Anda di halaman 1dari 15

KETERAMPILAN BERBAHASA BERBICARA

MATA KULIAH PERENCANAAN MEDIA BERBASIS TEKNOLOGI


INFORMASI

Peningkatan Kemampuan Berbicara Mahawasiswa Melalui Pembelajaran


dengan Teknik Mendongeng

Disusun Oleh :
Annisa Febriana Sukma (K1217009/ A)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
KOTA SURAKARTA
2019
Peningkatan Kemampuan Berbicara Mahawasiswa Melalui Pembelajaran
dengan Teknik Mendongeng

1. Pengertian Ketrampilan Berbicara


Di dalam dunia Pendidikan bahasa Indonesia dijadikan sebagai salah
satu bidang studi wajib. Bahasa Indonesia harus dikuasai oleh semua warga
Indonesia termasuk mahasiswa. Salah satu kemahiran berbahasa Indonesia
harus memiliki ketrampilan berbahasa. Pembelajaran bahasa Indonesia
memiliki empat keterampilan berbahasa yaitu menyimak, berbicara,
membaca, dan menulis. Keempat keterampilan ini saling berhubungan dan
saling menunjang satu sama lain. Di antara empat keterampilan berbahasa
tersebut, keterampilan yang memiliki peran penting yaitu berbicara, banyak
yang menaruh minat dalam hal berbicara. Schraw & Lehman (2001), interest
is the attitude that makes a person more active in certain areas and a positive
attitude about selected aspects of the environment.
Berbicara membuat manusia mampu berkomunikasi atau berinteraksi
dengan manusia yang lain sebagai makhluk sosial menggunakan bahasa.
Bahasa digunakan sebagai alat komunikasi berimplikasi bahwa kemahiran
berbicara menjadi tolok ukur seseorang dalam berkomunikasi. Kemahiran
berbicara seseorang ditentukan oleh tingkat pemahamannya terhadap semua
hal yang berhubungan dengan kebahasaan. Bahasa hadir dalam kehidupan
manusia karena manusia membutuhkanya untuk berkomunikasi
(Nurgiyantoro, 2014: 19).
Berbicara merupakan kegiatan komunikasi lisan yang melibatkan dua
orang atau lebih dan para partisipannya berperan sebagai pembicara maupun
yang memberi reaksi terhadap apa yang didengarnya serta memberi kontribusi
dengan segera (Sulastri, 2008: 13). Berbicara adalah sarana untuk
mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan
sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan pendengar atau penyimak (Saddhono &
Slamet, 2014:50).

