Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH PENGANTAR LINGUISTIK

PRAKMATIK

DISUSUN OLEH :

M ARIEF ALI HASAN 225110201111006

THALIB RAFIAN DARMAWAN 225110201111014

REYHAN AKBAR RULLAH 225110200111005

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG

MALANG

2023
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Perkembangan ilmu linguistik dan kebutuhan untuk memahami bagaimana bahasa


digunakan dalam konteks sosial dan situasional yang berbeda. Sebelum munculnya pragmatik
sebagai bidang studi yang terpisah, ilmu linguistik lebih fokus pada analisis struktur bahasa
dan makna kata dan kalimat.

Namun, pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, beberapa ahli bahasa seperti Ferdinand
de Saussure, Charles Sanders Peirce, dan Ludwig Wittgenstein mulai menekankan
pentingnya konteks dalam analisis bahasa. Mereka menunjukkan bahwa makna bahasa tidak
hanya tergantung pada tata bahasa atau struktur kalimat, tetapi juga bergantung pada konteks
sosial dan situasional di mana bahasa digunakan.

Pada tahun 1960-an, pragmatik sebagai bidang studi ilmu linguistik mulai berkembang
dengan pesat. John Austin dan Paul Grice adalah dua ahli bahasa yang berperan penting
dalam memperkenalkan konsep tindak tutur dan implikatur dalam analisis bahasa. Mereka
menunjukkan bahwa bahasa tidak hanya digunakan untuk menyampaikan informasi, tetapi
juga untuk melakukan tindakan sosial tertentu, seperti meminta, memberi tahu, atau
mengucapkan selamat. Sejak itu, pragmatik telah menjadi bidang studi yang penting dan luas
dalam ilmu linguistik.

2. RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian Pragmatik adalah ?
2. Sebutkan jenis-jenis konteks dalam Pragmatik ?
3. Tindak Tutur ialah ?
4. Apa yang dimaksud dengan maksim Kerjasama ?

3. TUJUAN

1. Dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan pragmatic

2. Dapat mengetahui jenis-jenis konteks

3. Dapat mengetahui apa itu Tindak tutur

4. Mengetahui apa itu Maksim Kerjasama


BAB II
PEMBAHASAN

A. Defini Pragmatik
Pragmatik adalah kajian tentang kemampuan pengguna bahasa untuk
menyesuaikan kalimat dengan konteks sehingga dapat digunakan dengan tepat‟.
Kemudian beberapa pengertian pragmatik yang lain,pragmatik adalahstudi tentang
makna dalam hubungannya dengan situasi percakapan (Leech, 1983; Mey,
2001). Pragmatik adalah pengguna bahasa, penggunaan bahasa, dan konteks.
Dengan kata lain jika dijabarkan adalah pragmatik mempelajari bagaimana
orang menggunakan bahasa dalam suatu konteks tertentu. Pragmatik
mengkaji maksud penutur dalam tuturan yang digunakan, bukan mengkaji
makna tuturan atau kalimat (Saifudin, 2005).
Dalam pragmatik tuturan (atau dapat disebut juga dengan teks) menjadi
tidak bermakna tanpa konteks. Teks tidak bermakna tanpa konteks. Teks yang
dimaksud di sini bukan saja bermakna wacana tulis, namun mencakup konsep
yang lebih luas, yakni tuturan baik tulis maupun lisan dalam suatu wacana tertentu.
Seperti dalam contoh ilustrasi (1), teks “KASIR” yang tertempel di dinding tidak
mempunyai makna karena tidak menunjukkan maksud apa-apa. Namun, teks
“KASIR” yang berada di atas meja mempunyai makna karena ada konteksnya dan
ditulis untuk tujuan komunikasi.Konteksnya apa? Yakni konteks pengetahuan
bersama yang terbagi atau dimiliki oeh peserta tutur bahwa di toko disediakan
tempat pembayaran yang dinamakan kasir. Konteks ini dilengkapi dengan konteks
fisik berupa seperangkat alat, seperti penghitung uang, komputer, dan printer yang
diletakkan di meja kasir.

