Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

KEUNIKAN GAYA BAHASA DAN KOMUNIKASI PUBLIK FIGUR


DALAM BAHASA INDONESIA
Disususn guna memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia Semester 1

Disusun Oleh :

1. Ahmat Sukroni B.231.17.0160


2. Muhammad Arief B.231.17.0211

S1 AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEMARANG
2017
Bab 1
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang

Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri dan juga
membutuhkan komunikasi. Komunikasi merupakan salah satu kebutuhan
terpenting manusia selain sandang,pangan, dan papan. Manusia berkomunikasi
satu sama lainnya dengan gaya berbicara berbeda-beda sesuai kelompok
sosial/lingkungan masing-masing. Dengan berbicara, maksud dan tujuan serta
buah pikiran kita dapat dengan cepat tersampaikan. Banyak orang berpendapat
bahwa berbicara itu mudah. Namun, tanpa disadari, terkadang mereka melupakan
tata cara serta unsur-unsur berbicara yang benar. Dan bahkan, penting diketahui
bahwa berbicara bisa dikatakan problema publik yang sering terjadi.Seperti
halnya,orang-orang yang ketakutan atau grogi saat akan mendeklarasikan atau
menyampaikan sesuatu di depan publik. Untuk itu,saran dan solusi yang baik dan
benar sangat berguna untuk menyelesaikan problema ini.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja gaya bicara seorang Presiden-Presiden Indonesia?
2. Apa saja keunikan gaya bicara di Indonesia ?
3. Mengapa Syahrini gaya bicaranya unik ?
1.3 Tujuan Pembahasan
1. Guna mengetahui gaya bicara Presiden-Presiden Indonesia
2. Guna mengetahui keunikan gaya bicara di daerah Indonesia
3. Guna mengetahui keunikan gaya bicara publik figur “Syahrini”
1.4 Manfaat Pembahasan
1. Agar bisa memahami dan menerapkan ketika pidato
2. Mengetahui gaya bicara yang unik didaerah-daerah Indonesia
3. Mengetahui gaya bicara seorang publik figur yang unik
BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Gaya Bicara dan Komunikasi


Gaya berbicara adalah cara berbicara yang dapat menimbulkan daya tarik
para penggemar. Gaya bicara dapat digolongkan menjadi:
-Gaya berbicara dengan menghubungkan suara dengan kata-kata, atau
gaya bahasa.
-Gaya bahasa Aksidenton, yaitu pembicara berusaha agar penerima
pesan memperhatikan seluruh kalimat yang diucapkan, bukan pada
bagian-bagian dari kalimat.
-Gaya bahasa polisidenton, yaitu pembicara berusaha agar penerima
pesan mengarahkan perhatiaannya terarah pada kalimat demi kalimat.
-Gaya bahasa klimaks, yaitu pembicara berusaha agar pendengar tertarik
akan pembicaranya dan memperoleh perbandingan yang mendalam.
-Gaya bahasa anti klimaks, yaitu pembicara berusaha agar pendengar
tertarik akan pembicaraannya pada akhir pembicaraannya.
-Gaya bahasa hiperbola, yaitu pembicara berusaha menarik perhatian
pendengar dengan menggunakan bahasa yang "menyangkatkan".
Misalnya: Pak Karto bekerja keras membanting tulang untuk
menghidupi keluarganya. Zhi-zhi belajar dengan memeras otak agar
dapat naik kelas, Pak Bonar bekerja keras memeras keringat untuk
membiayai sekolah anaknya yang semata wayang.
-Gaya berbicara dengan gerak air muka (mimik). Pada gaya ini,
pembicara tidak mengeluarkan kata-kata, tidak juga diam, akan tetapi
dengan gerak air muka, (dengan mengedipkan mata kanan/kiri yang
mungkin berarti supaya orang lain diam saja, memelototkan mata
kepada anaknya yang berarti melarang melakukan sesuatu)
-Gaya berbicara dengan gerak anggota badan (panto mimik). Pada jenis
gaya bicara ini, pembicara tidak mengeluarkan kata-kata, akan tetapi
membuat gerakan-gerakan pada bagian tubuhnya (membuat kode
dengan jari/dan tangan yang berarti istirahat, mengangkat bahu yang
berarti tidak tahu, menggelengkan kepala yang berarti tidak mau).
Gaya berbicara dengan gerak-gerik (panto mimik dan mimik).
Pembicara menyampaikan pesannya dengan gerak muka berbarengan
dengan gerak anggota badan. Gerak gerik bukan hasil kebudayaan
semata-mata, akan tetapi tubuh sendiri sebagai alat komunikasi.

