Anda di halaman 1dari 19

MODUL BAHASA INDONESIA

Materi:
Keterampilan Berbicara

DISUSUN OLEH
KHUSNUL FATONAH, M.PD.

POLITEKNIK STMI JAKARTA


2021
MODUL 11
KETERAMPILAN BERBICARA

PENDAHULUAN
Dalam modul 11 ini, mahasiswa akan memperoleh informasi yang berkaitan
dengan keterampilan berbicara. Beberapa hal yang akan dijelaskan dalam modul ini
adalah hakikat keterampilan berbicara, tujuan keterampilan berbicara, faktor-faktor
penunjang dan penghambat keterampilan berbicara, serta jenis-jenis keterampilan
berbicara yang meliputi presentasi formal, berpidato, dan wawancara.
Kemampuan dasar dalam berbicara sudah dimiliki oleh setiap orang. Hal ini
dapat ditelusuri dalam kebiasaan berinteraksi antarindividu dan anggota masyarakat.
Ketika suasana santai, kemampuan dasar dalam berbicara yang biasa dilakukan adalah
berdialog. Ketika berbicara di hadapan umum dalam bentuk seminar, kemampuan
dasar dalam berbicara yang biasa dilakukan adalah presentasi. Jika ingin mengutarakan
gagasan tertentu pada khalayak, kegiatan berbicara yang dilakukan salah satunya
berpidato.
Agar mendapatkan hasil pembicaraan yang baik, pembicara perlu
memperhatikan beberapa hal, misalnya, memilih topik yang tepat, menguasai materi,
mengetahui situasi, tujuan jelas, kontak dengan pendengar, pemilihan kata-kata yang
tepat, urutan gagasan yang bernalar, struktur kalimat yang baik dan benar, penampilan
yang meyakinkan, serta suara yang jelas didengar dan dimengerti pendengar. Dengan
kata lain, berbicara bukan sekadar mengucapkan bunyi-bunyi atau kata-kata.
Diharapkan setelah membaca modul ini, mahasiswa memiliki pengetahuan dalam
hal keterampilan berbicara. Selain itu, mahasiswa mampu mempraktikkan berbagai
jenis keterampilan berbicara sesuai dengan situasi dan kondisi.

Selamat membaca dan belajar!


1. Hakikat Keterampilan Berbicara
Para pakar mendefinisikan kemampuan berbicara secara berbeda-beda. Tarigan
(dalam Mulyati dan Cahyani, 2014) menjelaskan bahwa keterampilan berbicara adalah
kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk
mengekspresikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Konsep yang hampir sama pun
dijelaskan oleh Arsjad dan Mukti (1993) yang mengungkapkan bahwa kemampuan
berbicara adalah kemampuan mengucapkan kalimat-kalimat untuk mengekspresikan,
menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Sementara dalam
kaitannya dengan ekspresi, Setyonegoro (2013) menjelaskan bahwa keterampilan
berbicara merupakan kegiatan ekspresi kreatif dengan melibatkan berbagai anggota
tubuh. Dalam kegiatan berbicara, organ tubuh juga difungsikan untuk mengekspresikan
makna pembicaraan. Artinya, berbicara dapat disertai dengan gerakan tubuh yang
dapat mengekspresikan raut muka pembicara kepada lawan pembicara. Gerakan
anggota tubuh dan ekspresi dalam berbicara berlangsung sejalan dan secara spontan
mengikuti perkataan yang terucap dari pembicara.
Berbicara berarti mengemukakan ide atau pesan lisan secara aktif melalui
lambang-lambang bunyi agar terjadi kegiatan komunikasi antara penutur dan mitra
tutur (Puspitaningrum, 2015). Hal ini sejalan dengan pendapat Djago Tarigan (1990)
yang menyatakan bahwa berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui
bahasa lisan. Kaitan antara pesan dan bahasa lisan sebagai media penyampaian sangat
berat. Pesan yang diterima oleh pendengar tidaklah dalam wujud asli, tetapi dalam
bentuk yang lain, yakni bunyi bahasa. Pendengar kemudian mencoba mengalihkan
pesan dalam bentuk bunyi bahasa itu menjadi bentuk semula. Dengan demikian
berbicara dapat diartikan sebagai keterampilan berbahasa untuk mengucapkan suatu
lambang-lambang bunyi secara aktif dengan tujuan untuk mengungkapkan ide atau
pesan dalam menyampaikan suatu informasi dengan menggunakan lisan antara
pemberi informasi kepada penerima informasi.
Sementara itu, Haryadi dan Zamzani (dalam Saputri, 2015) mengemukakan
bahwa berbicara hakikatnya merupakan suatu proses berkomunikasi sebab di dalamnya
terjadi pesan dari suatu sumber ke sumber lainnya. Hal ini berarti pada umumnya
komunikasi dilakukan melalui proses pemindahan pesan dari satu sumber ke sumber
yang lainnya. Pesan yang akan disampaikan dapat berupa simbol yang dapat dipahami
oleh kedua belah pihak. Bahasa lisan merupakan suatu komunikasi berupa simbol yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia. Dengan demikian suatu proses komunikasi dapet
terjadi dari satu sumber ke sumber lainnya.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa
keterampilan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau
kata-kata secara lisan untuk mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan
pikiran, gagasan dan perasaan kepada seseorang atau kelompok secara lisan, baik
secara berhadapan ataupun dengan jarak jauh sehingga informasi/ pesan dari satu
sumber ke sumber lainnya dapat dipahami sesuai dengan tujuan. Keterampilan
berbicara dalam konsep ini lebih daripada sekadar mengucapkan bunyi-bunyi atau
kata-kata saja. Dalam berbicara dibutuhkan keterampilan untuk mengomunikasikan
gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-
kebutuhan pendengar atau penyimak

