BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Waktu kita mendengarkan orang lain berbicara, kita rasanya
dengan begitu saja dapat memahami apa yang dia katakan. Kita
tidak menyadari bahwa ujaran yang diwujudkan dalam bentuk bunyi
– bunyi yang melewati udara itu sebenarnya merupakan hal yang
sangat komplek hal ini kita rasakan apabila kita mendengar orang
berbicara dengan bahasa asing. Kecuali bila bahasa asing kita telah
sangat baik, biasanya kita benar – benar menyimak tiap kata yang
dia keluarkan untuk dapat memahami. Bahkan yang sering terjadi
iyalah bahawa belum lagi kiata menangkap dan memahami suatau
deretan kata yang diucapkan, pembicara tadi telah berlanjut dengan
kata – kata yang lain sehingga akhirnya kita ketinggalan. Hasilnya
adalah bahwa kita tidak data memahami, atau tidak memahami
dengan baik, apa yang dia katakan.
Masalah yang diahadapi oleh pendengar adalah bahwa dia
harus dapat meramu bunyi – bunyi yang dia dengar dengan
sedemikian rupa sehingga bunyi – bunyi itu membentuk kata yang
tidak hanya bermakan tetapi juga cocok dalam kontek dimana kata
– kata itu dipakai. Bagi penutur asli, atau penutur yang sudah fasih
yang berbahasa tersebut, kasus seperti ini tidak terasakan dan
dating begitu saja secara naluri. Akan tetapi, bagi penutur asing
proses ini sanagat rumit. pengalaman menulis waktu mengajar
bahasa Indonesia di universitas hawai membuktikan hal ini. Pada
waktu itu para mahasiswa diminta untuk mendengarkan rekaman
suatu percakapan. Dalam percakapan itu ada kalimat yang berbunyi
nanti malam akan nada pesta. Jadi dalam makalah ini kami akan
membahas tentang bagaimana presepsi dan produksi ujar yang
akan dirangkum dan di kupas sedemikian rupa.
B. Rumusan Masalah
2
C. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Mendeskripsikan apa defenisi persepsi dan produksi ujar.
2. Mengetahui Bagaimanakah proses persepsi terhadap ujaran
berlangsung
3. Mengetahui faktor apa sajakah yang mempengaruhi persepsi
ujaran
4. Memenuhi tugas pada mata kuliah Psikolingusitik Lanjut yang
disampaikan oleh Drs. A. Murtadlo, M.Pd
D. Manfaat
Manfaat yang diharapkan dapat dicapai dari penelitian ini, adalah
sebagai berikut:
1. Manfaat praktis
Agar informasi yang didapat bermanfaat bagi siapapun yang
membaca makalah ini serta dapat menjadi referensi bagi
pembaca yang mempelajari psikolinguistik atau yang
membutuhkan.
2. Manfaat teoristes
a. Bagi mahasiswa
Makalah ini diharapkan dapat memberikan data informasi
terhadap mata kuliah psikolinguistik dan agar mahasiswa lebih
memahami tentang persepsi dan produksi ujaran.
b. Bagi lembaga
Makalah ini diharapkan untuk Memberikan sumbangan pikiran
dalam usaha pengkajian yang menggambarkan sejumlah persepsi
dan produksi ujaran.
3
c. Bagi dosen
Makalah ini diharapkan mampu memenuhi kriteria yang
diinginkan dosen agar dosen dapat mengetahui seberapa dalam
pengetahuan dan ilmu yang telah di ajarkannya kepada
mahasiswa khususnya dalam mata kuliah psikolinguistik.
BAB II
PEMBAHASAN
bukan angka, dan buka nangka adalah jeda (juncture) yang terdapat
antara satu kata dengan kata lainnya.
model ini ada bentuk prototipe, yakni, bentuk yang memiliki semua
nilai ideal yang ada pada suatu kata, termasuk fitur-fitur
distingtifnya. Informasi dari semua fitur yang masuk dievaluasi,
diintegrasi, dan kemudian dicocokkan dengan deskripsi dari
prototipe yang ada pada memori kita. Setelah dicocokkan lalu
diambil kesimpulan apakah masukan tadi cocok dengan yang
terdapat pada prototipe.
Sebagai misal, bila kita mendengar suku yang berbunyi /ba/ maka
kita mengaitkannya dengan suku kata ideal untuk suku ini, yakni,
semua fitur yang ada pada konsonan /b/ maupun pada vokal /a/.
Evaluasi fitur menilai derajat kesamaan masing-masing fitur dari
suku yang kita dengar dengan masing-masing fitur dari prototipe
kita. Evaluasi ini lalu diintegrasikan dan kemudian diambil
kesimpulan bahwa suku kata /ba/ yang kita dengar itu sama (atau
tidak sama) dengan suku kata dari prototipe kita.
Model ini dinamakan fuzzy (kabur) karena bunyi, sukukata, atau
kata yang kita dengar tidak mungkin persis 100% sama dengan
prototipe kita. Orang yang sedang mengunyah sesuatu sambil
mengatakan /ba(rah)/ pasti tidak akan menghasilkan /ba/ yang
sama yang diucapkan oleh orang yang tidak sedang mengunyah
apa-apa. Begitu pula orang yang sedang kena flu pasti akan
menambahkan bunyi sengau pada suku ini; akan tetapi, suku kata
/ba/ yang dengan bunyi sengau ini akan tetap saja kita anggap
sama denga prototipe kita.[12]
d. Model Cohort
Model untuk mengenal kata ini terdiri dari dua tahap:
Pahala
Pujaan
Prianti
Prihatin Priyayi pryayi priyayi
Prakata prakata
Prihatin prihatin prihatin prihatin
Dst
e. Model Trace
Model ini mula-mulanya adalah model untuk mempersepsi
huruf tetapi kemudian dikembangkan untuk mempersepsi bunyi.
