Anda di halaman 1dari 9

READING REPORT

TINDAK TUTUR ( TINDAKAN BERBICARA ). PRAGMATIK INDONESIA

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Individu Mata Kuliah Semantc

OLEH:

DINA AGUSTINA
NIM : 19305101007

Dosen Pengampu : Dr. Pratiwi Bahar, S,S., M. Hum.

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


TOMAKAKA TIWKRA

2022
PENDAHULUAN

Dalam studi sosiolinguistik yang sering dijelaskan, bahwa bahasa sebuah sistem,
artinya bahasa itu dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola tetap dan dapat
dikaidahkan. Di sisi lain bahasa juga bersifat dinamis, maksudnya, bahasa itu tidak
terlepas dari berbagai kemungkinan perubahan yang sewaktu-waktu dapat
terjadi. Perubahan itu dapat terjadi pada tataran apa saja: fonologis, morfologis,
sintaksis, semantik, dan leksikon. Bahasa juga merupakan alat interaksi sosial atau alat
komunikasi manusia. Dalam konteks yang terakhir ini, diakui bahwa manusia dapat juga
menggunakan alat lain untuk berkomunikasi, tetapi merupakan alat komunikasi yang
paling baik di antara alat-alat komunikasi lainnya. Apalagi bila dibandingkan dengan alat
komunikasi yang digunakan makhluk sosial lain, yakni hewan. Dalam setiap komunikasi
manusia saling menyampaikan informasi yang dapat berupa pikiran, gagasan, maksud,
perasaan, maupun emosi secara langsung. Maka, dalam setiap proses komunikasi ini
terjadilah apa yang disebut “peristiwa tutur” dan “tindak tutur” dalam satu “situasi tutur”. 

Menurut Muhammad Rohmadi, (2004 ) teori tindak tutur pertama kali dikemukakan oleh
Austin (1956 ), seorang guru besar di Universitas Harvard. Teori yang berwujud hasil
kuliah itu kemudian dibukukan oleh JOURrmson (1965 ) dengan judul How to do Things
with words?. Akan tetapi teori itu baru berkembang mantap setelah Searle (1969)
menerbitkan buku yang berjudul Speech Acts : An Essay in the Philosophy of language
menurut Searle dalam semua komunikasi linguistik terdapat tindak tutur. Ia berpendapat
bahwa komunikasi bukan bukan lambang, kata atau kalimat, tetapi akan lebih tepat
apabila disebut produk atau hasil dari lambang, kata atau kalimat yang berwujud
perilaku tindak tutur (fire performance of speech act). Teori tindak tutur pertama kali
oleh Austin (1962). Teori tersebut dikembangkan kembali oleh Searle pada tahun 1969.
Menurut Searle, dalam semua komunikasi kebahasaan terdapat tindak tutur. Ia
berpendapat bahwa komunikasi bukan hanya sekedar lambang, kata atau kalimat,
tetapi lebih merupakan hasil dari perilaku tindak tutur (Searle 1969 dalam Suwito
1983:33). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tindak tutur merupakan inti dari
komunikasi. Tindak tutur merupajkan suatu analisis yang bersifat pokok dalam kajian
pragmatik ( Levinson dalam Suyono 1990:5 ). 
PEMBAHASAN

A. Pengertian tindak tutur

Di dalam tindak linguistik pragmatis tutur tetap merupakan praduga dengan implikatur
khusus. ( Setiawan, 2005 : 16 ) Tindak tutur atau “ pertuturan “ / “ speech act , speech
event “ ( istilah krida laksana ) adalah pengujaran kalimat untuk menyatakan agar suatu
maksud dari pembicara dapat diketahui oleh pendengar ( Kridalaksana, 1984: 154 )
Speech act : suatu ujaran sebagai unit fungsional dalam komunikasi (Richards et al,
1989: 265). Di dalam mengatakan suatu kalimat, seseorang tidak semata-mata
mengatakan sesuatu dengan pengucapan kalimat itu. tindak tutur merupakan gejala
individu, bersifat psikologis dan keberlangsugannya ditentukan oleh kemampuan
bahasa penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Dalam tindak tutur lebih dilihat pada
makna atau tindakan tindakan dalam tuturannya.

