Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN TUGAS MANDIRI (LTM)

Peminatan : Promosi Kesehatan


Mata Kuliah : Komunikasi Kesehatan
Topik : Komunikasi Masyarakat/ Publik Pada Pelayanan Kesehatan

1. Faktor-Faktor Penunjang Kegiatan Berbicara


Berbicara atau kegiatan komunikasi lisan merupakan kegiatan individu dalam usaha
menyampaikan pesan secara lisan kepada sekelompok orang, yang disebut juga audiens.
Agar tujuan pembicaraan atau pesan dapat sampai kepada audiens dengan baik, sebaiknya
pembicara betul-betul memahami isi pembicaraannya dan perlu diperhatikan beberapa
faktor yang dapat menunjang keefektifan berbicara.

Dewi Sari (2014:17) mengemukakan bahwa, kegiatan berbicara memerlukan hal-hal diluar
kemampuan berbahasa dan ilmu pengetahuan, karena pada saat berbicara setiap individu
memerlukan:
1) Penguasaan bahasa
2) Bahasa
3) Keberanian dan ketenangan
4) Kesanggupan menyampaikan ide dengan lancar dan teratur

Berdasarkan keempat hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa seseorang individu yang akan
berbicara harus mempunyai penguasaan bahasa yang cukup baik, karena dengan itu seorang
individu akan dengan mudah mengungkapkan apa yang ingin dilakukannya.

