Anda di halaman 1dari 15

BILINGUALISME DAN DIGLOSIA

MAKALAH

OLEH

SUNANDARI

ANDI ADNAN

PROGRAM PASCASARJANA PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA


INDONESIA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah Swt pencipta alam
semesta penulis panjatkan kehadirat-Nya semoga salawat dan salam senantiasa
tercurah pada Rasulullah Muhammad saw, beserta keluarga, sahabat dan orang-
orang yang senantiasa istiqamah untuk mencari Ridha-Nya hingga di akhir zaman.

Makalah dengan judul “Bilingualisme dan Diglosia” diajukan untuk


memenuhi tugas yang telah diberikan oleh dosen pengampu Dr. Muhammad
Akhir, M.Pd mata kuliah Sosiolinguistik.

Berbekal dari kekuatan dan ridha dari Allah Swt semata, maka penulisan
makalah ini dapat terselesaikan meski dalam bentuk yang sangat sederhana. Tidak
sedikit hambatan dan rintangan yang penulis hadapi, akan tetapi penulis sangat
menyadari sepenuhnya bahwa tidak ada keberhasilan tanpa kegagalan. Oleh sebab
itu, hanya dari pertolongan Allah Swt. yang hadir lewat uluran tangan serta
dukungan dari berbagai pihak. Karenanya, penulis menghaturkan terima kasih atas
segala bantuan modal dan spritual yang diberikan dalam menyelesaikan makalah
ini.

Juni 2021

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL..................................................................................

KATA PENGANTAR...................................................................................

DAFTAR ISI..................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...................................................................................

B. Rumusan Masalah..............................................................................

C. Tujuan................................................................................................

D. Manfaat..............................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Hakikat Bilingualisme.......................................................................

B. Hakikat Diglosia................................................................................

C. Hubungan Bilingualisme Dan Diglosia.............................................

BAB III PENUTUP

A. Simpulan............................................................................................

B. Saran..................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fenomena bilingualisme dan diglosia itu merupakan itu merupakan

pokok kajian yang menarik, bukan saja karena aspek teorinya, melainkan

juga aspek aplikasinya dalam kenyataan penggunaan bahasa. Contoh-contoh

konkrit dapat anda temukan dalam kehidupan anda sehari-hari. Masing-

masing fenomena bilingualisme dan diglosia akan dibahas dari segi hakikat

atau acuan konseptual dan dari segi profilnya. Bilingualism dan diglosia

adalah pokok yang sangat berhubungan, kadang-kadang ada tumpang tindih

jika terhadap dua fenomena ini.

Dilihat dari jumlah yang digunakan dalam masyarakat bahasa, ada

masyarakat bahasa yang menggunakan satu bahasa atau lebih. Masyarakat

bahasa yang menggunakan satu bahasa dan ada yang menggunakan bahasa

yang dua atau lebih. Masyarakat bahasa yang menggunakan satu bahasa

disebut monolingual dan masyarakat bahasa yang menggunakan dua bahasa

atau labih disebut biligualisme. Menurut Ferguosa, diglosiaadalah fenomena

penggunaan ragam bahasa yang dipilih sesuai dengan fungsinya. Diglosia

dalam masyarakat bahasa yang memiliki satu bahasa dengan dua

ragam(tinggi dan rendah) yang memiliki peranya masing-masing.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana hakikat bilingualisme?


2. Bagaimana  hakikat diglosia?

3. Bagaimana hubungan bilingualisme dan diglosia

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui bagaimana hakikat biligualisme

2. Untuk mengetahui bagaimana hakikat diglosia

3. Untuk mengetahui bagaimana hubungan bilingualism dan diglosia

D. Manfaat

Adapun manfaat dalam makalah ini kepada pembaca, baik yang bersifat

teoritis maupun bersifat praktis, manfaat tersebut sebagai berikut:

1. Secara teoritis, hasil penulisan makalah ini dapat dimanfaatkan dalam

memperkaya wawasan tentang bilingualisme dan diglosia.

2. Secara praktis, hasil penulisan makalah ini dapat dimanfaatkan sebagai

alternatif pembelajaran bahasa yang terkait dengan pemilihan bahan

ajar. Bagi pembaca makalah ini diharapkan mampu menambah

referensi tentang bilingualisme dan diglosia.


BAB  II

PEMBAHASAN

A. Hakikat Bilingualisme

Masyarakat bahasa adalah masyarakat yang menggunakan satu bahasa

yang disepakati sebagai alat komunikasinya. Dilihat dari bahasa yang

digunakan dalam suatu masyarakat bahasa, masyarakat bahasa yang

menggunakan satu bahasa da nada masyarakat yang menggunakan dua

bahasa atau lebih. Masyarakat bahasa yang menggunakan satu bahasa

disebut masyarakat monolingual. Sedangkan masyarakat bahasa yang

menggunakan dua bahasa atau lebih disebut masyarakat bilingual.

