Anda di halaman 1dari 8

A.

PENGERTIAN BERBICARA DAN EFEKTIVITAS BERBICARA


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berbicara adalah “berkata, bercakap,
berbahasa atau melahirkan pendapat (dengan perkataan, tulisan, dan sebagainya) atau
berunding”. Berbicara secara umum dapat diartikan suatu penyampaian maksud (ide,
pikiran, isi hati) seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan sehingga
maksud tersebut dapat dipahami oleh orang lain. Pengertiannya secara khusus banyak
dikemukakan oleh para pakar.
Berbicara efektif merupakan sarana penyampaian ide kepada orang atau khalayak
secara lisan dengan cara yang mudah dicerna dan dimengerti oleh pendengarnya.
B. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEEFEKTIFAN BERBICARA
Untuk menjadi pembicara yang baik, seorang pembicara harus menguasai masalah
yang sedang dibicarakan, dan harus berbicara dengan jelas dan tepat. Beberapa faktor
yang harus diperhatikan oleh pembicara untuk keefektifan berbicara adalah faktor
kebahasaan dan nonkebahasaan.

1. Faktor-Faktor Kebahasaan Sebagai Penunjang Keefektifan Berbicara


a) Ketepatan ucapan.
Seorang pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi bahasa
secara tepat. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat, dapat mengalihkan
perhatian pendengar. Sudah tentu pola ucapan dan artikulasi yang digunakan tidak
sama. Masing-masing mempunyai gaya tersendiri dan gaya bahasa yang dipakai
berubah-ubah sesuai dengan pokok pembicaraan, perasaan, dan sasaran. Akan
tetapi, kalau perbedaan atau perubahan itu terlalu mencolok, sehingga menjadi
suatu penyimpangan, maka keefektifan komunikasi akan terganggu.
b) Penempatan tekanan, nada, dan durasi yang sesuai.
Kesesuaian tekanan, nada, dan durasi akan merupakan daya tarik tersendiri
dalam berbicara. Bahkan kadang-kadang merupakan faktor penentu. Walaupun
masalah yang dibicarakan kurang menarik, dengan penempatan tekanan, nada, dan
durasi yang sesuai, akan menyebabkan masalahnya menjadi menarik. Sebaliknya
jika penyampaian datar saja, dapat dipastikan akan menimbulkan kejemuan dan
keefektifan berbicara tentu berkurang.
c) Pilihan kata (diksi)
Pilihan kata hendaknya tepat, jelas, dan bervariasi. Jelas maksudnya mudah
dimengerti oleh pendengar yang menjadi sasaran. Pendengar akan lebih terangsang

1
dan akan lebih paham, jika kata-kata yang digunakan adalah kata-kata yang sudah
dikenal oleh pendengar. Misalnya, kata-kata populer tentu akan lebih efektif
daripada kata-kata yang tidak populer, dan kata-kata yang berasal dari bahasa
asing.
Kata-kata yang belum dikenal memang membangkitkan rasa ingin tahu,
namun akan menghambat kelancaran komunikasi. Selain itu, hendaknya dipilih
kata-kata yang konkret sehingga mudah dipahami pendengar. Kata-kata konkret
menunjukkan aktivitas akan lebih mudah dipahami pembicara. Namun, pilihan kata
itu tentu harus kita sesuiakan dengan pokok pembicaraan dan dengan siapa
berbicara (pendengar).
Berikut beberapa cara untuk memilih kata, yaitu melihatnya dari segi:
(1) Bentuk kata
(2) Baku tidaknya kata
(3) Makna kata
(4) Konkret atau abstraknya kata
(5) Keumuman dan kekhususan kata
(6) Menggunakan gaya bahasa/majas
(7) Idiom
d) Ketepatan sasaran pembicaraan.
Hal ini menyangkut pemakaian kalimat. Pembicara yang menggunakan
kalimat efektif akan memudahkan pendengar menangkap pembicaraannya.
Susunan penuturan kalimat ini sangat besar pengaruhnya terhadap keefektifan
penyampaian.Seorang pembicara harus mampu menyusun kalimat efektif, kalimat
yang mengenai sasaran. Sehingga mampu menimbulkan pengaruh, meninggalkan
kesan, atau menimbulkan akibat. Kalimat efektif memiliki ciri utuh, berpautan,
pemusatan perhatian, dan kehematan. Keutuhan kalimat terlihat pada lengkap
tidaknya unsur-unsur kalimat. Pertautan kalimat terlihat pada kompak tidaknya
hubungan pertalian antara unsur dalam kalimat, hubungan tersebut harus jelas dan
logis. Pemusatan perhatian kalimat ditandai dengan adanya penempatan bagian
kalimat yang penting pada awal atau akhir kalimat.