Dilihat dari berbagai segi, berbicara mempunyai banyak pengertian yaitu


• Berbicara adalah : Kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi
atau kata-kata untuk mengekpresikan, menyatakan serta menyampaikan
pikiran, gagasan, dan perasaan.
• Berbicara adalah : Suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-
gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-
kebutuhan sang pendengar atau penyimak.
• Berbicara adalah : Proses individu berkomunikasi dengan lingkungan
masyarakat untuk menyatakan din sebagai anggota masyarakat.
• Berbicara adalah : Ekspresi kreatif yang dapat memanifestasikan
kepribadiannya yang tidak sekedar alat mengkomunikasikan ide belaka,
tetapi juga alat utama untuk menciptakan dan memformulasikan ide baru.
• Berbicara ada!ah : Tingkah laku yang dipelajari di Iingkungan
keluarga, tetangga, dan lingkungan lainnya disekitar tempatnya hidup
sebelum masuk sekolah.

2.2 Faktor Kebahasaan


Faktor-faktor yang menyangkut masalah bahasa yang seharusnya
dipenuhipada waktu seseorang berbicara.
A. Ketepatan Ucapan
Seorang pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi
bahasa secara tepat. Pengucapan bunyi yang kurang tepat atau cacat akan
menimbulkan kebosanan, kurang menyenangkan, atau kurang
menarik.pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang dianggap cacat bisa
mengalihkan perhatian pendengar.
B. Penempatan Tekanan, Nada, dan Durasi yang Sesuai
Kesesuaian tekanan, nada dan durasi merupakan daya tarik tersendiri
dalam berbicara. Bahkan kadang-kadang merupakan factor penentu.
Walaupun masalah yang dibicarakan kurang menarik, apabila disampaikan
dengan penempatan tekanan, dan durasi yang sesuai akan menyebabkan
masalah menjadi menarik. Sebaliknya jika penyampaiannya datar saja,
hamper dapat dipastikan akan menimbulkan kejemuan, dan keefektifan
berbicara menjadi berkurang.
C. Diksi atau Pilihan Kata
Pilihan kata hendaknya tepat, jelas, dan bervariasi. Jelas maksudnya
mudah dimengerti oleh pendengar.
D. Ketepatan Sasaran Pembicaraan
Hal ini menyangkut pemakaian kalimat. Pembicara yang menggunakan
kalimat yang efektif akan memudahkan pendengar memahami isi
pembicaraan. Susunan penuturan kalimat ini sangat besar pengaruhnya
terhadap keefektifan penyampaian. Seorang pembicara harus mampu
menyusun kalimat efektif, sehingga mampu menimbulkan pengaruh,
menimbulkan kesan, atau menimbulkan akibat. Dalam peristiwa
komunikasi, kalimat tidak hanya berfungsi sebagai penyampaian dan
penerimaan informasi belaka, tetapi mencakup semua aspekekspresi
kejiwaan manusia.

