Disusun Oleh :
Annisa Febriana Sukma (K1217009/ A)
4. Pengertian Dongeng
Penerapan ketrampilan berbicara dapat dilakukan dengan kegiatan
mendongeng. Mendongeng dan dongeng merupak kedua hal yang tidak
mampu dipisahkan. Dongeng merupakan cerita yang tidak benar terjadi
sedangkan mendongeng merupakan kegiatan bercerita menggambarkan
peristiwa yang tidak benar terjadi. Dongeng adalah cerita yang tidak benar-
benar terjadi dan dalam banyak hal sering tidak masuk akal (Nurgiantoro,
2005: 198). Dongeng merupakan cerita rakyat atau peristiwa suatu daerah
yang bersifat untuk menghibur di dalam dongeng memiliki pesan moral untuk
pembaca atau pendengar. Dongeng merupakan kesustraan lisan dan cerita
prosa rakyat yang tidak benar-benar terjadi, yang digunakan sebagai hiburan,
biasanya dongeng berisikan sebuah pesan moral atau bahkan sebuah sindiran (
Danandjaja, 1994, 83).
5. Jenis-jenis Dongeng
Dongeng yang merupakan cerita tidak benar adanya, disajikan oleh
pendongeng dengan beraneka cara agar lebih menarik. Agar pendengar tidak
merasa bosan, jenuh akan tetapi menjadi terhibur dan antusias sehingga pesan
moral yang disampaikan pendongeng dalam dongeng tersebut dapat diterima
baik oleh para pendengar. Pada dasarnya semua yang ada di sekitar kita dapat
diangkat menjadi dongeng. Pendongeng mengemas banyak ragam dongeng
secara menarik. Anti Aarne dan Stith Thompson (dalam Danandjaja, 1994:
86) menjelaskan jenis-jenis dongeng ke dalam empat golongan besar, yaitu; a)
Dongeng binatang (animal tales), merupakan sebuah dongeng dengan tokoh
dalam cerita adalah binatang liar dan binatang peliharaan. Binatang-binatang
tersebut diibaratkan dapat berbicara dan berperilaku seperti layaknya manusia.
Bentuk khusus dari dongeng binatang adalah fabels. Fabels sendiri merupakan
sebuah dongeng binatang yang mengandung pesan moral didalamnya, yakni
perilaku baik dan perilaku buruk, b) Dongeng biasa (ordinary folktales),
merupakan dongeng yang tokohnya adalah manusia biasa. Misalnya bawang
merah dan bawang putih, dan Timun Mas, c) Lelucon dan anekdot (jokes and
anecdotes), merupakan sebuah dongeng yang dapat menggelikan hati,
sehingga dapat membuat pendengarnya tertawa, d) Dongeng berumus
(formula tales), merupakan dongeng yang oleh Anti Aarne dan Stith
Thompson disebut formula tales, yang strukturnya terdiri dari pengulangan.
6. Pengertian Mendongeng
Ketrampilan berbicara mendongeng sangat penting dilakukan untuk
meningkatkan ketrampilan berkomunikasi. Mendongeng merupakan kegiatan
bercerita menggambarkan peristiwa yang tidak benar-benar terjadi dan
mampu disampaikan melalui gambar ataupun suara dengan tujuan
membagikan pengalaman kepada orang lain. Mendongeng adalah menuturkan
sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan atau suatu kejadian dan
disampaikan secara lisan dengan tujuan membagikan pengalaman dan
pengetahuan kepada orang lain (Bachri, 2005: 10). Dalam mendongeng juga
menceritakan pengalaman pribadi atau kepercayaan tentang kehidupan.
Mendongeng merupakan penggambaran tentang kehidupan yang dapat berupa
gagasan, kepercayaan, pengalaman pribadi, pembelajaran tentang hidup
melalui sebuah cerita (Serrat, 2008: 2). Dalam membawakan dongeng, tidak
terlepas dari unsur yang memperkuat dongeng tersebut yaitu pendengar.
Apapun bentuk wacana mengasumsikan adanya penyapa (addressor) dan
pesapa (addresse). Apabila wacana tersebut berbentuk lisan maka penyapa
adalah pembicara atau penutur, sedangkan pesapa adalah pendengar atau
mitra tutur (Saddhono,2011). Jadi dari penjelasan di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa mendongeng adalah suatu kegiatan menceritakan kisah
atau pengalaman kepada pendengar. Mendongeng bukan hanya suatu Teknik
bercerita namun dalam mendongeng juga terdapat banyak sekali tujuan-tujuan
yang ingin disampaikan oleh pendongeng kepada audiens.
