai cara.
Maksudnya, evaluasi belajar siswa diukur dengan berbagai tes dan nontes.
Dengan cara ini diharapkan dapat diketahui kemampuan siswa yang
sesungguhnya baik kognitif, psikomotor, maupun afektifnya terhadap mata
pelajaran yang dievaluasi.

F. Tujuan Evaluasi
Menurut Thoha (1991) tujuan evaluasi dalam proses belajar mengajar adalah (1)
untuk mengetahui kemajuan atau kemampuan siswa, (2) memperbaiki proses belajar
mengajar, (3) melakukan diagnosis terhadap kesulitan belajar yang dialami siswa.
Dalam kaitannya dengan pembelajaran bahasa Indonesia, evaluasi bertujuan
untuk (1) memperoleh data tentang kecepatan dan ketepatan Siswa dalam menyerap
informasi yang disampaikan, (2) memperoleh data tentang kemampuan dan
keterampilan siswa setelah pembelajaran berlangsung, (3) mengukur ketetapan dan
keampuhan program pembelajaran yang dilaksanakan, (4) memperoleh umpan balik, (5)
memperoleh data yang digunakan sebagai pedoman pengelompokan siswa dengan
kemampuan dan keterampilan berbahasanya, (6) menentukan bakat, minat, dan
perhatian siswa terhadap pembelajaran bahasa Indonesia, (7) sebagai laporan pada pihak
terkait dan menentukan kebarhasilan siswa pada suatu program pendidikan.

REFERENSI
Abdurahman dan Elya Ratna. 2003:11-22. Evaluasi Pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia. Padang: FBS Universitas Negeri Padang.
Ibrahim, Nini dan Yanti, Pisma G. 2017. Bahan Ajar Evaluasi Pembelajaran Bahasa
dan Sastra Indonesia untuk Perguruan Tinggi dan Umum. Jakarta: FKIP
Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA.
PETA KONSEP 2
PENGELOLAAN EVALUASI (PERENCANAAN, PEMBUATAN,
PELAKSANAAN, PENILAIAN, DAN TINDAK LANJUT HASIL
EVALUASI)

Pengertian Perencanaan adalah persiapan yang


Perencanaan
dilakukan guru untuk diterapkan dalam proses
Evaluasi
pembelajaran

Fungsi Perencanaan, (1) kreatif, (2) inovatif, (3)


selektif, (4) komunikatif, (5) prediktif, (6) akurasi,
(7) pencapaian tujuan, (8) control dan evaluatif

Pelaksanaan pembelajaran
merupakan peristiwa interaksi
Pengelolaan guru dengan siswa dalam
Pelaksanaan
Evaluasi rangka menyampaikan bahan
pembelajaran kepada siswa

Penilaian dilakukan oleh guru terhadap hasil


A. pembelajaran untuk mengukur tingkat pencapaian
kompetensi peserta didik, serta digunakan sebagai
Perencanaan
bahan penyusunan laporan kemajuan hasll belajar
Evaluasi
dan memperbaiki proses pembelajaran.

Tindak lanjut pada dasarnya berkenaan dengan


Tindak lanjut hasil pembelajaran yang akan dilaksanakan
evaluasi selanjutnya dan evaluasi pembelajarannya.
A. Perencanaan Evaluasi

1. Pengertian

Perencanaan berasal dari kata rencana yaitu pengambilan keputusan tentang apa
yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan. Dengan demikian, proses suatu
perencanaan harus dimulai dari penetapan tujuan yang akan dicapai melalui analisis
kebutuha serta dokumen yang lengkap, kemudian langkah-langkah yang harus
dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.

Terry mengungkapkan bahwa perencanaan itu pada dasarnya adalah penetapan


pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh kelompok untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan.

Dari pengertian di atas, maka setiap perencanaan minimal harus memiliki empat
unsur sebagai berikut:

a. Adanya Tujuan yang harus dicapai.

b. Adanya strategi untuk mencapai tujuan.

c. Sumber daya yang dapat mendukung.

d. Impelemntasi setiap keputusan.

Perencanaan proses pembelajaran adalah persiapan yang dilakukan guru untuk


diterapkan dalam proses pembelajaran di kelas. Perencanaan proses pembelajaran
meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang memuat sekurang-
kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan
penilaian hasil belajar. Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) lengkap dan
sistematis, interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik
untuk berpartisipasi aktif, memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan
kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis
peserta didik. RPP sekurang-kurangnya meliputi: identitas mata pelajaran, standar
kompetensi, kompetensi dasar, indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran,
materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil
belajar, dan sumber belajar. Sesuai dengan peraturan mentri dengan rujukan Standar Isi
Permen Diknas No 22 tahun 2006 bahwa nilai karakter bangsa harus diimplementasikan
dalam RPP. Oleh karena itu, agar RPP memberi petunjuk pada guru dalam menciptakan
pembelajaran yang berwawasan pada pengembangan karakter, RPP tersebut harus
diadaptasi. Seperti adaptasi pada silabus, adaptasi yang dimaksud antara lain meliputi
(1) Penambahan dan/atau modifikasi kegiatan pembelajaran sehingga ada kegiatan
pembelajaran yang mengembangkan karakter; (2) Penambahan dan atau modifikasi
indikator pencapaian sehingga ada indikator yang terkait dengan pencapaian peserta
didik dalam hal karakter; (3) Penambahan dan atau modifikasi teknik penilaian sehingga
ada teknik penilaian yang dapat mengembangkan dan/atau mengukur perkembangan
karakter bangsa. Berdasarkan hal itu, nilai karakter bangsa dapat disajikan pada semua
komponen RPP, yaitu di belakang indikator, tujuan, materi, prosedur pembelajaran
(kegiatan awal, inti, dan penutup), dan penilaian yaitu di bagian belakang pembelajaran.

2. Fungsi Perencanaan

a. Fungsi kreatif

Pembelajaran dengan menggunakan perencanaan yang matang akan dapat


memberikan umpan balik yang dapat menggambarkan berbagai kelemahan yang ada
sehingga akan dapat meningkatkan dan memperbaiki program.

b. Fungsi Inovatif

Suatu inovasi pasti akan muncul jika direncanakan karena adanya kelemahan
dan kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Kesenjangan tersebut akan dapat
dipahami jika kita memahami proses yang dilaksanakan secara sistematis dan
direncanakan dan diprogram secara utuh.

c. Fungsi selektif

Melalui proses perencanaan akan dapat diseleksi strategi mana yang dianggap
lebih efektif dan efisien untuk dikembangkan. Fungsi selektif ini juga berkaitan dengan
pemilihan materi pelajaran yang dianggap sesuai dengan tujuan pembelajaran.
d. Fungsi Komunikatif

Suatu perencanaan yang memadai harus dapat menjelaskan kepada setiap orang
yang terlibat, baik guru, siswa, kepala sekolah, bahkan pihak eksternal seperti orang tua
dan masyarakat. Dokumen perencanaan harus dapat mengkomunikasikan kepada setiap
orang baik mengenai tujuan dan hasil yang hendak dicapai dan strategi yang dilakukan.

e. Fungsi prediktif

Perencanaan yang disusun secara benar dan akurat, dapat menggambarkan apa
yang akan terjadi setelah dilakukan suatu tindakan sesuai dengan program yang telah
disusun. Melalui fungsi prediktifnya, perencanaan dapat menggambarkan berbagai
kesulitan yang akan terjadi, dan menggambarkan hasil yang akan diperoleh.

f. Fungsi akurasi

Melalui proses perencanaan yang matang, guru dapat mengukur setiap waktu
yang diperlukan untuk menyampaikan bahan pelajaran tertentu, dapat menghitung jam
pelajaran efektif.

g. Fungsi pencapaian tujuan

Mengajar bukanlah sekedar menyampaikan materi, tetapi juga membentuk


manusia yang utuh yang tidak hanya berkembang dalam aspek intelektualnya saja,
tetapi juga dalam sikap dan ketrampilan. Melalui perencanaan yang baik, maka proses
dan hasil belajar dapat dilakukan secara seimbang.

h. Fungsi kontrol dan evaluatif

Mengontrol keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan merupakan bagian yang


tidak dapat dipisahkan dalam suatu proses pembelajaran. Melalui perencanaan akan
dapat ditentukan sejauh mana materi pelajaran telah dapat diserap oleh siswa dan
dipahami, sehingga akan dapat memberikan balikan kepada guru dalam
mengembangkan program pembelajaran selanjutnya.
B. Pelaksanaan

Menurut B Suryo Subroto pelaksanaan pembelajaran merupakan peristiwa


interaksi guru dengan siswa dalam rangka menyampaikan bahan pelajaran kepada siswa
dalam rangka menyampaikan bahan pelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Seorang guru harus mampu melaksanakan proses belajar mengajar yang
berkualitas.