2.3 Faktor-Faktor Non Kebahasaan


A. Sikap yang Wajar, Tenang, dan Tidak Kaku
Pembicara yang tidak tenang, lesu, dan kaku tentulah akan memberikan
kesan pertama yang kurang menarik. Padahal kesan pertama ini sangat
penting untuk menjamin adanya kesinambungan perhatian pihak
pendengar. Dari sikap yang wajar saja sebenarnya pembicara sudah dapat
menunjukkan otoritas dan integritas dirinya. Tentu saja sikap ini
ditentukan oleh situasi, tempat, dan penguasaan materi.
B. Pandangan
Pandangan harus diarahkan kepada lawan bicara. Sebab pandangan mata
seseorang itu dapat mempengaruhi perhatian lawan bicara. Pendapat ini
sejalan dengan Ehrlich, ia menjelaskan bahwa pandangan kontak mata
memungkinkan seseorang untuk berkomunikasi secara efektif.
C. Kesediaan Menghargai Pendapat Orang Lain
Dalam menyampaikan isi pembicaraan, seorang pembicara hendaknya
mempunyai sikap terbuka dalam arti dapat menerima pendapat pihak lain,
bersedia menerima kritik, bersedia mengubah pendapatnya kalau ternyata
memang keliru.
D. Gerak-gerik dan Mimik yang Tepat
Gerak-gerik dan mimik yang tepat dapat pula menunjang keefektifan
berbicara. Hal-hal penting lain selain mendapat tekanan, biasanya juga
dibantu dengan gerak tangan atau mimik.
E. Kenyaringan Suara
Tingkat kenyaringan suara disesuaikan dengan situasi, tempat, jumlah
pendengar, dan akustik. Kenyaringan suara ketika berbicara harus diatur
supaya dapat didengar oleh semua pendengar dengan jelas, dengan juga
mengingat gangguan dari luar.
F. Kelancaran
Seorang pembicara yang lancar berbicara akan memudahkan pendengar
menangkap isi pembicaraannya. Berbicara dengan terputus-putus, atau
bahkan antara bagian-bagian yang terputus-putus itu diselipkan bunyi-
bunyi tertentu seperti e…, anu…, a…, dan sebagainya dapat mengganggu
penangkapan pendengar. Sebaliknya pembicara yang terlalu cepat
berbicara juga akan menyulitkan pendengar menangkap pokok
pembicaraan.
G. Relevansi atau Penalaran
Gagasan demi gagasan haruslah berhubungan dengan logis. Proses
berpikir untuk sampai pada suatu simpulan haruslah berhubungan dengan
logis. Hal ini berarti bagian-bagian dalam kalimat, hubungan kalimat
dengan kalimat harus logis dan berhubungan dengan pokok pembicaraan.
H. Penguasaan Topik Pembicaraan
Pembicaraan formal selalu menuntut persiapan. Tujuannya tidak lain
adalah supaya topik yang dipilih betul-betul dikuasai. Penguasaan topik
yang baik akan menumbuhkan keberanian dan kelancaran.

2.4 Tujuan Berbicara


Secara umum, tujuan berbicara dapat terbagi atas 5 yaitu:
1) Berbicara untuk Menghibur
Menghibur adalah membuat orang senang dan bergembira. Dalam hal
ini seorang pembicara menarik perhatian pendengar dengan cara yang
menyenangkan, misalnya
humor, spontanitas, kisah-kisah jenaka, dan sebagainya.
2) Berbicara untuk Menginformasikan
Berbicara untuk tujuan menginformasikan dilaksanakan kalau
seseorang berkeinginan untuk :
- Menerangkan atau menjelaskan sesuatu proses
- Memberi atau menanamkan pengetahuan
- Menguraikan, menafsirkan, atau mengiterpretasikan sesuatu hal
- Menjelaskan kaitan, hubungan, relasi antara benda, hal, atau peristiwa.
3) Berbicara untuk Menstimulasi
Menstimulasi merupakan kegiatan (berbicara) yang kompleks. Ketika
menstimulasi pendengar pembicara harus pintar merayu atau
mempengaruhi pendengarnya. Hal ini dapat tercapai jika pembicara benar-
benar mengetahri minat, kebutuhan, dan cita-cita pendengarnya.
4) Berbicara untuk Meyakinkan
Meyakinkan merupakan upaya seseorang agar orang lain bersikap
tertentu. Melalui pembicaraan yang meyakinkan, sikap pendengar dapat
diubah misalnya dari sikap menolak menjadi sikap menerima. Melalui
pembicara yang terampil dan disertai dengan bukti, fakta, contoh, dan
ilustrasi yang mengena, sikap itu dapat diubah dari menolak menjadi
menerima.
5). Berbicara untuk Menggerakkan
Pernahkah Saudara hadir dalam suatu kampanye? Pembicara dalam
kampanye adalah seseorang yang pandai menggerakkan massa. Dalam
berbicara untuk menggerakkan diperlukan pembicara yang pandai berorasi
dan berkharisma. Melalui kepintarannya berbicara, kelihaiannya
membakar emosi, kecakapan memanfaatkan situasi, ditambah
penguasaannya terhadap ilmu – jiwa massa, pembicara dapat
menggerakkan pendengarnya.

