Anda di halaman 1dari 17

ANALISIS TINDAK TUTUR PERMINTAAN MAAF BAHASA ARAB DALAM FILM

KARTUN AL-FATIH

Anisa, Tatang, dan Hikmah Maulani


Universitas Pendidikan Indonesia
Email: anisacha45@gmail.com

Abstract :

The research analyzed the speech acts of Arabic apology in the Al-Fatih cartoon
film which were studied with pragmatic studies. Pragmatics is a branch of language.
And one of the pragmatic studies is the speech act. The speech act of apology enters
the illocutionary speech act on the classification of expressive speech acts. Research
using qualitative descriptive methods. Data will be collected, compiled and
described to obtain the results of research in the form of conclusions from the
formulation of the problem in research as written above. The results of this study are
the speakers in the Al-Fatih film dialogue using two strategies in conveying their
apologies, namely the Apology Strategy by providing an explanation (account or
account) and attempting to downgrading or reducing the atmosphere.

Keywords :
Pragmatic Study; Illocutionary speech acts; Qualitative Descriptive Method

Abstrak
Penelitian menganilisis tentang tindak tutur permintaan maaf Bahasa Arab dalam
film kartun Al-Fatih yang dikaji dengan kajian pragmatik. Pragmatik merupakan
salah satu cabang ilmu bahasa. Dan salah satu kajian pragmatik adalah tindak tutur
(speech act). Tindak tutur permintaan maaf masuk ke dalam tindak tutur ilokusi pada
klasifikasi tindak tutur ekspresif. Penelitian menggunakan metode deskriptif
kualitatif. Data akan dikumpulkan, disusun dan dideskripsikan untuk mendapatkan
perolehan hasil penelitian berupa kesimpulan dari rumusan masalah dalam penelitian
sebagaimana dituliskan diatas. Hasil dari penelitian ini adalah penutur dalam dialog

1
film Al-Fatih menggunakan dua strategi dalam menyampaikan permintaan maafnya,
yaitu Strategi permintaan maaf dengan memberikan penjelasan (explanation or
account) dan upaya pengalihan (downgrading) atau peredaman suasana.
Kata Kunci :
Kajian Pragmatik; Tindak tutur ilokusi; Metode Deskriptif Kualitatif

PENDAHULUAN

Bahasa merupakan salah satu alat untuk berkomunikasi bagi manusia. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kelima (KBBI V) bahasa adalah sistem
lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk
bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri (aplikasi KBBI V online).
Menurut Yendra (2018:4) bahasa merupakan bentuk suara bicara yang memuat arti.
Bahasa manusia itu berbeda dengan apa yang dibuat binatang-binatang, hal ini
menjadikan bahasa merupakan salah satu keahlian yang dimiliki oleh manusia,
sehingga bahasa mempunyai peranan penting dalam berinteraksi di kehidupan
manusia.

Bahasa dapat dianalogikan sebagai sebuah alat dengan kaidah-kaidah yang


sangat rumit dan dipergunakan untuk mengatur sikap seseorang bertutur agar
hubungan interpersonalnya senantiasa terpelihara (Wijana dalam Ridwan,
2014:126). Bahasa membantu manusia dalam menyampaikan maksud dan tujuan,
pesan yang ingin disampaikan, pikiran dan gagasan yang ingin diungkapkan kepada
manusia lain sebagai mitra tuturnya dalam berkomunikasi. Tuturan yang dihasilkan
oleh penutur dapat dipahami oleh mitra tuturnya karena mereka memiliki
kesepahaman terhadap makna tuturan tersebut, sehingga kadangkala pula
menghasilkan suatu tindakan dari mitra tutur sebagai akibat dari tuturan tersebut.

Ilmu yang mempelajari bahasa itu adalah linguistik. Linguistik adalah ilmu


tentang bahasa. Dan objek kajiannya adalah bahasa. Lingua adalah kata lain dari
bahasa. Linguis adalah orang yang ahli dalam dalam ilmu linguistik atau
pakar linguistik. Salah satu cabang dari linguistik adalah pragmatik. Pragmatik
adalah ilmu bahasa yang mempelajari pemakaian bahasa yang dikaitkan dengan