Dalam berbicara harus memiliki kerangka berpikir untuk menyusun


bunyi-bunyi tuturan artikulasi secara runtut ketika berbicara. Keterampilan
berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-
kata untuk mengekspresikan, menyatakan, atau menyampaikan pikiran,
gagasan, dan perasaan (Tarigan, 2008: 16).
Students work in small groups divided by their language proficiency,
i.e., high, medium, and low levels. Using this technique, students can
have an opportunity to work together providing help to others while
performing the activity. The atmosphere in working in groups can
lessen their fear in making mistakes when speaking English. Students
in the group can support others in the team needing help. They can
express themselves successfully while working in groups. This can
lead to self monitoring, more confidence in speaking, and enjoyment
can encourage them to participate more in learning. The results of
this study supported the effectiveness of these three communicative
activities in developing English speaking skills. (Oradee, 2012)
Berbicara dapat dianggap sebagai keterampilan produktif komunikasi
lisan yang melibatkan orang lain dalam menyampaikan informasi dengan
pengucapan kata-kata. Selain berbicara diajarkan di tingkat akademik,
berbicara juga digunakan untuk menyampaikan ide yang mana bertujuan
untuk mendapatkan pengetahuan. (Wael & Ibrahim, 2015). Berbicara tidak
lepas dari keterampilan yang lain. Menyimak dan berbicara kita pelajari
sebelum memasuki sekolah, sedangkan membaca dan menulis kita pelajari di
sekolah (Gusti Satria, 2017). Menurut beberapa ahli, dalam berbicara banyak
sekali terjadi kesalahan menggunakan Bahasa, kesalahan berbahasa tersebut
tidak hanya terjadi pada satu kalangan saja, akan tetapi terjadi di berbagai
kalangan. Adapun pengertian kesalahan berbahasa adalah penyimpangan yang
bersifat sitematis, konsisten, dan menggambarkan kemampuan seseorang pada
tahap tertentu. Penyimpangan bahasa tersebut dapat dicegah mulai dari siswa
agar tidak terlambat, dengan cara guru bahasa mengkaji secara dalam seluk
beluk kesalahan berbahasa itu. Kesalahan berbahasa yang terjadi di kalangan
siswa harus dikurangi sampai ke akar-akarnya. Kesalahan berbahasa yang
dibuat oleh siswa harus dikurangi sampai ke batas sekecil-kecilnya
(Ariningsih,dkk.,2012) agar siswa mampu menggunakan bahasa yang baik
dan benar dalam berbicara, karena bahasa merupakan alat komunikasi untuk
berimteraksi dengan orang lain. Sehingga dengan menggunakan Bahasa
Indonesia yang baik dan benar maka akan tercapai tujuan berbicara yaitu
lawan bicara mengerti pesan atau informasi yang disampaikan oleh
pembicara.
Communication is an important and complex thing as has been proposed
by Leo F. Parvis (2001), “The Importance of Communication and Public-
Speaking Skill” as follows: Communication, a complex process, is not an
easy skill to perfect. Nevertheless, it is the most significant skill in human
life. We hear this from the voices quoted in Karen Casey and Martha
Vanceburg’s Promise of a New Day: A Book of Daily Meditations: “What
most of us want is to be heard, to communicate,” says one. A second
believes that “To live in dialogue with another is to live twice. Joys are
doubled by exchange and burdens are cut in half”. Life becomes so easy
with communication. This necessity of life, however, must be done right
2. Tujuan Berbicara
Seseorang mampu menyampaikan pesan, ide, gagasan, pendapat,
melalui keterampilan berbicara. Pendapat dan gagasan tersebut bersumber dari
respon panca indera atau pemikirannya. Hasil pemikiran tersebut dianggap
perlu untuk disampaikan kepada orang lain. Alasan inilah yang menyebabkan
seseorang memiliki ketermpilan berbicara untuk menyampaikan informasi
kepada orang lain agar pihak lawan bicara mengetahui informasi tersebut.
Seseorang yang menyampaikan informasi tersebut harus mampu
mempengaruhi lawan bicara dengan argumentasi dan alasan pembicaraan
yang kuat untuk meyakinkan lawan bicara agar tujuan interaksi tercapai.