7. Tujuan Mendongeng
Salah satu warisan nenek moyang yang harus dilestarikan adalah
mendongeng karena memiliki banyak pesan moral yang dapat dipetik. Fakta-
fakta secara sederhana akan terungkap melalui mendongeng. Mendongeng
menjadi aspek penting yang harus dimiliki oleh guru sekarang, Elbaz, in an
early paper discussing the storied nature of teacher knowledge, defines
‘story’ as “the very stuff of teaching, the landscape within which we live as
teachers …. and within which the work of teachers can be seen as making
sense.” (Elbaz 1991:3, my emphasis). Mendongeng tidak hanya untuk hiburan
dan kegiatan bercerita tetapi juga seni. Priyono (2001:15) mendongeng
mempunyai tujuan yang sangat beragam yaitu merangsang dan menumbuhkan
imajinasi dan daya fantasi anak secara wajar, mengembangkan daya penalaran
sikap kritis serta kreatif, mempunyai sikap kepedulian terhadap nilai-nilai
luhur budaya bangsa, dan dapat membedakan perbuatan yang baik dan perlu
ditiru dengan yang buruk dan tidak perlu dicontoh, serta mempunyai rasa
hormat dan mendorong terciptanya kepercayaan diri dan sikap terpuji pada
anak.
8. Persiapan Mendongeng
Mendongeng memang salah satu bagian dari keterampilan berbicara.
Mendongeng yang baik adalah mendongeng dengan penuh persiapan secara
matang dengan memahami teori-teori mendongeng dengan meselaraskan
dongeng yang akan dibawakan. Sebagai sebuah keterampilan, penguasaannya
tidak cukup hanya dengan memahami ilmunya secara teoritik saja. Yang lebih
penting dari itu adalah keberanian dan ketekunan dalam mencobanya secara
langsung. Itulah sebabnya, latihan-latihan tertentu yang rutin sangat
dibutuhkan. Yang jelas, keterampilan teknis mendongeng hanya dapat
dikembangkan melalui latihan dan pengalaman praktik mendongeng. Cakra
(2012: 43) persiapan mendongeng ada beberapa tahap yaitu memilih dongeng
yang sesuai dengan tujuan, membaca secara keseluruhan dan tidak hanya
sekali tetapi secara berulang kali, setelah membaca tuntas selanjutnya yaitu
merangkum dongeng yang telah dibaca, kemudian agar mampu mendongeng
dengan baik maka mampu mengingat-ingat cerita yang ada dalam dongeng
tersebut dan berlatih terus-menerus.
Agar mendongeng mencapai tujuan maka dalam mendongeng
hendaknya memilih dongeng sesuai dengan usia pendengar. Agar mereka
lebih mampu menangkap cerita dan pesan moralnya sesuai dengan usia
mereka. Dongeng yang dibawakan pendongeng jangan sampai menjadi mimpi
buruk bagi pendengar Selain sesuai dengan usia, dongeng hendaknya
mengandung unsur nilai-nilai pendidikan dan hiburan, bahasa sastra yang
digunakan untuk mendongeng harus sederhana sesuai dengan tingkat
pengetahuan pendengar. Bahasa satra mempunyai kebebasan dalam
menggunakan kata yang sama tetapi dapat membedakan makna sesuai dengan
ide dan gagasan pengarang.(Rondiyah, dkk.,2017)
Menurut Priyono (2001:15) ada beberapa hal penting yang harus
dilakukan seorang pendongeng, yaitu: 1) Pendongeng harus ekspresif dan
enerjik untuk menarik perhatian anak, jika pendongeng terlihat tidak
bersemangat dalam menyajikan cerita, anak-anak tidak akan tertarik
mendengarkannya. Dalam mendongeng harus ada perubahan intonasi, mimik
wajah, dan gerakan tubuh. 2) Pendongeng harus banyak membaca sehingga
cerita yang disampaikannya bervariasi, anak akan bosan jika mendengar cerita
yang sama. Dengan banyak membaca pendongeng juga dapat berimprovisasi
dalam mendongeng 3) Memilih cerita yang mempunyai pesan, tidak semua
cerita rakyatmempunyai pesan moral yang baik untuk anak-anak, pilihlah
cerita rakyat yang pesan dan budayanya dapat ditiru anak-anak. 4) Sesuaikan
dengan usia anak karena setiap tingkatan umur memiliki cara bercerita atau
mendongeng yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan informasi yang
berbeda di tiap tingkatan umur.