2
konteks pemakaiannya. Makna bahasa tersebut dapat dimengerti bila diketahui
konteksnya. Batasan pragmatik adalah aturan-aturan pemakaian bahasa mengenai
bentuk dan makna yang dikaitkan dengan maksud pembicara, konteks, dan keadaan.
Parera (1993:126) menjelaskan pragmatik adalah kajian pemakaian bahasa dalam
komunikasi, hubungan antara kalimat, konteks, situasi, dan waktu diujarkannya
dalam kalimat tersebut. Definisi yang dikemukakan oleh Parera selengkapnya dapat
dilihat pada berikut ini: (a) Bagaimana intepretasi dan penggunaan tutur bergantung
pada pengetahuan dunia nyata. (b) Bagaimana pembicara menggunakan dan
memahami tindak pertuturan; (c) Bagaimana struktur kalimat dipengaruhi oleh
hubungan antara pembicara atau penutur dan pendengar atau petutur. Pengertian dan
pemahaman bahasa mengacu pada fakta bahwa untuk mengerti suatu ujaran bahasa
diperlukan juga pengetahuan di luar makna kata dan hubungan tata bahasanya, yakni
hubungannya dengan konteks pemakaiannya. Berdasarkan definisi beberapa ahli,
peranan konteks sangat penting dalam ilmu bahasa. Akan tetapi, berbeda dengan
pendapat yang dikemukakan oleh beberapa ahli, Yule (1996) menjelaskan pragmatik
sebagai cabang ilmu bahasa yang mempelajari 8 tentang makna yang dikehendaki
oleh penutur”. Penjelasan tersebut mengarah pragmatik pada aspek maknanya, yaitu
maksud yang akan disampaikan penutur melalui hadirnya konteks. Hal ini berarti
pragmatik berusaha menggambarkan sebuah ujaran yang disampaikan oleh penutur
atau pembicara dengan mengetahui makna tersebut. Berdasarkan penjelasan di atas
dapat disimpulkan bahwa pragmatik adalah ilmu yang mempelajari bahasa dalam
pemakaiannya serta makna yang dihasilkan oleh kalimat yang dapat diketahui
dengan melihat konteks yang ada saat tuturan tersebut berlangsung. maka kita dapat
mengetahui makna yang diinginkan oleh pembicara dengan memperhatikan konteks
yang melingkupi peristiwa tutur tersebut.  

Pragmatik memiliki kajian atau bidang telaah tertentu yaitu dieksis,


praanggapan (presupposition), tindak tutur (speech acts), dan implikatur percakapan
(conversational implicature) (Kawanti Purwo, 1990:17).

Chaer (Kurniawan dan Raharjo, 2018:22) Tindak tutur merupakan gejala


individual bersifat psikologis dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan

3
bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Kemudian Kridalaksana
(Kurniawan dan Raharjo, 2018:22) berpendapat bahwa pertuturan (speech act)
adalah perbuatan bahasa yang dimungkinkan oleh dan diwujudkan sesuai dengan
kaidah kaidah pemakaian unsur-unsur. Atau dapat pula dikatakan bawa pertuturan
adalah perbuatan menghasilkan bunyi bahasa secara beraturan sehingga
menghasilkan ujaran bermakna.

Mengenai tindak tutur sejarahnya yaitu menjelang pertengahan abad ke-20,


semakin disadari orang bahwa sukar sekali dipisahkan makna bahasa dari
penggunaannya, sehingga timbulah pernyataan "makna bahasa adalah penggunaan
bahasa itu" dalam pandangan aliran yang disebut "logical positivism". Pandangan ini
menekankan bahwa ungkapan-ungkapan dapat dimengerti hanyalah dalam kaitannya
dengan kegiatan-kegiatan yang menjadi konteks/tempat ungkapan itu. Dalam masa
itu lah dan sebenarnya berkaitan dengan aliran pikiran itu dikembangkan teori tindak
bahasa (speech act theory) oleh J.L Austin seorang ahli falsafah Inggris dalam buku
yang berjudul How do things with Words (1962). Pada umumnya konsep tindak
bahasa ini baru diketahui oleh ahli-ahli bahasa melalui karangan J.R Searle, speech
act tahun 1969 (Nababan dalam Kurniawan dan Raharjo, 2018:22).

Austin (Wibowo, 2015) tentang speech act. Austin yang menjadi


pengembang aliran filsafat bahasa biasa, mengatakan bahwa terdapat tiga speech act
atau tindak tutur (aktivitas berbahasa) yang berperan sekaligus ketika seseorang
mengucapkan suatu kalimat, yakni tindak lokusi, ilokusi dan perlokusi. Dalam
praktiknya, ketiga tindak tutur itu tidak hanya mengungkapkan maksud dan gaya si
penutur, tetapi sekaligus merefleksikan tanggung jawab etisnya terhadap isi
tuturannya, mengingat isi tuturannya pasti mengandung maksud-maksud tertentu
dalam rangka mempengaruhi mitra tuturnya.