Seorang guru harus mempunyai kemampuan dalam melaksanakan proses belajar


mengajar, menurut B Suryo Subroto kemampuan yang harus dimiliki guru meliputi:
a) Membuka pelajaran.
b) Melaksanakan inti proses belajar mengajar, terdiri:
(1) Menyampaikan materi pelajaran.
(2) Menggunakan metode mengajar.
(3) Menggunakan media/alat pelajaran.
(4) Mengajukan pertanyaan.
(5) Memberikan penguatan.
(6) Interaksi belajar mengajar
c) Menutup pelajaran

Pelaksanaan pembelajaran merupakan kegiatan inti pembelajaran yang


didalamnya terjadi interaksi siswa dengan guru dalam rangka penyampaian materi
kepada siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP. Pelaksanaan


pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.
Terkait dengan pembelajaran berbasis karakter bangsa, kegiatan pembelajaran tersebut
dipilih dan dilaksanakan agar peserta didik mempraktekkan nilai-nilai karakter yang
ditargetkan. Nilai-nilai tersebut terinternalisasi dalam langkah-langkah pembelajaran
yang diterapkan guru dan tercermin pada prilaku diri sepanjang proses pembelajaran
berlangsung.
Misalnya, berdasarkan Standar Proses, pada kegiatan pendahuluan, guru menyiapkan
peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti prosespembelajaran; mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang
akan dipelajari; menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan
dicapai; danmenyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai
silabus.

Kompetensi Guru dalam Melaksanakan Evaluasi


1. Kompetensi guru dalam melaksanakan Perencanaan Evaluasi Pembelajaran.
Sebelum melaksanakan evaluasi hasil belajar, seorang guru harus mampu menyusun
perencanaannya secara baik dan matang. Perencanaan evaluasi hasil belajar yang akan
dilaksanakan oleh seorang guru minimal mencakup enam hal;
Pertama, guru harus mampu merumuskan tujuan evaluasi yang akan dilaksanakan
dengan jelas, apabila tujuan evaluasi belajar tidak dirumuskan dengan jelas maka akan
evaluasi berjalan tanpa arah dan mengakibatkan kehilangan arti dan fungsi dari evaluasi
tersebut.
Kedua, guru harus mampu menetapkan aspek yang akan dievaluasi, perlu di ingat
bahwa evaluasi belajar berdasarkan kompetensi bukan hanya mengacu pada ranah
kognitif (mengingat, pemahaman, analisis dll.) saja, melainkan juga pada ranah afektif
(receiving, responding dll.) dan psikomotorik (perception, adaption dll.).
Ketiga, guru harus mampu memilih dan menentukan teknik yang akan digunakan dalam
pelaksanaan evaluasi, misalnya apakah evaluasi itu akan dilaksanakan dengan teknik tes
atau non tes, jika teknik yang digunakan non tes, apakah pelaksanaan non tes
menggunakan observasi, wawancara atau angket.
Keempat, guru mampu menyusun alat- alat pengukuran, seperti butir-butir soal tes,
check list, rating scale, wawancara atau questionnaire. Kelima, guru harus mampu
menentukan tolak ukur atau kriteria yang akan dijadikan pegangan atau patokan dalam
memberikan interpretasi terhadap data hasil evaluasi. Misalnya apakah guru akan
menggunakan penilaian beracuan patokan (PAP) atau menggunakan penilaian beracuan
kelompok atau normal (PAN).
2. Kompetensi guru dalam menghimpun data
Apabila seorang guru telah melakukan perencanaan dengan baik dan
matang,selanjutnya, guru melaksanakan pengukuran dengan menyelenggarakan tes hasil
belajar sebagaimana yang telah direncanakan, apakah pengukuran tes hasil belajar
menggunakan tes atau non tes.
3. Kompetensi guru dalam melakukan

Verifikasi Data Data hasil dari pengukuran yang telah dilakukan, maka selanjutnya data
tersebut dilakukan penyaringan atau pengolahan. Hal ini dilakukan untuk memisahkan
data yang “baik” yaitu data yang akan dapat memperjelas gambaran yang akan
diperoleh mengenai diri individu yang sedang dievaluasi dari data yang “kurang baik”
yaitu data yang akan mengaburkan gambaran yang akan diperoleh apabila data itu ikut
serta diolah.

4. Kompetensi guru dalam mengolah dan menganalisis data


Data yang sudah diverifikasi selanjutnya diolah dan dianalisis dengan maksud untuk
memberikan makna terhadap data yang telah berhasil dihimpun dalam kegiatan
evaluasi. Untuk itu data yang telah dihimpun disusun dan diatur sedemikian rupa
sehingga “dapat berbicara”. Mengolah dan menganalisis data hasil evaluasi dapat
menggunakan teknik statistik atau teknik non statistik, tergantung kepada jenis data
yang akan diolah dan dianalisis. Dengan analisis statistik misalnya, guru dapat
menyajikan data- data lewat tabel-tabel, grafik atau diagram sedangkan perhitungan-
perhitungan data hasil evaluasi bisa menggunakan rata-rata, standar deviasi dan
sebagainya agar dapat memberikan informasi yang jelas dan lengkap.
5. Kompetensi guru dalam memberikan Interpretasi
Rangkaian yang terakhir adalah memberikan interpretasi atau penafsiran terhadap data
hasil evaluasi belajar yang telah dilakukan. Penafsiran merupakan verbalisasi dari
makna yang terkandung dalam data yang telah mengalami pengolahan dan
penganalisisan, yang pada akhirnya dapat dikemukakan dalam bentuk kesimpulan hasil
belajar yang mengacu pada tujuan dilaksanakannya evaluasi itu sendiri.

C. Penilaian
Evaluasi atau penilaian dilakukan oleh guru terhadap hasil pembelajaran untuk
mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik, serta digunakan sebagai bahan
penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran.
Penilaian dilakukan secara konsisten, sistematik, dan terprogram dengan menggunakan
tes dan nontes dalam bentuk tertulis atau lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap,
penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, portofolio, dan penilaian
diri. Penilaian hasil pembelajaran menggunakan Standar Penilaian Pendidikan dan
Panduan Penilaian Kelompok Mata Pelajaran.

D. Tindak Lanjut Hasil Evaluasi

Menurut Mihwanudin tindak lanjut evaluasi hasil pembelajaran perlu dipahami


dan dilakukan oleh setiap guru. Siklus manajemen pendidikan dilakukan lagi apakah
ada yang kurang dalam perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan bagaimana perbaikan
yang harus dilakukan oleh pembuat kebijakan pendidikan. Dengan mengatuhui apa
yang seharusnya dilakukan, maka akan memberikan pemahaman yang mendalam
tentang pelaksanaan program evaluasi pembelajaran.

Eko Putro Widoyoko mengatakan bahwa dalam evaluasi proses pembelajaran,


tindak lanjut pada dasarnya berkenaan dengan pembelajaran yang akan dilaksanakan
selanjutnya dan evaluasi pembelajarannya. Pembelajaran selanjutnya merupakan
keputusan tentang upaya perbaikan pembelajaran yang akan dilaksanakan sebagai upaya
peningkatan mutu pembelajaran; sedang tindak lanjut evaluasi pembelajaran berkenaan
dengan pelaksanaan dan instrument evaluasi yang telah dilaksanakan mengenai tujuan,
proses dan instrument evaluasi proses pembelajaran. Djemari Mardapi berpendapat
bahwa agar dapat memanfaatkan hasil ujian secara efektif, perlu dilakukan analisis
terhadap hasil tes atau hasil ujian yang telah dicapai oleh para peserta didik.