B. Jenis-Jenis Konteks
Konteks dapat dibagi menjadi dua, yakni konteks linguistik dan
nonlinguistik. Konteks linguistikadalah referensi yang diperoleh dari teks atau
tuturan yang sudah dituturkan sebelumnya. Sebagai contoh adalah tuturan “Apa yang
Kamu katakanitutelah membuat Ibumu kecewa”.Referensikataitudiperoleh dari
tuturan yang sudah dituturkan mitra tutur sebelumnya.Jenis konteks nonlinguistik
menyangkut referensi yang lebih luas karena referensinya bisa apa pun di luar
bahasa yang melatari terjadinya teks. Jenis-jenis konteks nonlinguistik tersebut adalah
sebagai berikut.
a. Konteks Fisik
Konteks fisik berhubungan dengan di mana komunikasi terjadi, objek apa
saja yang ada, dan aktifitas apa yang terjadi. Dengan kata lain
konteks fisik adalah referensi yang dapat dipersepsi langsung oleh
indera manusiakarena hadir di sekitar pertuturan.
b. Konteks psikologis
Konteks psikologis berkaitan dengan kondisi perasaan peserta tutur
pada saat tuturan digunakan dalam komunikasi. Perasaan bahagia,
senang, marah, kecewa, dan sedih akan berpengaruh pada tuturan
yang dituturkan. Pengetahuan akan kondisi psikologis peserta tutur
sangat penting dimiliki agar dapat memahami, menjelaskan, dan
memprediksi tuturan.
c. Konteks sosial
Konteks sosial berkaitan dengan atribut-atribut sosial peserta tutur dan
settingpertuturan(formalitas).Hasil dari pemahaman akankonteks sosial
adalah penggunaan register yang sesuai pemakaian, atau pun pilihan-
pilihan bahasa yang tepat digunakan berdasarkan pemakaiannya di
masyarakat.Pilihan bahasa atau register didasari atas referensi
hubungan vertikal (tinggi rendah status)danhorisontal(tingkat keakraban)
peserta tutur, serta formalitas.
d. Konteks pengetahuan bersama
Konteks pengetahuan bersama ini oleh Yan Huang disebut sebagai „”a
set of background assumptions shared by the speaker and the
addressee.‟(2007, p. 14) dan oleh Stalnaker disebut common
groundatau latar belakang pengetahuan bersama (2002). Konteks
pengetahuan bersama inilah yang sebenarnya menjadi inti dari
konteks dalam pragmatik. Konteks ini diperoleh melalui pengalaman
yang kemudian tersimpan dalam pikiran (memori) manusia. Melalui
pengalaman ini, petutur dapat membuat tuturan yang dapat dimengerti
maksudnya oleh mitra tuturnya. Sebaliknya, mitra tutur juga dapat
mengerti maksud penutur karena mempunyai pengalaman atau
pengetahuan yang sama.
C. Tindak Tutur
Tindak lokusi adalah tindak menuturkan sesuatu. Austin menyatakan
bahwa lokusi hanyalah menuturkan sesuatu, menyampaikaninformasi, berbicara,
menanyakan, dan lain-lain Tuturan lokusi patuh pada kondisi kebenaran dan
membutuhkan akal/rasadan referensi agar dapat dimengerti. Referensi tergantung
pada pengetahuan pembicara pada saat penuturan. Sadock menyebut
tindaklokusisebagai"tindak yang dilakukan untuk berkomunikasi" dan Habermas
berpendapatbahwa lokusiadalah tindak menyatakan keadaan sesuatu. Pada intinya
dapat dikatakan bahwa 'mengatakan sesuatu' adalah melakukan tindak lokusi.
Tindak yang kedua adalah tindak ilokusi, yakni tindak melakukan sesuatu
berdasarkan apa yang dituturkan. Ilokusi adalah apa yang dicapai dengan
mengkomunikasikan niat untuk mencapai sesuatu. Tuturan dapat
mengandung „daya‟ tertentu. Melalui tuturan orang dapat menciptakan sesuatu
yang baru, dapat membuat orang melakukan sesuatu, mengubah keadaan, dan