2.5 Masalah-Masalah Dalam Berbicara dan Penanggulangannya


Beberapa masalah umum yang terjadi dalam aspek berbicara:
A. Sulit berbicara/menyampaikan sesuatu di muka umum
Penyebab : 1.takut gagal 5.terlalu perpeksionis
2. kurangnya rasa percaya diri 6.kurang persiapan
3.takut dinilai/dihakimi 7.stress
4.phobia terhadap banyak orang 8.traumatis,takut
Cara penanggulangan :
-Latihan berbicara : Jika Anda memiliki masalah berbicara di depan
umum. Maka anda bisa latihan berbicara dengan teman atau anggota
keluarga anda.
-Ambil inisiatif : Dengan ambil inisiatif dalam memulai pembicaraan,
misalnya membahas hal utama dalam topik pembicaraan. Tujukan aspek
positif yang dapat Anda soroti ketika Anda berbicara di depan umum.
-Tidak argumentatif : Berbicara di depan umum merupakan peristiwa
pendek dan terikat waktu. Anda harus sangat tepat tentang poin yang ingin
Anda sampaikan. Berikan pandangan yang jelas dan tidak argumentatif
karena terkesan negatif.
-Bahasa tubuh yang positif dan ekspresi : Setiap emosi atau bahasa tubuh
yang negatif bisa membuat kesan buruk tentang Anda. Bahkan, jika Anda
merasa gugup atau stres, cobalah untuk tidak menunjukkannya dan
menutupinya dengan kepercayaan diri Anda.
B. Penggunaan bahasa prokem indonesia dalam aspek kehidupan sehari-
hari
Dampak : 1. Lunturnya rasa nasionalisme dan sikap bangga pada
bahasa dan budaya.
2. Terlupakannya bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan
3. Sulit mengutarakan bahasa Indonesia dengan benar
4. Bahasa Indonesia dianggap rendah
5.Hilangnya/lunturnya bahasa Indonesia
Cara penanggulangan :
1.Biasakan untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar
2.Menyadari pentingnya penggunaan bahasa Indonesia demi menjaga
kelestarian budaya Indonesia
3.Menanamkan semangat persatuan dan kesatuan dalam diri kita
4.Pemerintah harus menekankan penggunaan bahasa Indonesia dalam
film produksi negeri
5.Meningkatkan pembelajaran bahasa Indonesia dalam pendidikan

(diambil dari : http://haigashai.blogspot.co.id/2015/11/makalah-berbicara.html)


BAB 3
ISI

3.1 KEUNIKAN GAYA BICARA PRESIDEN-PRESIDEN INDONESIA

3.1.1 Presiden Soekarno


Soekarno dari data sejarah yang kami peroleh adalah sosok orator ulung
pada jamannya. Pribadi yang haus ilmu, beberapa disiplin ilmu yang sangat
digemari Proklamator kemerdekaan Indonesia ini antara lain politik, sejarah ,
agama dan seni.Sebagai Presiden pertama Indonesia, Soekarno dikenal karena
pidato-pidatonya yang meledak-ledak, penuh semangat dan mampu membakar
semangat kebangsaan pemuda Indonesia, misalnya pada saat rapat besar
dilapangan IKADA tahun 1945.Seokarno juga dikenal sebagai sosok yang
konsisten, terbuka dan sangat gamblang, pola komuikasinya tergolong konteks
rendah dan tegas. Ia kerap berbicara apa adanya dengan bahasa yang terang-
benderang. Kalau marah ia marah, kadang meledak-ledak. Ia temperamental,
namun memiliki sense of humor yang tinggi. Siapa saja mampu memahami dan
mudah menangkap makna setiap kata dan kalimat yang diutarakan Soekarno.

