Anda di halaman 1dari 24

Menganalisis Aspek-Aspek Penilaian dalam Keterampilan Speaking

Kusherdiyanti Haeri
Pendidikan Bahasa Inggris, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Makassar
Kusherdiyanti@gmail.com

Abstrak

Kemampuan seseorang dalam berbicara (speaking ) menjadi tolak ukur


utama dalam penilaian keterampilan seseorang dalam berbahasa. Speaking
merupakan keterampilan yang perlu dipraktikkan dan dikembangkan dan lebih dari
sekedar kemampuan untuk menyusun kalimat-kalimat yang benar secara
gramatikal dan mengucapkannya. Speaking, yang mencakup percakapan
(conversation) dan berbicara di muka umum (public speaking), merupakan salah
satu keterampilan berbahasa yang diajarkan kepada mahasiswa jurusan
(Pendidikan) Bahasa Inggris selama beberapa semester. Tujuan dari penulisan ini
adalah memberikan analisis tentang aspek-aspek penilaian dalam speaking yang
dapat dijadikan sebagai sumber referensi baik bagi siswa maupun guru dalam
meningkatkan keterampilan berbicara. Adapun metode penulisan menggunakan
teknik pengumpulan data yaitu dengan analisis data kualitatif. Data-data yang yang
diperoleh merupakan hasil pengumpulan data dari berbagai literature seperti data
dari internet, jurnal, artikel, buku, dan lain-lain.

Keywords : Berbicara, Keterampilan Berbicara, Aspek Penilaian Berbicara.


BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahasa merupakan alat komunikasi lisan manusia yang sangat penting dan
lisan merupakan media utama, demikian halnya dengan bahasa Inggris. Bahasa
Inggris dijadikan sebagai bahasa kedua baik dalam proses kegiatan formal maupun
nonformal. Penggunaan bahasa asing sebagai alat komunikasi lisan sering dijumpai
dalam komunikasi sehari-hari. Jack C. Richard (2002:201) menyatakan bahwa
presentasi terbesar bagi siswa yang belajar bahasa di dunia, mereka belajar bahasa
Inggris adalah untuk mengembangkan kecakapan berbicaranya. Oleh karena itu,
berbicara tidak cukup mengandalkan kemampuan penguasaan kosa kata, tetapi juga
harus memiliki pengetahuan gramatika yang memadai. Speaking activity dapat
diartikan sebagai kegiatan berbicara, dimana kegiatan berbicara yang dimaksud
adalah berbicara dengan bahasa inggris.
Jika dilihat dari asal katanya, kata “speaking” berasal dari kata speak yaitu
“speak is to express opinions; to say; to converse”. Jadi speak disini adalah cara
mengeluarkan atau mengekspresikan pendapat, perkataan yang kita ingin utarakan.
Itulah pengertian speaking secara sederhana dan asal kata dari speaking. Tetapi
dalam arti luas speaking memiliki cangkupan yang cukup besar dalam kehidupan
kita. Seharinya banyak orang di dunia ini yang mengeluarkan pendapatnya sehingga
kita dapat menyimak, menyimpulkan dan juga mengambil sikap dari apa yang
merekautarakan.
Ketika individu berbicara maka akan menghasilkan suatu vokal yang terdiri
dari suara-suara. Terdapat beberapa sistem utama ketika individu berbicara dan
menghasilkan suara, yaitu vokal, larynk, subglottal system, dimana terdiri dari
paru-paru dan gabungan beberapa otot untuk pernapasan dan pelepasan udara dan
tenggorokan. Subglottal system terdiri dari udara yang dibutuhkan untuk berbicara
dimana dihasilkan ketika pernapasan keluar. Dan dari sini pula dapat diambil
pengertian bahwa kemampuan berbicara adalah kemampuan individu untuk
menghasilkan suara, dimana untuk menghasilkan suara ini dibutuhkan beberapa
sistem utama yang terdiri dari vokal, larynk, paru - paru gabungan beberapa otot
untuk pernapasan dan pelepasan udara dan tenggorokan.
Melalui aktivitas speaking atau berbicara kita bisa melakukan interaksi
dengan masyarakat dunia luas. Dalam speaking kita seolah-olah melakukan
penerjemahan dalam melakukannya yang secara tidak langsung membuat otak kita
bekerja dua kali. Hal ini dapat digambarkan seperti ketika anak diberikan
pertanyaan lalu anda mempersiapkannya terlebih dahulu dalam tahap persiapannya
dalam brntuk bahasa Indonesia yang baik dan benar. Lalu memindahkannya atau
mentranslatenya kedalam bahasa inggris yang tentu dalam pola yang benar, dengan
demikian otak kita akan bekerja dua kali. Tetapi berbeda bila kita langsung
memikirkan kalimat dalam bahasa inggris.
Mungkin anak akan mengalami kesulitan dalam hal ini, karena dalam
halspeaking atau berbicara anak harus terampil dalam menggunakan kosakata dan
tata cara menggunakannya. Kesulitan speaking biasanya disebabkan:
a. Sulit mengungkapkan ide secara lisan (speaking).
b.Terbatasnya kosakata (vocabulary).
c.Terbatasnya kemampuan tata bahasa (grammar). Sehingga sulit berbicara
dengan aturan yang benar.
d.Terbatasnya melafalkan kata-kata (pronounciation). Sehingga sulit
mengucapkan kata yang diucapkannya dengan benar.
e. Kurangnya keberanian untuk berbicara karena takut salah
Selian itu, ada faktor yang dapat dijadikan dalam aspek kebahasan, yaitu :
a. Ketepatan ucapan (pelafalan).
b. Penekanan atau penempatan nada dan durasi yang sesuai.
c. Pemilihan kata.
d. Ketepatan sasaran pembicaraan.
Namun jika melihat dari unsur kebiasaan, setelah di amati ternyata banyak
orang yang bisa atau lancar dalam berbahasa inggris yang dikarenakan sudah
terbiasa. Dan semakin memperkuat anggapan dari para ahli bahwa “practice make
it perfect” atau bisa karena terbiasa. Bagi siswa yang memiliki motivasi tinggi,
biasanya mereka ingin hasil cepat dan bahkan setelah pelajaran pertama, siswa
memiliki ingin menunjukkan pada temannya atau anggota keluarga mereka bahwa
mereka dapat berbicara bahasa Inggris. Sehingga mereka perlu diberi kesempatan
untuk berbicara bahasa Inggris secepat dan sebanyak mungkin. Selain itu aspek
aspek dalam berbicara menjadi salah satu hal yang harus diperhatikan untuk
mengamati dan mengembangkan keterampilan seseorang dalam berbicara.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja aspek-aspek dalam kegiatan berbicara (speaking)?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui aspek-aspek dalam kegiatan berbicara (speaking)?
D. Manfaat Penulisan
a. Dapat menambah referensi guru/pendidik atau calon pendidik dalam
pembelajaran berbicara (speaking)?.
b. Diharapkan dapat menjadi acuan bagi pengajar yang berkaitan dengan proses
pembelajaran.
c. Dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa.
BAB II