lain-lain."Saya nikahkan ...”ketika dituturkanoleh penghulu telah menciptakan sesuatu
yang baru yakni sejak saat itu pasangan yang dinikahkan sah menjadi suami istri dan
dapat hidup bersama membangun keluarga dan berketurunan. Tuturan "Saya
nikahkan..." tidak dapat dikatakan benar atau salah jika dituturkandalam kondisi
yang sesuai, yakni dituturkan oleh seseorang yang mempunyaiotoritas atau
kewenangan untuk menikahkan dan dituturkan dalam suatu prosesi pernikahan.
Dengan begitututurantersebutbukan sebuah deskripsi, melainkan menyatakan
keadaan peristiwa yang akan terjadi jika ucapan itu dibuat dengan tulus dan
dimaksudkan dalam keadaan yang sesuai. Oleh karena itu ilokusi tidak
deskriptif dan tidak tunduk pada kondisi kebenaran; itu adalah performance of an
act in saying something„pelaksanaansuatu tindakan dalam mengatakan sesuatu‟.
Dalam teori tindak tutur, istilah tindakilokusi mengacu pada penggunaan tuturanuntuk
mengekspresikan sikap dengan fungsi atau "daya" tertentu, yang disebut
dayailokusi. Dalam bahasa yang sederhana daya ilokusi adalah maksud atau niat
penuturnya.Beberapa contoh daya ilokusi yang dimaksud adalah menegaskan,
menyuruh, menjanjikan, meminta maaf, memecat, dan sebagainya.Jenis tindak tutur
yang terakhir adalah perlokusi, yakni tindakan atau keadaan pikiran yang
ditimbulkan oleh, atau sebagai konsekuensi dari,mengatakan sesuatu. Menurut
Austin, tindakperlokusi adalah 'apa yang kita hasilkan atau capai dengan
mengatakan sesuatu' seperti meyakinkan, membujuk, menghalangi, mengatakan,
mengejutkan atau menyesatkan (1962).
Tindak perlokusi dengan demikian harus dipahami sebagai hubungan
sebab akibat antara dua peristiwa, penyebabnya adalah produksi tuturanoleh
penutur.Perlokusi harus dibedakan dengan lokusi dan terutama dengan ilokusi.
Perlokusi adalah efek atau dampak dari tuturan (lokusi) yang dituturkan yang
di dalamnya mengandung maksud tertentu (ilokusi). Tindak perlokusi lebih
bersifat alami, tidak diatur oleh konvensi dan tidak dapat dikonfirmasi dengan
pertanyaan “Apa yang dikatakan?”.
Tindak perlokusi, yakni membujuk, menghasut, marah, dan lain-lain
menghasilkan perubahan fisiologis pada mitra tuturnya (pendengarnya),
menghasilkan efek psikologis, sikap, maupun perilaku. Ringkasnya ketiga tindak ini
dapat dibedakan dengan pernyataan "seorang penuturmengucapkan kalimatdengan
makna tertentu (tindaklokusi), dan dengan kekuatan tertentu (tindak ilokusi),
untuk mencapai efek tertentu pada pendengar (tindakperlokusi). "Sebagai contoh
ketika seorang pria mengatakan kepada gadis tunangannya, “Aku akan menikahimu
setelah lebaran tahun ini” Tindak lokusinya adalah “Aku akan menikahimu setelah
lebaran tahun ini”; tindak ilokusinya adalah sebuah janji; dan tindak
perlokusinya meyakinkan gadis tunangannya dengan adanya janji yang
terkandung dalam tuturan tersebut.
D. Maksim Kerjasama
Prinsip kerjasama merupakan salah satu prinsip percakapan dalam ilmu
pragmatik. Prinsip tersebut dapat menjadi pedoman bagi kita semua dalam
berkomunikasi sehingga pesan dapat tersampaikan dengan jelas, padat, dan tepat
sasaran. Di dalam prinsip kerja sama, terdapat empat maksim yang perlu dipahami.
a. Maksim Kuantitas
Dalam maksim kuantitas, penutur diharapkan bisa menyampaikan informasi
secukupnya, tidak kurang dan tidak lebih. Perhatikan contoh berikut.