2. Faktor-Faktor Nonkebahasaan Sebagai Penunjang Keefektifan Berbicara


Dalam pembicaraan formal, faktor nonkebahasaan ini sangat mempengaruhi
keefektifan berbicara. Dalam proses belajar-mengajar berbicara, sebaliknya faktor

2
nonkebahasaan ini ditanamkan terlebih dahulu, Ketika berbicara di depan umum,
mahasiswa juga membutuhkan ilmu retorika untuk menunjang kualitas
pembicaraannya. Selain itu, digunakan untuk meyakinkan pendengar akan kebenaran
gagasan/topik yang dibicarakan. Kemudian selanjutnya pada ilmu retorika yang harus
digunakan, yaitu metode dan etika retorika.
Dengan merekonstruksi bahasa dan retorika, diharapkan kemampuan berbicara
mahasiswa akan termasuk dalam kategori “mahasiswa yang berbicara secara
intelektual”. Sehingga kalau faktor nonkebahasaan sudah dikuasai akan memudahkan
penerapan faktor kebahasaan.
Yang temasuk faktor nonkebahasaan ialah :
a) Sikap pembicara. Seorang pembicara dituntut memiliki sikap positif ketika
berbicara maupun menunjukkan otoritas dan integritas pribadinya, tenang dan
bersemangat dalam berbicara.

b) Pandangan mata. Seorang pembicara dituntut mampu mengarahkan pandangan


matanya kepada semua yang hadir agar para pendengar merasa terlihat dalam
pembicaraan. Pembicara harus menghindari pandangan mata yang tidak kondusif,
misalnya melihat ke atas, ke samping, atau menunduk.

c) Keterbukaan. Seorang pembicara dituntut memiliki sikap terbuka, jujur dalam


mengemukakan pendapat, pikiran, perasaan, atau gagasannya dan bersedia
menerima kritikan dan mengubah pendapatnya kalau ternyata memang keliru atau
tidak dilandasi argumentasi yang kuat.

d) Gerak-gerik dan mimik yang tepat. Seorang pembicara dituntut mampu


mengoptimalkan penggunaan gerak-gerik anggota tubuh dan ekspresi wajah untuk
mendukung penyampaian gagasan. Untuk itu perlu dihindari penggunaan gerak-
gerik yang tidak ajeg, berlebihan, dan bertentangan dengan makna kata yang
digunakan.

d) Kenyaringan suara. Seorang pembicara dituntut mampu memproduksi suara yang


nyaring sesuai dengan tempat, situasi, jumlah pendengar, dan kondisi akustik.
Kenyaringan yang terlalu tinggi akan menimbulkan rasa gerah dan berisik
sedangkan kenyaringan yang terlalu rendah akan menimbulkan kesan melempem,
lesu dan tanpa gairah.

3
e) Kelancaran. Seorang pembicara dituntut mampu menyampaikan gagasannya
dengan lancar. Kelancaran berbicara akan mempermudah pendengar menangkap
keutuhan isi paparan yang disampaikan. Kelancaran tidak berarti pembicara harus
berbicara dengan cepat sehingga membuat pendengar sulit memahami apa yang
diuraikannya.

f) Penguasaan topic. Seorang pembicara dituntut menguasai topik yang dibicarakan.


Kunci untuk menguasai topik adalah persiapan yang matang, penguasaan materi
yang baik, dan meningkatkan keberanian dan rasa percaya diri.
g) Penalaran, seorang pembicara dituntut mampu menunjukkan penalaran yang baik
dalam menata gagasannya sehingga pendengar akan mudah memahami dan
menyimpulkan apa yang disampaikannya.