Model TRACE berdasarkan pada pandangan yang koneksionis dan
mengikuti proses top-down. Artinya konteks leksikal dapat
membantu secara langsung pemrosesan secara perseptual dan
secara akustik. Begitu pula informasi di tataran kata dapat juga
mempengaruhi pemprosesan pada tataran di bawahnya.
11
Proses ini terdiri dari tiga tahap: tahap fitur, tahap fonem, dan tahap
kata. Pada masing-masing tahap ada node-node yang mewakili fitur
distingtif, fonem, dan kata. Masing-masing node mempunyai tingkat
yang dinamakan resting, threshold, dan activation. Bila kita
mendengar suatu bunyi,maka bunyi ini akan mengaktifkan fitur-fitur
distingtif tertentu dan ‘’mengistirahtkan’’ fitur-fitur distingtif lain
yang tidak relevan. Jadi, seandainya kita mendengar bunyi /ba/,
maka bunyi /b/ akan mengaktifkan fitur-fitur distingtif
[+konsonantal], [+anterior], [+vois] dan beberapa fitur yang lain,
tetapi fitur-fitur seperti [+vokalik], [+nasal], dan [+koronal] akan
‘’diistirahatkan.’’ Dengan kata lain, fitur-fitur yang relevan itu tadi
muncul pada tingkat threshold.
Node-node ini saling berkaitan sehingga munculnya fitur-fitur
tertentu pada tingkat threshold bisa pula memunculkan node-node
yang lain. Karena perbedaan antara /b/ dan /p/ hanyalah pada soal
vois maka waktu /b/ muncul, /p/ bisa pula ikut muncul untuk
dikontraskan – meskipun kemudian disingkirkan. Begitu pula ada
jaringan interkoneksi antara satu tingkat dengan tingkat yang lain.
Munculnya /k/ dan /o/ utuk kata Inggris coat bisa memunculkan kata
code, boat, dan road pada tataran kata.
Melalui proses eliminasi pada masing-masing tahap akhirnya
ditemukan kata yang memang kita dengar
bunyi /u/ ( seperti pada kata pukat). Pada rentetan yang pertama,
bunyi /p/ ini akan terpengaruh oleh bunyi /i/ sehngga ucapan
untuk /p/ sedikit banyak sudah diwarnai oleh bunyi /i/, yakni, kedua
bibir sudah mulai melebar pada saat bunyi /p/ diucapkan.
Sebaliknya, bunyi /p/ pada /pu/ diucapkan dengan kedua bibir
bundarkan, bukan dilebarkan seperti pada /pi/.
Namun demikian, sebagai pendengar kita tetap saja dapat
menentukan bahwa kedua bunyi /p/ yang secara fonetik berbeda
merupakan satu bunyi yang secara fonemik sama. Karena itulah
maka betapa pun berbedanya lafal suatu bunyi, pendengar akan
tetap menganggapnya sama apabila perbedaan itu merupakan
akibat dari adanya bunyi lain yang mempengaruhinya. Dengan kata
lain, alofon-alofon suatu bunyi akan tetap dianggap sebagai satu
fonem yang sama.
Persepsi terhadap suatu bunyi dalam deretan bunyi bisa pula
dipengaruhi oleh kecepatan ujaran. Suatu bunyi yang diucapkan
dengan bunyi-bunyi yang lain secara cepat akan sedikit banyak
berubah lafalnya. Akan tetapi, sebagai pendengar kita tetap saja
dapat memilah-milihnya dan akhirnya menentukannya.
Pengetahuan kita sebagai penutur bahasa membantu kita dalam
proses persepsi.
Faktor lain yang membantu kita dalam mempersepsi suatu ujaran
adalah pengetahuan kita tentang sintaksis maupun semantik
bahasa kita. Suatu bunyi yang terucap dengan tidak jelas dapat
diterka dari wujud kalimat di mana bunyi itu terdapat. Bila dalam
mengucapkan kalimat Dia sedang sakit kita terbatuk persis pada
saat kita akan mengucapkan kata sakit, sehingga kata ini
kedengaran seperti /keakit/, pendengar kita akan dapat menerka
bahwa kata yang terbatukkan itu adalah sakit dari konteks di mana
kata itu dipakai atau dari perkiraan makna yang dimaksud oleh
pembicara.
Dari gambaran ini dapatlah dikatakan bahwa pengaruh
konteks dalam persepsi ujaran sangatlah besar. Dari sintaksisnya
13
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Persepsi ujaran ternyata tidaklah sesederhana yang kita
pikirkan, di dalamnya terdapat proses atau tahapan bagaimana
suatu persepsi terhadap suatu ujaran itu terjadi. Melalui tahapan-
tahapan tersebut kita sebagai pendengar dapat menafsirkan bunyi
yang diujarkan oleh penutur dan memahaminya secara tepat dan
sesuai dengan maksud si penutur.
Persepsi ujaran juga mempunyai beberapa model dimana pada
masing-masing model terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi
14
DAFTAR PUSTAKA