Diera maju dan modern ini barangkali jarang ditemukan masyarakat

bahaasa monolingual. Akan tetapi, mungkin masih ada ditemukan misalnya,

daerah-daerah terpencil. Ada juga kemungkinan masyarakat generasi lama

yang karena satu dan lain hal tidak memiliki kesempatan belajar bahasa lain

selain bahasa daerahnya. Setelah menjadi generasi tua, mereka menjadi

masyarakat monolingual. Namun dalam kehidupan sehari-hari, ada pula

masyarakat bilingual. Setidaknya masyarakat yang menggunakan bahasa

daerah dan bahasa Indonesia. Misalnya, masyarakat yang menggunakan

bahasa Sunda dan bahasa Indonesia, bahasa Banjar dengan bahasa Indonesia

dan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia.


Istilah bilingualisme (Inggris:bilingualism) dalam bahasa indonesia

disebut juga kedwibahasaan. Dari istilah secara harfiah sudah dapat

dipahami apa yang dimaksud dengan bilingualisme itu, yaitu berkenaan

dengan penggunaan dua bahasa atau dua kode bahasa. Secara secara

sosiolinguitik secara umum , bilingualisme diartikan sebagai penggunaan

dua bahasa atau lebih seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang

lain secara bergantian(Mackey 1962:12, Fishman 1975:73). Untuk dapat

menggunakan dua bahasa tentunya seseorang harus menguasai dua bahasa

itu. Pertama, bahasa itu sendiri atau bahasa pertamanya(B1) dan bahasa

yang kedua (B2). Orang yang menggunakan bahasa kedua tersebut disebut

orang yang bilingual(kedwibahasaan). Sedangkan kemampuan untuk

menggunakan dua bahasa disebut bilingualitas. Selain

istilah bilingualisme juga digunakan istilah multibilingualisme yakni

keadaan yang digunakan lebih dari dua bahasa oleh seseorang dalam

pergaulannya dengan orang lain secara bergantian.

Pemilihan bahasa dalam bilingualisme ditentukan oleh unsur-unsur

yang menjadi pertimbangan oleh penutur antara lain:

1. Bahasa yang digunakan

2. Ranah (domain) penggunaan

3. Mitra tutur

Dalam kaitan tersebut bilingualism akan menjawab pertanyaan tersebut:

1. Bahasa apa yang digunakan orang

2. Ranah apa bahasa itu digunakan


3. Kepada siapa bahasa itu digunakan

Konsep umum bahwa bilingualisme adalah digunakannya dua bahasa

oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

bergantian akan menimbulkan sejumlah masalah, masalah tersebut yang

biasa dibahasa kalau yang membicarakan bilingualism. Masalah-masalah

tersebut ialah sebagai berikut (lihat Dittmar 1976:170):

1. Sejauhmana taraf kemampuan seseorang akan B2(B1 tentunya dapat

dikuasi dengan baik) sehingga dia dapat disebut sebagai seorang yang

bilingual?

2. Apa yang dimaksud dengan bahasa dalam bilingualisme? Apakah

bahasa dalam pengertian langue, atau sebuah kode, sehingga bisa

termasuk sebuah dialek atau sosiolek

3. Kapan seorang bilingual menggunakan kedua bahasa itu secara

bergantian? Kapan dia bisa harus menggunakan B1-nya, dan kapan

pula harus menggunakan B2-nya? Kapan pula dia dapat

menggunakannya B1-nya atau B2-nya?

4. Sejauh mana B1-nya dapat mempengaruhinya B2-nya, atau sebaliknya

B2-nya dapat mempengaruhi B1-nya

5.  Apakah bilingualisme itu berlaku pada perseorangan atau juga

berlaku pada suatu kelompok masyarakat tutur?

Berdasarkan kemampuan penutur dalam menggunakan bahasa

diperoleh dua tipe bilingualisme yaitu:


1. Bilingualisme setara(coordinate bilingualism) adalah bilingualisme

yang terjadi pada penutur yang memiliki penguasaan secara relatif

sama. Dalam bilingualisme demikian, ada proses berpikir yang

konstan(tidak mengalami kerancuan) pada bahasayang dikuasi dan

sedang digunakan.

2.   Bilingualisme majemuk(compound bilingualism)  adalah

bilingualisme yang terjadi pada penutur yang mengalami proses

berpikir pada seorang bilingual yang bersifat rancu atau kacau dan

menggunakan bahasa yang tidak sama.