3.1.2 Presiden Soeharto


Presiden kedua Indonesia ini mempunyai citra yang berbeda dengan
Soekarno. Gaya Soeharto lebih kalem dan terkesan merakyat, dengan senyum
khas orang Jawa Tengah, maka Soeharto dikenal dengan julukan the smiling
general. Gaya komunikasi presiden Soeharto sangat kental dengan kultur jawa :
banyak kepura-puraan (impression management), tidak to the point dan sangat
santun. Komunikasi Soeharto penuh simbol, tertib, satu arah, singkat dan tidak
bertele-tele. Bicara sedikit tapi tiap katanya berbobot dan penuh non-verbal
communication. Orangnya tertutup, konsistensi cukup tinggi dan konteks
komunikasi pada umumnya konteks tinggi atau high contect. Maka wajar jika
hanya orang-orang yang sudah lama berinteraksi dengannya yang dapat
memahami pola komunikasinya.
3.1.3 Presiden B.J Habibie
Habibie adalah wakil presiden keenam dalam pemerintahan Soeharto,
ketika tahun 1998 Soeharto mengundurkan diri habibie naik menjadi Presiden
menggantikannya. Habibie satu-satunya Presiden Indonesia yang bukan orang
jawa, walaupun ibunya adalah orang Jogyakarta. Habibie itu mencerminkan gaya
komunikasi yang penuh spontanitas, meletup-letup, cepat bereaksi, tanpa
memikirkan resiko yang ditimbulkan. Salah satu kelemahan Habibie adalah selalu
merasa paling benar. Ia memiliki sifat superiority complex. Dia tidak mau kalah
dalam berdebat, all out, selalu harus menang, khusus ketika terlibat dalam
perdebatan. Sifat superiority complex-nya sangat tinggi barangkali disebabkan
oleh kecerdasannya.

3.1.4 Presiden Abdurrahman Wahid


Pola komunikasi politik Gus Dur sangat terbuka, demokratis tapi juga
otoriter dan keras kepala. Sangat implusif, bisa tertawa terbahak-bahak karena
rasa humornya sangat tinggi, namun bisa menggebrak meja sekerasnya di depan
komunikannya. Gus Dur suka menggertak lawan. Bicara blong, seolah tidak ada
filter sama sekali. Konsistensi amat rendah, apa yang dikatakan pagi hari, sorenya
bisa dibantah sendiri. Nyaris tidak pernah menyinggung visi-misi dalam pidato-
pidatonya. Konteks komunikasinya low context. Gus Dur orang yang sangat
kontraversial, sesuatu yang serius, bagi Gus Dur tiba-tiba jadi tidak serius. Gus
dur memang suka bercanda dalam berkomunikasi, kalau kita bertemu Gus Dur 1
(satu) jam, bicara seriusnya cuma 15 sampai 20 menit, selebihnya guyonan. Gus
Dur memiliki karakter intilektual kuat, tapi mudah dipengaruhi oleh
pembantunya, maka di era Gus Dur populer istilah pembisik, informasi yang
diterimanya tidak diolah dulu, lalu cepat-cepat dilansir ke publik. Celakanya,
sering juga informasi yang sudah dilansir ke publik ternyata salah dan Gus Dur
dengan santai berkilah: ” gitu aja dipikirin !”. Maka yang muncul adalah
kontroversi. Padahal dia seorang kepala negara, yang ucapannya selalu dijadikan
acuan bagi pembuatan kebijakan berbagai elemen masyarakat.
3.1.5 Presiden Megawati Soekarnoputri
Membicarakan Megawati merupakan suatu hal yang sangat menarik,
bukan hanya karena Mega adalah putri sang proklamator Bung karno, tapi juga
karena Megawati adalah presiden perempuan pertama di Indonesia. Megawati
adalah seorang ibu rumah tangga yang menjadi simbol perlawanan terhadap
kekuasaan otoriter di negaranya masing-masing. Gaya politik Mega lebih santun,
lembut dan low profile serta lebih banyak pasif. Setelah menjadi Presiden sikap
megawati ternyata tidak banyak berubah, tetap pasif dan pelit bicara. Orang yang
mempunyai sifat pendiam bisa bersikap ramah, paling tidak senyum,
mengangguk, atau ramah kalau ketemu orang lain.
Ibu Megawati tidak bisa berkomunikasi secara efektif, lebih suka diam
atau menebar senyum daripada bicara. Senyum yang hanya dia sendiri yang
mengetahui apa artinya. Pidatonya terasa hambar, suaranya benar-benar datar,
nyaris tidak ada bahasa tubuh selama pidato. Megawati membaca kata perkata
secara kaku seolah takut kedua matanya lepas dari teks pidato didepannya. Tidak
articulate, susah di ajak berbicara serius. Jika pembicaran mengenai pekerjaan,
atau negara, daya fokus Mega sangat terbatas, konsentrasinya kurang cukup untuk
terus menerus fokus ke permasalahan. Komunikasi politiknya konteks tinggi dan
kadar konsistensinya kurang. Komunikasi politiknya didominasi oleh keluhan,
nyaris tidak pernah menyentuh visi-misi pemerintahannya. Tanpa diragukan lagi,
ia sangat pendendam.