Austin (Kurniawan dan Raharjo, 2018:23) membagi tindak tutur menjadi


beberapa jenis

4
1. Lokusi; penyapa atau penutur menyatakan kepada petutur atau orang yang
disapa dengan kata-kata tertentu yang diucapkan dengan suatu makna dan
acuan tertentu
2. Ilokusi; dalam mengatakan kata-kata tertentu yang diucapkan dengan suatu
makna dan acuan tertentu, penutur menegaskan (assert) bawa Informasi
yang disampaikan adalah benar
3. Perlokusi; Dengan mengatakan kata-kata tertentu yang diucapkan dengan
suatu makna dan acuan tertentu, penutur meyakinkan (convinces) bahwa
Informasi yang disampaikan adalah benar

Tindak tutur lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu


sebagaimana the act of saying something tindakan untuk menyatakan sesuatu
(Chaer dan Agustina, 2010: 27). Perhatikan dua contoh berikut:
(1) Jembatan Saramadu menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau
Madura
(2) Tahun 2004 gempa dan stunami melanda Banda Aceh.

Tuturan (1) dan (2) dituturkan oleh seorang penutur semata-mata hanya
untuk memberikan informasi sesuatu belaka, tanpa tendensi untuk melakukan
sesuatu, Apalagi untuk mempengaruhi mitra tuturan. Informasi yang diberikan pada
tuturan (1) adalah mengenai Jembatan Saramadu yang menghubungkan Pulau Jawa
dan Pulau Madura, sedangkan tuturan (2) memberi informasi mengenai gempa dan
stunami yang pada tahun 2004 melanda Banda Aceh. Lalu, bila disimak baik-
baik

Tindak lokusi adalah tindak bertutur dengan kata, frasa, dan tuturan sesuai
dengan makna yang díkandung oleh kata, frasa, dan tuturan itu. Tindak tutur ini
dapat disebut sebagai the act of saying something. Dalam tindak lokusi tidak
dipermasalahkan maksud dan fungsi tuturan yang disampaikan oleh penutur.
Contohnya, tuturan tanganku gatal, semata-mata hanya dimaksudkan untuk
memberitahu mitra tutur bahwa pada saat dimunculkannya tuturan itu tangan
penutur sedang dalam keadaan gatal (Rahardi, 2005: 35).

Tindak tutur ilokusi, sebuah tuturan selain berfungsi untuk mengatakan

5
atau menginformasikan sesuatu, dapat juga dipergunakan untuk melakukan sesuatu.
Bila hal ini terjadi, tindak tutur yang terbentuk adalah tindak ilokusi. Tindak ilokusi
disebut sebagai The Act of Doing Something (Wijana, 1996:15), atau dengan kata
lain ilokusi adalah tuturan yang berfungsi untuk mengatakan dan menginformasikan
sesuatu serta dipergunakan untuk melakukan sesuatu.

Tindak ilokusi dapat diklasifikasikan dengan berbagai dasar kriteria, seperti


yang telah dilakukan beberapa ahli. Searle (Tarigan, 1990:46) mengklasifikasikan
tindak ilokusi dengan dasar berbagai kriteria sebagaimana diuraikan berikut ini.

a. Asertif, melibatkan pembicara pada kebenaran preposisi yang


diekspresikan, seperti menyatakan, memberitahukan,
menyarankan, membanggakan, mengeluh, menuntut, melaporkan.

b. Direktif, dimaksudkan untuk menimbulkan beberapa efek melalui


tindakan sang penyimak, misalnya memesan, memerintah,
memohon, meminta, menyarankan, menganjurkan, menasihatkan.

c. Komisif, melibatkan pembicara pada beberapa tindakan yang akan


datang, seperti menjanjikan, bersumpah, menawarkan,
memanjatkan (doa)

d. Ekspresif, mempunyai fungsi untuk mengekspresikan,


mengungkapkan, atau memberitahukan sifat psikologis sang
pembicara menuju suatu pernyataan keadaan yang diperkirakan
oleh ilokusi, seperti mengucapkan terimakasih, mengucapkan
selamat, memaafkan, mengampuni, menyalahkan, meminta maaf,
memuji, menyatakan belasungkawa, dan lain-lain.

e. Deklaratif, ilokusi yang bila perfomansinya berhasil akan


menyebabkan korespondensi yang baik antara isi proposional
dengan realitas misalnya, menyerahkan diri, memecat,
membebaskan, memberi nama, menamai, mengucilkan,
mengangkat, menunjuk, menentukan, menjatuhkan hukuman,
memvonis, dan lain sebagainya.

