Keterampilan berbicara pada pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas tinggi
Menurut Nurgiyantoro (1995:276) berbicara adalah aktivitas berbahasa kedua yang
dilakukan manusia dalam kehidupan berbahasa, yaitu setelah aktivitas mendengarkan. Berdasarkan bunyi- bunyi yang didengar itu, kemudian manusia belajar untuk mengucapkan dan akhirnya terampil berbicara. Berbicara diartikan sebagai kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata- kata untuk mengekspresikan, menyatakan dan menyampaikan pikiran, gagasan,serta perasaan (Tarigan, 1983:14). Dapat dikatakan bahwa berbicara merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar (audible) dan yang kelihatan (visible) yang memanfaatkan sejumlah otot tubuh manusia demi maksud dan tujuan gagasan atau ideide yang dikombinasikan. Berbicara merupakan suatu bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis, neurologis,semantik, dan linguistic, Dari segi komunikasi, menyimak dan berbicara merupakan kegiatan komunikasi lisan. Menyimak adalah kegiatan memahami pesan, sedangkan berbicara merupakan kegiatan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan. Brown dan Yule, 1983 (dalam Puji Santoso, 2009: 6.33) menyatakan bahwa“berbicara dapat diartikan sebagai kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi bahasa untuk mengekspresikan atau menyampaikan pikiran, gagasan atau perasaan secara lisan”. Berbicara sering dianggap sebagai alat manusia yang paling penting bagi kontrol sosial karena berbicara merupakan suatu bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis, neurologist, dan linguistik secara luas. Banyaknya faktor-faktor tersebut merupakan indikator keberhasilan berbicara. Jadi, tingkat kemampuan berbicara seseorang atau siswa tidak hanya ditentukan dengan faktor linguistik saja atau faktor psikologis saja, tetapi mengukur penguasaan semua faktor tersebut secara menyeluruh. Keterampilan berbicara merupakan salah satu aspek keterampilan dasar dalam berbahasa. Menurut M. Soenardi Djiwandono (1991: 68), berbicara merupakan kegiatan berbahasa yang aktif dari seorang pemakai bahasa, yang menuntut prakarsa nyata dalam penggunaan bahasa untuk mengungkapkan diri secara lisan. Keterampilan berbicara digunakan untuk mengungkapkan ide, gagasan, ataupun ungkapan kepada orang lain sehingga mudah dimengerti/ dipahami dengan baik.. Keterampilan berbicara bukanlah suatu proses yang bersifat pasif, melainkan suatu proses aktif yang membutuhkan daya berpikir yang logis dan sistematis. Oleh karena itu Hal ini dipertegas oleh pernyataan Yeager (Ahmad Rofi’uddin dan Darmiyati Zuhdi., 1998) dalam berbicara, siswa harus dapat membedakan fakta dan pendapat, mengenal hubungan sebab akibat, menyatakan argumen, dan sebagainya. Dalam pembelajaran Bahasa pada usia sekolah dasar keterampilan berbicara berperan sebagai keterampilan yang menunjang ketrampilan berbahasa yang lain yaitu menyimak, membaca, menulis. Peranan berbicara sangat besar, baik dalam mata pelajaran bahasa Indonesia maupun dalam kehidupan sehari-hari. Keterampilan berbicara perlu diajarkan sejak dini agar siswa memiliki rasa percaya diri untuk berbicara dalam menjalin komunikasi sebagai syarat untuk mentransfer ilmu baik dilingkungan sekolah maupun di dalam masyarakat. Hal ini perlu diperhatikan oleh guru agar siswa dapat lebih lancar dan fasih dalam berbicara. Menurut Tarigan (solehan, 2008: 11.19) bahwa pada umumnya “tujuan orang berbicara adalah untuk menghibur, menginformasikan, menstimulasi, meyakinkan, atau