Berdasarkan hasil-hasil evaluasi yang telah dilakukan, guru dapat merancang


kegiatan tindak lanjut yang perlu dilakukan baik berupa perbaikan (remedial) bagi
siswa-siswa tertentu, maupun berupa penyempurnaan program pembelajaran.Penjelasan
lebih lanjut tentang kegiatan tersebut dapat diuraikan berdasarkan langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Identifikasi kelebihan dan kelemahan laporan hasil evaluasi pembelajaran.
Laporan hasil pembelajaran perlu dilihat dan dipelajari oleh pengambil
kebijakan pendidikan. Dengan melihat hasil laporan tersebut maka dapat diidentifikasi
apakah pembelajaran selama ini sudah sesuai dengan tujuan pembelajaran. Dengan
mengetahui hasil laporan maka kelemahan-kelemahan yang terjadi di dalam proses
pembelajaran akan teridentifikasi secara baik. Selain identifikasi proses pembelajaran
maka dapat dilihat apakah alat pembelajarannya sesuai dengan materi dan indikator,
ataukah peserta didiknya yang memang ada masalah, hal ini perlu dilakukan analisis
tersendiri.
2. Peningkatan hasil belajar.
Setelah mengetahui berbagai bentuk kegagalan yang ada maka perlu diadakan
peningkatan pembelajaran. Proses pembelajaran yang maksimal akan mengakibatkan
hasil belajar yang baik. Dengan mengetahui keberhasilan dan kegagalan yang
teridentifikasi maka dapat dilakukan kegiatan yang dapat memaksimalkan proses
pembelajaran, disesuaikan dengan faktor-faktor penyebab keberhasilan dan kegagalan
tersebut. Atau dengan kata lain, alternatif solusi yang kita ajukan haruslah mengarah
pada upaya untuk menanggulangi kegagalan dan menguatkan pendukung keberhasilan
belajar peserta didik.
3. Merancang program pembelajaran remidi (perbaikan).
Program pembelajaran remidi diberikan hanya untuk kompetensi tertentu yang
belum dikuasai oleh peserta didik. Program ini dilakukan setelah peserta didik setelah
peserta didik mengikuti tes atau ujian kompetensi tertentu, tetapi peserta didik tersebut
mendapatkan sekor nilai di bawah standar minimal yang telah ditetapkan.
4. Merancang perancanaan, pelaksanaan, evaluasi, perbaikan program
pembelajaran.
Keberhasilan pembelajaran yang dilakukan dilacak dari keberhasilan kita dalam
melaksanakan pembelajaran. Untuk melacak dimana letak kesalahan sehingga hasil
pembelajaran yang kita lakukan masih gagal, maka kita dapat menggunakan prinsip
pengelolaan kegiatan manajerial, yaitu; perencanaan, pelaksanaan evaluasi dan
perbaikan.
REFERENSI

Abdurahman dan Elya Ratna. 2003:11-22. Evaluasi Pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia. Padang: FBS Universitas Negeri Padang.
Riadi, Ahmad. 2017. “Kompetensi Guru Dalam Pelaksanaan Evaluasi Pembelajaran”.
Jurnal Kopertais Wilayah XI Kalimantan. Volume 15, Nomor 28, Halaman 65-
66.
PETA KONSEP 3
TES DAN NONTES

suatu cara untuk melakukan penilaian yang


Pengertian berbentuk tugas-tugas yang harus dikerjakan
siswa untuk mendapatkan data tentang nilai
tes
prestasi siswa tersebut yang dapat dibandingkan
dengan yang dicapai kawan-kawannya atau nilai
standar yang ditetapkan

Persyaratan 1) Validitas, 2) realibilitas, 3) kelayakan, 4)


Tes objektivitas, 5) kepraktisan

Jenis tes 1) respon yang diharapkan, 2) objeknya, 3)


pembuatnya, 4) jenis kemampuan.

Tes dan Non Tes

Teknik nontes sebagai salah satu alat observasi


Pengertian yang tepat digunakan untuk memperoleh
non tes informasi yang berkaitan dengan tingkah laku
afektif atau psikomotor

1) Wawancara, 2) observasi, 3) angket, 4) skala


Teknik non tes bertingkat, 5)analisis bahasa siswa, 6) analisis
tugas
Tes

A. Pengertian Tes

Burhan Nurgiyantoro tes adalah suatu cara untuk melakukan penilaian yang
berbentuk tugas-tugas yang harus dikerjakan siswa untuk mendapatkan data tentang
nilai prestasi siswa tersebut yang dapat dibandingkan dengan yang dicapai kawan-
kawannya atau nilai standar yang ditetapkan. Untuk melakukan kegiatan tes diperlukan
suatu perangkat tugas, pertanyaan, atau latihan. Perangkat tugas inilah yang kemudian
dikenal sebagai alat tes atau instrumen tes.

Tes juga merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau
mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan.
Tes hasil belajar adalah sekelompok pertanyaan atau tugas-tugas yang harus dijawab
atau diselesaikan oleh siswa dengan tujuan untuk mengukur kemajuan belajar siswa.

Tes adalah alat evaluasi yang berupa pertanya, perintah, dan petunjuk yang
harus dikerjakan siswa untuk memperoleh respon sesuai dengan pertanyaan atau
perintah tersebut Thoha (dalam Abdurrahman dan Ellya Ratna, 2003:36). Bachman
(dalam Suyoto, 1997:23) berpendapat tes adalah salah satu teknik pengukuran yang
digunakan untuk memperoleh informasi mengenai kemampuan siswa.

Dalam kaitannya dengan pembelajaran bahasa tes dapat didefinisikan sebagai


suatu cara, teknik atau alat yang berupa tugas untuk mengukur pengetahuan bahasa
(kompetensi bahasa), keterampilan berbahasa (performansi berbahasa), dan sikap siswa
dalam berbahasa. Jadi dapat disimpulkan bahwa tes (a) berupa tugas yang terdiri atas
pertanyaan atau latihan, (b) diberikan kepada siswa secara individu, dan (c)
menghendaki respon dari siswa yang dievaluasi.

B. Persyaratan Tes
1. Validitas

Validitas didefinisikan sebagai ukuran seberapa cermat tes melakukan fungsi


ukurnya (Azwar, 1987:55). Tes hannya dapat melakukan fungsinya dengan cermat dan
teliti jika ada sesuatu yang diukur. Jadi untuk dikatakan valid, tes harus mengukur
sesuatu dan melakukannya dengan teliti. Dengan kata lain, tes disebut valid bila tes
tersebut dapat dengan tepat megukur apa yang akan diukur.

2. Realibilitas

Tes realibilitas adalah tes yang kalau diujikan lebih dari satu kali hasilnya
kurang lebih sama. Berarti tes tersebut dapat mengukur secara konsisten, ajeg dan
akurat. Unsur ajag itulah yang dituntut dalam sebuah tes untuk dapat dikatakan reliable.

3. Kelayakan (appropriatiness)

Menurut Tuckman tes dikatakan memilikki persyaratan kelayakan bila tes


tersebut mampu mengukur keluaran (out put) hasil belajar yang konsisten dengan tujuan
pembelajaran. Kesesuaikan tes dengan tujuan pembelajaran merupakan syarat utama
dalam menentukan kelayakan tes. Untuk itu, setiap tujuan pembelajaran harus ada alat
ukkurnya, baik yang berupa tes maupun nontes. Dengan kata lain, setiap tes yang
sisusun harus didasarka pada tujuan pembelajaran.