TELAAH PUSTAKA

A. Pengertian Berbicara (Speaking )

Pengertian berbicara menurut beberapa ahli:

Menurut Tarigan (1981:15), berbicara merupakan suatu bentuk perilaku


manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis, neurologis, semantis
dan linguistik yang sangat intensif. Lebih lanjut Tarigan (1986: 3) mengemukakan
bahwa berbicara adalah kemampuan seseorang dalam mengucapkan bunyi-bunyi
artikulasi atau kata-kata yang bertujuan untuk mengekspresikan, menyatakan serta
menyampaikan pikiran,gagasan dan perasaan orang tersebut.

Sementara Brown dan Yule dalam Nunan (1989: 26) berpendapat bahwa
berbicara adalah menggunakan bahasa lisan yang terdiri dari ucapan yang pendek,
tidak utuh atau terpisah-pisah dalam lingkup pengucapan. Pengucapan tersebut
sangat erat berhubungan dengan hubungan timbal balik yang dilakukan antara
pembicara satu dengan pendengar.

Sedangkan menurut Djago Tarigan (1995: 149) berbicara adalah


keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan. Kaitan antara pesan dan
bahasa lisan sebagai media penyampaian sangat berat. Pesan yang diterima oleh
pendengar tidaklah dalam wujud asli, tetapi dalam bentuk lain yakni bunyi bahasa.
Pendengar kemudian mencoba mengalihkan pesan dalam bentuk bunyi bahasa itu
menjadi bentuk semula.

Berbicara menurut Greene & Petty (dalam Tarigan, 2008:3-4) bahwa


berbicara adalah suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan
anak, yang hanya didahului oleh keterampilan menyimak, dan pada masa
tersebutlah kemampuan berbicara atau berujar dipelajari. Berbicara sudah barang
tentu berhubungan erat dengan perkembangan kosa kata yang diperoleh oleh sang
anak; melalui kegiatan menyimak dan membaca. Kebelum-matangan dalam
perkembangan bahasa juga merupakan suatu keterlambatan dalam kegiatan-
kegiatan berbahasa. Selanjutnya berbicara menurut Mulgrave (dalam Tarigan,
2008:16) merupakan suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang
disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar
atau penyimak.

Berbicara merupakan instrumen yang mengungkapkan kepada penyimak


hampir-hampir secara langsung apakah pembicara memahami atau tidak, baik
bahan pembicaraannya maupun para penyimaknya; apakah ia bersikap tenang atau
dapat menyesuaikan diri atau tidak, pada saat dia mengkomunikasikan gagasan-
gagasannya ; dan apakah dia waspada serta antusias atau tidak. Berbicara menurut
peneliti yaitu aktivitas mengeluarkan kata-kata atau bunyi berwujud ungkapan,
gagasan, informasi yang mengandung makna tertentu secara lisan.

Berbicara merupakan salah satu jenis keterampilan berbahasa ragam lisan


yang bersifat produktif. Sehubungan dengan keterampilan berbicara ada tiga jenis
situasi berbicara, yaitu interaktif, semiinteraktif, dan noninteraktif. Situasi-situasi
berbicara interaktif, misalnya percakapan secara tatap muka dan berbicara lewat
telepon yang memungkinkan adanya pergantian antara berbicara dan menyimak,
dan juga memungkinkan kita meminta klarifikasi, pengulangan atau kita dapat
meminta lawan bicara memperlambat tempo bicara dari lawan bicara. Kemudian,
ada pula situasi berbicara yang semiinteraktif, misalnya alam berpidato di hadapan
umum secara langsung. Dalam situasi ini, audiens memang tidak dapat melakukan
interupsi terhadap pembicaraan, namun pembicara dapat melihat reaksi pendengar
dari ekspresi wajah dan bahasa tubuh mereka. Beberapa situasi berbicara dapat
dikatakan betul-betul bersifat noninteraktif, misalnya berpidato melalui radio atau
televisi.