2. Tujuan Keterampilan Berbicara


Tujuan utama dari berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat
menyampaikan pikiran secara efektif, pembicara perlu memahami makna atas segala
sesuatu yang ingin disampaikan. Selain itu, pembicara harus mengevaluasi efek
komunikasinya terhadap para pendengarnya.
Tujuan umum berbicara menurut Tarigan (dalam Suandi dkk, 2018) dapat
dijelaskan sebagai berikut.
1. Menghibur
Berbicara untuk menghibur berarti pembicara menarik perhatian pendengar
dengan berbagai cara, seperti humor, spontanitas, menggairahkan, kisah-kisah
jenaka, petualangan, dan sebagainya untuk menimbulkan suasana gembira pada
pendengarnya.
2. Menginformasikan
Berbicara untuk tujuan menginformasikan, untuk melaporkan, dilaksanakan
jika seseorang ingin: a) menjelaskan suatu proses, b) menguraikan,
menafsirkan, atau menginterpretasikan sesuatu hal, c) memberi, menyebarkan,
atau menanamkan pengetahuan, d) menjelaskan kaitan.
3. Menstimulasi
Berbicara untuk menstimulasi pendengar jauh lebih kompleks dari tujuan
berbicara lainnya sebab berbicara itu harus pintar merayu, memengaruhi, atau
meyakinkan pendengarnya. Ini dapat tercapai jika pembicara benar-benar
mengetahui kemauan, minat, inspirasi, kebutuhan, dan cita-cita pendengarnya.
4. Menggerakkan
Dalam berbicara untuk menggerakkan diperlukan pembicara yang berwibawa,
panutan, atau tokoh idola masyarakat. Melalui kepintarannya dalam berbicara,
kecakapan memanfaatkan situasi, ditambah penguasaannya terhadap ilmu jiwa
massa, pembicara dapat menggerakkan pendengarnya.
5. Meyakinkan
Berbicara dengan tujuan meyakinkan ini dapat membuat pendengar yakin
tentang informasi yang disampaikan pembicaranya. Melalui keterampilannya,
pembicara berusaha mengubah sikap pendengarnya dari tidak setujuamenjadi
setuju, dari tidak simpati menjadi simpati, dan sebagainya. Agar semakin
meyakinkan, pembicara harus melandaskan pembicaraannya pada argumentasi
yang bernalar, logis, dan dapat dipertanggungjawabkan dari berbagai segi.
Berdasarkan tujuan-tujuan berbicara tersebut, dapat dikatakan bahwa berbicara
merupakan alat berkomunikasi secara lisan untuk dapat menyampaikan semua yang
dirasakan dan dipikirkan. Berkomunikasi secara lisan dapat dilakukan dalam bentuk
sebuah simbol bunyi. Selain untuk berkomunikasi secara lisan, berbicara juga dapat
melatih keterampilan bertanya untuk mendapatkan informasi yang diinginkan. Dengan
berbicara, seseorang dapat menyampaikan suatu informasi dari satu sumber ke sumber
lainnya dan mengemukakan pendapat dari suatu permasalahan. Selain itu, dengan
berbicara, orang dapat menyatakan, mengungkapkan, dan mengekspresikan suatu
perasaan yang telah dirasakannya.