Interaksi antara pembicara dengan pendengar harus terjalin dengan baik untuk
memberikan kegairahan antara kedua belah pihak. Interaksi yang baik mampu
dilakukan dengan berbicara menggunakan bahasa yang mengandung kelucuan
dan humoristis selain itu memberikan nasihat juga menjadi pendukung
interaksi yang baik. (Wati, 2008: 28) meengemukakan tujuan keterampilan
berbicara adalah sebagai berikut: 1) Pembicara memberitahukan atau
menyampaikan informasi kepada pendengar. 2) Pembicara meyakinkan atau
memberi penjelasan agar pendengar tahu permasalahan yang sebenarnya, 3)
Pembicara mempengaruhi pendengar sedemikian rupa untuk mencapai
tujuannya, 4) Pembicara berusaha menyentuh emosi pendengar untuk
memberi semangat, membangkitkan kegairahan atau menekan perasaan yang
kurang baik, 5) Pembicara dapat menciptakan suasana gembira dikalangan
para pendengar, sehingga pembicaraan bersifat menyenangkan.
Semua orang mampu berbicara, akan tetapi tidak semua orang
memiliki kemahiran berbicara. Berbicara tidak hanya menuturkan kata atau
kalimat tetapi harus kaya akan kata untuk komunikasi dengan lawan bicara.
Ketika komunikasi pendengar harus mampu memahami kalimat yang
disampaikan oleh pembicara, begitupula dengan pembicara harus mampu
menyampaikan kalimat dengan baik dan jelas. Menurut (Hartono, 2005: 123)
terdapat lima tujuan umum dalam keterampilan berbicara , yaitu: memiliki
pembendaharaan kata yang cukup yang diperlukan untuk berkomunikasi
sehari-hari, mau mendengarkan dan memahami kata-kata serta kalimat,
mampu mengungkapkan pendapat dan sikap dengan lafal yang tepat, berminat
menggunakan bahasa yang baik, berminat untuk menghubungkan antara
bahasa lisan dan bahasa tulisan.
Keterampilan berbicara tidak hanya digunakan dan dikembangkan
oleh orang Indonesia saja akan tetapi juga orang asing melalui pembelajaran
BIPA. Dalam pembelajaran tersebut, Bahasa Indonesia digunakan sebagai alat
komunikasi baik secra tertulis ataupun secara lisan. Dengan pembelajaran
tersebut, pembelajar mampu menggunakan Bahasa Indonesia sebagai alat
komunikasi dengan baik sesuai dengan apa yang dipelajarinya. Dengan
demikian, pelajar diharapkan dapat memiliki kemampuan berbahasa yang
komunikatif (Rahmawati, dkk, 2012). The ability of integrated speech
constitutes one of important abilities that must be mastered by BIPA learners
becausethe learners can receive stimulus in form of sound, and foster them to
give responses in many other various skills such as speaking, writing, or
motoric responses. But, the availability of enabling integrated language
materialfor BIPA program was not adequate yet, moreover the intercultural
and multimedia based learning language integrated material which was
integrated with skills of speech and culture behave (Saddhono, 2015)
3. Jenis-jenis Berbicara
Berbicara harus mengetahui tempat dan tujuan yang sesuai dengan
keadaan atau waktu. Ketika berbicara berhadapan dengan acara formal maka
harus menggunakan bahasa yang santun, sopan. Akan tetapi, ketika
berhadapan dengan acara tidak formal maka menggunakan bahasa yang santai
tetapi tetap sopan dengan tidak menyinggung perasaan orang lain atau lawan
bicara.
Guntur Tarigan (1980: 22-23) memasukkan beberapa kegiatan
berbicara ke dalam kategori yang pertama Berbicara di Muka Umum Jenis
pembicaraan meliputi hal-hal berikut: a. Berbicara dalam situasi yang bersifat
memberitahukan atau melaporkan, bersifat informatif (informative speaking),
b. Berbicara dalam situasi yang bersifat membujuk, mengajak, atau
meyakinkan (persuasive speaking), c. Berbicara dalam situasi yang bersifat
merundingkan dengan tenang dan hati-hati (deliberate speaking). Kedua
Diskusi Kelompok Berbicara dalam kelompok mencakup kegiatan a.
Kelompok resmi (formal), b. Kelompok tidak resmi (informal). Ketiga yaitu
Prosedur Parlementer dan yang keempat yaitu jenis Debat Berdasarkan
bentuk, maksud, dan metodenya maka debat dapat diklasifikasikan atas tipe-
tipe berikut a. Debat parlementer atau majelis, b. Debat pemeriksaan ulangan,
c. Debat formal, konvensional atau debat Pendidikan.