6
Tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang mempunyai pengaruh
atau efek terhadap mitra tutur atau orang yang mendengar tuturan itu (Chaer dan
Agustina, 2010: 28). Maka tindak tutur perlokusi sering disebut sebagai the act of
affective someone (tindak yang memberi efek pada orang lain). Menurut Wijana
dan Rohmadi (2011:24) Tindak perlokusi adalah tindak tutur yang pengutaraannya
dimaksudkan untuk mempengaruhi lawan tutur.

Dalam kenyataannya, terkadang kita sukar membedakan antara tindak tutur


ilokusi dan perlokusi. Mengapa? Karena dalam tindak tutur yang menyatakan
maksud ujaran terkandung juga akan adanya efek kepada mitra tutur. Biasanya kata
kerja pada sebuah tuturan yang menunjukan tindak tuturnya adalah ilokusi,
misalnya kata kerja melaporkan, mengumumkan bertanya, menyarankan, dan
sebagainya. Di samping itu terdapat juga kata kerja yang menunjukan tindak
tuturmya adalah perlokusi, seperti kata kerja membujuk, menipu, menjengkelkan,
menakut-nakuti, dan sebagainya (Gunawan dalam Chaer dan Agustina, 2010:29)

Menurut Nadar (2013:15) Tindak perlokusi adalah tindakan untuk


mempengaruhi mitra tutur seperti memalukan, mengintimidasi, membujuk, dan
lain-lain.

Dalam tindak tutur ilokusi selain memandang memberi informasi tentang


sesuatu, tetapi juga lebih terkandung maksud dari tuturan yang diucapkan itu. Searle
(Chaer dan Agustina 2010: 29-30) membagi tindak tutur itu atas lima kategori, yaitu
representatif atau asertif, direktif, komisif, ekspresif, deklaratif.

Dalam tindak tutur ekspresif, terdapat tindak tutur yang digunakan untuk
meminta maaf. Ungkapan permintaan maaf dalam tindak tutur ekspresif merupakan
tindak tutur untuk menyatakan perasaan bersalah dari penutur atas tindakan yang
dilakukan sebelumnya yang meruapakan kesalahan terhadap mitra tuturnya. Tindak
tutur tersebut berlangsung di setiap peristiwa tutur.

Peristiwa tutur (speech event) adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi


linguistik dalam suatu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu
penutur dan lawan tutur, dengan suatu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat, dan
situasi tertentu (Chaer dan Leonni Agustina, 2004:47). Senada dengan pendapat

7
tersebut Cahyono (1955:215) menyatakan, yang disebut peristiwa bahasa ialah
satuan struktur linguistik terbesar yang ditentukan oleh norma dan kaidah tertentu.

Menurut Kurniawan dan Raharjo (2018:17) tindak tutur adalah terjadinya atau
berlangsungnya interaksi linguistik dalam bentuk ujaran atau satuan struktur
linguistik terbesar yang ditentukan oleh norma dan kaidah tertentu. Sebagai contoh
peristiwa, yaitu suatu percakapan yang terjadi di sebuah tempat penjualan sepeda
motor. Seorang pembeli sepeda motor dan penjual sepeda motor berinteraksi dengan
menggunakan bahasa sebagai alat komunikasin merupakan sebuah contoh peristiwa
tutur.

Menurut Hymes (Chaer dan Agustina, 2004:48) Terdapat delapan komponen


yang harus memenuhi suatu peristiwa tutur. Komponen tersebut bilamana huruf
pertamanya dirangkaikan akan menjadi akronim SPEAKING.

S = Setting and scence (waktu dan tempat serta situasi)

P = Participants (Partisipan)

E = Ends (Tujuan)

A = Act Sequence (Bentuk dan isi ujaran)

K = Key (Cara atau nada)

I = Instrumentalites (Ragam bahasa)

N = Norm of interaction and interpretation (Norma atau aturan berinteraksi)

G = Genre (Jenis atau bentuk penyampaian)

Salah satu peristiwa tutur yang mudah ditemukan yaitu pada sebuah film.
Maka peneliti berusaha menganalisis tindak tutur permintaan maaf dalam sebuah
film. Fil yang dipilih yaitu film kartun Al-Fatih. Film kartun Al-Fatih merupakan
film berbahasa arab. Film ini diproduksi oleh Ella Production di Jordania dan Turki.
Bahasa Arab yang digunakan dalam film ini merupakan bahasa arab fusha atau baku
yang digunakan sebagai bahasa formal di dunia Arab. Film ini merupakan nyata
yang diceritakan dalam bentuk kartun. Film ini bercerita tentang usaha Sultan Fatih
Muhammad dalam membuka konstatinopel yang dikuasai oleh kerajaan Bizantium.