3. Faktor-Faktor Penunjang dan Penghambat Keterampilan


Berbicara
Palman (dalam Suandi dkk, 2018) mengemukakan bahwa keterampilan-
keterampilan yang diperlukan dalam berbicara meliputi (1) mengucapkan bunyi bahasa
dengan baik dan jelas, (2) mengucapkan kata-kata dengan betul, (3) menyatakan
sesuatu dengan jelas, (4) bersikap berbicara yang baik, (5) memiliki nada berbicara
yang menyenangkan, (6) menggunakan kata-kata secara tepat sesuai dengan maksud
yang dinyatakan, (7) menggunakan kalimat dengan efektif, (8) mengorganisasi pokok-
pokok pikiran dengan baik, (9) mengetahui waktu harus berbicara, (10) berbicara
secara bijaksana dan mendengarkan pembicaraan dengan sopan. Hal-hal tersebut oleh
Maidar dan Mukti (dalam Wulandari, 2014) dijelaskan menjadi dua aspek besar, yakni
aspek kebahasaan dan nonkebahasaan yang dijabarkan sebagai berikut.
1. Faktor kebahasaan, antara lain: (a) ketepatan ucapan (meliputi ketepatan
pengucapan vokal dan konsonan), (b) penempatan tekanan, (c) penempatan
persendian, (d) penggunaan nada/irama, (e) pilihan kata, (f) pilihan ungkapan, (g)
variasi kata, (h) tata bentukan, (i) struktur kalimat, dan (j) ragam kalimat. Dalam
kaitannya dengan faktor-faktor kebahasaan ini, ada pula yang memerinci antara lain
ketepatan ucapan, penempatan tekanan nada, sendi, atau durasi yang sesuai, pilihan
kata, ketepatan penggunaan kalimat dan tata bahasa, serta ketepatan sasaran
pembicaraan.

2. Faktor nonkebahasaan yang meliputi: (a) keberanian/semangat, (b) kelancaran,


(c) kenyaringan suara, (d) pandangan mata, (e) gerak-gerik dan mimik, (f)
keterbukaan, (g) penalaran, dan (h) penguasaan topik. Jika dijabarkan lebih detail,
faktor-faktor nonkebahasaan ini juga mencakup sikap yang wajar, tenang, dan tidak
kaku, pandangan harus diarahkan ke lawan bicara, kesediaan menghargai orang lain,
gerak-gerik dan mimik yang tepat, kenyaringan suara, kelancaran, relevansi,
penalaran, dan penguasaan topik.

Sementara itu, menurut Burhan (dalam Ahmad, 2013) ada empat aspek yang
dinilai pada saat kegiatan berbicara di antaranya sebagai berikut.
1) Ketepatan pengucapan
Seorang pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi bahasa
secara tepat. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat dapat mengalihkan perhatian
pendengar, menimbulkan kebosanan, kurang menyenangkan, atau kurang menarik.
Sudah tentu pola ucapan dan artikulasi yang digunakan tidak selalu sama. Setiap orang
mempunyai gaya tersendiri dan gaya bahasa yang dipakai berubah-ubah sesuai dengan
pokok pembicaraan, perasaan, dan sasaran. Akan tetapi, jika perbedaan atau perubahan
itu terlalu mencolok dan menyimpang, keefektifan komunikasi akan terganggu.
2) Ketepatan intonasi
Kesesuaian intonasi merupakan daya tarik tersendiri dalam berbicara dan
merupakan faktor penentu. Walaupun masalah yang dibicarakan kurang menarik,
penempatan intonasi yang sesuai dengan masalahnya menjadi menarik. Sebaliknya jika
penyampaiannya datar saja, hampir dapat dipastikan menimbulkan kejemuan dan
keefektifan berbicara berkurang.
Demikian juga halnya dalam pemberian intonasi pada kata atau suku kata. Tekanan
suara yang biasanya jatuh pada suku kata terakhir atau suku kata kedua dari belakang,
kemudian ditempatkan pada suku kata pertama. Misalnya kata peyanggah, pemberani,
kesempatan, diberi tekanan pada pe-, pem-, ke-, tentu kedengarannya janggal.
3) Pilihan kata (diksi)
Pilihan kata (diksi) hendaknya tepat, jelas, dan bervariasi. Jelas maksudnya mudah
dimengerti oleh pendengar yang menjadi sasaran. Pendengar akan lebih terangsang dan
lebih paham, kalau kata-kata yang digunakan sudah dikenal oleh pendengar. Misalnya,
kata-kata populer tentu akan lebih efektif daripada kata-kata yang muluk-muluk dan
kata-kata yang berasal dari bahasa asing. Kata-kata yang belum dikenal memang
membangkitkan rasa ingin tahu, tetapi menghambat kelancaran komunikasi. Pilihan
kata itu tentu harus disesuaikan dengan pokok pembicaraan dan dengan siapa kita
berbicara (pendengar).
4) Kelancaran
Seorang pembicara yang lancar berbicara memudahkan pendengar menangkap isi
pembicaraannya. Ia akan mampu mengatur tempo ketika berbicara, tidak terlalu lambat
atau terlalu cepat.