4. Pengertian Dongeng
Penerapan ketrampilan berbicara dapat dilakukan dengan kegiatan
mendongeng. Mendongeng dan dongeng merupak kedua hal yang tidak
mampu dipisahkan. Dongeng merupakan cerita yang tidak benar terjadi
sedangkan mendongeng merupakan kegiatan bercerita menggambarkan
peristiwa yang tidak benar terjadi. Dongeng adalah cerita yang tidak benar-
benar terjadi dan dalam banyak hal sering tidak masuk akal (Nurgiantoro,
2005: 198). Dongeng merupakan cerita rakyat atau peristiwa suatu daerah
yang bersifat untuk menghibur di dalam dongeng memiliki pesan moral untuk
pembaca atau pendengar. Dongeng merupakan kesustraan lisan dan cerita
prosa rakyat yang tidak benar-benar terjadi, yang digunakan sebagai hiburan,
biasanya dongeng berisikan sebuah pesan moral atau bahkan sebuah sindiran (
Danandjaja, 1994, 83).
5. Jenis-jenis Dongeng
Dongeng yang merupakan cerita tidak benar adanya, disajikan oleh
pendongeng dengan beraneka cara agar lebih menarik. Agar pendengar tidak
merasa bosan, jenuh akan tetapi menjadi terhibur dan antusias sehingga pesan
moral yang disampaikan pendongeng dalam dongeng tersebut dapat diterima
baik oleh para pendengar. Pada dasarnya semua yang ada di sekitar kita dapat
diangkat menjadi dongeng. Pendongeng mengemas banyak ragam dongeng
secara menarik. Anti Aarne dan Stith Thompson (dalam Danandjaja, 1994:
86) menjelaskan jenis-jenis dongeng ke dalam empat golongan besar, yaitu; a)
Dongeng binatang (animal tales), merupakan sebuah dongeng dengan tokoh
dalam cerita adalah binatang liar dan binatang peliharaan. Binatang-binatang
tersebut diibaratkan dapat berbicara dan berperilaku seperti layaknya manusia.
Bentuk khusus dari dongeng binatang adalah fabels. Fabels sendiri merupakan
sebuah dongeng binatang yang mengandung pesan moral didalamnya, yakni
perilaku baik dan perilaku buruk, b) Dongeng biasa (ordinary folktales),
merupakan dongeng yang tokohnya adalah manusia biasa. Misalnya bawang
merah dan bawang putih, dan Timun Mas, c) Lelucon dan anekdot (jokes and
anecdotes), merupakan sebuah dongeng yang dapat menggelikan hati,
sehingga dapat membuat pendengarnya tertawa, d) Dongeng berumus
(formula tales), merupakan dongeng yang oleh Anti Aarne dan Stith
Thompson disebut formula tales, yang strukturnya terdiri dari pengulangan.
6. Pengertian Mendongeng
Ketrampilan berbicara mendongeng sangat penting dilakukan untuk
meningkatkan ketrampilan berkomunikasi. Mendongeng merupakan kegiatan
bercerita menggambarkan peristiwa yang tidak benar-benar terjadi dan
mampu disampaikan melalui gambar ataupun suara dengan tujuan
membagikan pengalaman kepada orang lain. Mendongeng adalah menuturkan
sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan atau suatu kejadian dan
disampaikan secara lisan dengan tujuan membagikan pengalaman dan
pengetahuan kepada orang lain (Bachri, 2005: 10). Dalam mendongeng juga
menceritakan pengalaman pribadi atau kepercayaan tentang kehidupan.
Mendongeng merupakan penggambaran tentang kehidupan yang dapat berupa
gagasan, kepercayaan, pengalaman pribadi, pembelajaran tentang hidup
melalui sebuah cerita (Serrat, 2008: 2). Dalam membawakan dongeng, tidak
terlepas dari unsur yang memperkuat dongeng tersebut yaitu pendengar.
Apapun bentuk wacana mengasumsikan adanya penyapa (addressor) dan
pesapa (addresse). Apabila wacana tersebut berbentuk lisan maka penyapa
adalah pembicara atau penutur, sedangkan pesapa adalah pendengar atau
mitra tutur (Saddhono,2011). Jadi dari penjelasan di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa mendongeng adalah suatu kegiatan menceritakan kisah
atau pengalaman kepada pendengar. Mendongeng bukan hanya suatu Teknik
bercerita namun dalam mendongeng juga terdapat banyak sekali tujuan-tujuan
yang ingin disampaikan oleh pendongeng kepada audiens.