3.1.6 Presiden SBY


SBY Presiden Indonesia yang pertama kali terpilih secara langsung oleh
rakyat. Gaya bicara SBY adalah ultra hati-hati dalam segala hal. Jadi terkesan
bimbang dan ragu-ragu. Konteks bahasa cenderung tinggi, berputar-putar.
Walaupun SBY selalu berusaha berkomunikasi dengan bahasa tubuh dan verbal
yang sempurna, kata dan kalimat diucapkan dengan jelas dan intonasinya mantap
tapi buruk dalam konsistensi, dan membingungkan publik. Rasa humor kurang,
dan emosi cukup tinggi, bahkan bisa lepas kendali. Dimanapun, SBY
memperlihatkan wajah yang serius, nyaris tidak pernah tertawa, maksimal
tersenyum. Memang terkadang SBY menggunakan bahasa low context, tetapi
secara umum bila kita analisis secara cermat, kita akan mendapatkan kesimpulan
SBY lebih sering berbicara dengan konteks tinggi. Ada dua faktor penyababnya.
Pertama, kegemarannya menggunakan analogi dalam menggambarkan suatu
permasalahan. Publik pun disuruh menginterpretasikan sendiri apa makna analogi
tersebut. Kedua, kebiasaan SBY tidak bicara to the point, yang disampaikan hanya
”hakekat permasalahan”.

3.1.7 Presiden Joko Widodo


Joko Widodo adalah Presiden yang sekarang masih menjabat. Pak Jokowi
mempunyai kekhasan dalam berbicara, yaitu lebih mengutamakan penggunaan
bahasa yang lebih singkat dan tidak berpanjang lebar. Kendati Jokowi lebih irit
dalam berdiplomasi, tujuan dan maksud yang ingin disampaikan terdengar dengan
lugas dan jelas.