B. Hakikat Diglosia

Kata diglosia berasal dari bahasa Prancis diglossie. Dalam pandangan

Ferguson menggunakan istilah diglosia  untuk menyatakan keadaan suatu

masyarakat di mana terdapat dua variasi dari satu bahasa yang hidup

berdampingan dan masing-masing mempunyai peranana tertentu. Jadi

menurut Ferguson diglosia ialah suatu situasi kebahasaan relatif stabil, di

mana selain terdapat jumlah dialek-dialek utama dari suatu bahasa terdapat

juga ragam bahasa yang lain. Ada Sembilan topik yang dibicarakan

Ferguson dalam diglosia yaitu:

1. Fungsi

2.  Prestise

3. Warisan sastra

4. Pemerolehan

5. Standarisasi
6. Stabilitas

7. Gramatika

8. Leksikologi

9. Fonologi

Fenomena diglosia dapat ditemukan pada masyarakat yang bilingual.

Di negara lain, Ferguson menemukan koeksintesi antara varian bahasa

tinggi dan varian bahasa rendah pada bahasa Arab. Varian bahasa Arab

tinggi adalah bahasa Arab klasik dan varian bahasa rendah adalah varian

dialekta. Menurut Ferguson varian bahasa tinggi antara lain digunakan

dalam khotbah di masjid dan gereja, pidato di parlemen, pidato politik,

kuliah di universitas, siaran berita, editorial surat kabar dan puisi. Varian

bahasa rendah digunakan dalam sastra rakyat, sandiwara radio, suarat

pribadi, pembicara antara teman ataupun keluarga.

Di Indonesia situasi diglosia dapat dilihat dari dua situasi yaitu (1)

situasi pilihan bahasa yaitu antara pilihan bahasa Indonesia dan bahasa

daerah. (2) situasi penggunaan varian bahasa yaitu situasi yang dikenakan

pada pilihan ragam dalam bahasa Indonesia yakni ragam baku dan tidak

baku. Tampanya di Indonesia dalam kehidupan sehari-hari anatara bahasa

Indonesia dan bahasa daerah masing-masing memiliki kedudukan tinggi dan

rendahnya sesuai dengan situasinya. Dalam situasi resmi personal bahasa

tinggi jatuh kepada bahasa Indonesia,. Kemudian dalam penggunaan ragam

baku dan tidak baku tampak ragam baku merupakan ragam tinggi dan ragam

tidak baku merupakan ragam rendah.


Menurut Kridalaksana(1976) ragam baku sebagai ragam tinggi

digunakan dalam:

1. Komunikasi resmi

2. Wacana teknis

3. Pembicaraan di depan umum

4. Pembicaraan dengan orang yang dihormati

Sedangkan dalam ragam tidak baku sebagai ragam rendah digunakan dalam:

1. Tawar-menawar di toko

2. Ceramah dalam suasana tidak resmi

3. Percakapan dengan sejawat

4.  Percakapan dengan anggota keluarga

C. Hubungan Bilingualisme dan Diglosia

Fenomena bilingualisme adalah fenomena pemilihan bahasa di antara

dua bahasa atau lebih. Sedangkan fenomena diglosia adalah fenomena

pemilihan bahasa tinggi dan rendah atau ragam bahasa tinggi dan ragam

bahasa rendah.

Hubungan antara bilingualisme dan diglosia dapat dilihat dilihat dari

table dibawah ini:

               Diglosi + -

Bilingualisme
Diglosia dan Bilingualisme

+ Bilingualisme tanpa Diglosia


Diglosia tanpa Tanpa diglosia

- Bilingualisme Tanpa

bilingualisme

Dari table di atas ada empat hubungan antara bilingualism dan diglosia

adalah sebagai berikut :

1. Tipe diglosia dan bilingualisme. Pada tipe ini dua penggunaan bahasa

terjadi. Ada kebiasaan menggunakan dua bahasa atau lebih da nada

kebiasaan menggunakan bahasa tinggi dan bahasa rendah.

2. Tipe bilingualisme tanpa diglosia. Pada tipe ini masyarakat bilingual,

tetapi mereka tidak membatasi fungsi tertentu bagi bahasa dan varian

yang dikuasainya.tipe kedua ini menampakkan kenyataan

bilingualisme adalah karateristik kemampuan penggunaan bahasa

yang individual, sedangkan diglosia adalah krakteristik alokasi fungsi

pada bahasa-bahasa atau varian-varian yang berbeda.

