Anda di halaman 1dari 15

Keterampilan Berbicara dengan Pidato

1. PENGERTIAN KETERAMPILAN BERBICARA

Ada banyak ketrampilan dalam berbahasa, salah satunya adalah berbicara. Berbicara
merupakan suatu komunikasi langsung dengan menyampaikan ide, gagasan, pendapat,
maupun pesan yang lainnya. Keterampilan berbahasa bagi manusia sangat diperlukan untuk
berkomunikasi dengan orang lain. Dalam keterampilan berbahasa terdapat 4 (empat) aspek
yaitu berbicara, menulis, membaca dan menyimak. Jika seseorang mempunyai keterampilan
bahasa tersebut, maka akan lebih mudah mendapatkan informasi dan berkomunikasi dengan
orang baik secara lisan maupun tulisan (Mahardini dkk. 2017). Bagi sebagian orang mungkin
berpendapat bahwa berbicara itu mudah dan tidak memerlukan proses. Namun, berbeda pada
posisi resmi dengan berbicara di depan banyak orang seperti pidato, memberikan sambutan,
bercerita, dan sebagainya. Berbicara di depan banyak orang dengan kondisi yang resmi
diperlukan proses belajar agar memiliki keterampilan berbicara yang baik. “To enunciate
well, perform professionally, and satisfy an audience, one should become familiar with the
elements of communication and use them in one's presentations”. Maksudnya bahwa untuk
mengucapkan dengan baik, tampil secara profesional, dan memuaskan audiens, orang harus
terbiasa dengan unsur-unsur komunikasi dan menggunakannya dalam presentasi seseorang.
(Parvis, Leo F, 2001). Keterampilan berbicara merupakan salah satu dari empat aspek
keterampilan berbahasa. Keempat aspek keterampilan berbahasa (language skills) yaitu
antara lain: keterampilan menyimak (listening skills), keterampilan berbicara (speaking
skills), keterampilan membaca reading skills), dan keterampilan menulis (writing skills).
Oleh karena itu, dengan mempelajari salah satu keterampilan berbahasa akan melibatkan
keterampilan berbahasa yang lainnya.
Haryadi dan Zamzani (2000:72) mengemukakan bahwa secara umum berbicara dapat
diartikan sebagai suatu penyampaian maksud (ide, pikiran, isi hati) seseorang kepada orang
lain dengan menggunakan bahasa lisan sehingga maksud tersebut dapat dipahami orang lain.
(Mabruri, 2017). Sedangkan menurut Tarigan (1986:15) berbicara merupakan kemampuan
mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan
serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan, yang dibuktikan dalam [CITATION
wul16 \l 1057 ]. “Speaking is the uniquely human act or process of sharing and exchanging
information, ideas, and emotions using oral language” (Fisher&Frey, 2007:16).
“Maksudnya adalah berbicara merupakan tindakan atau proses manusia yang unik untuk
berbagi dan bertukar informasi, ide, dan emosi menggunakan bahasa lisan (Fisher & Frey,
2007: 16).
Berbicara secara umum dapat diartikan suatu penyampaian maksud bisa berupa gagasan,
pikiran, isi hati seseorang kepada orang lain, dibuktikan dalam (Saddhono & Slamet, 2012).
Keterampilan hanya dapat diperoleh dan dikuasai dengan jalan praktik dan banyak latihan
(Tarigan, 2008). Kemampuan berbicara ini dilatih dengan tujuan untuk mempermudah
memahami maksud yang disampaikan oleh orang lain dalam berkomunikasi. Kemampuan
berbicara tidak diperoleh dengan sendirinya. Kemampuan ini dikembangkan lewat jalur
sekolah, melalui program yang direncakan secara khusus dan latihan-latihan, dibuktikan
dalam (Mudini Salamat Purba, 2009: 1). Keterampilan berbicara merupakan keterampilan
mereproduksi arus sistem bunyi artikulasi untuk menyampaikan kehendak, kebutuhan
perasaan, dan keinginan kepada orang lain (Iskandarwassid & Dadang Sunendar, 2011).
Sebagai perluasan dari batasan ini dapat dikatakan bahwa berbicara merupakan suatu
sistem tanda-tanda yang dapat didengar (audible ) dan yang kelihatan (visible) yang
memanfaatkan sejumlah otot dan jaringan otot tubuh manusia demi maksud dan tujuan
gagasan-gagasan atau ide-ide yang dikombinasikan. Berbicara merupakan sarana utama
untuk membina saling pengertian , komunikasi, timbal balik, dengan menggunakan bahasa
sebagai medianya [CITATION Nga14 \l 1057 ] . Berbicara merupakan salah satu keterampilan
bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi. Oleh karenaitu, dalam berbicara,bahasa juga
diperhatikan dalam penggunannya.Bahasa hadir dalam kehidupan manusia karena manusia
membutuhkanya untuk berkomunikasi (Nurgiyantoro, 2014). Di era mea bahasa menjadi
faktor penting dalam berkomunikasi. (Rondiyah dkk. 2017).
Berdasarkan beberapa pengertian para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa berbicara
lebih daripada sekadar mengucapkan bunyi-bunyi atau kata-kata saja, melainkan suatu alat
untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan-kebutuhan pendengar atau penyimak.
Sintesis : Berbicara adalah salah satu cara yang digunakan manusia untuk menyampaikan
sesuatu berupa pikiran,perasaan maupun gagasan secara langsung kepada orang lain agar
orang lain dapat mengerti apa yang dimaksudkan.