3.2 KEUNIKAN GAYA BICARA DI DAERAH INDONESIA


Setiap satu suku bangsa Indonesia memiliki satu bahasa, maka jumlah
bahasa yang ada di Indonesia berkisar antara 500 sampai dengan 656 bahasa.
Perkiraan itu membawa kita pada satu kesimpulan bahwa keadaan bahasa di
Indonesia sangat beragam. Persebaran bahasa-bahasa kesukuan di Indonesia
tidaklah sama. Ada bahasa suku yang memiliki persebaran cukup luas karena
penyebaran penuturnya yang sangat luas dan terus berkembang.
Kebanyakan orang Indonesia dapat menuturkan dua bahasa. Sering
menukar penggunaan bahasa Indonesia, bahasa nasional, dengan (sedikitnya) satu
bahasa daerah atau bahasa suku bangsa. Bahasa Nasional dianggap sebagai bahasa
resmi, untuk digunakan di sekolah atau di pertemuan resmi. Ada banyak
kecualian, tentu saja termasuk upacara dan pertunjukan bahasa daerah harus
digunakan. Penggunaan bahasa daerah di pihak lain, lebih sering merupakan
norma pada situasi tidak resmi, seperti di rumah dan di dalam urusan antaranggota
sesama kelompok suku bangsa.
Bahasa Indonesia bukanlah bahasa pertama dari setiap masyarakat suku
bangsa Indonesia. Setiap orang dalam masyarakat bahasa di Indonesia dapat
menunjukkan sedikitnya tiga tingkat interaksi linguistik, yaitu:
1. Tingkat suku bangsa, yaitu penggunaan bahasa dalam kelompok bahasa
suku bangsa tertentu, misalnya antara sesama orang Melayu, Riau,
Ambon, Sunda, Batak, Bugis, Jawa, dan sebagainya.
2. Tingkat antarsuku bangsa, yaitu penggunaan bahasa di antara
masyarakat kelompok sukubangsa yang berbeda. Misalnya percakapan
antara orang Batak dengan orang Sunda, orang Ambon dengan orang
Jawa, orang Minangkabau dengan orang Bugis, dan sebagainya. Tidak
selalu mereka menggunakan bahasa Indonesia, mungkin mereka
menggunakan bahasa tertentu yang dapat mereka mengerti.
3. Tingkat nasional, yaitu penggunaan bahasa pada tingkat nasional, tentu
dengan menggunakan bahasa Indonesia. Hal ini sangat nampak pada
acara-acara resmi dan keagamaan pada tingkat nasional serta di dunia
pendidikan.
Pada masyarakat Indonesia sangat sering terjadi sentuh bahasa. Setiap
waktu terjadi pertemuan dari manusia yang berasal dari masyarakat bahasa yang
berbeda. Orang Indonesia dari berbagai suku bangsa hidup berdampingan secara
damai di berbagai daerah Indonesia. Tidak terelakkan terjadinya sentuh bahasa
dari masyarakat bahasa yang berlainan. Hal ini sudah berlangsung sejak zaman
dahulu kala. Hasilnya banyak orang Indonesia yang menguasai bahasa Indonesia
dan bahasa daerahnya.
Bahasa Indonesia digunakan untuk berkomunikasi dengan orang yang
berasal dari masyarakat bahasa lain dan bahasa daerah digunakan dengan sesama
orang yang berasal dari masyarakat bahasa yang bersangkutan.Sifat lokal (unik)
bahasa dapat ditemui pada setiap daerah dan waktu serta individu.
Cara orang Ambon berbeda dengan orang Betawi dalam mengungkapkan
sesuatu dalam Bahasa Indonesia. Begitu juga halnya dengan orang Minahasa,
Madura, Batak, Jawa, dan sebagainya. Keunikan itu pada akhirnya membentuk
aksen, logat atau dialek yang disebut juga dengan idiolek-idiolek.
Bahasa Indonesia dengan dialek Betawi dapat kita temui pada Mandra
yang terkenal dengan sinetronnya Si Doel Anak Sekolahan. Bahasa Indonesia
dengan dialek Madura diwakili oleh Kadir dalam sinetron Kanan Kiri Oke.
Bahasa Indonesia dengan dialek Batak diwakili oleh Si Raja Minyak yang
diperankan oleh Ruhut Sitompul dalam sinetron Gerhana, dan sebagainya.
Pada hierarki ini, bahasa Melayu salah satu bahasa daerah berkedudukan
unggul, karena penjelmaannya di tingkat nasional sebagai bahasa Indonesia,
bahasa nasional. Bahasa Melayu adalah salah satu bahasa daerah yang memiliki