Tindak tutur merupakan analisis pragmatik, yaitu cabang ilmu bahasa yang mengkaji
bahasa dari aspek penggunaan aktualnya. Leech (1983:5-6) menyatakan bahwa
pragmatik mempelajari maksud ujaran (yaitu untuk apa ujaran itu
dilakukan); menanyakan apa yang seseorang maksudkan dengan suatu tindak
tutur; dan dikaitkan dengan siapa berbicara kepada siapa, di mana, bilamana,
bagaimana. Tindak tutur merupakan entitas yang bersifat sentral di dalam pragmatik
dan juga merupakan dasar bagi analisis topik-topik lain di bidang ini seperti
praanggapan, perikutan, implikatur percakapan, prinsip kerja sama dan prinsip
kesantunan. 

Secara fungsi, banyak ahli membagi bahasa ke dalam bermacam klasifikasi, misalnya,
Halliday mendeskripsikan tujuh fungsi bahasa, yakni fungsi instrumental, regulasi,
representasional interaksional, personal, heuristik, dan imajinatif (dalam Brown,
1980:194-195). Apa yang membaginya atas empat fungsi, yakni informatif, dinamis,
emotif, dan estetis ( Rusyana, 1984:141-142 ), dan yang lebih rinci disampaikan oleh
Brown (1980:195) bukan dalam fungsi bahasa, melainkan dalam tindak
komunikasi. Brown menyajikan lima belas tindak komunikasi, yaitu menyapa, memuji,
menyela, meminta, menghindari, mengkritik, mengeluh, menuduh, menyetujui,
membujuk, melaporkan, memerintah, bertanya, bersimpati, dan meminta
maaf. Perbedaan pendapat tersebut bukan untuk dipertentangkan, melainkan untuk
menjadi khasanah dalam pemerian fungsi bahasa. 195) bukan dalam fungsi bahasa,
melainkan dalam tindak komunikasi. Brown menyajikan lima belas tindak komunikasi,
yaitu menyapa, memuji, menyela, meminta, menghindari, mengkritik, mengeluh,
menuduh, menyetujui, membujuk, melaporkan, memerintah, bertanya, bersimpati, dan
meminta maaf. Perbedaan pendapat tersebut bukan untuk dipertentangkan, melainkan
untuk menjadi khasanah dalam pemerian fungsi bahasa. 195) bukan dalam fungsi
bahasa, melainkan dalam tindak komunikasi. Brown menyajikan lima belas tindak
komunikasi, yaitu menyapa, memuji, menyela, meminta, menghindari, mengkritik,
mengeluh, menuduh, menyetujui, membujuk, melaporkan, memerintah, bertanya,
bersimpati, dan meminta maaf. Perbedaan pendapat tersebut bukan untuk
dipertentangkan, melainkan untuk menjadi khasanah dalam pemerian fungsi bahasa.

B. Teori tindak tutur


Beberapa ahli yang mengklasifikasikan tindak tutur antara lain Austin (1962), Searle
(1969), Fraser (1974) dan Wijana (1996). Teori-teori yang telah dikembangkan oleh
para ahli tersebut akan dijelaskan berikut ini :
1. Teori tindak tutur austin ( 1962 ). “ konstantif dan performatif “

Austin (1962) mengklasifikasikan tindak tutur yang bermodus deklaratif menjadi


dua, yaitu tindak tutur konstantif dan performatif. Tindak tutur konstantif adalah
tuturan yang menyatakan sesuatu yang dapat diuji kebenarannya dengan
menggunakan pengetahuan tentang dunia. Contoh : “ soeharto adalah presiden
kedua republik Indonesia “.Sedangkan tuturan performatif, menurut Austin
adalah tuturan yang pengutaraannya digunakan untuk melakukan sesuatu.
Contoh : “ mohon maaf atas segala kekurangan saya “
2. Teori Austin ( 1962 ) dan Searle ( 1969 ) “ lokusi, ilokusi dan perlokusi “
a. tindak tutur lokusi
tindak tutur lokusi adalah tindak tutur yang semata-mata tindak berbicara,
yaitu tindak mengucapkan sesuatu dengan kata dan kalimat sesuai dengan
makna kata itu (di dalam kamus) dan makna kalimat itu sesuai dengan kaidah
sintaksisnya.