2. HAKIKAT DAN TUJUAN BERBICARA


Dalam ketrampilan berbicara, implikasi berbicara dalam kontek komunikasi pada dasarnya
adalah hakikat berbicara yang meliputi : berbicara merupakan ekspresi kreatif dan tingkah
laku; berbicara dan menyimak merupakan komunikasi yang seiring; dalam kontek
komunikasi dengan lawan berbicara, berbicara adalah komunikasi resiprokal; berbicara
adalah wujud individu berkomunikasi; berbicara adalah pancaran kepribadian dan tingkah
laku intelektual; berbicara adalah keterampilan yang diperoleh melalui usaha belajar;
berbicara menjadi media untuk memperluas ilmu pengetahuan (Setyonegoro, 2013).
Berbicara pada hakikatnya merupakan suatu proses komunikasi yang dalam proses itu terjadi
pemindahan pesan dari satu pihak (komunikator) ke pihak lain (komunikan). Abdul Gofur
berpendapat bahwa pesan yang akan disampaikan kepada komunikan lebih dahulu diubah ke
simbol-simbol yang dipahami oleh kedua belah pihak (Saddhono & Slamet, 2012).
Tujuan dari berbicara adalah untuk berkomunikasi dengan orang lain. Selain itu dalam
proses pembelajaran, Akhya menjelaskan bahwa berbicara sangat penting memberikan
kontribusi besar kepada peserta didik untuk melakukan keterampilan komunikasi mereka
lebih baik (Darmukti dkk. 2015). Berbicara adalah bagian yang tidak dapat dilepaskan dari
individu dalam kehidupan sehari-hari sebagai cara untuk berkomunikasi dengan orang lain di
sekitarnya. The interaction between teacher and student in teaching-learning process usually
use spoken language. Maksudnya adalah interaksi antara guru dan siswa dalam proses belajar
mengajar biasanya menggunakan bahasa lisan. (Saddhono & Rohmadi, 2014). Dapat
disimpulkan bahwa nteraksi antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran dengan
berbicara akan mempermudah initeraksi antara guru kepada siswa atau sebaliknya. Seperti
contohnya Khotbah Jumat menurut (Saddhono,2011) . Khotbah Jumat merupakan salah satu
sarana yang digunakan umat Islam yang bertujuan untuk mengajak masyarakat untuk berbuat
baik dan mencegah perbuatan buruk (sarana dakwah). Seorang yang menyampaikan dakwah
disebut khotib. Agar dapat menarik simpati dari jemaah atau orang yang menyimak khotbah,
diperlukan sebuah keterampilan berbicara yang baik. Istilah untuk menarik massa malalui
keterampilan berbicara dimaknai sebagai retorika, di dalam khotbah Jumat banyak terdapat
aspek bahasa yang dipengaruhi oleh unsur kebudayaan setempat.
Ada beberapa pendapat para ahli yang mengemukakan beberapa tujuan dari berbicara,
yaitu menurut Wati (2008: 28), tujuan ketrampilan berbicara antara lain pembicara
memberitahukan atau menyampaikan informasi kepada pendengar, pembicara meyakinkan
atau memberi penjelasan agar pendengar tahu permasalahan yang sebenarnya, pembicara
mempengaruhi pendengar sedemikian rupa untuk mencapai tujuannya[CITATION ayu17 \l
1057 ]. Sedangkan, tujuan umum berbicara menurut Tarigan , terdapat lima golongan antara
lain : 1) menghibur yakni berbicara untuk menghibur berarti pembicara menarik perhatian
pendengar dengan berbagai cara, seperti humor, spontanitas, menggairahkan, kisah-kisah
jenaka, petualangan, dan sebagainya untuk menimbulkan suasana gembira pada
pendengarnya, 2) menginformasikan; berbicara untuk tujuan menginformasikan, untuk
melaporkan, dilaksanakan bila seseorang ingin: a. menjelaskan suatu proses; b. menguraikan,
menafsirkan, atau menginterpretasikan sesuatu hal; c. memberi, menyebarkan, atau
menanamkan pengetahuan; d. menjelaskan kaitan, 3) menstimulasi yakni berbicara untuk
menstimulasi pendengar jauh lebih kompleks dari tujuan berbicara lainnya, sebab berbicara
itu harus pintar merayu, mempengaruhi, atau meyakinkan pendengarnya, 4) menggerakkan
yakni dalam berbicara untuk menggerakkan diperlukan pembicara yang berwibawa, panutan
atau tokoh idola masyarakat (Tarigan, 1990:149).