wilayah persebaran yang cukup luas. Ada bahasa Melayu Riau, bahasa Melayu
Jambi, dan bahasa Melayu Langkat.
Demikian juga halnya dengan bahasa Jawa, ada bahasa Jawa Surakarta,
bahasa Jawa Banyumas, dan bahasa Jawa Surabaya. Kondisi yang sama
kemungkinan besar akan ditemukan pada bahasa daerah lainnya. Satu bahasa
daerah (bahasa suku bangsa) sangat mungkin memiliki beberapa dialek. Dengan
demikian, jumlah dialek sudah pasti lebih banyak daripada jumlah bahasa yang
ada di Indonesia. Keberadaan dialek memperjelas teori yang menyatakan bahwa
bahasa amat erat hubungannya dengan keadaan alam, suku bangsa, dan keadaan
politik di daerah-daerah yang bersangkutan. Variasi berbahasa, dialek, logat atau
aksen dimiliki setiap orang, bahkan tanpa disadari melekat dalam diri setiap orang
dan nampak ketika mengucapkan kata-kata dalam bahasa daerah ataupun bahasa
nasional. Dialek orang Ambon menggunakan bahasa Indonesia sangat berbeda
dengan orang Jawa, Madura, Mingkabau, Batak, Melayu, dan sebagainya..
Setiap orang sangat dipengaruhi oleh letak geografis, politik, ekonomi dan
adat istiadat dalam berbahasa, sehingga munculah dialek dalam berbahasa. Salah
satu sarana untuk mengetahui dan mendengar dialek bahasa adalah tradisi lisan.
Dapat juga dilakukan dengan membuat tayangan bahasa daerah di televisi saluran
daerah dan nasional, serta mengajarkan bahasa daerah serta mementaskan tradisi
lisan di sekolah-sekolah, dan sebagainya.
3.3 KEUNIKAN GAYA BICARA PUBLIK FIGUR “SYAHRINI”
Syahrini adalah seorang publik figur yang mempunyai keunikan yang khas
dalam gaya bicaranya. Bicaranya yang membuat dia dikenal oleh masyarakat
Indonesia dengan gaya bicaranya yang centil, cantik, dan manja bahwa orang
yang mendengar pasti masyarakat tahu itu adalah Syahrini tanpa melihatnya. Itu
menunjukkan bahwa setiap orang mempunyai gaya bicara sendiri-diri. Contoh
halnya publik figur yang lain juga mempunyai gaya bicara yang khas sendiri-diri
untuk sosok kepribadian seseorang masing-masing.
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.1.1 Gaya Bicara Presiden-Presiden Indonesia
Gaya bicara presiden satu dengan presiden lainnya berbeda-beda, mereka
mempunyai keunikan yang khas dan kepribadian yang mereka miliki sendiri-
sendiri, tidak meniru gaya bicara presiden lainnya.
4.1.2 Gaya Bicara Daerah-Daerah di Indonesia
Indonesia memiliki banyak suku bahasa begitu pula banyak keunikan-
keunikan gaya bicara setiap daerahnya. Yang membedakan adalah logat dan suku
bahasanya. Setiap orang pasti memunculkan keunikan gaya bicara di kelompok
sosial, bahkan ada yang bangga menggunakan gaya bicaranya tersebut.
4.1.3 Gaya Bicara Publik Figur
Publik Figur di Indonesia memiliki ciri khasnya masing-masing,
contohnya Syahrini dengan keunikan gaya bicaranya yang khas ia dapat
dikenal dengan hanya mendengar bicaranya saja. Jadi kita bisa tahu bahwa
itu ciri khas seorang Syahrini.
4.2 Saran
Setelah kita membaca mengenai berbagai hal diatas kita bisa dapat
menggambarkan bahwa gaya bicara seseorang berbeda-beda. Kita boleh meniru
gaya bicaranya tetapi kita harus menonjolkan ciri khas gaya bicara kita masing-
masing. Harus bangga bahwa gaya bicara kita juga yang terbaik. Juga mengambil
sisi positifnya dari gaya bicara tersebut.
Daftar Pustaka
Lesmana, Tjipta. 2008. Dari Soekarno Sampai SBY- Intrik & Lobi Politik Para
Penguasa.

Antara News, 24 November 2009, Chandra SKKP, Bibit SP3-Gaya SBY Mirip
Soeharto Antara News, 24 November 2009, Pengamat : Penjelasan Presiden
Terkesan Kurang Tegas.

Antara News, 24 November 2009, Aktivis : Pidato Presiden Tidak Tegas Usut
Century Antara News, 24 November 2009, Pengamat : Penjelasan Presiden tidak
Tuntas.

Anda mungkin juga menyukai