Rusmiati (dalam Isah Cahyani dan Hodijah, 2007) mengemukakan beberapa


faktor penghambat kegiatan berbicara. Hambatan-hambatan tersebut terdiri atas
hambatan yang datang dari pembicara sendiri (internal) dan hambatan yang datang dari
luar pembicara (eksternal).
1. Hambatan internal
Hambatan internal adalah hambatan yang muncul dari dalam diri pembicara.
Hal–hal yang dapat menghambat kegiatan berbicara adalah sebagai berikut.
a. Ketidaksempurnaan alat ucap
Kesalahan yang diakibatkan kurang sempurnanya alat ucap akan
memengaruhi keefektifan dalam berbicara. Selain itu, pendengar akan salah
menafsirkan maksud pembicara.
b. Penguasaan komponen kebahasaan (lafal danintonasi, pilihan kata (diksi),
struktur bahasa, gaya bahasa)
c. Penggunaan komponen isi (hubungan isi dengan topik, struktur isi, kualitas
isi, kuantitas isi)
d. Kelelahan dan kesehatan fisik maupun mental

2. Hambatan eksternal
Selain hambatan internal, pembicara akan menghadapi hambatan yang datang
dari luar dirinya. Hambatan itu kadang-kadang muncul dan tidak disadari
sebelumnya oleh pembicara. Hambatan eksternal meliputi:
a. Suara atau bunyi
Hendaknya pembicara harus berani dan siap mental dalam menghadapi
suara-suara sumbang dari para pendengar yang bisa membuat mental turun.
b. Kondisi ruangan
Kegaduhan, keributan-keributan kecil yang terjadi di ruangan bisa sedikit
membuat konsentrasi buyar. Pembicara harus fokus pada apa yang
dibawakannya, harus bisa mengondisikan pendengar supaya tetap tenang
dan tertib.
c. Media
Dalam menyampaikan berita, pembicara harus menyiapkan media-media
pendukung supaya komunikasi berjalan lancar tanpa hambatan
d. Pengetahuan pendengar
Pembicara yang baik adalah pembicara yang mampu mengetahui sejauh
mana pengetahuan yang dimiliki para pendengarnya, sehingga apa yang
disampaikannya bisa dipahami para pendengarnya dan juga tidak terjadi
salah komunikasi.
4. Jenis-Jenis Keterampilan Berbicara
Ada banyak jenis keterampilan berbicara yang dapat dikembangkan
mahasiswa. Namun, pada modul ini, keterampilan berbicara yang akan dijelaskan
mencakup presentasi ilmiah, wawancara, dan berpidato.
a. Presentasi Ilmiah
Arifin dan Tasai (2010) menjelaskan bahwa presentasi ilmiah adalah penyajian
karya tulis atau karya ilmiah seseorang di depan forum undangan atau peserta yang
dilakukan secara aktif dalam jangka waktu yang tersedia. Penyajian karya tulis
tersebut bermanfaat untuk menyebarkan informasi, baik yang sifatnya ilmiah atau
berdasarkan hasil penelitian maupun pengetahuan terapan yang bersifat populer.
Unsur-unsur yang menunjang presentasi ilmiah antara lain penyaji (pemakalah),
pemandu, pencatat (notulis), dan peserta. Beberapa hal yang perlu diperhatikan
pembicara ketika melakukan presentasi ilmiah adalah sebagai berikut.
(1) Materi yang akan dipresentasikan mampu menarik minat dan perhatian peserta
Penyaji atau pembicara harus menguasai materi yang akan disampaikan dan
materi tersebut penting untuk diketahui. Selain itu, pembicara juga mampu
menggunakan media yang menarik, seperti slide di Power Point, animasi, atau
video.
(2) Mengarahkan perhatian peserta didik
Pembicara dapat memanfaatkan informasi latar belakang peserta atau
memperkenalkan secara resmi siapa saja yang hadir dalam acara tersebut.
(3) Mempertahankan minat dan perhatian peserta
Pembicara perlu menjaga agar suara tidak monoton dan selalu jelas terdengar.
Pembicara juga dapat menggunakan intonasi serta tempo pembicaraan yang
tepat.
(4) Menjaga kefokusan masalah yang tetap
Keterampilan pembicara dalam menjaga alur presentasi sangat diperlukan.
Dalam hal ini, hal-hal yang disampaikan pembicara harus fokus pada masalah,
singkat, dan padat.
(5) Menjaga etika atau kode etik presentasi
Kejujuran dalam menyajikan informasi juga perlu diperhatikan pembicara. Jika
data tersebut diambil dari suatu sumber, pembicara harus mencantumkan
sumber dari data tersebut. Jika ada hal-hal yang sekiranya dapat menyinggung
perasaan peserta sebaiknya tidak perlu diucapkan.