menggerakkan pendengar”. Solehan (2008: 11.21) berpendapat bahwa “pembelajaran keterampilan berbicara khususnya di kelas tinggi bertujuan untuk: (1) memupuk keberanian siswa, (2) mengungkapkan pengetahuan dan wawasan siswa, (3) melatih menyanggah/menolak pendapat orang lain, (4) melatih siswa berpikir logis dan kritis dan (5) melatih siswa menghargai pendapat orang lain”. Sumantri dan Permana (1998:145) menyatakan “Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar bertujuan untuk melatih dan meningkatkan kemampuan berkomunikasi siswa baik secara lisan maupun tulisan. Satu diantara usaha yang dapat dilakukan untuk melatih kemampuan berkomunikasi siswa disekolah khususnya di Sekolah Dasar adalah dengan meningkatkan keterampilan berbicara siswa”. Nuraeni (2002 : 121), menyatakan bahwa “berbicara merupakan suatu pekerjaan yang mudah dan tidak perlu dipelajari, karena berbicara merupakan kebiasaan yang kita lakukan setiap hari di lingkungan sekolah”. Jadi tujuan pembelajaran keterampilan berbicara adalah untuk melatih dan mengembangkan kompetensi siswa dalam menggunakan bahasa secara lisan untuk mengemukakan pendapat, perasaan, menjalin komunikasi dan melakukan interaksi sosial dengan anggota masyarakat yang lain. Factor penunjang kemampuan berbicara Kegiatan berbicara memerlukan hal-hal diluar kemampuan berbahasa dan ilmu pengetahuan, karena pada saat berbicara setiap individu memerlukan: 1.) Penguasaan bahasa 2.) Bahasa 3.) Keberanian dan ketenangan 4.) Kesanggupan menyampaikan ide dengan lancar dan teratur. Menurut Siti Fatonah (2004: 59), faktor penunjang pada kegiatan berbicara ada 2 macam yaitu: 1. Faktor Kebahasaan Factor-faktor yang menjadi penunjang secara kebahasaan, meliputi: a. Ketepatan ucapan Seorang pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat. Pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang tidak tepat akan menimbulkan kebosanan. Kurang menyenangkan, kurang menarik, atau sedikitnya dapat mengalihkan perhatian pendengar. Pengucapan bunyi-bunyi bahasa dianggap tidak tepat kalau menyimpang terlalu jauh dari ragam lisan bahasa, sehingga terlalu menarik perhatian, mengganggu komunikasi dan pembicara dianggap aneh. b. Penempatan tekanan, durasi, nada,dan intonasi yang sesuai Kesesuaian penempatan tekanan, nada, durasi dan intonasi merupakan daya tarik tersendiri dalam berbicara, bahkan kadang- kadang menjadi faktor penentu keberhasilan penyajian lisan. Walaupun masalah yang dibicarakan kurang menarik namun pembicara pandai menempatkan tekanan, nada, durasi dan intonasi bicaranya maka penampilan dan masalahnya menjadi menarik, sebaliknya meskipun masalhanya aktual tetapi kalau penyajiannya datar-datar saja, tidak ada variasi suara, irama, nada dan sebagainya maka menimbulkan kebosanan pada pendengar dan keefektifan berbicara tentu berkurang, c. Pilihan kata (Diksi) Pilihan kata hendaknya tepat, sesuai, jelas, dan bervariasi. Jelas maksudnya mudah dipahami oleh pendengar yang menjadi sasaran kita. Pendengar akan lebih tertarik minatnya dan mudah memahami makna kata apabila kata-kata yang didengarnya adalah kata-kata yang biasa dan sudah dikenal Kata-kata asing yang belum dikenal memang akan membangkitkan rasa ingin tahu, namun itu akan menghambat kelancaran komunikasi. d. Ketepatan penggunaan kalimat serta bahasanya. Ketepatan kalimat di sini menyangkut masalah penggunaan kalimat efektif agar pendengar mudah menangkap pembicaraan. Seorang pembicara harus mampu menyusun kalimat efektif, kalimat yang mengenai sasaran, sehingga mampu menimbulkan pengaruh, meninggalkan kesan yang mendalam di hati pendengar. Kalimat efektif mampu membuat isi atau maksud yang disampaikan tergambar lengkap dalam pikiran pendengar sama persis seperti apa yang dimaksud oleh pembicara. 