 Wijana ( Dalam Setiawan, 2005 : 18-19 ) menyatakan bahwa tindak tindak


lokusi adalah tindak tutur untuk meyatakan sesuatu. Tindak tutur ini disebut
The Act of Saying Something. Konsep lokusi adalah konsep yang berkaitan
dengan proposisi kalimat. Kalimat atau tuturan dalam hal ini dilihat sebagai
suatu satuan yang terdiri atas dua unsur, yakni subjek atau topik dan predikat
atau komentar yang relatif paling mudah untuk diidentfikasikan karena
pengidentifikasiannya dapat dilakukan tanpa menyertakan konteks
tertuturnya tercakup dalam situasi tutur.
b. tindak tutur ilokusi
tindak tutur ilokusi merupakan tindak tutur yang mengandung maksud dan
daya tutur. Tindak tutur ilokusi tidak mudah diidentifikasi, karena tindak tindak
ilokusi berkaitan dengan siapa bertutur kepada siapa, kapan dan di mana
tindak tutur itu dilakukan dan sebagainya. Tindak ilokusi ini merupakan
bagian yang penting dalam memahami tindak tutur). Tindak ilokusi disebut
sebagai The Act of Doing Something.(Wijana 1996:19)

Leech (dalam Rustono 1999 : 38) menjelaskan bahwa untuk memudahkan


mengetahui beberapa verba yang terjadi pada tutur ilokusi, antara lain
melaporkan, mengumumkan, bertanya, menyarankan, mengusulkan,
mengakui, mengucapkan selamat, berjanji, dan sebagainya. Setiawan, 2005 :
22) memberikan definisi lebih dengan beberapa batasan mengenai tindak
lanjut ilokusi yaitu pernyataan pernyataan, tawaran, janji, pertanyaan,
permintaan maaf dan sebagainya. Ini erat kaitannya dengan bentuk-bentuk
kalimat yang mewujudkannya. Subyakto-Nababan (Dalam Setiawan, 2005 :
22) menambahkan bahwa tindak ilokusi adalah tindak bahasa yang
diidentifikasikan dengan kalimat pelaku yang eksplisif. Tindak ilokusi
merupakan tekanan atau kekuatan kehendak orang lain yang tidak
diungkapkan dengan kata-kata kerja : menyuruh, paksa, mendikte kepada
dan sebaginya. Contoh : ( 1 ) “ Nasi pecel pak ali itu enak “ ( 2 ) “ Jalan
disana licin “ ( 3 ) “ dirumah itu banyak setanya “

c. tindak tutur perlokusi


Tindak perlokusi disebut sebagai “The Act of Affecting Someone”. Tuturan
yang diucapkan oleh seseorang penutur sering kali memiliki efek atau daya
pengaruh (perlocutionary force) bagi yang mendengarkannya. Efek atau daya
pengaruh ini dapat terjadi karena ataupun tidak diungkapkan oleh
penuturannya. Efek yang dihasilkan dengan mengujarkan sesuatu itu oleh
Austin (1962 dalam Rustono 1999:38) sebut tindak perlokusi. Menurut Wijana
(dalam Setiawan, 2005 : 25) tindak perlokusi adalah tindak tutur yang
pengaturannya dimaksudkan untuk mempengaruhi lawan tutur. Subyakto-
Nababan (dalam Setiawan, 2005 : 25) memberian definisi mengenai tindak
perlokusi, yaitu tindak bahasa yang dilkakukan sebagai akibat atau efek dari
suatu ucapan orang lain. Rustono (1999: 38) menyatakan bahwa tindak tutur
perlokusi adalah tindak tutur yang pengujarannya akibat untuk mempengaruhi
mitra tutur. Sementara itu Tarigan (1987:35) mengatakan bahwa ujaran yang
diucapkan bukan hanya peristiwa yang terjadi dengan sendirinya, tetapi
merupakan ujaran yang diucapkan mengandung maksud dan tujuan tertentu
yang dirancang untuk menghasilkan efek, pengaruh atau akibat terhadap
lingkungan tutur atau penyimak. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
tindak tutur perlokusi berhubungan dengan sikap dan perilaku nonlinguistik
(Chaer 1995:70) 