b. Berpidato
Contoh lain dari keterampilan berbicara yang perlu dikuasai mahasiswa adalah
berpidato. Pidato adalah sebuah kegiatan berbicara di depan umum atau berorasi
untuk menyatakan pendapatnya atau memberikan gambaran tentang suatu hal.
Pidato biasanya dibawakan oleh seorang yang memberikan orasi-orasi dan
pernyataan tentang suatu hal/peristiwa yang penting dan patut diperbincangkan.
Pidato yang baik ditandai oleh beberapa kriteria. Amran dan Tasai (2010)
menjelaskan kriteria tersebut antara lain, isi pidato sesuai dengan kegiatan yang
sedang berlangsung, menggugah dan bermanfaat bagi pendengar, tidak
menimbulkan pertentangan sara, jelas, benar dan objektif, serta bahasa yang dipakai
mudah dipahami, santun, rendah hati, dan bersahabat.
Agar pidato yang dibawakan berhasil, ada beberapa hal yang perlu dikuasai di
antaranya lafal, tempo, dinamik, dan warna suara. Lafal berkaitan dengan kejelasan
pengucapan, baik itu huruf, kata, maupun kalimat. Tempo dapat diartikan sebagai
cepat lambatnya pengucapan. Dinamik berkaitan dengan keras lembutnya suara.
Sementara itu, warna suara adalah kaitan antara kata yang diucapkan dengan
suasana hati, misalnya, gembira, sendu, sedih, atau khidmat sesuai dengan tujuan
acara tersebut.
Dalam kaitannya dengan berpidato, Keraf (1994) menjelaskan empat macam
metode yang dapat dilakukan dalam hal penyajian lisan.
(1) Metode impromptu (serta merta), yakni metode penyajian yang dilakukan secara
spontan, tanpa persiapan, dan berdasarkan kebutuhan sesaat.
(2) Metode menghafal, yakni metode penyajian yang dilakukan dengan cara
menghafal materi yang akan dibawakan.
(3) Metode naskah, yakni metode panyajian yang dilakukan dengan cara membaca
naskah atau teks. Biasanya metode ini dipakai dalam pidato-pidato resmi.
Keahlian dalam membacakan teks sangat diperlukan agar pidato yang
disampaikan tidak monoton atau membosankan.
(4) Metode ekstemporan, yakni metode penyajian yang dilakukan dengan membuat
catatan-catatan kecil berisi poin-poin yang akan disampaikan.