Bapak saya punya mobil baru.


Bapak saya yang laki-laki punya mobil baru.
Di Indonesia, pada umumnya kita merujuk bapak kepada seorang laki-laki, bukan
perempuan. Oleh karena itu, frasa yang laki-laki dianggap tidak perlu karena
melanggar maksim kuantitas.

b. Maksim Kualitas
Titik berat maksim kualitas berada pada akurasi informasi. Apabila saya mengatakan
bahwa ibu kota Indonesia saat ini adalah Surabaya, berarti saya sedang melanggar
maksim kualitas. Untuk menghindari pelanggaran maksim kualitas, ungkapan setahu
saya, kalau tidak salah, sepertinya, dan sebagainya dapat digunakan untuk
menunjukkan kekurangtahuan kita.

c. Maksim Relevansi
Jawaban Dandi pada contoh sebelumnya melanggar maksim relevansi. Jawaban
Dandi tidak sesuai dengan pertanyaan Dinda. Untuk memenuhi maksim relevansi,
Dandi sebaiknya memberi jawaban, seperti “Dari rumah” atau “Dari kantor”.

d. Maksim Cara
Di sini, penutur diminta untuk memberikan pernyataan dengan lugas, tidak ambigu,
dan tidak berlebihan. Contohnya:

Dinda: Lo dari mana?

Dandi: Sebetulnya gue tuh kena macet di Menteng. Mana lampu merahnya lama
banget lagi. Terus gue tadi sempet neduh dulu karena hujan dan gue nggak bawa jas
hujan. Maaf banget gue jadi telat gini. Padahal deket banget ya.

Dinda: Jadi lo tuh dari mana, sih?

Jawaban Dandi yang berbelit-belit itu adalah contoh pelanggaran maksim cara. Coba
lihat, Dinda sampai bertanya dua kali.

Dengan memperhatikan maksim, proses komunikasi dapat berlangsung secara


efektif. Namun, saya mesti mengingatkan, selain memegang prinsip kerja sama, kita
juga perlu memperhatikan konteks dengan saksama. Misal, jika kembali ke contoh
awal, bisa saja pertanyaan Dinda merupakan bentuk protes sebab Dandi terlambat
untuk datang. Kita tidak tahu raut muka dan nada bicara Dinda. Kita juga tidak tahu
jika keduanya memang sudah memiliki janji untuk bertemu dan Dandi terlambat
datang.

Apabila benar demikian adanya, pertanyaan Dinda sebetulnya berbunyi, “Lo


dari mana? Kok, telat?”. Maka, jawaban Dandi, kena macet, akan terasa masuk akal.
BAB III
KESIMPULAN

Pragmatik mempelajari makna satuan bahasa secara eksternal. Pragmatik


merupakan suatu telaah umum mengenai bagaimana caranya konteks mempengaruhi peserta
tutur dalam menafsirkan kalimat atau menelaah makna dalam kaitannya dengan situasi
ujaran. Dengan memahami kaidah-kaidah pragmatik baik bagi pembicara atau penutur,
pendengar atau mitra tutur diharpkan dapat menggunakan bahasa dalam percakapan sehari-
hari. Dengan harapan, kalimat-kalimat yang digunakan lebih efektif dengan kata lain dapat
lebih mengenai sasaran yang diinginkan. Disamping itu, jika Anda seorang pendengar Anda
dapat lebih responsif menanggapi pembicaraan orang lain. Anda dapat memberikan arah
pembicaraan orang tesebut lebih tepat. Dengan demikian komunikasi Anda dengan orang lain
dapat berlangsung dengan wajar dan lancar.

