Ada banyak ketrampilan dalam berbahasa, salah satunya adalah berbicara. Berbicara
merupakan suatu komunikasi langsung dengan menyampaikan ide, gagasan, pendapat,
maupun pesan yang lainnya. Keterampilan berbahasa bagi manusia sangat diperlukan untuk
berkomunikasi dengan orang lain. Dalam keterampilan berbahasa terdapat 4 (empat) aspek
yaitu berbicara, menulis, membaca dan menyimak. Jika seseorang mempunyai keterampilan
bahasa tersebut, maka akan lebih mudah mendapatkan informasi dan berkomunikasi dengan
orang baik secara lisan maupun tulisan (Mahardini dkk. 2017). Bagi sebagian orang mungkin
berpendapat bahwa berbicara itu mudah dan tidak memerlukan proses. Namun, berbeda pada
posisi resmi dengan berbicara di depan banyak orang seperti pidato, memberikan sambutan,
bercerita, dan sebagainya. Berbicara di depan banyak orang dengan kondisi yang resmi
diperlukan proses belajar agar memiliki keterampilan berbicara yang baik. “To enunciate
well, perform professionally, and satisfy an audience, one should become familiar with the
elements of communication and use them in one's presentations”. Maksudnya bahwa untuk
mengucapkan dengan baik, tampil secara profesional, dan memuaskan audiens, orang harus
terbiasa dengan unsur-unsur komunikasi dan menggunakannya dalam presentasi seseorang.
(Parvis, Leo F, 2001). Keterampilan berbicara merupakan salah satu dari empat aspek
keterampilan berbahasa. Keempat aspek keterampilan berbahasa (language skills) yaitu
antara lain: keterampilan menyimak (listening skills), keterampilan berbicara (speaking
skills), keterampilan membaca reading skills), dan keterampilan menulis (writing skills).
Oleh karena itu, dengan mempelajari salah satu keterampilan berbahasa akan melibatkan
keterampilan berbahasa yang lainnya.
Haryadi dan Zamzani (2000:72) mengemukakan bahwa secara umum berbicara dapat
diartikan sebagai suatu penyampaian maksud (ide, pikiran, isi hati) seseorang kepada orang
lain dengan menggunakan bahasa lisan sehingga maksud tersebut dapat dipahami orang lain.
(Mabruri, 2017). Sedangkan menurut Tarigan (1986:15) berbicara merupakan kemampuan
mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan
serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan, yang dibuktikan dalam [CITATION
wul16 \l 1057 ]. “Speaking is the uniquely human act or process of sharing and exchanging
information, ideas, and emotions using oral language” (Fisher&Frey, 2007:16).
“Maksudnya adalah berbicara merupakan tindakan atau proses manusia yang unik untuk
berbagi dan bertukar informasi, ide, dan emosi menggunakan bahasa lisan (Fisher & Frey,
2007: 16).
Berbicara secara umum dapat diartikan suatu penyampaian maksud bisa berupa gagasan,
pikiran, isi hati seseorang kepada orang lain, dibuktikan dalam (Saddhono & Slamet, 2012).
Keterampilan hanya dapat diperoleh dan dikuasai dengan jalan praktik dan banyak latihan
(Tarigan, 2008). Kemampuan berbicara ini dilatih dengan tujuan untuk mempermudah
memahami maksud yang disampaikan oleh orang lain dalam berkomunikasi. Kemampuan
berbicara tidak diperoleh dengan sendirinya. Kemampuan ini dikembangkan lewat jalur
sekolah, melalui program yang direncakan secara khusus dan latihan-latihan, dibuktikan
dalam (Mudini Salamat Purba, 2009: 1). Keterampilan berbicara merupakan keterampilan
mereproduksi arus sistem bunyi artikulasi untuk menyampaikan kehendak, kebutuhan
perasaan, dan keinginan kepada orang lain (Iskandarwassid & Dadang Sunendar, 2011).