Menurut Siti Fatonah (2004:59), faktor penunjang pada kegiatan berbicara ada 2 macam
yaitu :
1) Faktor Kebahasaan
Faktor-faktor yang menjadi penunjang secara kebahasaan, meliputi:
a) Ketepatan Ucapan
Seorang pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi bahasa
secara tepat. Pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang tidak tepat akan
menimbulkan kebosanan. Kurang menyenangkan, kurang menarik, atau
sedikitnya dapat mengalihkan perhatian pendengar. Pengucapan bunyi-bunyi
bahasa dianggap tidak tepat kalau menyimpang terlalu jauh dari ragam lisan
bahasa, sehingga terlalu menarik perhatian, mengganggu komunikasi dan
pembicara dianggap aneh.
Biasanya pola ucapan dan artikulasi yang kita gunakan tidak selalu sama,
masing-masing mempunyai gaya tersendiri dan gaya bahasa yang kita pakai
sering berubah-ubah sesuai dnegan pokok pembicaraan, perasaan, dan sasaran.
Kita menyadari bahwa latar belakang penutur bahasa Indonesia memang
berbeda-beda, biasanya setiap penutur dipengaruhi oleh bahasa ibunya.
b) Penempatan Tekanan, Nada, Durasi dan Intonasi yang sesuai
Kesesuaian penempatan tekanan, nada, durasi dan intonasi merupakan daya
tarik tersendiri dalam berbicara, bahkan kadangkadang menjadi faktor penentu
keberhasilan penyajian lisan. Walaupun masalah yang dibicarakan kurang
menarik namun pembicara pandai menempatkan tekanan, nada, durasi dan
intonasi bicaranya maka penampilan dan masalahnya menjadi menarik,
sebaliknya meskipun masalhanya aktual tetapi kalau penyajiannya datar-datar
saja, tidak ada variasi suara, irama, nada dan sebagainya maka menimbulkan
kebosanan pada pendengar dan keefektifan berbicara tentu berkurang.
c) Pilihan Kata (Diksi)
Pilihan kata hendaknya tepat, sesuai, jelas, dan bervariasi. Jelas maksudnya
mudah dipahami oleh pendengar yang menjadi sasaran kita. Pendengar akan
lebih tertarik minatnya dan mudah memahami makna kata apabila kata-kata
yang didengarnya adalah kata-kata yang biasa dan sudah dikenal Kata-kata
asing yang belum dikenal memang akan membangkitkan rasa ingin tahu, namun
itu akan menghambat kelancaran komunikasi.
Pilihan kata hendaknya juga disesuaikan dengan pokok pembicaraan dan kepada
siapa kita berbicara. Kalau masalah yang dibicarakan adalah masalah adalah
masalah ilmiah maka kata-kata yang kita gunakan juga harus ilmiah dan baku.
Cara berbicaranya pun harus serius menyesuaikan dengan situasi yang
berlangsung. Pendengar akan lebih senang mendengarkan kalau pembicara
berbicara dengan jelas dalam bahasa yang dikuasainya, dalam arti yang betul-
betul menjadi miliknya.
d) Ketepatan Penggunaan Kalimat Serta Bahasanya
Ketepatan kalimat di sini menyangkut masalah penggunaan kalimat efektif agar
pendengar mudah menangkap pembicaraan. Seorang pembicara harus mampu
menyusun kalimat efektif, kalimat yang mengenai sasaran, sehingga mampu
menimbulkan pengaruh, meninggalkan kesan yang mendalam di hati pendengar.
Kalimat efektif mampu membuat isi atau maksud yang disampaikan tergambar
lengkap dalam pikiran pendengar sama persis seperti apa yang dimaksud oleh
pembicara.
2) Faktor Non Kebahasaan
Faktor-faktor yang menjadi penunjang secara non kebahasaan, meliputi:
a) Sikap Yang Wajar, Tenang dan Tidak Kaku
Sikap ini penting sekali untuk membangun kesan pertama bagi penampilan
pembicara, dan kesan pertama yang menarik ini sangat diperlukan untuk
mejamin adanya kesinambungan perhatian dari pendengar. Sikap ini banyak
ditentukan oleh situasi, tempat, dan penguasaan materi. Untuk itu diperlukan
latihan. Karena sikap ini merupakan modal utama dan kalau sudah biasa maka
perasaan gugup akan hilang dan akan timbul sikap tenang dan wajar.
b) Pandangan Harus Diarahkan Ke Lawan Bicara
Komunikasi mata selama pembicaraan berlangsung sangat perlu agar antara
pembicara dan pendengar ada kontak, pendengar merasa diperhatikan, dan
pembicara juga tahu efek komunikasinya. Pandangan yang hanya tertuju pada
satu arah saja tidak akan menarik dan cenderung menimbulkan sikap yang
kurang baik, misalnya menertawakan, meremehkan, dsb. Pandangan mata yang
baik adalah pendangan yang menyeluruh ke semua pendengar, sehingga mereka
merasa diajak berkomunikasi.
c) Kesediaan Menghargai Orang Lain
Dalam penyajian lisan sering terjadi tanya jawab, sanggahan, kritikan dan
sebagainya. Sebagai seorang pembicara hendaknya memiliki sikap terbuka
artinya dapat menerima pendapat orang lain, bersedia menerima kritikan,
sepanjang pendapat atau kritikan tersebut bersifat membangun dan mempunyai
argumen yang kuat. Kalau terpaksa ada perbedaan pendapat sebaiknya
disampaikan dengan sopan dan rendah hati, jangan sampai menyinggung
perasaan orang lain.
d) Gerak - Gerik dan Ekspresi Wajah
Untuk menunjang keefektifan berbicara selain memberikan tekanan nada bicara,
gerak-gerik dan mimik yang tepat memegang peranan yang penting. Hal ini
dapat menghidupkan komunikasi, dengan catatan gerak-gerik dan mimik ini
tidak berlebihan karena perhatian pendengar justru akan beralih yang akhirnya
pesan yang ingin kita sampaikan tidak tercapai. Segala sesuatu yang berlebihan
itu tidak baik.
e) Kenyaringan Suara
Dalam penyajian lisan memegang peranan yang sanagat penting. Suara yang
tinggi melengking atau sebaliknya yang lemah gemulai tidak akan menarik.
Kenyaringan suara yang dimaksud bukanlah berbicara dengan berteriak,
melainkan suara yang jelas, dapat diterima oleh semua pendengar. Tingkat
kenyaringan ini biasanya ditentukan oleh situasi, tempat dan jumlah pendengar.
f) Kelancaran
Seorang pembicara yang lancar berbicara pada saat pidato akan mempermudah
pendengar menangkap isi pembicaraannya. Sering kita jumpai pembicara
berbicara terputus-putus atau kadang diselipi kata ee, aa, dan sebagainya, itu
sangat mengganggu penangkapan pendengar. Sebaliknya pembicara yang terlalu
cepat berbicara juga akan menyulitkan pendengar menangkap pokok
pembicaraannya.
g) Penguasaan Topik
Penguasaan topik merupakan faktor yang penting dalam mencapai efekifitas
berbicara. Tanpa penguasaan topik yang baik penyajian lisan tidak akan berjalan
dengan efektif, pembicara tidak akan lancar berbicara, untuk itu perlu persiapan.
Dengan persiapan yang matang, maka topik yang dipilih betul-betul dikuasai,
dan dengan penguasaan topik yang baik akan menumbuhkan keberanian dan
rasa percaya diri.