8
Film ini baru dibuat versi sinema yang selesai pada bulan Februari 2012 yang
diluncurkan perdana pada pukul 14.53.

Penulisan yang berhubungan dengan analisis tindak tutur permintaan maaf


telah dilakukan sebelumnya oleh beberapa penulis, diantaranya: Seminar Nasional
Prasasti Prosiding Prasasti diterbitkan oleh Program Studi S3 Linguistik PPs UNS
2014 dengan judul “Kajian Sosiopragmatik Tuturan Permohonan Maaf Oleh
Penutur Bahasa Arab di Mesir” Skripsi yang ditulis oleh Muthia Rahma, yang
merupakan mahasiswi program studi Pendidikan Bahasa Arab di Universitas Negri
Jakarta 2018, dengan judul “Tindak Tutur Ilokusi dalam Dialog Film “Omar”
(Pendekatan Pragmatik). Penelitian ini berpedoman pada strategi-strategi
permintaan maaf yang diungkapkan oleh Olshtain dan Cohen 1983 yang mana
strateginya terbagi menjadi dua yaitu umum dan khusus. Strategi umum terdiri atas
Illocutionary Force Indicating Device (IFID) dan ungkapan pertanggung-jawaban
(the expression of Speaker’s responsibility); dan juga 3 strategi khusus yang
berpotensi muncul sesuai situasi tutur, yakni penjelasan terhadap situasi
(explanation or account), tawaran perbaikan (offer of repair) dan pernyataan janji
untuk tidak mengulanginya (promise of forbearance). Ketiga strategi tersebut lebih
sering muncul jika konten atau situasinya memicu munculnya strategi atau pola ini.

Kesimpulan dari penelitiannya adalah Strategi-strategi permintaan maaf


yang digunakan penutur bahasa Arab di Mesir, yakni IFID (intensifikasi dan
ekspresi emosi), ungkapan pertanggung-jawaban, penjelasan terhadap situasi
(explanation or account), tawaran perbaikan (offer of repair) dan pernyataan janji
untuk tidak mengulanginya (promise of forbearance). Selain itu, juga digunakan
strategi intensifikasi (intensification) dan juga upaya pengalihan dan penurunan
situasi atau hiburan (downgrading). Jika intensifikasi berperan dalam memodifikasi
IFID secara internal seperti penambahan kata keterangan seperti ‘jiddan’ dan lain
lain dan juga ekspresi lain seperti ungkapan ekspresi emosi ketakjuban. Sementara
itu, downgrading berperan dalam menambahkan strategi yang biasanya muncul di
akhir tuturan yang bertujuan untuk menetralisir keadaan atau mengalihkan keadaan
akibat dari ancaman muka yang terjadi pada penutur atau bisa juga ungkapan
humor, berpurapura.
9
Penulis lain yang berhubungan dengan tindak tutur permintaan maaf yaitu,
Septi Mariasari dalam Prosiding Seminar Nasional dan call for papers UNSOED
2018 yang berjudul “Strategi Tindak Tutur Ekspresif Meminta Maaf Oleh Penutur
Asli Bahasa Jawa Dialek Banyumas” juga berpedoman pada strategi permintaan
maaf yang diungkapkan oleh Olshtain dan Cohen 1983 yaitu strategi yang
digunakan oleh penutur dalam tindak tutur ekspresif untuk mengungkapkan
permintaan maaf terdiri dari lima strategi

1. Ungkapan permintaan maaf secara langsung

2. Strategi permintaan maaf dengan memberikan penjelasan

3. Permintaan maaf dengan pengakuan pertanggungjawaban

4. Permintaan maaf dengan menawarkan perbaikan

5. Permintaan maaf dengan berjanji tidak akan mengulangi lagi

Kesimpulan penelitiannya adalah dalam tindak tutur ekspresif meminta maaf,


penutur asli Bahasa Jawa dialek Banyumas menggunakan 5 strategi untuk
mengungkapkan permintaan maafnya tersebut. Strategi pertama dari kelima strategi
tersebut adalah dengan mengungkapkan permintaan maafnya secara langsung
menggunakan kata maaf. Strategi yang kedua adalah strategi permintaan maaf
dengan memberikan penjelasan, strategi tindak tutur ekspresi meminta maaf dengan
tuturan pertanggungjawaban, dengan menawarkan perbaikan dan yang terakhir
adalah permintaan maaf dengan berjanji tidak akan mengulanginya lagi.