Selain metode, Ermanto dan Emidar (2019) menjelaskan bahwa ada beberapa
taktik berpidato yang dapat dikuasai di antaranya sebagai berikut.
(1) Taktik suspensi, yaitu taktik yang mengemukakan pernyataan-pernyataan baru
yang mengejutkan.
(2) Taktik partiner, yakni taktik yang mengemukakan pertanyaan yang menuju pada
tema pidato yang hendak disampaikan.
(3) Taktin qontation, yakni semacam taktik dengan mengulangi lagi kata-kata yang
populer.
(4) Taktik self reference, yakni taktik dengan menceritakan pengalaman-
pengalaman pribadi yang cocok dengan tema pidato yang akan disampaikan.
(5) Taktik happening reference, yakni taktik yang bertujuan untuk mengemukakan
kejadian-kejadian penting yang sesuai dengan tema untuk menarik perhatian
pendengar.
(6)Taktik exhibition, yaitu taktik dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan
yang mengagetkan untuk menarik kembali perhatian pendengar.
(7) Taktik appeal self interest, yakni taktik dengan mengemukakan penyataan-
pernyataan untuk menggugah kepentingan pribadi pendengarnya.
c. Wawancara
Wawancara adalah tanya jawab antara dua pihak, yaitu pewawancara dan
narasumber untuk memperoleh data, keterangan, atau pendapat tentang suatu hal atau
informasi. Syarat yang perlu diperhatikan sebelum melakukan kegiatan wawancara
adalah ada pewawancara atau wartawan, ada narasumber, dan ada bahan yang
dipertanyakan. Narasumber adalah orang yang memberikan jawaban atau pendapat
atas pertanyaan pewawancara. Narasumber juga biasa disebut dengan informan.
Ditinjau dari segi pelaksanaannya, wawancara dibagi menjadi tiga jenis, yakni
wawancara bebas, wawancara terpimpin, dan wawancara bebas terpimpin. Dalam
wawancara bebas, pewawancara bebas menanyakan apa saja kepada responden, tetapi
harus diperhatikan bahwa pertanyaan itu berhubungan dengan data-data yang
diinginkan. Jika tidak hati-hati, kadang-kadang arah pertanyaan tidak terkendali.
Dalam wawancara terpimpin, pewawancara sudah dibekali dengan daftar pertanyaan
yang lengkap dan terperinci. Sementara itu, Dalam wawancara bebas terpimpin,
pewawancara mengombinasikan wawancara bebas dengan wawancara terpimpin, yang
dalam pelaksanaannya pewawancara sudah membawa pedoman tentang apa-apa yang
ditanyakan secara garis besar.
Saat melakukan wawancara, pewawancara harus dapat menciptakan suasana
agar tidak kaku sehingga responden mau menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan. Berikut adalah sikap-sikap yang harus dimiliki seorang pewawancara.
(1) Netral; artinya, pewawancara tidak berkomentar untuk tidak setuju terhadap
informasi yang diutarakan oleh responden karena tugasnya adalah merekam
seluruh keterangan dari responden, baik yang menyenangkan atau tidak.
(2) Ramah; artinya pewawancara menciptakan suasana yang mampu menarik minat si
responden.
(3) Adil; artinya pewawancara harus bisa memperlakukan semua responden dengan
sama. Pewawancara harus tetap hormat dan sopan kepada semua responden
bagaimanapun keberadaannya.
(4) Hindari ketegangan; artinya, pewawancara harus dapat menghindari ketegangan,
jangan sampai responden sedang dihakimi atau diuji. Kalau suasana tegang,
responden berhak membatalkan pertemuan tersebut dan meminta pewawancara
untuk tidak menuliskan hasilnya. Pewawancara harus mampu mengendalikan
situasi dan pembicaraan agar terarah.

Sebelum melakukan wawancara, ada beberapa tahap yang perlu diperhatikan


pewawancara.
(1) Tahap Persiapan
a. Menentukan maksud atau tujuan wawancara (topik wawancara)
b. Menentukan informasi yang akan dikumpulkan atau didata
c. Menentukan dan menghubungi nara sumber
d. Menyusun daftar pertanyaan

(2) Tahap Pelaksanaan


a. Mengucap salam
b. Memperkenalkan diri
c. Mengutarakan maksud dan tujuan wawancara
d. Menyampaikan pertanyaan dengan teratur
e. Mencatat dan merekam pokok-pokok wawancara
f. Mengakhiri dengan salam dan meminta kesediaan narasumber untuk dapat
dihubungi kembali jika ada yang perlu dikomfirmasi atau dilengkapi.