C. FAKTOR PENGHAMBAT KEEFEKTIFAN BERBICARA


Faktor penghambat keefektifan berbicara terdiri atas dua macam, yaitu hambatan
internal dan eksternal. Hambatan internal adalah hambatan yang berasal dari dalam diri
pembicara, sedangkan hambatan eksternal adalah hambatan yang berasal dari luar
pembicara. Adapun hambatan internal yang dimaksud terdiri atas tiga bagian, yaitu
sebagai berikut.

1. Hambatan yang bersifat fisik, antara lain meliputi alat ucap yang sudah tidak
sempurna lagi, kondisi fisik yang kurang segar, dan kesalahan dalam mengambil
postur dan posisi tubuh.
2. Hambatan yang bersifat mental atau psikis, terdiri atas dua bagian, yaitu: hambatan
mental yang temporer dan hambatan mental yang laten. Hambatan mental yang
temporer misalnya rasa malu, rasa takut, dan rasa ragu atau grogi. Hambatan mental
yang bersifat laten ada empat jenis yaitu tipe penggelisah, tipe ehm vokalis, tipe
penggumam, dan tipe tuna gairah.
3. Hambatan lain-lain meliputi
a) Kurangnya penguasaan kaidah yaitu tata bunyi, tata bentuk, tata kalimat.
b) Kurangnya pengalaman dalam hal berbicara.
c) Kurangnya perhatian pada tugas yang diemban di bidang berbicara.
d) Adanya kebiasaan yang kurang baik.

4
D. CIRI-CIRI PEMBICARA IDEAL

Terdapat sejumlah ciri-ciri pembicara yang baik untuk dikenal, dipahami, dan
dihayati, serta dapat diterapkan dalam berbicara. Ciri-ciri tersebut meliputi hal-hal di
bawah ini.

1. Memilih topik yang tepat. Pembicara yang baik selalu dapat memilih materi atau
topik pembicaraan yang menarik, aktual dan bermanfaat bagi para pendengarnya, juga
selalu mempertimbangkan minat, kemampuan, dan kebutuhan pendengarnya.

2. Menguasai materi. Pembicara yang baik selalu berusaha mempelajari, memahami,


menghayati, dan menguasai materi yang akan disampaikannya.

3. Memahami latar belakang pendengar. Sebelum pembicaraan berlangsung, pembicara


yang baik berusaha mengumpulkan informasi tentang pendengarnya.

4. Mengetahui situasi. Mengidentifikasi mengenai ruangan, waktu, peralatan penunjang


berbicara, dan suasana.

5. Tujuan jelas. Pembicara yang baik dapat merumuskan tujuan pembicaranya yang
tegas, jelas, dam gambling.

6. Kontak dengan pendengar. Pembicara berusaha memahami reaksi emosi, dan


perasaan mereka, berusaha mengadakan kontak batin dengan pendengarnya, melalui
pandangan mata, perhatian, anggukan, atau senyuman.

7. Kemampuan linguistiknya tinggi. Pembicara dapat memilih dan menggunakan kata,


ungkapan, dan kalimat yang tepat untuk menggambarkan jalan pikirannya, dapat
menyajikan materi dalam bahasa yang efektif, sederhana, dan mudah dipahami.

8. Menguasai pendengar. Pembicara yang baik harus pandai menarik perhatian


pendengarnya, dapat mengarahkan dan menggerakkan pendengarnya ke arah
pembicaraannya.