Berdasarkan pernyataan di atas, penulis berupaya untuk melakukan sebuah


analisis kajian pragmatik melalui penelitian yang berjudul “Analisis Tindak Tutur
Permintaan Maaf Bahasa Arab dalam Film Kartun Al-Fatih” yang secara teoritis
bermanfaat untuk memberikan informasi tentang penggunaan strategi permintaan
maaf Bahasa Arab yang dipakai di film Al-Fatih. Selanjutnya, pembahasan dalam
penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dalam melakukan penelitian serupa
di bidang Pragmatik.

10
METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif


kualitatif. Alasan penulis menggunakan metode deskriptif adalah untuk
memaparkan apa adanya tanpa rekayasa dari peneliti dan mengungkapkan
penjelasan tentang tindak tutur permintaan maaf dalam film kartun “Al-Fatih”.
Dalam penelitian ini, metode deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran
dan memaparkan hasil analisis tentang pendeskripsian tindak tutur permintaan maaf
yang terdapat dalam film “Al-Fatih”.
Muhammad (Muhammad, 2014:31) mengatakan bahwa peristiwa
komunikasi atau berbahasa merupakan salah satu fenomena yang dapat menjadi
objek penelitian kualitatif
Dengan metode ini, data akan dikumpulkan, disusun dan dideskripsikan
untuk mendapatkan perolehan hasil penelitian berupa kesimpulan dari rumusan
masalah dalam penelitian sebagaimana dituliskan diatas. Penelitian ini dilakukan
melalui tiga tahap, yaitu tahap penyediaan data, tahap analisis, dan tahap penyajian
hasil analisis.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer
dan data sekunder. Data primer berupa rekaman dari film kartun “Al-Fatih”.
Sedangkan data sekunder terdiri dari buku-buku pragmatik yang membahas tentang
tindak tutur dan jurnal-jurnal lain yang berhubungan dengan tindak tutur.
Desain penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat
deskriptif. Hal itu bertujuan untuk mendeskripsikan tindak tutur permintan maaf
dalam proses dialog antar pemain film “Al-Fatih”. Oleh karena itu, data-data hasil
penelitian ini akan dideskripsikan secara faktual tanpa menggunakan teknik
statistik atau angka-angka, selanjutnya data-data hasil penelitian akan dianalisis
dengan teknik kualitatif.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik simak, dan catat. Adapun
interpretasi data dilakukan dengan paparan deskriptif secara informal. Setelah data
terkumpul, peneliti melakukan uji keabsahan data. Uji keabsahan data dilakukan
dengan teknik triangulasi. Triangulasi menurut Moleong (Widianto, 2017) adalah
“teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar

11
data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.
Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan ialah pemeriksaan melalui
sumber lainnya. Untuk menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan
yang terdiri atas empat kriteria, yaitu derajat kepercayaan (credibility), keteralihan
(transferability), kebergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability)”.
Uji keabsahan data dapat dilakukan melalui re-check (memeriksa kembali)
temuan dan membandingkannya dengan berbagai sumber, metode, atau teori.
Untuk itu, peneliti dapat melakukannya dengan cara 1) mengajukan berbagai
macam variasi pertanyaan; 2) mengeceknya dengan berbagai sumber data; dan 3)
memanfaatkan berbagai metode agar pengecekan kepercayaan data dapat dilakukan
(Moleong, dalam Widianto 2017).
Peneliti dalam analisis datanya mengikuti flow model yang diungkapkan
Miles dan Huberman (Sugiyono, 2016:337).
a. Data reduction, peneliti memilih atau mereduksi pokok-pokok
masalah penelitian
b. Data display¸ peneliti melakukan penyajian data secara naratif.
c. Kesimpulan atau verifikasi, peneliti mengambil kesimpulan dari
hasil analisis data. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif dapat maupun
tidak dapat menjawab pertanyaan yang dibahas dalam rumusan masalah,
sebab masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih
bersifat sementara dan akan mengalami perkembangan setelah peneliti
berada di lapangan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Secara umum, seperti yang telah dijelaskan di teori sebelumnya, Olshtain
dan Cohen (1983) pada seminar prosiding pada (Ridwan, 2014) membagi 5 strategi
yang berpotensi muncul pada berbagai macam bahasa. Namun, secara lebih rinci,
terdapat 2 strategi umum yang lazim muncul serta 3 strategi yang berpotensi
muncul tergantung kepada situasi yang lebih spesifik. Strategi umum itu sendiri
adalah IFID (Illocutionary Force Indicating Devices) dan ekspresi atau ungkapan
pertanggung-jawaban dari penutur (the expression of speaker’s responsibility).
Kedua strategi ini merupakan realisasi umum dari strategi permintaan maaf yang
12
sangat berpotensi muncul hampir pada semua situasi. Sementara, 3 strategi lainnya
adalah penjelasan terhadap situasi (explanation or account), tawaran perbaikan
(offer of repair) dan pernyataan janji untuk tidak mengulanginya (promise of
forbearance). Ketiga strategi yang tersebut lebih sering muncul jika situasi
menuntut perlunya penggunaan strategi lebih lanjut karena secara semantik,
strategi-strategi ini merupakan refleksi dari konten atau isi dari tiap situasi yang
terjadi. Selain itu ada juga upaya pengalihan dan penurunan situasi atau hiburan
(downgrading).
Pada film kartun Al-Fatih ada 2 strategi permintaan maaf yaitu sebagai berikut :
1). Strategi permintaan maaf dengan memberikan penjelasan (explanation or
account)
Strategi ini bertujuan untuk lebih menjelaskan penyebab atau faktor lain
yang berhubungan dengan terjadinya kesalahan dan berkaitan erat dengan
pertanggung-jawaban. Dalam strategi ini, penutur tetap mengungkapkan
permintaan maafnya dengan menggunakan kata yang mengindikasikan penyesalan
disertai dengan penjelasan kenapa sampai kesalahan tersebut terjadi. Seperti contoh
berikut :