3. Tipe diglosia tanpa bilingualisme. Di dalam tipe ini terdapat dua

kelompok penutur yaitu kelompok yang biasanya lebih kecilatau

disebut dengan ruling group hanya berbahasa dalam dialek tinggi, dan

kelompok yang tidak memiliki kekuasaan dalam masyarakat hanya

berbicara dialek rendah. Banyangkan ada masyarakat bahasa yang

menggunakan dua bahasa atau lebih, tetapi mereka tidak berinteraksi

dengan bahasa tertentu pilihan bersama. Mereka dipersatukan secara

politis, religious, dan secar ekonomis.


4. Tipe tanpa diglosia dan tanpa bilingualisme. Tipe ini masyarakat yang

tanpa diglosia dan tidak bilingualisme tentunya hanya ada satu bahasa

dan tanpa variasi serta dapat digunakan untuk segala macam tujuan .

keadaan ini hanya mungkin terdapat dalam masyarakat primitif  atau

terpencil, yang pada saat ini sukar ditemukan.

Dari keempat pola masyarakat kebahasaan di atas yang paling stabil

hanya dua, yaitu (1) diglosia dengan bilingualisme, dan (2) diglosia tanpa

bilingualisme. Keduanya berkarakter diglosia, sehingga perbedaannya

hanya terlerak pada bilingualismenya.


BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Bilingualisme adalah kebiasaan penggunaan dua bahasa atau lebih
dalam masyarakat bahasa.  Berdasarkan kemampuan penuturnya
bilingualisme dapat dibagi atas dua kategori yakni: Bilingualisme
setara(coordinate bilingualism) adalah bilingualisme yang terjadi pada
penutur yang memiliki penguasaan secara relatif sama. Dalam bilingualisme
demikian, ada proses berpikir yang konstan(tidak mengalami kerancuan)
pada bahasayang dikuasi dan sedang digunakan. Dan bilingualisme
majemuk(compound bilingualism) adalah bilingualisme yang terjadi pada
penutur yang mengalami proses berpikir pada seorang bilingual yang
bersifat rancu atau kacau dan menggunakan bahasa yang tidak sama.
Diglosia adalah fenomena penggunaan bahasa yang dipertimbangkan
pada fungsinya. Diglosia terjadi baik pada masyarakat monolingual maupun
bilingual. Pada masyarakat monolingual diglosia adalah penggunaan ragam
bahasa sesuai dengan pertimbangan fungsi setiap ragam. Sedangkan diglosia
dalam masyarakat bilinguall adalah penggunaan tidak hanya pada
penggunaan ragam, tetapi juga penggunaan bahasa sesuai dengan fungsinya.
Hubungan antara bilingualisme dan diglosia terletak pada titik temu

dan titik pisah. Hubungan titik temu berupa beradanya atau tidak beradanya

bilingualism dan diglosia. Sedangkan hubungan titik pisah berdasarkan

beradanya salah satu fenomena atau tidak adanya salah satu fenomena. Ada

empat tipe hubungan bilingualisme dan diglosia yaitu : (1) diglosia dan

bilingualisme, (2) tipe bilingualisme tanpa diglosia, (3) tipe diglosia tanpa

bilingualisme , dan (4) tipe tanpa diglosia dan tanpa bilingualisme.

B. Saran

Dalam penyusunan makalah yang berjudul “Bilingualisme dan

Diglosia” masih memilki banyak kekurangan sehingga kami mengharaplan

kritik dan saran yang mampu membangun dari dosen dan teman-teman.
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, A. (2008). Sosiolinguistik: Teori, peran, dan fungsinya terhadap

kajian bahasa sastra. LiNGUA: Jurnal Ilmu Bahasa dan Sastra, 3(1).

BAB, I. mahasiswa dapat memahami hakikat kebudayaan, hakikat bahasa,

hubungan antara kebudayaan dan bahasa, serta etika berbahasa dalam

kajian Sosiolinguistik.

Chaer, Abdul dan Agustina,Leonie. 2010. Sosiolinguistik Perkenalasan Awal.

Jakarta:Rineka Cipta

Ibrahim, Dr.Abdul Syukur dan Suparno,Dr.H. 2003. Sosiolinguistik. Jakarta:Pusat

Penerbitan Universitas Terbuka.

Setiawati, F. E., Suandi, I. N., & Wisudariani, N. M. R. (2015). Bilingualisme dan

Diglosia pada Tuturan Siswa di SMP N 6 Negara. Jurnal Pendidikan

Bahasa dan Sastra Indonesia Undiksha, 3(1).

Vinansis, M. R. (2011). Alih kode dan campur kode bahasa Jawa dalam rapat ibu-

ibu PKK di Kepatihan Kulon Surakarta.

Yusuf, E. B. (2016). Sosiolinguistik dan Penerapannya dalam

PBA. TURATS, 6(1).

Anda mungkin juga menyukai