7. Tujuan Mendongeng
Salah satu warisan nenek moyang yang harus dilestarikan adalah
mendongeng karena memiliki banyak pesan moral yang dapat dipetik. Fakta-
fakta secara sederhana akan terungkap melalui mendongeng. Mendongeng
menjadi aspek penting yang harus dimiliki oleh guru sekarang, Elbaz, in an
early paper discussing the storied nature of teacher knowledge, defines
‘story’ as “the very stuff of teaching, the landscape within which we live as
teachers …. and within which the work of teachers can be seen as making
sense.” (Elbaz 1991:3, my emphasis). Mendongeng tidak hanya untuk hiburan
dan kegiatan bercerita tetapi juga seni. Priyono (2001:15) mendongeng
mempunyai tujuan yang sangat beragam yaitu merangsang dan menumbuhkan
imajinasi dan daya fantasi anak secara wajar, mengembangkan daya penalaran
sikap kritis serta kreatif, mempunyai sikap kepedulian terhadap nilai-nilai
luhur budaya bangsa, dan dapat membedakan perbuatan yang baik dan perlu
ditiru dengan yang buruk dan tidak perlu dicontoh, serta mempunyai rasa
hormat dan mendorong terciptanya kepercayaan diri dan sikap terpuji pada
anak.
8. Persiapan Mendongeng
Mendongeng memang salah satu bagian dari keterampilan berbicara.
Mendongeng yang baik adalah mendongeng dengan penuh persiapan secara
matang dengan memahami teori-teori mendongeng dengan meselaraskan
dongeng yang akan dibawakan. Sebagai sebuah keterampilan, penguasaannya
tidak cukup hanya dengan memahami ilmunya secara teoritik saja. Yang lebih
penting dari itu adalah keberanian dan ketekunan dalam mencobanya secara
langsung. Itulah sebabnya, latihan-latihan tertentu yang rutin sangat
dibutuhkan. Yang jelas, keterampilan teknis mendongeng hanya dapat
dikembangkan melalui latihan dan pengalaman praktik mendongeng. Cakra
(2012: 43) persiapan mendongeng ada beberapa tahap yaitu memilih dongeng
yang sesuai dengan tujuan, membaca secara keseluruhan dan tidak hanya
sekali tetapi secara berulang kali, setelah membaca tuntas selanjutnya yaitu
merangkum dongeng yang telah dibaca, kemudian agar mampu mendongeng
dengan baik maka mampu mengingat-ingat cerita yang ada dalam dongeng
tersebut dan berlatih terus-menerus.
Agar mendongeng mencapai tujuan maka dalam mendongeng
hendaknya memilih dongeng sesuai dengan usia pendengar. Agar mereka
lebih mampu menangkap cerita dan pesan moralnya sesuai dengan usia
mereka. Dongeng yang dibawakan pendongeng jangan sampai menjadi mimpi
buruk bagi pendengar Selain sesuai dengan usia, dongeng hendaknya
mengandung unsur nilai-nilai pendidikan dan hiburan, bahasa sastra yang
digunakan untuk mendongeng harus sederhana sesuai dengan tingkat
pengetahuan pendengar. Bahasa satra mempunyai kebebasan dalam
menggunakan kata yang sama tetapi dapat membedakan makna sesuai dengan
ide dan gagasan pengarang.(Rondiyah, dkk.,2017)
Menurut Priyono (2001:15) ada beberapa hal penting yang harus
dilakukan seorang pendongeng, yaitu: 1) Pendongeng harus ekspresif dan
enerjik untuk menarik perhatian anak, jika pendongeng terlihat tidak
bersemangat dalam menyajikan cerita, anak-anak tidak akan tertarik
mendengarkannya. Dalam mendongeng harus ada perubahan intonasi, mimik
wajah, dan gerakan tubuh. 2) Pendongeng harus banyak membaca sehingga
cerita yang disampaikannya bervariasi, anak akan bosan jika mendengar cerita
yang sama. Dengan banyak membaca pendongeng juga dapat berimprovisasi
dalam mendongeng 3) Memilih cerita yang mempunyai pesan, tidak semua
cerita rakyatmempunyai pesan moral yang baik untuk anak-anak, pilihlah
cerita rakyat yang pesan dan budayanya dapat ditiru anak-anak. 4) Sesuaikan
dengan usia anak karena setiap tingkatan umur memiliki cara bercerita atau
mendongeng yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan informasi yang
berbeda di tiap tingkatan umur.
Daftar Pustaka