3. JENIS-JENIS BERBICARA
Secara garis besar jenis-jenis berbicara dibagi dalam dua jenis, yaitu berbicara di muka umum
dan berbicara pada konferensi. Tarigan memasukkan beberapa kegiatan berbicara ke dalam
kategori antara lain : 1) Berbicara di muka umum. Jenis pembicaraan ini meliputi hal-hal
berikut yaitu berbicara dalam situasi yang bersifat memberitahukan atau melaporkan, bersifat
informatif (informative speaking), berbicara dalam situasi yang bersifat membujuk,
mengajak, atau meyakinkan (persuasive speaking), berbicara dalam situasi yang bersifat
merundingkan dengan tenang dan hati-hati (deliberate speaking) ; 2) Diskusi Kelompok,
berbicara dalam kelompok mencakup kegiatan berikut ini : kelompok resmi (formal) dan
kelompok tidak resmi (informal) ; 3) Prosedur parlementer ; 4) Debat berdasarkan bentuk,
maksud, dan metodenya maka debat dapat diklasifikasikan atas tipe-tipe berikut ini antara
lain debat parlementer atau majelis, debat pemeriksaan ulangan, debat formal, konvensional
atau debat pendidikan. (Tarigan ,1981 : 22-23)
Pembagian di atas sudah jelas bahwa berbicara mempunyai ruang lingkup pendengar
yang berbeda-beda. Berbicara pada masyarakat luas, berarti ruang lingkupnya juga lebih luas.
Sedangkan pada konferensi ruang lingkupnya terbatas.