Daftar Pustaka
Ariningsih, N. E., Sumarwati, S., & Saddhono, K. (2012). Analisis Kesalahan Berbahasa
Indonesia Dalam Karangan Eksposisi Siswa Sekolah Menengah Atas, 1(1), 40–53.
Bachri, S Bachtiar.2005. Pengembangan Kegiatan Bercerita, Teknik dan
Prosedurnya. Jakarta: Depdikbud
Burhan Nurgiyantoro (2005) . Sastra Anak : Pengantar Pemahaman Dunia Anak .
Yogyakarta : Universitas Gajah Mada.
Cakra, Ki Heru. 2012. Mendongeng dengan Mata Hati. Surabaya : Media
MumtazAgus Darmuki, Agus, dkk. (2017). Evaluating Information-processing-
based Learning Cooperative Model on Speaking Skill Course. Journal of
Language Teaching and Research, Vol. 8, No. 1, pp. 44-51. DOI:
http://dx.doi.org/10.17507/jltr.0801.06
Danandjaja, J. (1994). Folklor Indonesia, ilmu gosip, dongeng, dan lain-lain (cet.
Keempat). Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti
Elbaz, F. (1991). Research on teacher’s knowledge: the evolution of a discourse.
Journal of Curriculum Studies, 23 (1), 1-19. DOI:
https://doi.org/10.1080/0022027910230101
Gusti Satria, T. (Universitas N. J. (2017). Meningkatkan Keterampilan Menyimak
Melalui Pendekatan Saintifik Pada Anak Kelas Iv Jakarta Barat. Ilmiah
Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 10(2), 114–120.
https://doi.org/10.33369/pgsd.10.2.114-120
Hartono. (2005). Pelatihan Pelatihan Penulisan Cerita atau Dongeng dan Teknik
Penyajiannya sebagai Media Pembelajaran Budi Pekerti bagi Guru Taman
Kanak- kanak Kodya Yogyakarta. Yogyakarta: UNY Press.
Nurgiyantoro, Burhan.( 2014). Stilistika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Oradee, T. (2012). Developing Speaking Skills Using Three Communicative
Activities ( Discussion , Problem-Solving , and Role- Playing ), 2(6), 533–535.
https://doi.org/10.7763/IJSSH.2012.V2.164
Oliver, Serrat, Mendongeng. 2008. United States of America: Reed Elsevier.
Priyono, Kusumo.2001. Terampil Mendongeng. Jakarta: PT Grasindo.
Rahmawati, L. E., Suwandi, S., Saddhono, K., & Setiawan, B. (2012). Tes
Kompetensi Berbahasa Indonesia, (1), 901–906.
Saddhono, K. (2015). Integrating Culture In Indonesian Language Learning For
Foreign Speakers At Indonesian Universities, 6(2), 2–7. DOI
10.18502/kss.v3i9.2619
Saddhono,K. (2011). Wacana Khotbah Jumat di Surakarta: Suatu Kajian Linguistik
Kultural. 437. http://dx.doi.org/10.24832%2Fjpnk.v17i4.39
Saddhono ,K& Slamet,Y (2014) Pembelajaran Ketrampilan Berbahasa Indonesia :
Teori Dan Aplikasi.Graha Ilmu
Schraw, G. & Lehman, S. (2001). Situational Interest: A Review of the Literature and
Directions for Future Research. Educational Psychology Review, Vol. 13, pp.23-
25. DOI: https://doi.org/10/1023/A:1009004801455
Sulastri. 2008. Peningkatan Keterampilan Berbicara Formal dalam Bahasa
Indonesia Melalui Gelar Wicara. Jakarta: UNJ.
Tarigan, Henry Guntur. 2008. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.
Bandung: Angkasa.
Wael, A., & Ibrahim, I. (2015). Exploring Students ’ Learning Strategies In Speaking
Performance, 6(4). https://doi.org/10.26858/ijole.v2i1.5238
Wati, Elia . 2008. Terampil Berbicara. Jakarta: Sinar Grafika.