‫أال ترى أولئك متسكرين في طروقات القسطنطنية أليس عابدلنا؟ ألست‬....‫ قد سوف فيها ذكي‬: ‫ملك اإلمبراطور‬
‫متشارع؟‬

‫ أنا خادمك المطبخ‬...‫ لقد أخطط وسوف أنفب في أول رب دقة‬.‫سامحني‬....‫ آه سامحني‬: ‫آليسي‬

Raja : “apakah kamu tidak berpikir? Tidakkah kamu melihat orang-orang desa di
jalan-jalan konstatinopel? Tidakkah kamu tunduk perintah kami? Kamu mau
melawan?”

Aleksi : “Maafkan saya wahai tuanku. Saya telah merencanakan suatu hal. Maafkan
hamba yang rendah ini”

Pada contoh ini raja bertanya dengan tutur kekesalan pada aleksi. Karena
aleksi melakukan hal yang tidak sesuai dengan perintah raja. Aleksi meminta maaf

13
dan disertai dengan penjelasan, mengapa dia tidak melakukan perintah sesuai
dengan perintah raja

Contoh berikutnya yaitu :

‫ تكلم‬.‫ آليكسي كيف تدخل عليها هكذا دون ضدا هاه‬: ‫!ملك اإلمبراطور‬

‫ هاها عفوا سأتكلم ها ها ها‬: ‫آليسي‬

Raja : “Aleksi mengapa kamu masuk tanpa izin.. ayo katakan!”

Aleksi : “hahaha maafkan saya, saya akan katakan”

Pada percakapan ini raja bertanya mengapa aleksi masuk tanpa izin, dan raja
memerintahkan aleksi untuk mengungkapkan alasan dia masuk tanpa izin. Aleksi
pun meminta maaf disertai dengan dia akan menjelaskannya.

2). Upaya pengalihan (Downgrading)

Upaya pengalihan atau peredaman suasana ini juga berpotensi muncul dan
digunakan beberapa penutur walaupun tidak selalu hadir dan hanya muncul jika
diperlukan. Upaya pengalihan ini terdiri dari beberapa jenis, diantaranya Act
innocently/pretend not to notice the offence, humor, appeaser yang digunakan
penutur sebagai lawan dari Tawaran perbaikan dan strategi ini sama sekali tidak
berhubungan dengan kesalahan.

‫ تفضل اجلس‬.‫ أهال يا توضع يا رئيس الوزراء شكرا‬: ‫الشيخ‬

‫ السلطان يعتبر بك دائما‬.‫ العفو ال تقل ذالك‬: ‫زغلوس‬

‫ بارك هللا فيه و في دولته‬: ‫الشيخ‬

Syeikh : “Selamat datang, Perdana Menteri. Terima kasih. Silakan duduk!”

Zaghlous: “Maaf, jangan berkata begitu. Sultan selalu milikmu”

Syeikh : “Semoga Allah memberkahimu, dan memberkahi daulahmu”

14
Pada percakapan ini syekh memberikan pujian pada Zaghlous dengan kata
“Perdana Menteri”, namun Zaghlous tidak mau disebut dengan gelar seperti itu.
Syeikh pun berusaha menggunakan strategi permintaan maaf upaya pengalihan
(downgrading) dengan memberikan do’a kepada Zaghlous.