4. LANGKAH-LANGKAH DALAM BERBICARA


Berikut ini merupakan langkah-langkah yang harus dikuasai oleh seorang pembicara yang
baik yaitu: 1. memilih topik, minat pembicara, kemampuan berbicara, minat pendengar,
kemampuan mendengar, waktu yang disediakan 2. memahami dan menguji topik, memahami
3. pendengar, situasi, latar belakang 4. pendengar, tingkat kemampuan, sarana 5. menyusun
kerangka pembicaraan, pendahuluan, isi serta penutup (Saddhono & Slamet, 2012).
5. FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFEKTIVITAS BERBIACARA
Untuk menjadi pembicara yang baik , seorang pembicara harus menguasai masalah yang
sedang dibicarakan, dan harus berbicara dengan jelas dan tepat. Beberapa faktor yang
harus diperhatikan oleh pembicara untuk keefektifan berbicara adalah faktor kebahasaan
dan nonkebahasaan. Faktor kebahasaan yang menunjang keefektifan berbicara, meliputi;
ketepatan ucapan, penempatan tekanan, nada sandi, dan durasi yang sesuai, pilihan kata,
dan ketepatan sasaran kebahasaan. Faktor-faktor non-kebahasaan meliputi; sikap yang
wajar, tenang dan tidak kaku, pandangan harus diarahkan pada lawan bicara, kesediaan
menghargai pendapat orang lain, gerak-gerik dan mimik yang tepat, kenyaringan suara,
kelancaran, relevansi atau penalaran, dan penguasaan topik. (Arsjad & Mukti, 1993)
Sintesis : Faktor yang menunjang keefektifan berbicara di atas, baik yang bersifat
kebahasaan maupun yang nonkebahasaan, keduanya tidak boleh diabaikan apabila
seseorang ingin menjadi pembicara yang terampil. Dalam meraih keinginan tersebut
harus dengan proses berlatih yang dilakukan secara berkesinambungan dan sistematis.

6. CIRI- CIRI PEMBICARA IDEAL


Rusmiati (2002: 30) mengemukakan bahwa terdapat sejumlah ciri-ciri pembicara yang
baik untuk dikenal, dipahami, dan dihayati, serta dapat diterapkan dalam berbicara. Ciri-
ciri tersebut antara lain : 1) Memilih topik yang tepat, dimana pembicara selalu dapat
memilih materi atau topik pembicaraan yang menarik, aktual serta bermanfaat bagi para
pendengarnya, dan juga selalu mempertimbangkan minat, kemampuan serta kebutuhan
pendengarnya ; 2) Menguasai materi, pembicara yang baik selalu berusaha mempelajari,
memahami, menghayati serta menguasai materi yang disampaikannya. ; 3) Memahami
latar belakang pendengar. Sebelum pembicaraan berlangsung, pembicara yang baik
berusaha mengumpulkan informasi tentang pendengarnya. ; 4) Mengetahui situasi,
mengidentifikasi mengenai ruangan, waktu, peralatan penunjang berbicara, dan suasana.
5) Tujuan jelas. Pembicara yang baik dapat merumuskan tujuan pembicaranya yang
tegas, jelas, dan gambling. 6) Kontak dengan pendengar, dimana pembicara berusaha
memahami reaksi emosi, dan perasaan mereka, berusaha mengadakan kontak batin
dengan pendengarnya, melalui pandangan mata, perhatian, anggukan, atau senyuman. 7)
Kemampuan linguistiknya tinggi. Pembicara dapat memilih dan menggunakan kata,
ungkapan, dan kalimat yang tepat untuk menggambarkan jalan pikirannya, dapat
menyajikan materi dalam bahasa yang efektif, sederhana, dan mudah dipahami. 8)
Menguasai pendengar, pembicara yang baik harus pandai menarik perhatian
pendengarnya, dapat mengarahkan dan menggerakkan pendengarnya ke arah
pembicaraannya.

7. PENGERTIAN PIDATO
Pidato merupakan salah satu ketrampilan berbicara. Pidato adalah pengungkapan pikiran
dalam bentuk kata-kata yang ditujukan kepada orang banyak atau wacana yang disiapkan
untuk diucapkan di depan khalayak (KBBI, 1990: 681). Menurut Saksomo (2009:53),
berpidato merupakan penampilan diri seseorang di hadapan pendengar untuk
menyampaikan isi hati atau buah pikiran dengan rangkaian kata-kata dengan harapan agar
pendengar tergugah hati nuraninya dan tergerak pikirannya. Pidato umumnya ditujukan
kepada orang atau sekumpulan orang untuk menyatakan selamat, menyambut kedatangan
tamu, memperingati hari-hari besar dan lain sebagainya (Karomani, 2011: 12). Pidato
dalam bentuk khotbah juga merupakan salah satu keterampilan berbicara yang sering
digunakan dalam kehidupan sehari- hari. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Anton
M. Moeliono, 2008: 498), khotbah berarti pidato (terutama yang menguraikan tentang
agama). Kata khotbah berasal dari bahasa Arab khutbah arti nya adddres, speech,
harangue, orati on ‘amanat, pi dato’ (Baal -Baki ,1993: 515) dalam (Saddhono & Putu
Wijana, 2018)

Sintesis :
Dari beberapa pendapat ahli diatas, dapat disintesiskan bahwa pidato adalah salah satu
bentuk penampilan diri seseorang di hadapan orang banyak untuk menyampaikan pesan
atau gagasan pikiran berupa rangkaian kata dengan maksud dan tujuan tertentu.