Berdasarkan beberapa pendapat dari para ahli diatas dapat disimpulkan


bahwa berbicara adalah kemampuan seseorang mengucapkan kata-kata untuk
menyampaikan atau menyatakan maksud, ide, pikiran, pesan serta perasaan yang
disusun dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan penyimak sehingga apa yang
disampaikan oleh pembicara tersebut dapat dipahami oleh penerima/penyimak.
Berikut ini beberapa keterampilan mikro yang harus dimiliki dalam berbicara.
Seorang pembicara harus dapat:

- Mengucapkan bunyi-bunyi yang berbeda secara jelas sehingga pendengar


dapat membedakannya;
- Menggunakan tekanan dan nada serta intonasi yang jelas dan tepat sehingga
pendengar dapat memahami apa yang diucapkan pembicara;
- Menggunakan bentuk-bentuk kata, urutan kata, serta pilihan kata yang tepat;
- Menggunakan register datau ragam bahasa yang sesuai terhadap situasi
komunikasi, termasuk sesuai ditinjau dari hubungan antara pembicara dan
pendengar;
- Berupaya agar kalimat-kalimat utama (the main sentence constituents) jelas
bagi pendengar;
- Berupaya mengemukakan ide-ide atau informasi tambahan guna
menjelaskan ide-ide utama;
- Berupaya agar wacana berpautan secara selaras sehingga pendengar mudah
mengikuti pembicaraan.

B. Pentingnya Kemampuan Berbicara


Kemampuan berbicara mempunyai peranan yang sangat penting dalam
kehidupan sehari-hari. Dengan kemampuan berbicara, siswa akan dapat
menyampaikan ide, pikiran, gagasan, dan perasaannya kepada orang lain. Atar
(1992 dalam Fatmawati 1997:51) mengemukakan bahwa :
• diterima baik dalam pergaulan, disebabkan karena tidak menyinggung perasaan
lawan bicara.
• mempunyai banyak sahabat sebab dapat berkomunikasi dengan baik dan menarik
• dapat menyumbangkan fikiran yang berharga bagi teman-teman yang
memerlukan berkat kepandaiannya menyampaikan gagasan dan cara
pemecahannya.
• mempunyai kesempatan yang besar untuk menjadi pemimpin memerlukan
kemampuan berbicara dengan orang yang dipimpinnya.
•mempunyai peluang yang lebih sukses dalam mencari ilmu dan memberikan ilmu
kepada orang lain.
• mempunyai kemampuan untuk sukses dalam menjalankan pekerjaan yang ada
kaitannya dengan orang lain karena kemampuannya berbicara atau berkomunikasi.
Berdasarkan kenyataan sehari-hari,maka kemampuan berbicara sangat
penting untuk dimiliki seseorang. Dengan demikian, kemampuan berbicara harus
dipelajari sejak dini agar terampil berbicara sehingga apa yang disampaikan dapat
dimengerti oleh penyimak.
C. Tujuan Keterampilan Berbicara
Tujuan umum berbicara menurut Djago Tarigan (1995:149) terdapat lima
golongan yakni :
1. Menghibur Berbicara
Si pembicara menarik perhatian pendengar dengan berbagai cara, seperti
humor, spontanitas, menggairahkan, kisah-kisah jenaka, petualangan, dan
sebagainya untuk menimbulkan suasana gembira pada pendengarnya.
2. Menginformasikan
Melaporkan dan dilaksanakan bila seseorang ingin:
a. menjelaskan suatu proses;
b. menguraikan, menafsirkan, atau menginterpretasikan sesuatu hal;
c. memberi, menyebarkan, atau menanamkan pengetahuan;
d. menjelaskan kaitan.
3. Menstimulasi Berbicara
Berbicara itu harus pintar merayu, mempengaruhi, atau meyakinkan
pendengarnya. Ini dapat tercapai jika pembicara benar-benar mengetahui :
a. kemauan,
b. minat,
c. inspirasi,
d. kebutuhan, dan
e. cita-cita pendengarnya.
4. Menggerakkan Dalam berbicara
Untuk menggerakkan diperlukan pembicara yang berwibawa, panutan atau
tokoh idola masyarakat. Melalui kepintarannya dalam berbicara, kecakapan
memanfaatkan situasi, ditambah penguasaannya terhadap ilmu jiwa massa,
pembicara dapat menggerakkan pendengarnya.
Sedangkan, menurut Tarigan (1981:16), berbicara mempunyai tiga maksud
umum, yaitu:
1. memberitahukan, melaporkan (to inform);
2. menjamu, menghibur (to entertain); dan
3. membujuk, mengajak, mendesak, meyakinkan (to persuade).
BAB III
METODE PENULISAN

a. Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan dalam karya tulis ilmiah ini adalah
library research, yang bersifat deskriptif dengan memaparkan dan mengkaji aspek-
aspek dalam berbicara. Data-data yang yang diperoleh dalam tulisan ini aberupa
data sekunder yang merupakan pengumpulan data dari berbagai literatur untuk
mendapat atau memperoleh dasar dan kerangka teoritis mengenai masalah yang
dibahas atau mencari informasi yang erat hubungannya dengan rumusan masalah.
Seperti data dari internet, jurnal, artikel, buku, dan lain-lain.

b. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah analisis data


kualitatif, kata-kata dibangun dari hasil membaca dengan seksama dari berbagai
sumber literature lalu dikembangkan untuk dideskripsikan dan dirangkum. Tahap
analisis dan interpretasi data merupakan tahap yang pasti akan dilalui oleh para
peneliti termasuk peneliti kualitatif. Dalam uraian pokok di atas telah dikemukakan
bahwa tahap dan proses analisis dan interpretasi data, setidak-tidaknya terdiri atas
tiga komponen penting yang meliputi (1) reduksi, (2) penyajian, dan (3)
kesimpulan/ verifikasi. Reduksi data diartikan secara sempit sebagai proses
pengurangan data, namun dalam arti yang lebih luas adalah proses penyempurnaan
data, baik pengurangan terhadap data yang kurang perlu dan tidak relevan, maupun
penambahan terhadap data yang dirasa masih kurang.
BAB IV

PEMBAHASAN

a. Penilaian Berbicara
Untuk mengetahui keberhasilan proses pembelajaran, perlu dilakukan
asesmen atau penilaian. Dengan demikian ketercapaian tujuan dan hasilnya pun
dapat diketahuinya. Sudjana (2011: 3) menjelaskan bahwa, inti penilaian adalah
proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan
kriteria tertentu. Proses pemberian nilai tersebut berlangsung dalam bentuk
interpretasi yang diakhiri dengan judgment. Sukiman (2012: 4) juga
mengungkapkan bahwa, penilaian hasil belajar ujungnya adalah pada kegiatan
pengambilan keputusan tentang proses dan hasil belajar. Untuk mengambil
keputusan secara tepat tentang hasil belajar tersebut perlu didukung oleh data secara
akurat dan terpercaya. Data ini dikumpulkan dengan melalui kegiatan pengukuran
terhadap hasil belajar baik dengan menggunakan instrumen tes maupun non tes.
Hasil belajar adalah segala kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia
menerima pengalaman belajar. Secara umum dalam sistem pendidikan nasional
diketahui tiga macam hasil belajar, yang merupakan klasifikasi hasil belajar
menurut Benyamin S. Bloom, yang meliputi ranah kognetif, ranah afektif, dan
ranah psikomotoris. Ranah kognetif berkenaan dengan hasil belajar intelektual.
Ranah afektif berkenaan dengan sikap, dan ranah psikomotoris berkenaan dengan
hasil belajar ketrampilan dan kemampuan bertindak. Oleh karena berbicara
merupakan tindakan atau ketrampilan berbahasa, maka objek penilaian hasil belajar
berbicara termasuk ke dalam ranah penilaian psikomotoris.
Menilai keterampilan berbicara peserta didik bukanlah hal yang mudah
untuk dilakukan. Lee (2009: 133) dalam Saddhono (2012: 59) mengungkapkan
bahwa, alat penilaian (tes) harus dapat menilai kemapuan mengkomunikasikan
gagasan yang tentu saja mencakup kemampuan menggunakan kata, kalimat dan
wacana, yang sekaligus mencakup kemampuan kognetif dan psikomotorik.
Kemampuan berbicara merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang cukup
kompleks, karena tidak hanya mencakup intonasi saja, tetapi juga berbagai unsur
berbahasa lainnya.
Menyangkut teknik penilaian berbicara, Lee (2009: 140-148) dalam
Saddhono (2012: 59) mengemukakan bahwa, beberapa teknik penilaian yang dapat
digunakan untuk mengukur ketrampilan berbicara. Teknik tersebut tersebut
diantaranya: (1) tes bercerita, dilakukan dengan cara meminta siswa untuk
mengungkapkan sesuatu (pengalaman atau topik tertentu). Bahan cerita akan
disesuaikan dengan perkembangan atau keadaan pembicara (siswa). Sasaran
utamanya berupa unsur linguistik (penggunaan bahasa dan cara bercerita), serta hal
yang diceritakan, ketepatan, kelancaran dan kejelasannya. (2) tes diskusi, dilakukan
dengan cara disajikan suatu topik dan pembicara diminta untuk mendiskusikannya.
Tes ini dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan pembicara dalam
menyampaikan pendapat, mempertahankan pendapat, serta menanggapi ide dan
pikiran yang disampaikan oleh peserta yang lain secara kritis. Aspek-aspek yang
dinilai dalam tes diskusi dapat berupa ketepatan penggunaan struktur bahasa,
ketepatan penggunaan kosakata, kefasihan dan kelancaran menyampaikan gagasan
dan mempertahankannya, kekritisan menanggapi pikiran yang disampaikan oleh
peserta diskusi lainnya.
Berbicara merupakan suatu perbuatan atau ketrampilan berbahasa. Maka
ranah hasil belajarnya termasuk hasil belajar yang bersifat psikomotoris. Oleh
karena itu penilaiannya dilakukan dengan teknik tes perbuatan atau tes unjuk kerja
(performance test) atas perbuatan atau ketrampilan berbicara peserta didik.
Sukiman (2012: 149) mengungkapkan bahwa, penilaian unjuk kerja merupakan
penilaian yang dilakukan dengan mengamati kegiatan peserta didik dalam
melakukan sesuatu. Penilaian ini cocok digunakan untuk menilai ketercapaian
kompetensi yang menuntut peserta didik melakukan tugas tertentu seperti: praktik
di laboratorium, praktik sholat, praktik olahraga, presentasi, diskusi, bermain peran,
memainkan alat musik, bernyanyi, membaca puisi/deklamasi, dan lain-lain.
Alat penilaian tes penampilan atau perbuatan berupa skala penilaian (rating
scale) atau daftar cek (checklist). Keduanya dapat digunakan sebagai lembar