KESIMPULAN

Dalam analisis tindak tutur meminta maaf pada film Al-Fatih, penutur
dalam dialog film Al-Fatih menggunakan 2 strategi untuk mengungkapkan
permintaan maafnya tersebut. Strategi pertama yaitu Strategi permintaan maaf
dengan memberikan penjelasan (explanation or account), strategi yang bertujuan
untuk lebih menjelaskan penyebab atau faktor lain yang berhubungan dengan
terjadinya kesalahan dan berkaitan erat dengan pertanggung-jawaban. Strategi
kedua yaitu upaya pengalihan (downgrading) atau peredaman suasana ini juga
berpotensi muncul dan digunakan beberapa penutur walaupun tidak selalu hadir dan
hanya muncul jika diperlukan. Itulah strategi-strategi permintaan maaf bahasa Arab
dalam film kartun Al-Fatih. Peneliti harap penelitian selanjutnya agar meneliti film
yang mengandung banyak bermacam-macam strategi permintaan maaf. Dan apabila
dikaji dengan baik, maka aka akan menghasilkan penambahan ilmu pada kajian
pragmatik. Maka dari itu, sarannya adalah memilih film yang banyak macam-maca
strategi permintaan maaf dan mengkaji dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Bahasa (Def. 1) (n.d). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kelima (KBBI
V) Online. Diakses melalui aplikasi KBBI V, 16 Juni 2020.
Cahyono, Bambang Yudi. (1995). Kristal-kristal Ilmu Bahasa. Surabaya: Airlangga
University Press.
Chaer, Abdul dan L. Agustina. (1995). Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta:
Rineka Cipta.
Chaer, Abdul dan L. Agustina. (2004). Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta:
Rineka Cipta.

15
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. (2010). Sosiolinguistik Perkenalan Awal.
Jakarta: Rineka Cipta.
Kaswanti Purwo, Bambang. (1990). Pragmatik dan Pengajaran Bahasa.
Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Kurniawan, Sigit dan Hafid Purwono Raharjo. (2018). Analisis kebahasaan
(panduan praktik analisis tindak tutur untuk pembelajaran pengayaan).
Diponegoro, Sukoharjo : cv sindunata.
Mariasari, Septi. (2018). Strategi Tindak Tutur Ekspresif Meminta Maaf Oleh
Penutur Asli Bahasa Jawa Dialek Banyumas. Prosiding Seminar
Nasional dan Call for Papers UNSOED.
Muhammad. (2014). Metode Penelitian Bahasa. Yogyakarta: Ar-ruzz Media.
Nadar, F. X. (2013). Pragmatik & Penelitian Pramagtik. Bandung: Aksara.
Parera, J.D. (1993). Leksikon Istilah Pembelajaran Bahasa. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Rahardi, Kunjana. (2005). Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia.
Jakarta: Erlangga.
Ridwan, Muhammad. (2014). Kajian Sosiopragmatik Tuturan Permohonan Maaf
Oleh Penutur Bahasa Arab di Mesir. Seminar Nasional Prasasti. Prosiding
Prasasti diterbitkan oleh Program Studi S3 Linguistik PPs UNS.
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: PT
Alfabet.
Tarigan, Djago. (1990). Proses Belajar Mengajar Pragmatik. Bandung: Angkasa
Wibowo, Wahyu. (2015). Konsep tindak tutur komunikasi. Jakarta : bumi aksara.
Widianto, Eko. (2017). Media Wayang Mini dalam Pembelajaran Keterampilan
Berbicara bagi Pemelajar BIPA A1 Universitas Ezzitouna Tunisia. Jurnal
Kredo, Vol 1, (1), 120-143. [Online] Tersedia: https://jurnal.umk.ac.id/
[Oktober 2017]
Wijana, I Dewa Putu, S.U.M.A. (1996). Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta:
Penerbit Andi.
Wijana, I Dewa Putu dan Muhammad Rohmadi. (2011). Analisis Wacana
Pragmatik Kajian Teori dan Analisis. Surakarta:Yuma Pustaka.

16
Yendra. (2018). Mengenal Ilmu Bahasa (Linguistik). Yogyakarta : Deepublish
Bekerjasama dengan STKIP PGRI Sumbar Press.
Yule, George. (1996). Pragmatics. Oxford: Oxford University Press.

17

Anda mungkin juga menyukai