4. Objektivitas

Objektifitas tes ditentukan oleh kualitas kesamaan dari skor-skor yang diperoleh,
sekalipun diperiksa oleh beberapa orang (Purwanto). Menurut Arikunto tes dikatakan
memiliki kadar objektivitas jika dalam pelaksanaanya tidak dipengarui oleh unsur-unsur
subjektivitas, satu alat ukur harus bebas dari bias pribadi tim penilai. Hal ini
dimaksudkan agar informasi diperoleh lebih akurat, apa adanya, betul-betul
mencerminkan kemampuan siswa.

5. Kepraktisan

Tes yang baik selain harus valid, reliable, objektif dan layak juga harus praktis.
Praktis tidaknya sebuah tes dapat dilihat dari segi ekonomi, pelaksanaan, penskoran, dan
penafsirannya. Tes yang baik tidak menuntut biaya yang mahal baik dalam pengadaan
pelaksanaan, pemeriksaan, maupun dalam pengolahan hasil tes. Pengadaan tes sudah
pasti membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Namun, jika tes sudah pasti membutuhkan
biaya yang mahal untuk mengadakannya dan hannya dapat dipakai satu kali, kiranya tes
seperti itu perlu dihindari.

C. Jenis Tes

Tes dapat diklasifikasikan atas beberapa jenis. Pengklasifikasiannya beragam,


tergantung dari sudut pandang yang digunakan. Sudut pandamg yang dimaksud, yaitu 1)
respon yang diharapkan, 2) objeknya, 3) pembuatnya, 4) jenis kemampuan.

1) Respon yang diharapkan


a. Tes perbuatan

Tes perbuatan menuntut testi memberikan respon berupa tingkah laku yang
melibatkan gerakan otot. Dengan kata lain tes jenis ini lebih tepat digunakan untuk
mengukur pencapaian pembelajaran yang berkaitan degan ranah psikomotor. Bentuk tes
ini berupa petunjuk-petunjuk atau perintah baik secara lisan atau tulisan, dapat berupa
penyediaan situasi dan testi diminta untuk bereaksi terhadap situasi tersebut baik
disengaja atau tidak. Alat yang dapat digunakan untuk melakukan tes ini adalah
observasi.

b. Tes verbal

Tes verbal menghendaki testi (siswa)memberikan respon dalam bentuk ekspresi


bahasa, seperti kata atau kalimat. Tes jenis ini digunakan untuk mengukur tingkah laku
yang berkaitan dengan ranah kognitif. Tes verbal terdiri atas dua macam, yaitu tes lisan
dan tulisan. Pembagian kedua macam tes tersebut didasarkan pada cara penyampaikan
pertanyaan.

(1) Tes Lisan

Dalam tes lisan (oral tes) testi (siswa) dituntut merespon secara lisan, sedangkan
pertanyaan dapat diajukan secara lisan atau tertulis. Tes lisan memililki beberapa
kelemahan di antaranya (a) dapat digunakan untuk mengevaluasi kepribadian dan
kemampuan penguasaan pengetahuan siswa karena dilakukan secara “face to face”, (b)
dapat digunakan untuk mengukur kecakapan tertentu, seperti kemampuan membaca, (c)
guru secara langsung dapat mengetahui hasil tes, (d) pertanyaan yang kurang dipahami
atau kurang jelas dapat diulangi atau diperjelas, (e) guru dapat menggali respon yang
diberikan secara mendetail, sehingga dapat diketahui bagian-bagian yang paling
dikuasai oleh siswa, (f) guru dapat mengetahui hal-hal yang tersirat dari sikap dan cara
siswa merespon.

(2)Tes Tulis

Pada tes tulis respon terhadap pertanyaan yang diajukan diberikan secara
tertulis, sedangkan pertanyaan dapat diajukan secara tertulis atau lisan. Tes tulis
memiliki kelebihan, antara lain (a) cocok digunakan untuk mengukur kemampuan
sejumlah besar siswa pada tempat yang berbeda dan dalam waktu yang sama, (b) siswa
relatif memiliki kebebasan dalam mengajukan responnya karena pengaruh kehadiran
guru tidak begitu dominan, dan (e) objektifas hasil tes lebih dapat di
pertanggungjawaban dibandingkan tes lisan karena soal yang diberikan persis sama.

Tes lisan maupun tes tulis dapat disusun dalam bentuk tes objektif dan subjektif

Tes Objektif

Tes objektif adalah tes yang dalam pemeriksaan dapat dilakukan secara objektif.
Menurut Hidayat tes objektif yaitu tes yang terdiri atas item-item yang dapat dijawab
dengan cara memilih salah satu alternative jawaban yang benar atau mengisi jawaban
yang benar dengan menggunakan beberapa kata atau sandi.

Tes Subjektif

Tes subjektif yang lazim disebut tes uraian adalah sejenis tes kemajuan belajar
yang memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan. Siswa dituntut berpikir dan
mempergunakan apa yang diketahuinya sehubungan dengan pertanyaan yang diajukan.
Tes subjektif memungkinkan siswa untuk menunjukkkan kemampuannya dalam
menerapkan pengetahuan, menaganalisis, menghubungkan, dan mengevalusai informasi
baru yang dihadapkan padanya.
2) Objek

Berdasarkan objek yang akan dinilai tes dibedakan atas (1) tes kompetensi
kebahasaan, (2) tes kesastraan, dan (3) tes kemampuan berbahasa.

a. Tes Kompetensi Kebahasaan


Tes kompetensi kebahasaan adalah dimaksudkan untuk mengunggapkan
pengetahuan kabahasaan siswa. Kompetensi kebahasaan perlu diajarkan dan
diteskan karena kompetensi komunikatif atau tindak berbahasa baik yang
bersifat repsetifmaupun produktif. Secara umum siswa yang penguasaan
kebahasaannya baik, keterampilan berbahasanya pun baik.
b. Tes Kesastraan
Secara umum tujuan pembelajaran sastra ditekankan pada kemampuan siswa
mengapresiasikan sastra secara memadai. Meskipun tujuan tersebut masih
bersifat umum paling tidak dapat dijadikan pedoman untuk merumuskan
tujuan yang lebih khusus dan operasional. Maksudnya, perumusan tujuan
(TPK) harus pada tujuan pencapaian tujuan umum tersebut. Tujuan harus
dirumuskan dengan jelas sebab dapat dijadikan acuan dalam pemilihan
bahan dan alat evaluasi.
c. Tes Kemampuan Berbahasa
Tes kemampuan berbahasa dibedakan atas 4 jenis, yaitu (1) tes kemampuan
meyimak, (2) tes kemampuan membaca, (3) tes kemampuan menulis, dan (4)
tes kemampuan berbicara. Tes kemampuan membaca dan menyimak
dikategorikan dalam tes kemampuan reseptif, sedangkan tes kemampuan
menulis dan berbicara dikategorikan pada tes kemampuan produktif.

3) Pembuatannya
Ditinjau dari sisi pembuatannya tes dibedakan atas (a) tes standar, (b) tes
buatan guru
a. Tes standar
Tes standar adalah tes yang disusun oleh suatau tim yang terdiri dari para
ahli di bidang pendidikan, pengajaran dan penilaian. Tes standar telah
diakui realibilitas dan valititasnya karena telah berulang kali di uji
cobakan, dianalisis, dan direvisi. Dengan demikian tes tersebut betul-
betul mampu mengukur apa yang akan di ukur, teliti, dan konsisten serta
praktis. Tes standar disusun untuk maksud menyelesaikan,
menempatkan, dan menilai para siswa atau calon siswa, umpamanya
UMPTN.

b. Tes buatan guru


Tes buatan guru biasanya disusun, dilaksanakan, dikoreksi, dinilai, dan
ditafsirkan hasilnya oleh guru yang bersangkutan. Umpamanya tes
formatif dan tes sumatif. Tujuan tes buatan guru langsumg dihubungkan
dengan tujuan pembelajaran yang tercantum dalam kurikulum. Ruang
lingkup tes meliputi bahan atau materi yang telah dipelajrai oleh siswa.