8. JENIS PIDATO
Setiap pidato memerlukan persiapan. Dalam persiapan dapat meliputi pemilihan topik,
penentuan tujuan yang jelas dan pengembangan pokok bahasan.Berdasarkan ada tidaknya
persiapan, maka ada 4 macam pidato, yaitu : impromptu, manuskrip, memoriter dan
ekstempore. Impromtu, yaitu pidato tanpa naskah, biasanya dilakukan tanpa persiapan
lebih dahulu, misalnya dalam satu pesta, kita tiba-tiba dipanggil untuk berpidato.
Mauskrip, yaitu pidato dengan naskah. Memoriter, yaitu pesan pidato ditulis kemudian
diingat kata demi kata. Pada memoriter memerlukan persiapan lebih lama karena harus
menulis isi pidato dan menghafalkannya. Kesalahan yang sering terjadi adalah bila juru
pidato lupa pada satu kata yang harus diungkapkan sehingga bias mengakibatkan lupa
kelanjutan isi pidato. Ekstempore, yaitu jenis pidato yang paling baik. Pidato terlebih
dahulu disiapkan berupa garis besar dan pokok penunjang. Garis besar itu menjadi
pedoman saja dan tidak perlu mengingat kata demi kata. Juru pidato mengembangkan
sendiri pokok-pokok atau garis besar pidato, menurut bahasa dan gayanya sendiri.
[CITATION Anw03 \p 34-35 \l 1057 ]
Sintesis :
Dalam berpidato, ada 4 jenis pidato berdasarkan persiapannya yaitu
impromptu,mauskrip,memoriter dan ekstempore. Impromptu adalah pidato tanpa
menggunakan naskah. Mauskrip adalah pidato dengan menggunakan naskah. Memoriter
adalah pidato yang ditulis dan dihafalkan terlebih dahulu kata demi katanya. Sedangkan
ekstempore adalah pidato yang hanya menuliskan garis besarnya saja lalu saat
membawakan pidato tersebut menggunakan gaya bahasanya sendiri.

9. LANGKAH- LANGKAH DALAM MEMPERSIAPKAN PIDATO


Dalam berpidato, ada beberapa langkah yang harus dipersiapkan. Persiapan tersebut
mulai dari persiapan fisik, persiapan mental dan persiapan materi. Persiapan fisik bisa
dilakukan dengan olahraga secara teratur dan rutin, menghindari makanan dan minuman
yang dapat mengganggu atau merusak tenggorokan (suara), istirahat yang cukup sesuai
dengan wakktu yang sudah ditentukan dan usahakan untuk menghindari berbagai masalah
yang tidak ada kaitannya dengan topik pembicaraan. Yang harus dipersiapkan selanjutnya
adalah persiapan mental antara lain dengan meningkatkan keimanan terhadap Tuhan
yang Maha ,meningkatkan akhlak / moral, melakukan dialog dengan diri sendiri. Terakhir
adalah persiapan materi, antara lain menentukan topik terlebih dahulu, tetapkan judul
pembicaraan, periksa pengetahuan yang ada dalam pikiran kita sendiri,cari berbagai buku
atau sumber yang mendukung materi tersebut dan membuat kerangka pidato. [CITATION
gen09 \p 36-56 \l 1057 ]

