Anda di halaman 1dari 7

UJIAN TENGAH SEMESTER

Mata Kuliah Pragmatik

NAMA : Mila Amalia


NIM : 1908110002
Kelas : 5A/Tadris Bahasa Indonesia
Dosen Pengampu : Ibu Lilik Herawati, M.Pd.

1. Pengertian Pragmatik
Pragmatik adalah salah satu cabang dari linguistik simbolik. Semiotika mengkaji bahasa,
tanda, tanda, tanda dan acuan serta maknanya dalam pembawa kehidupan. Pragmatik
mempelajari hubungan antara bahasa dan konteks serta hubungan antara penggunaan
bahasa dan pengguna/penuturnya. .
Pragmatik dibedakan menjadi dua:
• Pragmatik sebagai sesuatu yang diajarkan, ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu
pragmatik sebagai bidang kajian linguistik dan pragmatik sebagai salah satu segi di dalam
bahasa
• Pragmatik sebagai sesuatu yang mewarnai tindakan mengajar. Pragmatik pada dasarnya
memperhatikan aspek-aspek proses komunikatif (Noss dan Llamzon, 1986: 34).
Menurut Noss dan Llamzon, dalam kajian pragmatik ada empat unsur pokok,
yaitu hubungan antarperan , latar peristiwa, topik dan medium yang digunakan.
Pragmatik mengarah kepada kemampuan menggunakan bahasa dalam berkomunikasi
yang menghendaki adanya penyesuaian bentuk (bahasa) atau ragam bahasa dengan
faktor-faktor penentu tindak komunikatif.
2. Pengertian dan Aspek Situasi Tutur
Sebagai salah satu cabang ilmu bahasa yang berkaitan langsung dengan peristiwa
komunikasi, maka pragmatik tidak dapat dipisahkan dari konsep situasi tutur. Dengan
menggunakan analisis pragmatis, maksud atau tujuan dari sebuah peristiwa tutur dapat
diidentifikasikan dengan mengamati situasi tutur yang menyertainya. Rustono (1999:26)
menyatakan bahwa situasi tutur adalah situasi yang melahirkan tuturan. Hal tersebut
berkaitan dengan adanya pendapat yang menyatakan bahwa tuturan merupakan akibat,
sedangkan situasi merupakan penyebab terjadinya tuturan.

Situasi tutur adalah situasi yang melahirkan tuturan. Pernyataan ini sejalan dengan
pandangan bahwa tuturan merupakan akibat, sedangkan situasi tutur merupakan
sebabnya. Dalam komunikasi tidak ada tuturan tanpa situasi tutur. Dengan kata lain
maksud tuturan yang sebenarnya hanya dapat diidentifikasi melalui situasi tutur yang
mendukungnya. Dapat pula dikatakan bahwa sebuah tuturan tidak senantiasa merupakan
representasi langsung elemen makna unsur-unsurnya (Sperber & Wilson, 1989). Leech
(1983) mengemukakan sejumlah aspek yang senantiasa harus dipertimbangkan dalam
berkomunikasi. Aspek- aspek tersebut adalah sebagai berikut.