penilaian atau lembar observasi. Dalam hal ketrampilan berbicara lebih tepatnya
akan digunakan alat penilaian berupa skala penilaian. Sukiman (2012: 150)
menjelaskan bahwa, skala penilaian adalah alat penilaian yang menggunakan suatu
prosedur terstruktur untuk memperoleh informasi tentang sesuatu yang diobservasi.
Terstruktur maksudnya disusun dengan aturan-aturan tertentu dan secara sistematis.
Penilaian mengenai kemampuan kinerja dapat juga dilakukan dengan
menggunakan skala penilaian (rating scale). Walaupun cara ini serupa
dengan checklist, tapi skala penilaian memungkinkan penilai menilai kemampuan
peserta didik secara kontinum tidak lagi dengan model dikotomi. Dengan kata lain,
kedua cara ini sama-sama berdasarkan pada beberapa kumpulan keterampilan atau
kemampuan kerja yang hendak diukur: checklist hanya memberikan dua katagori
penilaian, sedangkan skala penilaian memberikan lebih dari dua kategori
penilaian.Paling tidak ada tiga jenis skala penilaian, yaitu: (1) numerical rating
scale, (2) graphic rating scale, dan (3) descriptive rating scale. Selain itu, alat
penilaian dalam berbicara dapat berwujud penilaian yang terdiri atas komponen-
komponen tekanan, tata bahasa, kosakata, kefasihan, dan pemahaman. Penilaian ini
adalah deskripsi masing-masing komponen (Nurgiyantoro, 2005: 156).
a. Tekanan
1) Ucapan sering tak dapat dipahami.
2) Sering terjadi kesalahan besar dan aksen kuat yang menyulitkan
pemahaman, menghendaki untuk selalu diulang.
3) Pengaruh ucapan asing (daerah) yang mengganggu dan menimbulkan salah
ucap yang dapat menyebabkan kesalahpahaman.
4) Pengaruh ucapan asing (daerah) dan kesalahan ucapan yang tidak
menyebabkan kesalahpahaman.
5) Tidak ada salah ucap yang menolak, mendekati ucapan standar
6) Ucapan sudah standar.
b. Tata bahasa
1) Penggunaan tata bahasa hampir selalu tidak tepat.
2) Ada kesalahan dalam pemgunaan pola-pola pokok secara tetap yang selalu
mengganggu komunikasi.
3) Sering terjadi kesalahan dalam pola tertentu karena kurang cermat yang
dapat mengganggu komunikasi.
4) Kadang-kadang terjadi kesalahan dalam penggunaan pola tertentu, tetapi
tidak mengganggu komunikasi.
5) Sedikit terjadi kesalahan, tetapi bukan pada penggunaan pola.
6) Tidak lebih dari dua kesalahan selama berlangsungnya kegiatan
wawancara.
c. Kosakata
1) Penggunaan kosakata tidak tepat dalam percakapan yang paling sederhana
sekalipun.
2) Penguasaan kosakata sangat terbatas pada keperluan dasar personal (waktu,
makanan, transportasi, keluar).
3) Pemilihan kosakata sering tidak tepart dan keterbatasan penggunaannya
menghambat kelancaran komunikasi dalam masalah sosial dan profesional.
4) Penggnaan kosakata teknis tepat dalam pembicaraan tentang masalah
tertentu, tetapui penggunaan kosakata umum terasa berlebihan.
5) Penggunaan kosakata teknis lebih luas dan cermat, kosakata umum tepat
digunakan sesuai dengan situasi sosial.
6) Penggunaan kosakata teknis dan umum terkesan luas dan tepat sekali.
d. Kelancaran
1) Pembicaraan selalu berhenti dan terputus-putus.
2) Pembicaraan sangat lambat dan tidak ajeg kecuali untuk kalimat pendek
dan rutin.
3) Pembicaraan sering nampak ragu, kalimat tidak lengkap.
4) Pembicaraan kadang-kadang masih ragu, pengelompokan kata kadang-
kadang tidak tepat.
5) Pembicaraan lancar dan halus, tetapi sekali-kali masih kurang ajeg.
6) Pembicaraan dalam segala hal lancar dan halus.
e. Pemahaman
1) Memahami sedikit isi percakapan yang paling sederhana.
2) Memahami dengan lambat percakapan sederhana, perlu penjelasan dan
pengulangan.
3) Memahami percakapan sederhana dengan baik, dalam hal tertentu masih
perlu penjelasan dan pengulangan.
4) Memahami percakapan normal dengan lebih baik, kadang-kadang mesih
perlu pengulangan dan penjelasan.
5) Memahami segala sesuatu dalam percakapan normal kecuali yang bersifat
koloqial.
6) Memahami segala sesuatu dalam percakapan normal dan koloqial
Berdasarkan beberapa pengertian mengenai hal ihwal berbicara, maka
kriteria penilaian yang utama meliputi: komponen vokal atau suara, komponen
kebahasaan, komponen kelancaran, komponen ekspresi, dan komponen gerakan.
Dikatakan kriteria utama oleh karena hampir semua materi pembelajaran berbicara
akan menilai aspek tersebut. Dan oleh karena materi pembelajaran berbicara itu
banyak ragamnya, maka dalam penilaiannya dapat dimungkinkan adanya aspek
atau kriteria tambahan sesuai dengan karakteristik dari materi berbicara yang
dinilai.
Misalnya saja dalam materi pembelajaran berbicara bercerita, berdiskusi
dan berpidato. Dalam materi pembelajaran bercerita misalnya, sasaran penilaiannya
meliputi komponen: penggunaan bahasa (struktur kata, dan kalimat) vokal
(kejelasan, diksi, artikulasi, dan intonasi), gaya bercerita (gesture, movement,
ekpsresi dan penghayatan), ketepatan, kelancaran, dan isi cerita
b. Aspek keterampilan berbicara
Aspek keterampilan berbicara merupakan salah satu aspek dari empat aspek
keterampilan berbahasa. Aspek keterampilan berbicara adalah keterampilan
berbahasa lisan, untuk mengungkapkan segala pikiran pembicara kepada lawan