Pemahaman terhadap tindak tutur dalam pembicaraan implikatur juga sangat bergantung pada
situasi dan kondisi saat tutur tersebut berlangsung. Kalau suatu ucapan mempunyai makna
dibalik sesuatu yang dikatakan, maka ucapan tersebut mempunyai implikatur.

Adapun dengan jenis-jenis Konteks dibagi menjadi dua , yakni konteks linguistik dan
nonlinguistik. Konteks linguistikadalah referensi yang diperoleh dari teks atau tuturan yang
sudah dituturkan sebelumnya. Sebagai contoh adalah tuturan “Apa yang Kamu
katakanitutelah membuat Ibumu kecewa”.Referensikataitudiperoleh dari tuturan yang
sudah dituturkan mitra tutur sebelumnya.Jenis konteks nonlinguistik menyangkut referensi
yang lebih luas karena referensinya bisa apa pun di luar bahasa yang melatari terjadinya
teks.

Maksim Kerjasama ialah Prinsip kerjasama yang merupakan salah satu prinsip percakapan
dalam ilmu pragmatik. Prinsip tersebut dapat menjadi pedoman bagi kita semua dalam
berkomunikasi sehingga pesan dapat tersampaikan dengan jelas, padat, dan tepat sasaran. Di
dalam prinsip kerja sama, terdapat empat maksim yang perlu dipahami.

A. Maksim Kuantitas
Dalam maksim kuantitas, penutur diharapkan bisa menyampaikan informasi
secukupnya, tidak kurang dan tidak lebih.
B. Maksim Kualitas
Titik berat maksim kualitas berada pada akurasi informasi. Apabila saya mengatakan
bahwa ibu kota Indonesia saat ini adalah Surabaya, berarti saya sedang melanggar
maksim kualitas. Untuk menghindari pelanggaran maksim kualitas, ungkapan setahu
saya, kalau tidak salah, sepertinya, dan sebagainya dapat digunakan untuk
menunjukkan ketidak tahuan kita.

C. Maksim Relevansi
Jawaban Dandi pada contoh sebelumnya melanggar maksim relevansi. Jawaban
Dandi tidak sesuai dengan pertanyaan Dinda. Untuk memenuhi maksim relevansi,
Dandi sebaiknya memberi jawaban, seperti “Dari rumah” atau “Dari kantor”.

D. Maksim Cara
Di sini, penutur diminta untuk memberikan pernyataan dengan lugas, tidak ambigu,
dan tidak berlebihan.
DAFTAR PUSTAKA

Habermas, J. (1998). On the Pragmatics of Communication. Cambridge: The MIT Press


Huang, Y. (2007). Pragmatics. Oxford -New York: Oxford University Press.Leech, G. N.
(1983). Principles of Pragmatics. London and New York: Longman.Levinson, S.
(1983). Pragmatics. Cambridge: Cambridge University Press
Kushartanti, dkk. (Ed). 2005. Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta:
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Saifudin,A. (2010). Analisis Pragmatik Variasi Kesantunan Tindak Tutur Terima Kasih
Bahasa Jepang dalam Film Beautiful Life Karya Kitagawa Eriko. LITE, 6(2), 172–
181.
Saifudin, A. (2018). Konteks dalam studi linguistik pragmatik. LITE, 1(1), 108–117.
Saifudin, A.,Aryanto, B., & Budi, I. S. (2008). Analisis Fungsi Pragmatik Tindak Tutur
Pertanyaan dalam Percakapan Bahasa Jepang antara Wisatawan Jepang dan Pemandu
Wisata Indonesia di Candi Borobudur. LITE, 4(1), 8–15
Yule, George. 1996. Pragmatics. New York: Oxford University Press.

Anda mungkin juga menyukai