Sebagai perluasan dari batasan ini dapat dikatakan bahwa berbicara merupakan suatu
sistem tanda-tanda yang dapat didengar (audible ) dan yang kelihatan (visible) yang
memanfaatkan sejumlah otot dan jaringan otot tubuh manusia demi maksud dan tujuan
gagasan-gagasan atau ide-ide yang dikombinasikan. Berbicara merupakan sarana utama
untuk membina saling pengertian , komunikasi, timbal balik, dengan menggunakan bahasa
sebagai medianya [CITATION Nga14 \l 1057 ] . Berbicara merupakan salah satu keterampilan
bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi. Oleh karenaitu, dalam berbicara,bahasa juga
diperhatikan dalam penggunannya.Bahasa hadir dalam kehidupan manusia karena manusia
membutuhkanya untuk berkomunikasi (Nurgiyantoro, 2014). Di era mea bahasa menjadi
faktor penting dalam berkomunikasi. (Rondiyah dkk. 2017).
Berdasarkan beberapa pengertian para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa berbicara
lebih daripada sekadar mengucapkan bunyi-bunyi atau kata-kata saja, melainkan suatu alat
untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan-kebutuhan pendengar atau penyimak.
Sintesis : Berbicara adalah salah satu cara yang digunakan manusia untuk menyampaikan
sesuatu berupa pikiran,perasaan maupun gagasan secara langsung kepada orang lain agar
orang lain dapat mengerti apa yang dimaksudkan.
3. JENIS-JENIS BERBICARA
Secara garis besar jenis-jenis berbicara dibagi dalam dua jenis, yaitu berbicara di muka umum
dan berbicara pada konferensi. Tarigan memasukkan beberapa kegiatan berbicara ke dalam
kategori antara lain : 1) Berbicara di muka umum. Jenis pembicaraan ini meliputi hal-hal
berikut yaitu berbicara dalam situasi yang bersifat memberitahukan atau melaporkan, bersifat
informatif (informative speaking), berbicara dalam situasi yang bersifat membujuk,
mengajak, atau meyakinkan (persuasive speaking), berbicara dalam situasi yang bersifat
merundingkan dengan tenang dan hati-hati (deliberate speaking) ; 2) Diskusi Kelompok,
berbicara dalam kelompok mencakup kegiatan berikut ini : kelompok resmi (formal) dan
kelompok tidak resmi (informal) ; 3) Prosedur parlementer ; 4) Debat berdasarkan bentuk,
maksud, dan metodenya maka debat dapat diklasifikasikan atas tipe-tipe berikut ini antara
lain debat parlementer atau majelis, debat pemeriksaan ulangan, debat formal, konvensional
atau debat pendidikan. (Tarigan ,1981 : 22-23)
Pembagian di atas sudah jelas bahwa berbicara mempunyai ruang lingkup pendengar
yang berbeda-beda. Berbicara pada masyarakat luas, berarti ruang lingkupnya juga lebih luas.
Sedangkan pada konferensi ruang lingkupnya terbatas.
7. PENGERTIAN PIDATO
Pidato merupakan salah satu ketrampilan berbicara. Pidato adalah pengungkapan pikiran
dalam bentuk kata-kata yang ditujukan kepada orang banyak atau wacana yang disiapkan
untuk diucapkan di depan khalayak (KBBI, 1990: 681). Menurut Saksomo (2009:53),
berpidato merupakan penampilan diri seseorang di hadapan pendengar untuk
menyampaikan isi hati atau buah pikiran dengan rangkaian kata-kata dengan harapan agar
pendengar tergugah hati nuraninya dan tergerak pikirannya. Pidato umumnya ditujukan
kepada orang atau sekumpulan orang untuk menyatakan selamat, menyambut kedatangan
tamu, memperingati hari-hari besar dan lain sebagainya (Karomani, 2011: 12). Pidato
dalam bentuk khotbah juga merupakan salah satu keterampilan berbicara yang sering
digunakan dalam kehidupan sehari- hari. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Anton
M. Moeliono, 2008: 498), khotbah berarti pidato (terutama yang menguraikan tentang
agama). Kata khotbah berasal dari bahasa Arab khutbah arti nya adddres, speech,
harangue, orati on ‘amanat, pi dato’ (Baal -Baki ,1993: 515) dalam (Saddhono & Putu
Wijana, 2018)
Sintesis :
Dari beberapa pendapat ahli diatas, dapat disintesiskan bahwa pidato adalah salah satu
bentuk penampilan diri seseorang di hadapan orang banyak untuk menyampaikan pesan
atau gagasan pikiran berupa rangkaian kata dengan maksud dan tujuan tertentu.