a. Penutur dan Lawan Tutur


Aspek yang bersangkutan dengan penutur dan lawan tutur adalah usia, latar
belakang sosial ekonomi, jenis kelamin, dan tingkat keakraban. Konsep penutur dan
lawan tutur ini juga mencakup penulis dan pembaca bila tuturan bersangkutan
dikomunikasikan dengan media tulisan. Aspek-aspek yang berkaitan dengan penutur dan
lawan tutur ini adalah usia, latar belakang, sosial ekonomi, jenis kelamin, tingkat
keakraban, dan sebagainya.
b. Konteks Tuturan
Kontek tuturan penelitian linguistik adalah konteks dalam semua aspek fisik atau
setting sosial yang relevan dari tuturan bersangkutan. Konteks yang bersifat fisik lazim
disebut koteks (cotext), sedangkan konteks setting sosial disebut konteks. Konteks tuturan
linguistic adalah konteks dalam semua aspek fisik atau setting sosial yang relevan dari
tuturan bersangkutan. Konteks tuturan mencakupi aspek fisik atau latar sosial yang
relevan dengan tuturan yang bersangkutan. Konteks yang berupa bagian ekspresi yang
dapat mendukung kejelasan maksud disebut dengan ko-teks. Sementara itu, konteks yang
berupa situasi yang berhubunagn dengan suatu kejadian disebut konteks.
c. Tujuan Tuturan
Tujuan tuturan merupakan hal yang yang ingin dicapai penutur dengan melakukan
tindakan tutur. Tujuan tuturan merupakan hal yang melatarbelakngi tuturan dan semua
tuturan orang normal memiliki tujuan. Bentuk- bentuk tuturan yang diutarakan oleh
penutur dilatar belakangi oleh maksud dan tujuan tertentu. Dalam hubungan ini bentuk-
bentuk tuturan yang bermacam-macam dapat digunakan untuk menyatakan maksud yang
sama. Atau sebaliknya, berbagai macam maksud dapat diutarakan dengan tuturan yang
sama.
d. Tuturan Sebagai Bentuk Tindakan atau Aktivitas
Yang dimaksud dari tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas yaitu tindak
tutur itu merupakan tindakan juga. Menuturkan sebuah tuturan dapat dilihat sebagai
melakukan tindakan (act) (Austin, 1962, Gunarwan, 1994, dan Kaswanti Purwo, 1990).
Di sini tuturan bukan merpakan entitas abstrak seperti tata bahasa, di sini tuturan adalah
sebagai entitas yang kongkret jelas penutur dan lawan tuturnya, serta waktu dan tempat
pengutaraanya.

Tuturan sebagai tindakan atau aktivitas memiliki maksud bahwa tindak tutur
merupakan sebuah tindakan. Menuturkan sebuah tuturan dapat dilihat sebagai melakukan
tindakan. Tuturan dapat dikatakan sebagai sebuah tindakan atau aktivitas karena dalam
peristiwa tutur, tuturan dapat menimbulkan efek sebagaimana tindakan yang dilakukan
oleh tangan atau bagian tubuh lain yang dapat menyakiti orang lain atau mengekspresikan
tindakan.

e. Tuturan Sebagai Produk Tindak Verbal


Tindakan manusia dibedakan menjadi 2, yaitu tindakan verbal dan tindakan
nonverbal. Memukul atau berjalan merupakan contoh dari tindakan nonverbal. Sementara
berbicara merupakan tindakan verbal. Tindak verbal adalah tindak mengekspresikan kata-
kata atau bahasa.
Tuturan merupakan hasil dari suatu tindakan. Tindakan manusia ada dua, yaitu
tindakan verbal dan tindakan nonverbal. Karena tercipta melalui tindakan verbal, tuturan
tersebut merupakan produk tindak verbal yang merupakan tindakan mengekspresikan
kata-kata atau bahasa.
3. Pengertian dan Bagian-Bagian Tindak Tutur

Tindak Ujaran merupakan aksi (tindakan) dengan menggunakan bahasa (Djajasudarma,


1994: 63). Bahasa digunakan pada hampir semua aktivitas. Kita menggunakan bahasa
untuk menyatakan informasi (permohonan informasi, memerintah, mengajukan,
permohonan, mengingatkan, bertaruh, menasihati, dan sebagainya). Kemudian tindak
tutur (istilah kridalaksana penuturan atau speech act, speech event) adalah pengajaran
kalimat untuk menyatakan agar suatu maksud dari pembicara diketahui oleh pendengar
(Kridalaksana, 1984: 154). Chaer (1995: 65), menyatakan bahwa tindak tutur merupakan
gejala individu, bersifat psikolinguistik dan keberlangsungannya ditentukan oleh
kemampuan bahasa si penutur dalam mengahdapi situasi tertentu.