4) Jenjang kemampuan
a. Tes ingatan
Tes ingatan dimaksudkan untuk mengukur kemampuan ingatan. Tes
jenis ini menghendaki siswa untuk menyebutkan, mengenal, atau
mengingat kembali informasi yang telah dipelajari.

b. Tes pemahaman
Tes pemahaman menghendaki siswa untuk mampu memahami,
membedakan, dan menjelaskan fakta atau menjelaskan hubungan antar
konsep secara sederhana, dan sebagainya yang sifatnya leboh dari
sekedar mengingat.

c. Tes penerapan
Tes penerapan dimaksudkan untuk mengukur kemampuan siswa
menerapkan kemampuan teoritisnya ke dalam kegitan praktis yang
konkrit. Kemampuan penerapan dapat berupa kemampuan mengubah,
memodifikasi, mendemostrasikan, menemukan, atau mempergunakan
informasi.

d. Tes analisis
Tes kemampuan tingkat analisis menuntut siswa untuk menganalisis,
mengidentifikasi, atau mencari hubungan atau situasi tertentu dengan
menggunakan konsep-konsep dasar tertentu.

e. Tes sintesis
Tes tingkat sintesis menuntut siswa untuk menghunbungkan beberapa
hal, menyususn kembali komponen-komponen tertentu menjadi struktur
baru yang kompleks, mengenalisasi, meramalkan, dan menghasilkan
pemikiran yang asli dan kreatif.

f. Tes evaluasi
Tes evaluasi menuntut siswa untuk memberikan pertimbangan penilaian
terhadap suatu informasi berdasarkan konsep dan acuan tertentu. Tes
jenis ini merupakan tes tingkatan kognitif tertinggi dan terkompleks
karena membutuhkan kemampuan kognitif dibawahnya dan cakupan
permasalahan yang diujikan cukup kompleks.
Non Tes

1. Teknis Non Tes dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia

Teknik nontes sebagai salah satu alat observasi yang tepat digunakan untuk
memperoleh informasi yang berkaitan dengan tingkah laku afektif atau psikomotor.
Teknik itu digunakan untuk melengkapai informasi yang diperoleh melaui teknis tes.
Teknik non tes terdiri atas beberapa jenis, diantaranya wawancara, observasi, angket,
skala bertingkat, analisis bahasa siswa, dan analisis tugas Hidayat (dalam Abdurrahman
dan Ellya Ratna, 2003). Menurut Arikunto (dalam Abdurrahman dan Ellya Ratna, 2003)
teknik non tes terdiri atas :

a. Wawancara
Wawancara adalah salah satu teknik pengukuran yang digunakan untuk
mengumpulkan infomasi, data atau pendapat melalui tanya jawab sepihak.
Dikatakan sepihak karena dalam kegiatan wawancara tersebut pertanyaan
hannya diajukan oleh pihak pewawancara (guru), dan responden (siswa) hannya
menjawab pertanyaan.

Kelebihan dan kekurangan wawancara


 Kelebihan wawancara
1) Responden dapat mengemukakan jawabannya dengan bebas dan
mendalam karena kontak langsung.
2) Jawaban dapat direkam sehingga lengkap.
3) Pertanyaan yang kurang jelas dapat diulangi.
4) Pelaksanaannya fleksibel dan dinamis.
5) Data yang diperoleh dapat berbentuk kuantitatif dan kualitatif.
 Kekurangan wawancara
1) Membutuhkan wakktu yang relative lamaapalagi kalau jumlah siswanya
banyak
2) Sering muncul sikap yang kurang baik dari responden atau dari pihak
pewawancara
Wawancara terdiri atas dua jenis, yaitu

a) Wawancara terpimpin, pertanyaan sudah dipersiapkan dengan rinci


b) Wawancara bebas, responden mempunyai kesempatan untuk
mengemukakan gagasannya tanpa dibatasi oleh ketentuan-ketentuan
yang dibuat oleh pihak wawancara.
b. Observasi
Observasi adalah salah satu teknik pengukuran untuk menngetahui tinglah laku
siswa atau proses terjadinya suatu kegiatan baik dalam situasi nyata maupun
buatan melalui pengamatan secara teliti dan pencatatan dengan sistematis.
Tujuan observasi yaitu untuk menilai hasil dan proses pembelajaran.

Kelebihan dan kekurangan observasi


 Kelebihan observasi
1) Dapat digunakan untuk mengamati berbagai fenomena
2) Tidak terkait dengan hasil laporan
 Kekurangan observasi
1) Terganggu oleh keadaan, ada kesan yang kurang menyenangkan
2) Kurang cermat, kurang konsentrasi, kurang betah sehingga hasilnya
mencerminkan prilaku yang asli.

Observasi dapat dibedakan :

a) Observasi langsung, dilakukan secara langsung terhadap gejala atau


proses yang terjadi dalam situasi yang sesungguhnya.
b) Observasi tak langsung, dilakukan tanpa pemberian stimulus terlebih
dahulu.
c. Angket
Angket merupakan salah satu alat untuk mengumpulkan informasi yang
berkaitan dengan tingkah laku yang afektif dengan cara mengajukan pertanyaan.
Pertanyaan yang diajukan tidak hannya berkaitan dengan materi pelajaran, tetapi
dapat pula ditujukan pada masalah lain. Jadi dapat disimpulkan bahwa
pertanyaan dalam angket lebih luas daripada pertanyaan yang ada dalam tes.

Jenis angket
1. Angket langsung adalah angket yang langsung dibagikan dan diisi atau
dijawab oleh responden yang dimintai informasi tentang dirinya
2. Angket tidak langsung adalah angket yang dikirimkan melalui pos dan
diisi oleh bukan responden yang dimintai informasi.
d. Skala bertingkat
Skala merupakan alat untuk mengukur tingkah laku yang berkaitan denngan
ranah afektif, seperti sikap, pandangan, atau pendapat. Hasil pengukuran
berbentuk data kualitatif. Pada dasarnya sikap, keyakinan, atau pandangan
seseorang terhadap sesuatu tidak persis sama, tetapi mempunyai perbedaan yang
bersifat bertingkat. Perbedaan sikap atau pandangan tersebut dapat diukur
dengan menggunakan skala bertingkat. Sesuai dengan namanya skala bertingkat
berisikan angka-angka yang disussun secara bertingkat dari yang paling kecil
sampai dengan angka yangb paling besar.
e. Analisis bahasa siswa
Analisis bahasa siswa yaitu penilaian yang ditujukan pada peggunaan bahasa
yang otentik baik lisan maupun tulisan. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat
disimpulkan bahwa objek evaluasi difokuskan pada penggunaan bahasa siswa
baik lisan maupun tertulis. Teknik ini digunakan untuk melengkapi hasil tes.
Bentuknya dapat berupa pemeriksaan catatan dan analisis bahasa dalam tugas
membuat laporan.
f. Analisis tugas
Dalam proses pembelajaran tugas mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi edukatif
dan fungsi evaluative. Tugas dikatakan berfungsi edukatif jika tugas tersebut
digunaakan sebagai teknik mengajar. Tujuan pemberian tugas adalah agar siswa
menguasai materi pelajatran dalam rangka pemantapan. Untuk itu tugas dpat
diberikan sebelum atau sesudah proses pembelajaran. Tugas yang diberikan
dapat berupa kegiatan mempelajari materi yang akan dipelajari atau
mengaplikasikan materi yang sudah dipelajari.
Tugas berfungsi evaluative jika tugas yang diberikan digunakan untuk menilai
penguasaan siswa. Tugas untuk fungsi ini harus diberikan sesudah proses
pembelajaran dilaksanakan atau pada akhir PBM.

REFERENSI

Abdurahman dan Elya Ratna. 2003:11-22. Evaluasi Pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia. Padang: FBS Universitas Negeri Padang.
Peta Konsep 4

Perihal Tes Yang Baik (konsep dasar validitas, validitas tes

dan validitas vaktor)

Tingkat ketepatan suatu tes dalam


Pengertian
mengukur apa yang semestinya diukur.
(1) Validitas isi

Validitas ini mengacu pada pengertian apakah


tes yang digunakan mempunyai kesejajaran
dengan tujuan pembelajran dan materi yang
akan diajarkan.