8. JENIS PIDATO
Setiap pidato memerlukan persiapan. Dalam persiapan dapat meliputi pemilihan topik,
penentuan tujuan yang jelas dan pengembangan pokok bahasan.Berdasarkan ada tidaknya
persiapan, maka ada 4 macam pidato, yaitu : impromptu, manuskrip, memoriter dan
ekstempore. Impromtu, yaitu pidato tanpa naskah, biasanya dilakukan tanpa persiapan
lebih dahulu, misalnya dalam satu pesta, kita tiba-tiba dipanggil untuk berpidato.
Mauskrip, yaitu pidato dengan naskah. Memoriter, yaitu pesan pidato ditulis kemudian
diingat kata demi kata. Pada memoriter memerlukan persiapan lebih lama karena harus
menulis isi pidato dan menghafalkannya. Kesalahan yang sering terjadi adalah bila juru
pidato lupa pada satu kata yang harus diungkapkan sehingga bias mengakibatkan lupa
kelanjutan isi pidato. Ekstempore, yaitu jenis pidato yang paling baik. Pidato terlebih
dahulu disiapkan berupa garis besar dan pokok penunjang. Garis besar itu menjadi
pedoman saja dan tidak perlu mengingat kata demi kata. Juru pidato mengembangkan
sendiri pokok-pokok atau garis besar pidato, menurut bahasa dan gayanya sendiri.
[CITATION Anw03 \p 34-35 \l 1057 ]
Sintesis :
Dalam berpidato, ada 4 jenis pidato berdasarkan persiapannya yaitu
impromptu,mauskrip,memoriter dan ekstempore. Impromptu adalah pidato tanpa
menggunakan naskah. Mauskrip adalah pidato dengan menggunakan naskah. Memoriter
adalah pidato yang ditulis dan dihafalkan terlebih dahulu kata demi katanya. Sedangkan
ekstempore adalah pidato yang hanya menuliskan garis besarnya saja lalu saat
membawakan pidato tersebut menggunakan gaya bahasanya sendiri.
Anwar, G. (2009). Retorika Praktis dan Seni Berpidato. Jakarta: Rineka Cipta.
Fitriana, U. (2013). Public Speaking Kunci Sukses Berbicara Di Depan Publik. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Gentasri, A. (2003). Retorika Praktis Dan Seni Berpidato. Jakarta: Rineka Cipta.
Rahman Hakim, (2004). Teknik , Pedoman dan Seni Berpidato. Surabaya: Indah
Leanne Shel. (2009). Berbicara dan Menang Seperti Obama. Jakarta: Gramedia.
Sabila, A. (2015). Kemampuan Berpidato dengan Metode Ekstemporan. Jurnal Pesona, 1(1),
28-41.
Sugiono;Harsiati Titik. (2012). Meningkatan Pembelajaran Berpidato Dengan Metode
Pemodelan. Jurnal Penelitian, 3.
Hapsari, Y. R., Sutama, I. M., & Wendra, I. W. (2017). Pelaksanaan Pembelajaran BIPA
Siswa Kelas XI di Gandhi Memorial Intercintinental School Bali. E-Journal Universitas
Pendidikan Ganesha, 6(1), 1–13.
Saddhono, K., & Rohmadi, M. (2014). A sociolinguistics study on the use of the Javanese
language in the learning process in primary schools in Surakarta, Central Java,
Indonesia. International Education Studies, 7(6), 25–30.
https://doi.org/10.5539/ies.v7n6p25
Saddhono, K., & Putu Wijana, I. D. (2018). Wacana Khotbah Jumat di Surakarta: Suatu
Kajian Linguistik Kultural. Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan, 17(4), 433.
https://doi.org/10.24832/jpnk.v17i4.39
Rondiyah, A., Wardani, N., & Saddhono, K. (2017). Pembelajaran Sastra Melalui Bahasa
Dan Budaya Untuk Meningkatkan Pendidikan Karakter Kebangsaan di Era Mea
(Masayarakat Ekonomi Asean, 1(1).
Trianton, T. (2016). Ethics Values As the Portrayal of Banyumas Local Wisdoms in the
Novels of Ahmad Tohari. International Journal of Languages’ Education, 1, 4(3), 306.
https://doi.org/10.18298/ijlet.645