Searle di dalam bukunya Speech Acts: An Essay in The Philosophy of Language


(dalam Wijana,1996: 17). Mengemukakan bahwa secara pragmatis setidak-tidaknya ada
tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur, yaitu tindak lokusi
(locutionary act), tindak ilokusi (illocutionary act), dan tindak perlokusi (perlocutionary
act).

Tindak tutur merupakan aksi (tindakan) dengan menggunakan bahasa


(Djajasudarma, 1994:63). Bahasa digunakan pada hampir semua aktivitas. Kita
menggunakan bahasa untuk menyatakan informasi (permohonan informasi, memerintah,
mengajukan, permohonan, mengingatkan, bertaruh, menasehati, dan sebagainya).
Kemudian tindak tutur (istilah Kridalaksana penuturan atau speech act, speech event)
adalah pengajaran kalimat untuk menyatakan agar suatu maksud dari pembicara diketahui
oleh pendengar (Kridalaksana, 1984:154). Richard (1995) mengemukakan bahwa tindak
tutur (dalam arti yang sempit sekarang) adalah istilah minimal dari pemakaian situasi
tutur/peristiwa tutur/tindak tutur.

Contohnya : Ketika kita berbicara, kita melakukan tindakan-tindakan seperti


memberi laporan, membuat pernyataan-pernyataan, mengajukan pertanyaan, memberi
peringatan, memberi janji, menyetujui, menyesal dan meminta maaf. Pada bagian lain ia
juga mengemukakan bahwa tindak tutur dapat diberikan sebagai sesuatu yang sebenarnya
kita lakukan ketika berbicara. Ketika kita terlihat dalam percakapan, kita melakukan
beberapa tindakan seperti : melaporkan, menyatakan, memperingatkan, menjanjikan,
mengusulkan, menyarankan, mengkritik, meminta dan lain-lain. Suatu tindak tutur dapat
didefinisikan sebagai unit terkecil aktivitas berbicara yang dapat dikatakan memiliki
fugsi.

Kajian Austin merinci tindak tutur menjadi beberapa kelompok. Di antaranya


adalah sebagai berikut.

a. Representative (representatif): tindak tutur yang memeriksa suatu keadaan atau


peristiwa: Pernyataan, dugaan, laporan, pemerian. Tindak tutur ini dapat saja benar
atau salah. Misalnya: Ini namanya lumpia (padahal mestinya : risoles).
b. Commissive (komisif): tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk melakukan
sesuatu: janji, sumpah, ancaman. Misalnya: Siapa saja yang ketahuan
nyontek,langsung saya kasih E.
c. Directive (direktif): tindak tutur yang dimaksudkan agar pendengarnya melakukan
suatu tindakan. Seperti minta tolong, perintah, menantang, mengundang. Misalnya:
Harap Tenang.
d. Declaration (deklarasi): tindak tutur yang dapat mendatangkan atau mengubah suatu
keadaan. Seperti pembabtisan, pengukuhan, keputusan. Misalnya : Saudara kami
nyatakan lulus menjadi doctor.
e. Expressive (ekspresif): tindak tutur yang menunjukkan keadaan psikologis atau sikap
penuturnya. Seperti member salam,minta atau memberi maaf, ucapan selamat,
ucapan bela sungkawa, memberi pujian. Misalnya: Maaf, pak, saya terlambat (Searle
(1981).