10. HAL- HAL YANG PERLU DIPERSIAPKAN DALAM BERPIDATO


Sebelum melakukan pidato, ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan, diantaranya antara
lain : 1) menentukan topik dan tujuan pidato, topik merupakan persoalan yang
dikemukakan, sedangkan tujuan pembicaraan berhubungan dengan tanggapan yang
diharapkan dari para pendengar berkenaan dengan persoalan yang dikemukakan. ; 2)
menganalisis pendengar dan situasi, dengan menganalisis situasi akan didapatkan jalan
keluar untuk menyiapkan cara-cara bagaimana pembicara harus menyesuaikan diri dalam
menyampaikan uraiannya dan memberi jalan untuk menentukan suatu sikap yang harus
diambil dalam menghadapi para pendengar ; 3). memilih topik dan menyempitkan topik,
pemilihan topik hendaknya disesuaikan dengan sifat pertemuan serta data dan informasi
tentang situasi dan pendengar yang akan hadir dalam pertemuan ; 4) mengumpulkan
materi pidato, materi pidato harus berhubungan dengan persoalan atau topik yang akan
dibahas, lebih banyak dan lebih lengkap bahan yang diperoleh akan memperlancar
pembicara dalam menyusun suatu naskah ; 5) menyusun dan mengembangkan kerangka
pidato, kerangka pidato dibuat terperinci dan tersusun baik, dalam kerangka tersebut
persoalan yang akan dibahas dibagi menjadi beberapa bagian / sub-subtopik ; 6)
menguraikan secara mendetail, dalam penyusunan naskah hendaknya dipergunakan kata-
kata yang tepat, penggunaan kalimat yang efektif, pemakaian istilah-istilah dan gaya
bahasa yang dikehendaki sehingga dapat memperjelas uraian ; 7) melatih dengan suara
nyaring, dengan melakukan latihan, seorang pembicara akan dapat membiasakan diri dan
menemukan cara dan gaya yang tepat. (Gorys Keraf, 1994: 317-339)

11. TUJUAN BERPIDATO


Pidato memiliki empat tujuan penyajian yaitu untuk menyampaikan informasi
(informative) yaitu pidato yang bertujuan memberikan laporan atau pengetahuan atau
sesuatu yang menarik untuk pendengar. Contoh: pidato penyuluhan cara pemakaian
kompor gas. Meyakinkan dan mempengaruhi sikap pendengar (persuasive) yaitu pidato
yang berisi tentang usaha untuk mendorong, meyakinkan dan mengajak pendengar untuk
melakukan suatu hal. Contoh: pidato calon legislatif. Menghibur pendengar (rekreatif)
yaitu pidato yang bertujuan untuk menghibur atau menyenangkan pendengar. Contoh:
pidato di posko bencana, pidato dalam acara bakti sosial.
Menurut Rachman Hakim (2004 : 15), ada beberapa hal yang harus diperhatikan,
antara lain berpikir yang rapi, bersih, dan terasa nyaman dipakai. Warna pakaian juga
sangat berpengaruh sehingga harus dipilih warna yang tidak mencolak. Selain itu perlu
diperhatikan hal-hal kecil seperti kancing baju, dasi, kerudung maupun assesoris lainnya.
Apabila melakukan pidato dalam posisi duduk, maka sebelum duduk juru pidato harus
berdiri tegak tanpa gerak. Kemudian kuasai dan pandanglah pendengar dari baris depan
sampai belakang dengan penuh phu perhatian. Sebelum pendengar/khalayak tenang,
jangan mengucapkan kata-kata. Beri salam terlebih dulu baru kemudian duduk dengan
posisi dada tegap, angkat kepala dan tarik bahu ke belakang. Posisi seperti tersebut
dilakukan dengan wajar dan tidak kaku. Apabila berpidato dalam posisi berdiri, kedua
tangan dibiarkan menggantung di sisi badan dan jangan mempermainkan jari. Bila dengan
cara tersebut dirasakan kurang nyaman dan masih gugup, maka tarik kedua tagan ke
belakang dan dalam batas kewajaran.