Validitas Tes
(2) validitas konstruk

Validitas kontruks mengacu pada pegertian


apakah suatu tes yang akan diujikan telah
sesuai dengan konsep ilmu yang diteskan.

(3) validitas sejalan


Jenis

Validitas berjalan mengacu pada pengertian


apakah tingkat kemampuan testi pada suatu
bidang yang diujikan dapat mencerminkan
kemampuannya dibidang lain yang sekarakter
dengan bidang yang diujikan tersebut.

(4) validitas ramalan

jika hasil suatu tes yang diperoleh testi


berkorelasi dengan prestasi pada masa datang,
berarti tes tersebut memiliki validitas ramalan.
Validitas Tes
A. Pengertian Validitas

Validitas dialih bahasakan dari kata validity. Validitas asal katanya valid yang
artinya sahih. Menurut Sugiono validitas adalah tingkat ketepatan suatu tes dalam
mengukur apa yang semestinya diukur. Selanjutnya Joesmani menyatakan validitas
adalah kesesuaian kesesuaian antara tujuan yang diukur dengan alat ukur yang
digunakan. Sehubungan dengan itu, Azwar mendefinisikan validitas sebagai ukuran
seberapa cermat suatu tes melaksanakan fungsi ukurnnya. Untuk itu suatu tes hannya
dapat melakukan fungsinya dengan cermat bila ada sesuatu yang diukurnnya.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tes yang sahih atau tes yang
memiliki kadar validitas yang tinggi adalah tes yang isinya layak mengukur objek yang
akan diukur dan sesuai dengan kriteria tertentu. Maksudnnya, ada relevansinya antara
tes dengan fungsi dan sasaran pengukurannya.

B. Jenis Validitas
(1) Validitas isi

Validitas ini mengacu pada pengertian apakah tes yang digunakan mempunyai
kesejajaran dengan tujuan pembelajran dan materi yang akan diajarkan. Jika butir-butir
soal dalam sebuah tes secara jelas dimaksudkan mengukur tujua pembelajaran tertentu
dan mewakili materi yang diajarkan, tes tersebut dikatakan memiliki validitas isi yanh
tinggi bila tes tersebut berisikan materi-materi yang harus diukur secara representatif

Validitas isi dapat diketahui dengan menggunakan pendidikan rasional, yaitu


membandingkan soal dengan kisi-kisi soal. Jadi, tidak perlu menggunakan perhitungan
statistic. Untuk itu tes yang dibuat harus selaras dengan kisi-kisi soal karena kkisi-kisi
membuat data tentang materi yang diajarkan, aspek berfikir yang akan diukur dan sifat
soal yangnakan diujikan. Di samping itu tinggi rendahnya validitas isi suatu tes sangat
tergantung pada kecermatan dan ketelitian dalam meyelaraskan butir soal degan kisi-
kisi.
(2) Validitas konstruk

Validitas kontruks mengacu pada pegertian apakah suatu tes yang akan diujikan
telah sesuai dengan konsep ilmu yang diteskan. Misalnya, yang akan diteskan adalah
kemampuan membuat paragraph, pertanyaan mendasar yang harus dihadirkan, yaitu
buatlah sebuah paragrapf dengan topik “manfaat nakan pagi”. Dengan kata lain validitas
konstruk mengacu pada suatu tes yang butir-butir soalnya mengukur aspek berfikir
sebagaimana yang dinyatakan dalam TPK. Bila butir-butir soal telah sesuai dengan
aspek berfikir yang disebutkan dalam TPK, dapat dikatakan tes tersebut memiliki
valliditas konstruk.

Validitas konstruk dapat diketahui dengan cara megidentifikasi dan


membandingkan setiap butir soal dengan Tujuan Pembelajaran (TPK) yang
dimaksudkan untuk mengungkapkan tingkat aspek berfikir.

(3) Validitas sejalan

Validitas berjalan mengacu pada pengertian apakah tingkat kemampuan testi


pada suatu bidang yang diujikan dapat mencerminkan kemampuannya dibidang lain
yang sekarakter dengan bidang yang diujikan tersebut.

Validitas sejalan lebih dikenal dengan istilah validitas empiris. Menurut


Arikunto sebuah tes dikatakan memiliki validitas empiris bila hasilnya sesuai dengan
pengalaman. Validitas empiris sauatu tes dapat ditentukan dengan cara membandingkan
hasil tes yang akan dicari validitasnya dengan sebuah kriterium.

(4) Validitas ramalan

Validitas ramalan menunjuk pada pengertian apakah suatu tes mempunyai


kemampuan untuk meramalkan keberhasilan yang akan dicapai validitas ramalan baru
dapat diketahui pada masa yangb akan datang setelah jangka waktu tertentu. Dengan
kata lain, jika hasil suatu tes yang diperoleh testi berkorelasi dengan prestasi pada masa
datang, berarti tes tersebut memiliki validitas ramalan.
Kepustakaan

Abdurahman dan Elya Ratna. 2003:11-22. Evaluasi Pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia. Padang: FBS Universitas Negeri Padang.
Tugas 5

Validitas Tes dan Validitas Butir Soal

Sma unggul harapan persada kelas x di peroleh skor nilai dari 58 peserta didik
dengan jumlah butir soal 15, dengan jawaban benar bernilai 1, dan jawaban salah 0.

no nama benar salah kosong Skor asli Skor bobot


1 aq 14 1 0 14 14
2 aw 14 1 0 14 14
3 ae 13 2 0 12 12
4 ar 12 3 0 12 12
5 at 12 3 0 12 12
6 ay 12 3 0 12 12
7 au 12 3 0 12 12
8 ai 12 3 0 12 12
9 ao 12 3 0 12 2
10 ap 11 4 0 11 11
11 as 11 4 0 11 11
12 ad 11 4 0 11 11
13 af 11 4 0 11 11
14 ag 11 4 0 11 11
15 ah 11 4 0 11 11
16 aj 11 4 0 11 11
17 ak 10 5 0 10 10
18 al 10 5 0 10 10
19 az 10 5 0 10 10
20 ax 10 5 0 10 10
21 ac 10 5 0 10 10
22 av 10 5 0 10 10
23 ab 10 5 0 10 10
24 an 10 5 0 10 10
25 am 10 5 0 10 10
26 aa 10 5 0 10 10
27 sa 9 6 0 9 9
28 sq 9 6 0 9 9
29 sw 9 6 0 9 9
30 se 9 6 0 9 9
31 sr 9 6 0 9 9
32 st 9 6 0 9 9
33 sy 9 6 0 9 9
34 su 9 6 0 9 9
35 si 9 6 0 9 9
36 so 9 6 0 9 9
37 sp 9 6 0 9 9
38 ss 9 6 0 9 9
39 sd 9 6 0 9 9
40 sf 9 6 0 9 9
41 sg 9 6 0 9 9
42 sh 9 6 0 9 9
43 sj 9 6 0 9 9
44 sk 8 7 0 8 8
45 sl 8 7 0 8 8
46 sz 8 7 0 8 8
47 sx 8 7 0 8 8
48 sc 8 7 0 8 8
49 sb 8 7 0 8 8
50 sv 8 7 0 8 8
51 sn 7 8 0 7 7
52 sm 7 8 0 7 7
53 mn 7 8 0 7 7
54 kl 7 8 0 7 7
55 jn 6 9 0 6 6
56 ff 6 9 0 6 6
57 hh 6 9 0 6 6
58 ii 6 9 0 6 6

Skor nilai yang tertinggi ke terendah pada kelas X dengan jumlah butir soal 15 terdiri
dari 14-6 butir soal yang menjawab benar dan yang menjawab salah terdiri dari 1-9 butir
soal dengan nomor soal yang berbeda.

Berdasarkan analisis dari 15 butir soal yang dinyatakan valid berjumlah 8 (53, 3%) soal
dan soal yang dinyatakan tidak valid berjumlah (46,7%) soal.