9. Memanfaatkan alat bantu.

10. Penampilannya meyakinkan.

11. Berencana.

5
E. HAL-HAL YANG DIPERHATIKAN BERKAITAN DENGAN EFEKTIVITAS
BERBICARA

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam berbicara agar berbicara kita efektif
antara lain sebagai berikut :
1. Cerdas Menguasai Suasana
Orang belajar menulis semestinya terlebih dahulu mempelajari hal-hal yang tidak
akan dia tulis. Begitu juga orang belajar berbicara semestinya terlebih dahulu
mempelajari kapan seharusnya tidak berbicara. Selain itu, didalam berbicara kita
harus tahu berbicara dengan siapa dan di mana kita berbicara. Dengan demikian kita
bisa menguasai suasana. Sering juga kita dengar orang berkata banyak bicara banyak
salah, mengapa demikian karena tidak bisa menguasai suasana.
2. Buat Pembicaraan atau Percakapan lebih hidup dan bisa dinikmati oleh semua yang
terlibat.
a) Pilih topik yang dapat melibatkan semua orang sebelum berbicara tentu terlebih
dahulu memikirkan apa yang akan kita bicarakan. Dalam hal itu kita tidak perlu
memilih topic-topik yang berat misalnya tentang politik, bila orang-orang yang
kita ajak bicara tidak banyak suka politik.
b) Meminta pendapat. Kita akan dikenang sebagai pemicara yang baik jika kita
meminta pendapat dari orang sekitar yang akan kita ajak berbicara. Dengan
demikian pembicaraan kita tidak bisa timbal balik
c) Bantulah orang yang paling pemalu dalam kelompok. Sebagai pembicara yang
baik kita perlu mengajak orang-orang disekitar kita atau orang-orang yang kita
ajak bicara untuk ikut serta dalam pembicaraan.
d) Jangan memonopoli percakapan atau pembicaraan. Dalam berbicara kita tidak
perlu berbicara terus menerus seperti seorang monolog atau interogator,
walaupun demikian juga jangan terlalu sedikit berbicara.
e) Memancing pendapat, pertanyaan-pertanyaan yang dapat memancing pendapat
sangat efektif untuk memulai percakapan atau pembicaraan dalam lingkungan
sosial atau untuk memecahkan keheningan misalnya kita dapat menanyakan hal
yang sedang menjadi topic hangat.
3. Kecemasan Berbicara
Pewujudan kecemasan dapat dilihat diataranya yaitu: detak jantung yang cepat ,
telapak tangan atau punggung berkeringat, nafas terengah-engah, mulut kering,

6
ketegangan otot dada, tangan, leher dan kaki, tangan atau kaki bergetar, suara
bergetar dan parau, berbicara cepat dan tak jelas, tidak sanggup mendengar atau tidak
konsentrasi, terkadang lupa apa yang mau disampaikan. Menurut Psikolog, semua
gejala ini adalah reaksi ilmiah. Artinya semua orang dapat mengalami. Ada beberapa
hal yang menyebabkan orang mengalami kecemasan, yaitu;
a) Tidak tau apa yang harus dibicarakan, tidak tau memulai pembicaraan.
b) Pembicara tau akan dinilai, berhadapan dengan penilai, membuat orang nervous.
c) Kecemasan berbicara dapat menimpa siapa saja, baik pembawa acara pemula
maupun pembicara yang sudah mahir.
Dalam mengatasi kecemasan berbicara, ada dua metode pengendalian
keterampilan berbicara, yaitu:
a) Metode jangka panjang, yakni ketika kita secara brangsur-angsur mengembangkan
keterampilan mengendalikan berbicara.
b) Metode jangka pendek, yakni ketika kita harus segera mengendalikan keterampilan
berbicara pada waktu menyampaikan pidato. Salah satu kondisi yang sering
membuat cemas berbicara adalah berpidato.

7
DAFTAR PUSTAKA

Iskandar, D. Berbicara dan Pembelajarannya.

http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESI
A/196606291991031-DENNY_ISKANDAR/MATERI_BERBICARA_SMP.pdf.
diakses 20 Maret 2019).

Nasution, R. D. Pengembangan Keterampilan Berbicara.

(Online: http://digilib.unimed.ac.id/456/1/Fulltext.pdf. diakses 20 Maret 2019).

Safitri, G. I. dan Puspa, I. 2016. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Berbicara.

(Online: http://gitaindahsafitrirathono.blogspot.com/2016/06/makalah-faktor-faktor-
yang-mempengaruhi.html. diakses 20 Maret 2019).

Sulistyowati, A., Novi Rismahwati, dan Novan Ardianto. 2016


Keterampilan dan Efektivitas Berbicara. (Online:
http://galihadityapurboyo.blogspot.com/2016/06/keterampilan-dan-efektifitas-
berbicara.html. Diakses 20 Maret 2019).

Anda mungkin juga menyukai