bicaranya melalui lisan. Seperti yang diungkapkan Ratih (2002), “Speaking is the
form of oral language that is inevitably used to communicate ideas and
feelings”. Keterampilan berbicara merupakan bentuk bahasa lisan yang digunakan
untuk mengkomunikasikan ide dan perasaan. Berdasarkan Webster
Dictionary (Andi, 2007) ‘Speaking is to utter words, to express thought by words,
to utter speech, discourse, or narague, to talk, to make mention, to tell by writing,
to communicate ideas in any matter’. Dengan berbicara, kita dapat
menyampaikan informasi dan ide, serta membina hubungan kemasyarakatan
dengan mengkomunikasikan sesuatu dengan orang lain.
Aspek keterampilan berbicara ini sangat penting. Bahkan menurut Chaedar
(1993: 19), “Bagi para linguis bahasa itu ialah gejala ujaran yang terbentuk dari
bunyi-bunyi bahasa”. Ujaran di sini sama dengan berbicara. Adanya tulisan
hanyalah gambaran dari ujaran. Lanjutnya, “Kita bisa berbicara tanpa menulis, tapi
kita tidak bisa menulis tanpa berbicara (pada diri sendiri paling tidak)”. Pertama
kali bahasa muncul adalah dengan menggunakan lisan. Seorang siswa belum dapat
dikatakan menguasai bahasa Inggris kalau dia belum dapat menggunakan bahasa
Inggris untuk keperluan komunikasi. Hasil penelitian tentang pengajaran bahasa
asing di Belanda pada tahun 2002 (Asyroful, 2008: 10) menunjukkan bahwa dalam
pengajaran bahasa asing senantiasa menekankan pada kemampuan mendengar dan
berbicara untuk tingkat pemula, sedangkan kemampuan menyimak, berbicara,
membaca dan menulis secara integral diajarkan pada tingkat menengah dan tingkat
atas, hasil penelitian ini bermakna bahwa dalam pengajaran bahasa asing masing-
masing jenjang pendidikan memiliki penekanan yang berbeda-beda.
Fiona Lawtie (1995) juga memandang aspek keterampilan berbicara
merupakan komponen yang penting dalam bahasa Inggris, sebagaimana
dikemukakannya bahwa:
Oral communication is a vital component of the English language arts curriculum
and provides the base for growth in reading, writing, and listening abilities. Oracy
consists of both verbal and nonverbal communication. It is important that teachers
recognize that nonverbal communication is culture specific, and be aware of the
differences that may exist across cultures when students express themselves
nonverbally.
Hal ini sejalan dengan pemikiran Andi Syakir (2009) bahwa “The success
of English learning is seen generally through the speaking ability”. Keberhasilan
belajar bahasa Inggris adalah dengan menguasai keterampilan berbicara.
Menurut Grugeon et al (Taylor and Francis, 2009) ‘All learning across the whole
curriculum, could be said to begin and end with speaking and listening. It would be
almost impossible to introduce any new topic or revise an old one without some
form of questioning or discussion by the teacher or children’. Pembelajaran bahasa
dimulai dan diakhiri dengan berbicara dan menyimak. Banyak pelajar bahasa
menganggap kemampuan berbicara sebagai ukuran untuk mengetahui suatu bahasa.
Pelajar ini mendefinisikan kefasihan sebagai kemampuan untuk berkomunikasi
dengan orang lain, jauh lebih banyak daripada kemampuan untuk membaca,
menulis, atau memahami bahasa lisan. Mereka menganggap berbicara sebagai
keterampilan yang paling penting. Mereka bisa memperoleh dan menilai kemajuan
prestasi mereka dalam komunikasi lisan. Jadi kesimpulannya keterampilan
berbicara ini sangat penting dan dapat dijadikan tolak ukur berhasil tidaknya
pembelajar bahasa menguasai bahasa yang dipelajarinya dalam hal ini bahasa
Inggris.
Selain itu, pada aspek keterampilan berbicara terdapat beberapa komponen.
Burnkart (1998) menyebutkan bahwa pembelajar bahasa perlu mengakui bahwa
berbicara mencakup tiga bidang pengetahuan, diantaranya:
1. Mechanics (pronunciation, grammar, and vocabulary), menggunakan kata yang
tepat dalam urutan yang benar dengan pengucapan yang benar
2. Functions (transaction and interaction). Fungsi dari transaction adalah untuk
mengetahui kapan kejelasan suatu pesan harus ada dan interaction adalah untuk
mengetahui kapan pemahaman yang tepat tidak diperlukan
3. Social and cultural rules and norms (turn-taking, rate of speech, length of pauses
between speakers, relative roles of participants). Memahami cara untuk
memperhitungkan siapa yang berbicara kepada siapa, dalam keadaan apa, tentang
apa, dan untuk alasan apa.
Sedangkan menurut Syakur (Mora, 2010: 1), terdapat lima komponen dalam
aspek keterampilan berbicara diantaranya, comprehension, grammar, vocabulary,
pronunciation, and fluency. Begitu juga menurut Andi Syakir (2007), Speaking
skill requires two aspects, namely linguistic and non-linguistic aspect. Linguistic
aspect meliputi, comprehension, pronunciation, grammar and word order,
vocabulary, and general speed of speech, sentence length and etc. Sedangkan Non-
linguistic aspect meliputi, personality dimensions, such as self esteem and
extroversion. Komponen-komponen tersebut harus dikembangkan secara baik
untuk pembelajaran berbicara.