(3) Tahap Penyusunan Hasil Wawancara.


Laporan wawancara terdiri dari bagian bagian sebagai berikut.
a. Tema atau topik wawancara
b. Tujuan atau maksud dari wawancara
c. Identitas narasumber
d. Ringkasan isi wawancara.Isi wawancara dapat ditulis dalam bentuk dialog atau
dalam bentuk narasi.

Ketika proses wawancara berlangsung, ada beberapa hal yang sebaiknya dihindari,
di antaranya (1) pewawancara tidak perlu menyampaikan pertanyaan yang sudah
umum atau pasti jawabannya, (2) menanyakan pertanyaan yang inti jawabannya sama
dengan pertanyaan sebelumnya, (3) meminta narasumber untuk mengulang-ulang
jawabannya, (4) memotong pembicaraan narasumber, dan (5) Bersikap lebih pandai
dari narasumber.

LATIHAN
Kerjakan soal latihan berikut dengan baik dan benar!
1. Jelaskan kendala-kendala yang sering dihadapi ketika melakukan presentasi ilmiah!
2. Kegiatan wawancara juga tidak asing dalam dunia kerja. Jelaskan menurut pendapat
Anda hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat akan melakukan wawancara kerja!

RANGKUMAN
Keterampilan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi
artikulasi atau kata-kata secara lisan untuk mengekspresikan, menyatakan, serta
menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan kepada seseorang atau kelompok secara
lisan, baik secara berhadapan ataupun dengan jarak jauh sehingga informasi/ pesan dari
satu sumber ke sumber lainnya dapat dipahami sesuai dengan tujuan. Secara umum,
tujuan utama dari berbicara adalah untuk berkomunikasi secara lisan untuk dapat
menyampaikan semua yang dirasakan dan dipikirkan. Lebih lanjut, Tarigan (dalam
Suandi dkk, 2018) menjelaskan beberapa tujuan dari berbicara, di antara untuk
menghibur, menginformasikan, menstimulasi, menggerakkan, dan meyakinkan.
Faktor penunjang keterampilan berbicara terdiri atas faktor kebahasaan dan
nonkebahasaan. Faktor kebahasaan mencakup (a) ketepatan ucapan (meliputi
ketepatan pengucapan vokal dan konsonan), (b) penempatan tekanan, (c) penempatan
persendian, (d) penggunaan nada/irama, (e) pilihan kata, (f) pilihan ungkapan, (g)
variasi kata, (h) tata bentukan, (i) struktur kalimat, dan (j) ragam kalimat. Sementara
faktor nonkebahasaan yang meliputi: (a) keberanian/semangat, (b) kelancaran, (c)
kenyaringan suara, (d) pandangan mata, (e) gerak-gerik dan mimik, (f) keterbukaan,
(g) penalaran, dan (h) penguasaan topik.
Selain faktor penunjang, ada pula faktor penghambat keterampilan berbicara.
Hambatan-hambatan tersebut terdiri atas hambatan yang datang dari pembicara sendiri
(internal) dan hambatan yang datang dari luar pembicara (eksternal). Hambatan
internal dapat berkaitan dengan ketidak sempurnaan alat ucap, penguasaan komponen
kebahasaan (lafal danintonasi, pilihan kata (diksi), struktur bahasa, gaya bahasa),
penggunaan komponen isi (hubungan isi dengan topik, struktur isi, kualitas isi,
kuantitas isi), serta kelelahan dan kesehatan fisik maupun mental. Sementara itu,
hambatan eksternal berkaitan dengan keadaan di luar diri pembicara, seperti suara atau
bunyi, kondisi ruangan, media, dan pengetahuan pendengar.
Jenis-jenis keterampilan berbicara yang perlu dikuasai mahasiswa antara lain
presentasi ilmiah, berpidato, dan wawancara. Presentasi ilmiah adalah penyajian karya
tulis atau karya ilmiah seseorang di depan forum undangan atau peserta yang dilakukan
secara aktif dalam jangka waktu yang tersedia. Pidato adalah sebuah kegiatan berbicara
di depan umum atau berorasi untuk menyatakan pendapatnya atau memberikan
gambaran tentang suatu hal. Wawancara adalah tanya jawab antara dua pihak, yaitu
pewawancara dan narasumber untuk memperoleh data, keterangan, atau pendapat
tentang suatu hal atau informasi.
TES OBJEKTIF
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut dengan memilih jawaban yang benar!
1. Berikut ini yang merupakan hakikat berbicara adalah...
a. Mengungkapkan perasaan
b. Bercakap
c. Berekspresi
d. Berdialog
e. Melahirkan pendapat