2. Metode Public Speaking


Untuk memperoleh kemampuan public speaking yang baik harus disertai dengan metode
yang baik pula, agar tujuan yang diingikan bisa tercapai. Adapun metode public speaking
itu terdiri empat macam yaitu:
a. Metode Manuskrip
Naskah dibuat tertulis secara lengkap sesuai deangan apa yang akan disampaikan
kepada publik. Pembicara megembangkan gagasan-gagasannya dalam kalimat-
kalimat atau alinea-alinea. Metode ini dipergunakan pada pembicara yang
membutuhkan ketelitian, misalkan pada pidato resmi mengenai persoalan politik,
pengumuman, atau ulasan teknik.
Terdapat beberapa kerugian pada pemakaian metode ini, kita tidak dapat
menyesuaikan diri dari situasi saat bicara didepan khalayak. Mungkin pendengar
menghargai apa yang anda bicarakan, namun tidak merasa diajak berbicara secara
langsung. Membaca naskah menjadi monoton dan suara anda bergerak dalam tangga
yang sama. Apabila anda tidak menguasai apa yang anda baca, anda tidak dapat
memandang pendengar dan menatap muka mereka, sehingga metode ini ada
kekuatan dan kelemahannya sebagai berikut:
Kekuatan metode ini:
1) Semua keinginan pembicara terungkap dangan lancar, tidak terjadi
pengulangan.
2) Rangkaian gagasan dari awal sampai akhir tidak terlupakan.
3) Pembuatan naskah yang diucapkan cocok untuk pembicara pemula
Kelemahannya:
1) Kurang komunikatif sebab pembicara hanya sebentarsebentar memandang
pendengar.
2) Ada kesan penyampaian naskah terasa kaku, bahkan tanpa penghayatan.
3) Tidak dapat meyesuaikan dengan situasi dan reaksi pendengar dan juga tidak
menarik.
b. Metode Hafalan (Memoriter)
Cara ini merupakan lanjutan seperti cara naskah. Naskah yang sudah siapkan, tidak
dibacakan namun dihafalkan lebih dahulu, kemudian diucapkan dalam kesempatan
berpidato. Berpidato dengan cara menghafal naskah, hanya bisa dilakukan kalau
naskahnya pendek.
Walaupun naskah tersebut pendek, tetapi jika naskah itu dibaca secara berulang-
ulang, maka akan mudah diingat dan bukan khusus dihafalkan. Dengan membaca
berulang-ulang, isinya pun akan dapat anda kuasai. Dalam pelaksanaannya dapat
disampaikan secara bebas. Artinya, kalimat-kalimat tidak perlu sama dengan naskah,
tetapi isinya sama.
Kekuatan metode ini:
1) Lancar disampaikan kalau benar-benar hafal.
2) Anda tidak menemui kesalahan, kalau naskah itu benarbenar dikuasai.
3) Mata pembicara dapat memandang pendengar.
Kelemahanya:
1) Pembicara cenderung berbicara cepat tanpa pengahayatan.
2) Tidak dapat menyesuaikan dengan situasi dan reaksi.
3) Kalau lupa salah satu kata maka pidatonya gagal total.
c. Metode Spontanitas (Impromptu)
Pidato mendadak meliputi pidato untuk audiensi tanpa dijadwalkan terlebih dahulu,
tanpa persiapan atau latihan sebelumnya. Sepertinya tidak ada nilai yang bagus atau
penyelamatan dalam pidato mendadak. Tapi tidak ada yang jauh dari kebenaran.
Begitu sudah menguasai, metode ini bisa mengubah cara anda melihat diri sendiri
dan bagaimana anda berkomunikasi dengan orang lain. Selain itu jika sudah terbiasa
tingkat kepercayaan diri anda akan meningkat.
Kekuatan Metode Impromptu:
1) Kadang terasa lebih segar
2) Dan metode ini lebih menarik, apabila dalam penyampaian itu banyak
digunakan “ improvisasi”.
Kelemahanya:
1) Tidak lancar, bahkan kacau bagi pembicara pemula, dan keluar suara ee.. ee..
dst.
2) Kemungkinan gagal total, dan anda diam seribu bahasa, tidak dapat
meneruskan.
d. Metode Menjabarkan Kerangka (Ekstemporer)
Dari empat metode diatas, metode ekstemporen mungkin merupakan metode terbaik
bagi sebagian besar presentasi publik karena memanfaatkan aspek. Terbaik dari
ketiga yang lain, dengan menyeimbangkan kelemahan semuanya. Pembicara
menyiapkan pokok-pokok isi pidato, kemudian menyusun dalam bentuk kerangka
pidato. Selain itu pula, pembicara membuat catatan khusus yang diperlukan dalam
berpidato, misalnya yang dicatat, ayat-ayat, undangundang, data, angka-angka yang
sulit diingat.
Saat sedang berpidato kerangka itu bisa dikembangkan secara langsung dan catatan
itu dilihat setiap saat diperlukan. Berpidato dengan model ini sangat dianjurkan
secara sifatnya fleksibel. Isi pidato yang disampaikan secara runtut dan tak ada yang
terlupakan. Sementara itu, pembicara bebas memandang pendengar untuk membina
kontak batin.
Kekuatan Metode Ekstemporer:
1) Pokok-pokok isi pidato tidak terlupakan.
2) Penyampaian isi pidato berurut.
3) Kemungkinan salah kecil
4) Komunikatif
Kelemahannya:
1) Tangan kurang bebas karena memegang kertas
2) Terkesan kurang siap, kerana sering melihat cacatan.
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.ump.ac.id/2553/3/NUR%20INDAH%20PUSPARANI%20BAB%20II.pdf

https://repository.ar-raniry.ac.id/id/eprint/8755/1/GABUNGAN%20PDF.pdf

https://www.academia.edu/9232277/Komunikasi_Publik_pada_Pelayan_Kesehatan

Adler, Ronald B.; Rodman,George. Understanding Human Communication. 9th ed. New
York: Oxford University Press. 2006.

Berry, Dianne. Health Communication: Theory and Practice. New York: McGraw-Hill.
2007.

Putri TH, Fanani A. Komunikasi kesehatan. Yogyakarta: Mitra Setia. 2013.

Tubbs SL, Moss S. Human communication. 2nd ed. New York: McGraw-Hill.

Anda mungkin juga menyukai