4. Pengertian Ilokusi, Lokusi dan Perlokusi


Tindak tutur yang dilangsungkan dengan kalimat performatif oleh Austin (1962:100-102)
dirumuskan sebagai tiga peristiwa tindakan yang berlangsung sekaligus, yaitu:
a. Tindak Ilokusi
Sebuah tuturan selain berfungsi untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu dapat
juga dipergunakan untuk melakukan sesuatu. Bila hal ini terjadi, tindak tutur yang
terbentuk adalah tindak tutur ilokusi. Tidak ilokusi disebut juga The Act of Doing
Something.
Contoh:
1. Rambutmu sudah panjang
Kalimat di atas bila diucapkan oleh seorang laki-laki kepada pacarya, mungkin berfungsi
untuk menyatakan kekaguman atau kegembiraan. Akan tetapi, bila diutarakan oleh
seorang ibu kepada anak lelakinya, atau oleh seorang istri kepada suaminya, kalimat ini
dimaksudkan untuk menyuruh atau memerintahkan anak atau suami tersebut untuk
memotong rambutnya.
2. Awas, ada anjing gila!
Kalimat di atas bermakna bahwa orang-orang mesti waspada karena ada anjing gila yang
sewaktu-waktu bisa menyerang dan menggigit.
3. Kusut sekali pakaian yang kau kenakan itu!
Makna ilokusi dari kalimat di atas adalah bahwa seseorang yang memakai baju yang
kusut itu mesti merapikan bajunya atau menggantinya dengan baju yang lebih rapi.

b. Tindak Lokusi
Tindak lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu. Tindak tutur ini disebut
sebagai The Act of Saying Something.
Contoh:
1. Ikan paus adalah binatang menyusui
Kalimat di atas diutarakan oleh penuturnya semata-mata untuk menginformasikan
sesuatu tanpa tendensi untuk melakukan sesuatu, apalagi untuk memengaruhi lawan
tuturnya. Informasi yang diutarakannya adalah termasuk jenis binatang apa paus itu. 
2. Jakarta merupakan Ibukota dari negara Republik Indonesia.
Kalimat di atas diutarakan oleh penuturnya semata-mata untuk menginformasikan
sesuatu tanpa tendensi untuk melakukan sesuatu, apalagi untuk memengaruhi lawan
tuturnya. Informasi yang diutarakannya adalah Jakarta merupakan Ibukota dari negara
Republik Indonesia.
3. Chairil Anwar merupakan salah satu penyair angkatan ’45 selain Rivai Apin dan Asrul
Sani.
Kalimat di atas diutarakan oleh penuturnya semata-mata untuk menginformasikan
sesuatu tanpa tendensi untuk melakukan sesuatu, apalagi untuk memengaruhi lawan
tuturnya. Informasi yang diutarakannya adalah Chairil Anwar merupakan salah satu
penyair angkatan ’45 selain Rivai Apin dan Asrul Sani.

c. Tindak Perlokusi
Sebuah tuturan yang diutarakan oleh seseorang sering kali mempunyai daya
pengaruh (perlocituonary force), atau efek bagi yang mendengarkannya. Efek atau daya
pengaruh ini dapat secara sengaja atau tidak sengaja dikreasikan oleh penuturnya. Tindak
tutur yang pengutaraannya dimaksudkan untuk memengaruhi lawan tutur disebut dengan
tindak perlokusi. Tindak ini disebut The Act of Affecting Someone.
Contoh:
1. Kemarin saya sangat sibuk
Kalimat di atas bila diutarakan oleh seseorang yang tidak dapat menghadiri undangan
rapat kepada orang yang mengundangnya, kalimat ini merupakan tindak ilokusi untuk
memohon maaf, dan perlokusinya (efek) yang diharapkan adalah orang yang
mengundang dapat memakluminya.
2. Jalan ini sedang diperbaiki.
Ketika orang membaca kalimat di atas, maka orang tersebut tidak akan melewati jalan
yang sedang diperbaiki tersebut dan kemudian memilih jalan lain yang bisa dilewati.
3. Zona khusus anak-anak.
Ketika orang–khususnya orang dewasa–membaca tulisan di atas, maka orang tersebut
tidak akan memasuki area atau tempat yang dimaksud (zona khusus anak-anak).

Anda mungkin juga menyukai