2. Hal-hal berikut yang menjadi landas tumpu berbicara adalah...


a. Keakraban
b. Kehadiran
c. Keseriusan
d. Situasi
e. Simpulan pembicaraan

3. Berikut ini yang merupakan hambatan internal ketika berbicara adalah...


a. Ketidaksempurnaan alat ucap dan kelelahan fisik atau mental
b. Penguasaan komponen kebahasaan dan media kegiatan berbicara
c. Kelelahan fisik atau mental dan suara atau bunyi yang bising
d. Ruangan yang gaduh dan media kegiatan berbicara
e. Pengetahuan pendengar dan penguasaan diksi

4. Pembicara menarik perhatian pendengar dengan berbagai cara, seperti humor,


spontanitas, menggairahkan, kisah-kisah jenaka, petualangan, dan sebagainya untuk
menimbulkan suasana gembira pada pendengarnya termasuk tujuan berbicara yang
bersifat...
a. Menghibur
b. Menginformasikan
c. Menstimulasi
d. Menggerakkan
e. Meyakinkan

5. Metode penyajian pidato yang dilakukan secara spontan, tanpa persiapan, dan
berdasarkan kebutuhan sesaat disebut…
a. Metode teks
b. Metode menghafal
c. Metode ekstemporan
d. Metode naskah
e. Metode impromptu
6. Unsur-unsur yang menunjang presentasi ilmiah adalah…
a. Pemakalah, narasumber, dan peserta.
b. Penyaji (pemakalah), pemandu, pencatat (notulis), dan peserta.
c. Narasumber, pengawas, penyaji, dan peserta
d. Pengawas, pelatih, dan peserta
e. Pelatih, pemakalah, penyaji, dan notulis.

7. Faktor nonkebahasaan yang menunjang keterampilan berbicara adalah…


a. Intonasi
b. Artikulasi
c. Gerak-gerik dan mimik
d. Tempo berbicara
e. Pilihan kata

8. Berikut adalah jenis-jenis kegiatan yang berkaitan dengan keterampilan berbicara,


kecuali…
a. Berpidato
b. Bernegosiasi
c. Presentasi
d. Menyimak pembacaan berita
e. Bercerita

9. Orang yang bertugas untuk mengatur jalannya presentasi atau diskusi, termasuk
penentu waktu yang disediakan untuk presentasi disebut…
a. Moderator
b. Pemakalah
c. Peserta
d. Penyaji
e. Notulis

10. Salah satu cara yang dapat dilakukan pembicara untuk mempertahankan minat dan
perhatian peserta agar fokus dalam menyimak presentasi adalah…
a. Pembicara selalu menjaga agar suara selalu jelas terdengar
b. Pembicara menjaga perasaan peserta agar tidak ada yang tersinggung
c. Pembicara dapat menggunakan beragam alat bantu agar presentasi lebih
menarik
d. Gaya berbicara pembicara perlu divariasikan
e. Pembicara perlu menjaga agar suaranya tidak monotong
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, E Zaenal dan S. Amran Tasai. 2010. Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta:
Akademika Pressindo.
Ermanto dan Emidar. 2019. Bahasa Indonesia: Pengembangan Kepribadian di
Perguruan Tinggi. Depok: Raja Grafindo Persada.
Keraf, Gorys. 1994. Komposisi. Flores: Nusa Indah.
Mulyati, Yeti dan Isah Cahyani. 2015. Keterampilan Berbahasa Indonesia di SD.
Tangerang: Universitas Terbuka.
Suandi, I Nengah dkk. 2018. Keterampilan Berbahasa Indonesia Berorientasi
Integrasi Nasional dan Harmoni Sosial. Depok: Raja Grafindo Persada.
Utorodewo, Felicia N. 2011. Bahasa Indonesia: Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah.
Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
https://www.gurupendidikan.co.id (diakses pada 15 Mei 2021)

Anda mungkin juga menyukai