2. Faktor non kebahasaan Faktor-faktor yang mempengaruhi non kebahasaan a. Sikap yang wajar, tenang dan tidak kaku Sikap ini penting sekali untuk membangun kesan pertama bagi penampilan pembicara, dan kesan pertama yang menarik ini sangat diperlukan untuk mejamin adanya kesinambungan perhatian dari pendengar. b. Pandangan harus diarahkan ke lawan bicara Komunikasi mata selama pembicaraan berlangsung sangat perlu agar antara pembicara dan pendengar ada kontak, pendengar merasa diperhatikan, dan pembicara juga tahu efek komunikasinya. Pandangan yang hanya tertuju pada satu arah saja tidak akan menarik dan cenderung menimbulkan sikap yang kurang baik, misalnya menertawakan, meremehkan, dsb. Pandangan mata yang baik adalah pendangan yang menyeluruh ke semua pendengar, sehingga mereka merasa diajak berkomunikasi. c. Kesediaan menghargai orang lain Dalam penyajian lisan sering terjadi tanya jawab, sanggahan, kritikan dan sebagainya. Sebagai seorang pembicara hendaknya memiliki sikap terbuka artinya dapat menerima pendapat orang lain, bersedia menerima kritikan, sepanjang pendapat atau kritikan tersebut bersifat membangun dan mempunyai argumen yang kuat. Kalau terpaksa ada perbedaan pendapat sebaiknya disampaikan dengan sopan dan rendah hati, jangan sampai menyinggung perasaan orang lain. d. Gerak - gerik dan ekspresi wajah Untuk menunjang keefektifan berbicara selain memberikan tekanan nada bicara, gerak-gerik dan mimik yang tepat memegang peranan yang penting. Hal ini dapat menghidupkan komunikasi, dengan catatan gerak-gerik dan mimik ini tidak berlebihan karena perhatian pendengar justru akan beralih yang akhirnya pesan yang ingin kita sampaikan tidak tercapai. Segala sesuatu yang berlebihan itu tidak baik. e. Kenyaringan Suara Dalam penyajian lisan memegang peranan yang sanagat penting. Suara yang tinggi melengking atau sebaliknya yang lemah gemulai tidak akan menarik. Kenyaringan suara yang dimaksud bukanlah berbicara dengan berteriak, melainkan suara yang jelas, dapat diterima oleh semua pendengar. Tingkat kenyaringan ini biasanya ditentukan oleh situasi, tempat dan jumlah pendengar. f. Kelancaran Seorang pembicara yang lancar berbicara pada saat pidato akan mempermudah pendengar menangkap isi pembicaraannya. Sering kita jumpai pembicara berbicara terputus-putus atau kadang diselipi kata ee, aa, dan sebagainya, itu sangat mengganggu penangkapan pendengar. Sebaliknya pembicara yang terlalu cepat berbicara juga akan menyulitkan pendengar menangkap pokok pembicaraannya. g. Penguasaan Topik Penguasaan topik merupakan faktor yang penting dalam mencapai efekifitas berbicara. Tanpa penguasaan topik yang baik penyajian lisan tidak akan berjalan dengan efektif, pembicara tidak akan lancar berbicara, untuk itu perlu persiapan. Dengan persiapan yang matang, maka topik yang dipilih betul-betul dikuasai, dan dengan penguasaan topik yang baik akan menumbuhkan keberanian dan rasa percaya diri. maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan berbicara adalah faktor urutan kebahasaan (linguistik) dan faktor non kebahasaan (non linguistic).
yang singkat (kurang dari dan optimalkan untuk dokumen tersebut. Judul ini secara umum menggambarkan isi dokumen yang membahas berbagai faktor penunjang kegiatan berbicara