Tindak tutur langsung


Secara umum tindak tutur langsung adalah tuturan yang digunakan sesuai dengan
penggunaan yang seharusnya, yaitu bahwa kalimat Tanya digunakan untuk
menanyakan sesuatu, kalimat berita digunakan untuk memberitahukan sesuatu dan
kalimat perintah digunakan untuk menyatakan perintah, ajakan, atau permohonan.

Tindak tutur tidak langsung


Tindak tutur tak langsung merupakan tindak tutur yang digunakan tidak sesuai dengan
penggunaan tuturan tersebut secara umum, yaitu apabila kalimat tanya digunakan
untuk menyuruh mitra tutur, kalimat berita digunakan untuk bertanya dan sebagainya
KESIMPULAN

Dari berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :


1. teori tindak tutur pertama kali dikemukakan oleh Austin ( 1956 ), seorang guru
besar di Universitas Harvard
2. tindak tutur ( speech act ) terikat oleh situasi tutur yang mencakup : penutur dan
mitra tutur, konteks tuturan, tujuan tuturan, tindak tutur sebagai tindakan atau
aktifitas dan tuturan sebagai hasil tindakan bertutur.
3. Hal yang dapat ditindakkan di dalam berbicara ( tuturan ) antara lain : permintaan
( request ), pemberian izin ( permissions ), tawaran ( offers ), Ajakan ( invitation ),
penerimaan akan tawaran ( acceptation of offers )
4. Tindak tutur atau “ pertuturan “ / “ speech act , speech event “ ( istilah krida
laksana ) adalah pengujaran kalimat untuk menyatakan agar suatu maksud dari
pembicara dapat diketahui oleh pendengar ( Kridalaksana, 1984: 154 )
5. Austin (1962) mengklasifikasikan tindak tutur yang bermodus deklaratif menjadi
dua, yaitu tindak tutur konstantif dan performatif.
6. Austin dan searle menyempurnakan teori tindak tutur menjadi tiga yaitu : lokusi,
ilokusi dan perlokusi
7. Searle ( 1975 ) mengembangkan tuturan berdasarkan kategorinya antara lain :
tindak tutur representatif (asertif), tindak tutur direktif, tindak tutur ekspresif,
tindak tutur komisif, deklaratif (isbati).
8. Wijana (1996:4) menjelaskan bahwa tindak tutur dapat dibedakan menjadi tindak
tutur langsung, tindak tutur tidak langsung, tindak tutur literal dan tindak tutur
tidak literal
9. Sebagian besar ahli tindak tutur mengatakan bahwa klasifikasi yang disampaikan
Austin terlalu abstrak dan belum memberikan taksonomi yang jelas, sedangkan
yang dianggap lebih konkrit adalah klasifikasi tindak tutur menurut searle
Sumber Pustaka

Chaer, Abdul dan Agustina, Leon


ie. (2010). Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.

Malmkjer, K. (2006). The Linguistics Encyclopedia. London: Routledge

Rahardi, Kunjana. (2005). Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta:


Erlangga

Sumarsono dan Paina Parta


na. (2004). Sosiolinguistik.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Wardhaugh, Ronald. (2006). An Intrduction To Sociolinguistics. Oxford: Blackwell


Publishing.

Diposkan oleh Diana Mayasari di 21.00

Anda mungkin juga menyukai