12. HAL – HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM BERPIDATO


Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh seorang juru pidato saat berpidato yaitu
media (alat untuk menyampaikan) dan bahasa. Ketika seorang berpidato, maka pendengar
dapat menangkap dan memahami isi pidato melalu beberapa cara, yaitu : pendengaran,
penglihatan, pendengar dan penglihatan, atau pun dengan alat peraga. Bahasa yang
digunakan dalam berpidato adalah bahasa yang sesuai dengan keadaan pendengar,
masyarakat pedesaan, masyarkat kota atau kelompok pelajar. Hindari bahasa yang tidak
dimengerti oleh khalayak. Tidak hanya itu, penampilan saat membawakan pidato juga
sebaiknya menggunakan pakaian yang nyaman, sopan dan tidak mengundang
perbincangan dari pendengar. Sehingga di dalam menyampaikan pidato bisa fokus,
konsentrasi dan merasa nyaman. Selain itu, persiapan sebelum membawakan pidato juga
harus diperhatikan dengan baik dan sungguh- sungguh. Sebaiknya, sebelum
membawakan pidato tidak memiliki urusan atau kepentingan yang sekiranya dapat
memecah belah konsentrasi. Apabila memikirkan banyak hal sebelum menyampaikan
pidato, maka akan dapat berakibat fatal. Misalnya, bisa tidak fokus terhadap materi yang
sudah dipersiapkan, grogi dan keringat dingin saat membawakan pidato. Oleh karena itu,
saat akan menyampaikan pidato harus mempersiapkan materi, mental, fisik agar tidak
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan juga pidato dapat tersampaikan dengan baik
sesuai dengan rencana.

13. PRINSIP DALAM MEMBUKA PIDATO


Ada beberapa prinsip membuka pidato yang harus dihindari dan yang harus dilakukan
oleh juru pidato atau orang yang akan berpidato. Prinsip-prisip tersebut antara lain jangan
membuka pidato dengan bahasa yang bertel-tele atau berputar-putar yang dapat membuat
pendengar bosan. Butalah kata-kata pemula yang singkat tapi menarik hati dan mengenai
sasaran, yaitu ada hubungannya dengan pokok masalah yang dibicarakan. Sebaiknya
jangan membuat kat-kata pembuka yang lucu, karena pendengar telah siap
mendengarkan ceramah atau pidato dan bukan badut. Jangan membuka pidato dengan
kata-kata ‘bahwa sebenarnya anda belum siap berpidato”. Timbulkan perhatian adan kinat
pendengar, dan jangan mementahkan semangat untuk mendengarkan pidato. (Mabruri,
2017).
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, G. (2009). Retorika Praktis dan Seni Berpidato. Jakarta: Rineka Cipta.

Ayuandia Nera & Saparahayuningsih Sri. (2017). Meningkatkan Keterampilan Berbicara


Melalui Metode Karyawisata Pada Anak Kelompok B Lab School PAUD UNIB Kota
Bengkulu. Jurnal Potensia, 32-38.

Baldur, K. (1987). Petunjuk Berpidato Yang Efektif. Jakarta: Pradnya Paramita.

Fitriana, U. (2013). Public Speaking Kunci Sukses Berbicara Di Depan Publik. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

Gentasri, A. (2003). Retorika Praktis Dan Seni Berpidato. Jakarta: Rineka Cipta.

Hendrikus, Dori Wowor. (1991). Retorika Terampil Berpidato, Berdiskusi,


Berargumentasi, dan Bernegosiasi. Jakarta: Kanisius.
Jalaludin Rakhmat, (2001). Retorika Modern Pendekatan Praktis. Bnadung: PT Remaja
Rosdakarya.

Rahman Hakim, (2004). Teknik , Pedoman dan Seni Berpidato. Surabaya: Indah

Koki, M. (n.d.). Optimalisasi Pembelajaran Keterampilan Berpidato Melalui Strategi


Modeling Bagi Siswa Kelas IX SMP Negeri 1 Kulawi. Jurnal Tadulako, 2(3), 219-
232.

Leanne Shel. (2009). Berbicara dan Menang Seperti Obama. Jakarta: Gramedia.

Mushlikah, d. Tata Cara Berpidato.

Ngalimun, & Alfulalila, N. (2014). Pembelajaran Keterampilan Berbahasa Indonesia.


Yogyakarta: Aswaja Pressindo.