Disrtibusi butir soal berdasarkan indeks validitas


No Indeks validitas Butir soal Jumlah Persentase
1 ≥ 0,255 (valid) 1,3,4,6,8,12,13,14 8 53,3%
2 ¿ 0,255 (tidak valid) 2,5,7,9,10,11,15 7 46,7%

Sma unggul harapan persada memiliki Reabilitas sebesar 0,30, sehingga dapat
disimpulkan bahwa butir soal tersebut dinyatakan tidak reabilitas karena butir soal
tersebut memiliki reabilitas yang rendah.

Tingkat Kesukaran

Analisis tingkat kesukaran butir soal

No. butir Jumlah betul Tingkat kesukaran (%) Tafsiran


1 47 81,03 mudah
2 47 81,03 mudah
3 34 58,62 sedang
4 32 55,17 sedang
5 40 68,97 sedang
6 42 72,41 mudah
7 34 58,62 sedang
8 38 65,52 sedang
9 26 44,84 sedang
10 39 67,24 sedang
11 39 67,24 sedang
12 40 68,97 sedang
13 33 56,90 sedang
14 26 44,83 sedang
15 34 58,62 sedang

Kategori soal mudah ada 3 (20%) dan soal yang termasul kategori sedang ada 12
(80%).

Distribusi butir soal berdasarkan tingkat kesukaran

Kategori Jumlah Persentas Nomor soal


e
0,71-1,00 (mudah) 3 20% 1,2,6
0,31-0,70 (sedang) 12 80% 3,4,5,7,8,9,10,11,12,13,14,15
Analisis data daya pembeda butir soal

No. soal Hasil Kategori


1 37,50 cukup
2 18,75 Kurang baik
3 31,25 cukup
4 62,50 baik
5 18,75 Kurang baik
6 31,25 cukup
7 18,75 Kurang baik
8 62,50 baik
9 6,25 Kurang baik
10 18,75 Kurang baik
11 37,50 cukup
12 25,00 Kurang baik
13 31,25 cukup
14 31,25 cukup
15 25,00 cukup

Sebanyak 6 atau (40 %) butir soal yang dikriteriakan kurang baik, dan 7 atau
(46,7%) butir soal yang dikriteriakan cukup, 2 atau (13,3%) butir soal yang
dikriteriakan baik.

Distribusi soal berdasarkan daya pembeda

Kriteria Jumlah Persentase No. soal


Kurang baik (0-20%) 6 40% 2,5,7,9,10,12
Cukup (21%-40%) 7 46,7% 1,3,6,11,13,14,15
Baik (41%-70%) 2 13,3% 4,8

PETA KONSEP 6

PETA KONSEP REALIBELITAS TES


apakah suatu tes dapat mengukur
Pengertian secara konsisten objek yang akan di
ukur dari waktu ke waktu.

1) Teknik uji ulang

Reabilitas 2) Teknik bentuk parallel


Teknik
Tes 3) Teknik belah dua
4) Uji homogenitas

1) Jumlah dan kualitas butir soal


2) Variabilitas testi
Faktor yang
mempengarui 3) Kondisi pelaksanaan tes
4) Objektifitas pemeriksaan

Reliabilitas Tes

A. Pengertian Reliabilitas
Reabilitas berkaitan dengan masalah ketepercayaan, ketetapan dan keterandalan.
Sebuah tes dikatakan memiliki keterandalan yang tinggi kalau tes tersebut hasilnya
relative tetap atau kurang lebih sama. Dengan kata lain, tes dikatakan reliable bila tes
diujikan lebih dari satu kali pada kelompok testi yang sama hasilnya tidak berubah.
Kalau pun terjadi perubahan, hal itu tidak terlalu bararti.

Nurgiantoro mengemukakan bahwa realibilitas tes lebih mengacu pada


pengertian apakah suatu tes dapat mengukur secara konsisten objek yang akan di ukur
dari waktu ke waktu. Pengertian konsisten disini berkaitan dengan hal berikut, 1) tes
dapat memberikan hasil yang relative tetap terhadap sesuatu yang diukur, 2) jawaban
testi butir-butir soal relatif tetap, 3) hasil tes diperiksa oleh siapapun akan menghasilkan
skor kurang lebih sama. Ketiga hal tersebut mempengarui tinggi rendahnya tingkat
keterandalan tes.

Thoha menyatakan bahwa reliabilitas sering diartikan dengan keajegkan dan


stabilitas. Suatu tes dikatakan ajeg jika diujikan berulang kali hasilnya relative sama.
Maksudnya, kalau kedua hail tes tersebut dikorelasikan hasilnya signifikan. Selanjutya
reabilitas diartikan stabilitas apabila hasil tes yang diujikan dianalisis dengan
menggunakan kriteria internal dalam tes tersebut. Hasilnya dinamakan koefisien
stabilitas.

B. Faktor Yang Mempengarui Reabilitas


1) Jumlah dan kualitas butir soal
Seperangkat tes yang terdiri atas banyak soal akan lebih valid jika
dibandingkan dengan tes yang hanya terdiri atas beberapa butir soal. Tinggi
rendahya validitas sebuah tes mencerminkan tinggi rendahnya realibilitas
tes, makin tinggi realibilitasnya. Sebuah tes dapat dibuat lebih reliable
dengan menambah butir soalnya. Penambahan soal tersebut harus ekuivalen
dengan butir soal yang ada. Ekuivalen dadri segi kualitas dan
karakteristiknya.
2) Variabilitas testi
Perangkat tes yang diuji cobakan pada kelompok testi dengan jumlah yang
besar akan mencerminkan keanekaragaman hasil yang diperoleh .
keanekaragaman hasil tersebut menggambarkan besarnya koefisien reabilitas
sebuah tes. Jika sebuah tes di uji cobakan pada kelompok testi yang sangat
heterogen akan menunjukkan koefisien reabilitas yang tinggi dibanding
kelompok testi yang homogen. Untuk itu, agar tes yang disusun memiliki
koefisien reabilitas yang tinggi, sebaiknya tes tersebut di uji cobakan pada
kelompok testi yang dipilih secara acak.

3) Kondisi pelaksanaan tes


Kondisi pelaksanaan tes turut mempengarui koefisien reabilitas sebuah tes.
Suhu ruangan yang tinggi, suara, interupsi, penerangan yang kurang, dan
hal-hal lain yang memecahkan perhatian akan mempengarui tingkat motivasi
testi. Testi yang berada pada tingkat motivasi yang rendah kurang
mempunyai dorongan untuk menjawab soal-soal yang ada dalam perangkat
tes. Untuk itu, kondisi lingkungan perlu dipelihara selama pelaksanaan tes
berlangsung.

4) Objektifitas pemeriksaan
Sebuah tes secara interen dapat dikatakan reliable. Akan tetapi, koefisien
reabilitas tersebut dapat berkurang karena kekurangan ketelitian dalam
pemeriksaan. Ditinjau dari segi obyektifitas pemeriksaan, tes obyektif lebih
reliable dibandingkan dengan tes subjektif. Namun demikian, bukan berarti
tes subyektif tidak memiliki koefisien reabikitas yang tinggi. Apapun jenis
tes yang digunakan kemungkinan memiliki koefisien reabilitas yang tinggi
sudah tentu ada, asalkan kunci atau rambu-rambu jawaban telah disediakan
dengan tepat dan diikuti dengan teliti.

C. Menentukan Reabilitas Tes


Untuk menentukan akurat tidaknya sebuah tes dapat digunakan teknik berikut:
1) Teknik uji ulang
Teknik uji ulang yaitu teknik untuk memperkirakan reabilitas tes dengan
melakukan pengujian sebanyak dua kali terhadap tes yang sama pada
kelompok testi yang sama. Hasil dari kedua kali pengujian tersebut
dibandingkan, jika nanti hasilnya signifikan, berarti tes yang di ujicobakan
itu memiliki tingkat keterandalan yang tinggi atau tes tersebut reliable.

Teknik uji ulang digunakan dengan asumsi bahwa objek yangn akan diukur
memiliki sifat yang homogeny dan stabil. Maksudnya, pengetahuan testi
tidak akan berubah dalam jangka waktu tertentu. Sehingga kalaupun
dilakukan pengujian berulang kali hasilnya relative sama. Seandainya tes
yang diujicobakan itu reliable, testi yang memperoleh sklor tinggi cenderung
akan mendapatkan skor yang tinggi pula pada pengujian tes yang kedua.