C.Aspek-aspek Penilaian dalam Berbicara ( Speaking )


Ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan seseorang untuk dapat menjadi
pembicara yang baik. Adapun aspek-aspek tersebut dilihat dari beberapa factor
yang dinilai yaitu faktor verbal dan faktor non-verbal (Arsjad dan Mukti, 1988:17).
1) Faktor Verbal
a) Ketepatan ucapan
Seorang pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi
bahasa secara tepat. Pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang kurang tepat dapat
mengalihkan perhatian pendengar. Hal ini akan mengganggu keefektifan berbicara.
Pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang kurang tepat atau cacat akan menimbulkan
kebosanan, kurang menyenangkan, kurang menarik, atau setidaknya
dapat mengalihkan perhatian pendengar. Pengucapan bunyi-bunyi bahasa dianggap
cacat kalau menyimpang terlalu jauh dari ragam lisan biasa, sehingga terlalu
menarik perhatian, mengganggu komunikasi atau pemakainya (pembicara)
dianggap aneh. (Arsjad dan Mukti, 1988:19).

b) Penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi


Kesesuaian tekanan, nada, sendi, dan durasi merupakan daya tarik tersendiri
dalam berbicara, bahkan kadang-kadang merupakan faktor penentu. Walaupun
masalah yang dibicarakan kurang menarik, dengan penempatan tekanan, nada,
sendi, dan durasi yang sesuai akan menyebabkan masalahnya menjadi menarik.
Sebaliknya, jika penyampaiannya datar saja, hampir dapat dipastikan akan
menimbulkan kejemuan dan keefektifan tentu berkurang. Penempatan tekanan pada
kata atau suku kata yang kurang sesuai akan mengakibatkan kejanggalan. (Arsjad
dan Mukti, 1988:19). Kejanggalan ini akan mengakibatkan perhatian pendengar
akan beralih pada cara berbicara pembicara, sehingga pokok pembicaraan atau
pokok pesan yang disampaikan kurang diperhatikan. Akibatnya, keefektifan
komunikasi akan terganggu.

c) Pilihan Kata (Diksi)


Pilihan kata hendaknya tepat, jelas dan bervariasi. Dalam setiap
pembicaraan pemakaian kata-kata populer tentu akan lebih efektif daripada
katakata yang muluk-muluk. Kata-kata yang belum dikenal memang
mengakibatkan rasa ingin tahu, namun akan menghambat kelancaran komunikasi.
(Arsjad dan Mukti, 1988:19). Hendaknya pembicara menyadari siapa
pendengarnya, apa pokok pembicaraannya, dan menyesuaikan pilihan katanya
dengan pokok pembicaraan dan pendengarnya. Pendengar akan lebih tertarik dan
senang mendengarkan kalau pembicara berbicara dengan jelas dalam bahasa yang
dikuasainya.

d) Ketepatan sasaran pembicaraan


Hal ini menyangkut pemakaian kalimat. Pembicara yang menggunakan
kalimat efektif akan memudahkan pendengar menangkap pembicaraannya. Seorang
pembicara harus mampu menyusun kalimat efektif, kalimat yang mengenai sasaran,
sehingga mampu menimbulkan pengaruh, meninggalkan kesan atau menimbulkan
akibat. (Arsjad dan Mukti, 1988:20).

2) Faktor Nonverbal
a) Sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku
Pembicaraan yang tidak tenang, lesu dan kaku tentulah akan memberikan
kesan pertama yang kurang menarik. Dari sikap yang wajar saja sebenarnya
pembicara sudah dapat menunjukkan otoritas dan integritas dirinya. (Arsjad dan
Mukti, 1988:21). Sikap ini sangat banyak ditentukan oleh situasi, tempat dan
penguasaan materi. Penguasaan materi yang baik setidaknya akan menghilangkan
kegugupan. Namun, sikap ini memerlukan latihan. Kalau sudah terbiasa, lama
kelamaan rasa gugup akan hilang dan akan timbul sikap tenang dan wajar.
b) Pandangan harus diarahkan kepada lawan bicara
Pandangan pembicara hendaknya diarahkan kepada semua pendengar.
Pandangan yang hanya tertuju pada satu arah akan menyebabkan pendengar merasa
kurang diperhatikan. Banyak pembicara ketika berbicara tidak memperhatikan
pendengar, tetapi melihat ke atas, ke samping atau menunduk. Akibatnya, perhatian
pendengar berkurang. Hendaknya diusahakan supaya pendengar merasa terlibat dan
diperhatikan (Arsjad dan Mukti, 1988:21).