Sabila, A. (2015). Kemampuan Berpidato dengan Metode Ekstemporan. Jurnal Pesona, 1(1),
28-41.
Sugiono;Harsiati Titik. (2012). Meningkatan Pembelajaran Berpidato Dengan Metode
Pemodelan. Jurnal Penelitian, 3.

wulan mariani ;rustini pola. (2016). Peningkatan Kemampuan Berbicara Dengan


Menggunakan Metode Talking Stick Pada Siswa Kelas VIII SMP NEGERI 4. Jurnal
Santiaji Pendidikan, 88.

Hapsari, Y. R., Sutama, I. M., & Wendra, I. W. (2017). Pelaksanaan Pembelajaran BIPA
Siswa Kelas XI di Gandhi Memorial Intercintinental School Bali. E-Journal Universitas
Pendidikan Ganesha, 6(1), 1–13.

Ningsih, S. (2013). Peningkatan Keterampilan Berbicara melalui Metode Bercerita Siswa


Kelas III SD Negeri 1 Beringin Jaya Kecamatan Bumi Raya Kabupaten Morowali.
Jurnal Kreatif Tadulako Online, 2(2354–614X), 243–256.

Rafika Dewi, N. (2011). Pengembangan Keterampilan Berbicara, 3, 3–4.Mabruri, Z. K.


(2017). Peningkatan Keterampilan Berbicara Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas Iv
Melalui Penerapan Strategi Role Playing Sd Negeri Ploso 1 Pacitan. Jurnal Kajian
Penelitan Pendidikan Dan Pembelajaran, 1(2), 112–117.

Setyonegoro, A. (2013). Hakikat, Alasan, dan Tujuan Berbicara (Dasar Pembangun


Kemampuan Berbicara Mahasiswa). Jurnal Pena, 3 (1)(1), 67–80.

Saddhono, K., & Rohmadi, M. (2014). A sociolinguistics study on the use of the Javanese
language in the learning process in primary schools in Surakarta, Central Java,
Indonesia. International Education Studies, 7(6), 25–30.
https://doi.org/10.5539/ies.v7n6p25

Saddhono, K., & Putu Wijana, I. D. (2018). Wacana Khotbah Jumat di Surakarta: Suatu
Kajian Linguistik Kultural. Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan, 17(4), 433.
https://doi.org/10.24832/jpnk.v17i4.39

Ariningsih, N. E, Sumarwati, & Saddhono, K. (2012). Analisis Kesalahan Berbahasa


Indonesia Siswa Sekolah Menengah Atas. Jurnal Penelitian Bahasa, Sastra Indonesia
dan Pengajarannya, 1(1), 40–53.
Saddhono, Kundharu. (2011). “Wacana Khotbah Jumat di Kota Surakarta: Sebuah Kajian
Sosiopragmatik”. Yogyakarta: Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada
(Disertasi).

Rondiyah, A., Wardani, N., & Saddhono, K. (2017). Pembelajaran Sastra Melalui Bahasa
Dan Budaya Untuk Meningkatkan Pendidikan Karakter Kebangsaan di Era Mea
(Masayarakat Ekonomi Asean, 1(1).

Damuki, A ,Andayani, Nurkamto, J, Saddhono, K. (2016). Needs Analysis Model Student


Learning To Speak For Education Study Language And Literature Indonesia.
International Journal of Languages’ Education, 1, 4(2), 1–1.
https://doi.org/10.18298/ijlet.611

Trianton, T. (2016). Ethics Values As the Portrayal of Banyumas Local Wisdoms in the
Novels of Ahmad Tohari. International Journal of Languages’ Education, 1, 4(3), 306.
https://doi.org/10.18298/ijlet.645

Farooqui, Sabrin (2007). Developing Speaking Skills of Adult Learners in Private


Universities in Bangladesh: Problems and Solutions . Australian Journal of Adult
Learning, 47(1), 94-110.

Parvis, Leo F. (2001). The Importance of Communication and Public-Speaking


Skills. Journal of Environmental Health, 63(9), 44. 

Saddhono, Kundharu & Slamet. (2012). Meningkatkan Keterampilan Berbahasa


Indonesia (Teori dan Aplikasi). Bandung: Karya Putra Darwati.
X

Anda mungkin juga menyukai