2) Teknik bentuk parallel


Teknik bentuk parallel disebut jua teknik bentuk alternatif atau bentuk sama.
Teknik bentuk parallel adalah cara menentukan reabilitas tes daengan
menggunakan dua perangkat tes yang serupa. Meskipun menggunakan dua
perangkat tes, hakikatnya kedua tes tersebut mengukur tujuan atau
kemampuan yang sama dengan jumlah soal dan tingkat kesukaran yang
kurang lebih sama. Untuk menentukan reabilitas tes dengan teknik ini, kedua
perangnkat tersebut diujikan pada kelompok testi yang sama dalam waktu
yang bersamaan. Selanjutnya hasil dari pengujian tes itu dikorelasikan.
Tinggi rendahnya hasil yang diperoleh mencerminkan tinggi rendahnya
reabilitas kedua tes tersebut.

Penggunaan teknik bentuk paralel ini sebenarnya lebih baik daripada teknik
uji-ulang. Dengan teknik ini testi dihadapkan pada dua perangkat tes,
kemungkinan untuk mengingat-ngingat jawaban soal tidak akan terjadi.
Dengan kata lain, practice effect dan carry over effect tidak mungkin terjadi.
Akan tetapi, teknik ini kurang lazim digunakan untuk menentukan reabilitas
tes buatan guu. Hal ini dikarenakan testor dituntut untuk menyusun dua
perangkat tes yang parallel. Hal itu bukanlah pekerjaan yang mudah untuk
dilakukan.

3) Teknik belah dua


Teknik belah dua disebut juga teknik reabilitas internal atau reabilitas
ketetapan internal (internal consistency reliability). Arikunto menyebutnya
dengan istilah single trial atau single tes karena tester hannya menggunakan
seperangkat tes yang diujikan satu kali.

Penentuan reabilitas tes dengan teknik ini dilakukan dengan membagi skor
hasil tes atas dua kelompok, yaitu kelompok ganjil dan genap atau kelompok
atas dan bawah. Yang lazim digunakan ialah pembagian atas kelompok
ganjil genap, kedua jumlah skor tersebut dikorelasikan dengan menggunakan
rumus produk moment dan hasil yang diperoleh adalah koefisien korelasi
tes.

4) Uji homogenitas
Uji homogenitas dimaksudkan untuk mengetahui unjuk perbuatan tester
terhadap seluruh butir soal. Uji homogenitas dapat dilakukan jika; 1) jumlah
butir soal dalam perangkat tes ganjil dan, 2) komposisi butir soal kelompok
ganjil dan genap tidak homogeny. Perangkat tes dengan jumlah butir soal
yang ganjil tidak dapat diparuh. Begitu pula perangkat tes yang komposisi
soalnya tidak seimbang jika diparuh cenderung akan menghasilkan korelasi
yang negative.

REFERENSI

Abdurahman dan Elya Ratna. 2003:11-22. Evaluasi Pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia. Padang: FBS Universitas Negeri Padang.
PETA KONSEP 7

PETA KONSEP DAYA PISAH DAN TINGKAT KESUKARAN

DENGAN SEGALA DINAMIKANYA

seberapa besar suatu soal dapat


Pengertian daya membedakan testi yang berkemampuan
pembeda tinggi dan testi yang berkemampuan
rendah.

FH −FL
Rumus
ID = 1
N
2

Daya pembeda dan


tingkat kesukaran

seberapa mudah atau sukarnya sebuah


Pengertian tingkat butir soal bagi testi yang dikenai
kesukaran pengukuran.

FH −FL
Rumus IF =
N

DAYA PEMBEDA DAN TINGKAT KESUKARAN


DENGAN SEGALA DINAMIKANYA

A. Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara
testi kelompok atas dan dan testi kelompok bawah. Sehubungan dengan hal tersebut
Nurgiantoro berpendapat bahwa daya pembeda soal adalah seberapa besar suatu soal
dapat membedakan testi yang berkemampuan tinggi dan testi yang berkemampuan
rendah. Daya pembeda suatu butir soal dinyatakan dengan suatu indeks yang berkisar
antara -1, 00 sampai dengan 1,00. Indeks yang mendekati 1,00 menunjukkan bahwa soal
yang bersanngkutan tergolong baik karena perbedaan testi kelompok atas dengan testi
kelompok bawah terlihat dengan nyata. Akan tetapi. Jika indeks yang diperoleh negatif
(-) berarti butir soal tersebut tidak baik sebab, testi kelompok bawah lebih banyak
menjawab dengan betul dibanding testi kelompok atas.

Daya pembeda soal dapat dihitung dengan membandingkan selisih proporsi testi
kelompok atas yang menjawab betul suatu butir soal dengan testi kelompok bawah.
Menurut Nurgiantoro daya pembeda dapat ditentukan dengan menggunakan rumus
berikut ini:

FH −FL
ID = 1
N
2

Ket:

ID: daya pembeda yang dicari

FH: jumlah testi kelompok atas yang menjawab betul

FL: jumlah testi kelompok bawah yang menjawab betul

N: jumlah testi
B. Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran adalah pernyataan tentang seberapa mudah atau sukarnya


sebuah butir soal bagi testi yang dikenai pengukuran. Hidayat menyatakan bahwa
tingkat kesukaran soal yaitu peluang menjawab benar terhadap suatu soal pada tingkat
kemampuan tertentu. Tingkat kesukaran soal dinyatakan dengan sebuah indeks yang
berkisar antara 0,00-1,00. Butir soal dengan indeks 0,00 menunjukkan soal tersebut
sangat sukar karena tidak seorangpun testi dapat menjawab dengan benar. Sebaliknya,
soal dengan indeks 1,00 menunjukkan butir soal yang bersangkutan tergolong sangat
mudah karena dapat dijawab dengan benar oleh semua testi.

Soal dengan kesukaran yang sangat tinggi dan sangat rendah tergolong soal yang
“kurang baik”. Soal dengan tingkat kesukaran yang sangat rendah, (soal yang sangat
sukar) mennyebabkan testi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba
lagi karena diluar kemampuannya. Sebaliknya, soal dengan tingkat kesukaran yang
sangat tinggi (soal sangat mudah) tidak merangsang testi untuk meningkatkan usaha
pemecahannya. Di samping itu, soal-soal seperti itu tidak dapat membedakan antara
testi kelompok atas dengan kelompok bawah.

Soal yang tergolong baik adalah soal yang memiliki tingkat kesukaran cukup,
yang menjadi persoalan adalah apa tolaka ukur untuk menentukan sebuah soal tergolong
mudah, cukup, dan sukar. Berdasarkan proporsi testi yang dapat menjawab dengan
benar, suatu soal dikategorikan mudah jika pemilihnya menimal berjumlah 73%. Soal
yang tergolong culup apabila testi yang menjawab benar berkisar antara 28%-72%,
sedeangkan soal yang sukar kalau pemilihnya maksimal 27% (Subino, 1987:95).
Sedangkan dengan itu Oller (dalam Nurgiantoro, 1987:128), berpendapat bahwa soal
yang dikatakan layak pakai adalah yang memiliki tingkat kesukaran 0,15-0,85. Butir
soal dengan tingkat kesukaran diluar rentang itu tergolong soal yang sangat mudah dan
sangat sukar.

Menurut Nurgiantoro tingkat kesukaran soal objektif dapat ditentukan dengan


menggunakan rumus berikut ini :
FH −FL
IF =
N

Ket:

IF: tingkat kesukaran soal

FH: jumlah testi kelompok atas yang menjawab benar

FL: jumlah testi kelompok bawah yang menjawab benar

N: jumlah testi kedua kelompok

REFERENSI

Abdurahman dan Elya Ratna. 2003:11-22. Evaluasi Pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia. Padang: FBS Universitas Negeri Padang.

Anda mungkin juga menyukai