Ariningsih, N. E., Sumarwati, S., & Saddhono, K. (2012). Analisis Kesalahan Berbahasa
Indonesia Dalam Karangan Eksposisi Siswa Sekolah Menengah Atas, 1(1), 40–53.
Bachri, S Bachtiar.2005. Pengembangan Kegiatan Bercerita, Teknik dan
Prosedurnya. Jakarta: Depdikbud
Burhan Nurgiyantoro (2005) . Sastra Anak : Pengantar Pemahaman Dunia Anak .
Yogyakarta : Universitas Gajah Mada.
Cakra, Ki Heru. 2012. Mendongeng dengan Mata Hati. Surabaya : Media
MumtazAgus Darmuki, Agus, dkk. (2017). Evaluating Information-processing-
based Learning Cooperative Model on Speaking Skill Course. Journal of
Language Teaching and Research, Vol. 8, No. 1, pp. 44-51. DOI:
http://dx.doi.org/10.17507/jltr.0801.06
Danandjaja, J. (1994). Folklor Indonesia, ilmu gosip, dongeng, dan lain-lain (cet.
Keempat). Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti
Elbaz, F. (1991). Research on teacher’s knowledge: the evolution of a discourse.
Journal of Curriculum Studies, 23 (1), 1-19. DOI:
https://doi.org/10.1080/0022027910230101
Gusti Satria, T. (Universitas N. J. (2017). Meningkatkan Keterampilan Menyimak
Melalui Pendekatan Saintifik Pada Anak Kelas Iv Jakarta Barat. Ilmiah
Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 10(2), 114–120.
https://doi.org/10.33369/pgsd.10.2.114-120
Hartono. (2005). Pelatihan Pelatihan Penulisan Cerita atau Dongeng dan Teknik
Penyajiannya sebagai Media Pembelajaran Budi Pekerti bagi Guru Taman
Kanak- kanak Kodya Yogyakarta. Yogyakarta: UNY Press.
Nurgiyantoro, Burhan.( 2014). Stilistika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Oradee, T. (2012). Developing Speaking Skills Using Three Communicative
Activities ( Discussion , Problem-Solving , and Role- Playing ), 2(6), 533–535.
https://doi.org/10.7763/IJSSH.2012.V2.164
Oliver, Serrat, Mendongeng. 2008. United States of America: Reed Elsevier.
Priyono, Kusumo.2001. Terampil Mendongeng. Jakarta: PT Grasindo.
Rahmawati, L. E., Suwandi, S., Saddhono, K., & Setiawan, B. (2012). Tes
Kompetensi Berbahasa Indonesia, (1), 901–906.
Saddhono, K. (2015). Integrating Culture In Indonesian Language Learning For
Foreign Speakers At Indonesian Universities, 6(2), 2–7. DOI
10.18502/kss.v3i9.2619
Saddhono,K. (2011). Wacana Khotbah Jumat di Surakarta: Suatu Kajian Linguistik
Kultural. 437. http://dx.doi.org/10.24832%2Fjpnk.v17i4.39
Saddhono ,K& Slamet,Y (2014) Pembelajaran Ketrampilan Berbahasa Indonesia :
Teori Dan Aplikasi.Graha Ilmu
Schraw, G. & Lehman, S. (2001). Situational Interest: A Review of the Literature and
Directions for Future Research. Educational Psychology Review, Vol. 13, pp.23-
25. DOI: https://doi.org/10/1023/A:1009004801455
Sulastri. 2008. Peningkatan Keterampilan Berbicara Formal dalam Bahasa
Indonesia Melalui Gelar Wicara. Jakarta: UNJ.
Tarigan, Henry Guntur. 2008. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.
Bandung: Angkasa.
Wael, A., & Ibrahim, I. (2015). Exploring Students ’ Learning Strategies In Speaking
Performance, 6(4). https://doi.org/10.26858/ijole.v2i1.5238
Wati, Elia . 2008. Terampil Berbicara. Jakarta: Sinar Grafika.

Anda mungkin juga menyukai