c) Kesediaan menghargai pendapat orang lain


Dalam menyampaikan isi pembicaraan, seorang pembicara hendaknya
memiliki sikap terbuka, dalam arti dapat menerima pendapat pihak lain, bersedia
menerima kritik, bersedia mengubah pendapatnya kalau ternyata memang keliru.
(Arsjad dan Mukti, 1988:21). Namun, tidak berarti si pembicara begitu saja
mengikuti pendapat orang lain dan mengubah pendapatnya. Ia juga harus mampu
mempertahankan pendapatnya dan meyakinkan orang lain. Tentu saja pendapat itu
harus mengandung argumentasi yang kuat, yang diyakini kebenarannya.

d) Gerak-gerik dan mimik yang tepat


Gerak-gerik dan mimik yang tepat dapat pula menunjang keefektifan
berbicara. Hal-hal penting selain mendapatkan tekanan, biasanya juga dibantu
dengan gerak tangan atau mimik. (Arsjad dan Mukti, 1988:21). Hal ini dapat
menghidupkan komunikasi, artinya tidak kaku. Akan tetapi, gerak-gerik yang
berlebihan akan menggangu keefektifan berbicara. Mungkin perhatian pendengar
akan terarah pada gerak-gerik dan mimik yang berlebihan ini, sehingga pesan
kurang dipahami.

e) Kenyaringan suara

Tingkat kenyaringan ini tentu disesuaikan dengan situasi, tempat, dan


jumlah pendengar. (Arsjad dan Mukti, 1988:22). Yang perlu diperhatikan adalah
jangan berteriak. Kita atur kenyaringan suara kita supaya dapat didengar oleh
pendengar dengan jelas.
f) Kelancaran
Seorang pembicara yang lancar berbicara akan memudahkan pendengar
menangkap isi pembicaraannya. (Arsjad dan Mukti, 1988:23). Seringkali
pembicara berbicara terputus-putus, bahkan antara bagian-bagian yang terputus itu
diselipkan bunyi-bunyi tertentu yang mengganggu penangkapan pendengar,
misalnya menyelipkan bunyi ee, oo, aa, dan sebagainya. Sebaliknya, pembicara
yang terlalu cepat berbicara juga akan menyulitkan pendengar menangkap pokok
pembicaraannya.

g) Relevansi/Penalaran
Gagasan demi gagasan haruslah berhubungan dengan logis (Arsjad dan
Mukti, 1988:24). Proses berpikir untuk sampai pada suatu kesimpulan haruslah
logis. Hal ini berarti hubungan bagian-bagian dalam kalimat, hubungan kalimat
dengan kalimat harus logis dan berhubungan dengan pokok pembicaraan.

h) Penguasaan Topik
Pembicaraan formal selalu menuntut persiapan. Tujuannya tidak lain
supaya topik yang dipilih betul-betul dikuasai. Penguasaan topik yang baik akan
menumbuhkan keberanian dan kelancaran. Jadi, penguasaan topik ini sangat
penting, bahkan merupakan faktor utama dalam berbicara (Arsjad dan Mukti,
1988:24).

Ada beberapa tahap perkembangan kompetensi berbicara siswa dalam


bahasa inggris, antara lain:
a. Receive speaking
Dalam tahapan ini, siswa atau pelajar yang belajar keterampilan berbicara
bahasa Inggris lebih banyak menerima dari lingkungan belajar atau mendengarkan
ragam bentuk dan gaya berbicara orang lain, ucapan, struktur bahasa yang dipakai,
dan pengembangan vocabulary-nya sehingga bisa diulanginya di rumah atau di
sekolah. Siswa menyimpan dalam memorinya sebanyak mungkin berupa: kosa kata
baru tingkat dasar (basic), kalimat-kalimat baru, ucapan, dan lain-lain yang siap
dipraktikkan dengan lawan bicara sekedar menjawab pertanyaan pertanyaan (misal,
“what is this?, what is that?, and how are you?, dan seterusnya). Persiapan ini
disebut dengan receive speaking yang siap diterapkan keterampilan berbicara dalam
bahasa Inggris (speaking skill) yang baik. Dengan pola ini, siswa bisa berfikir dan
memperkaya diri dengan ragam bentuk bahasa yang siap pakai.
b. Productive speaking
Berdasarkan konsep menerima berarti siswa telah menyimpan banyak
persiapan untuk melakukan praktik keterampilan berbicara. Maka selanjutnya
adalah kemampuan siswa untuk membentuk dan memperbanyak ungkapan-
ungkapan baru, seperti: bertanya, menjelaskan, berdiskusi, dan bahkan membantu
rekan sekelas. Dalam hal ini, siswa diberikan kesempatan sebanyak mungkin untuk
menggunakan beragam kalimat baru bahasa Inggris sesuai tingkatan kelasnya.
Pengaruh dari productive speaking bisa menjadi indikasi bahwa siswa yang
berkemampuan tinggi dalam keterampilan berbicara justru akan lebih berhasil
dalam mengembangkan diri bidang keterampilan berbicara Bahasa Inggris dalam
mata pelajaran bahasa Inggris.
c. Descriptive Speaking.
Dari gambaran kedua tahapan di atas, berarti kesiapan siswa dalam
menekuni keterampilan berbicara Bahasa Inggris sangat baik. Dari gabungan kedua
tahapan tersebut maka siswa mampu menerima dan memberi (Tanya-jawab)
dengan menggunakan rangkaian kalimat sederhana (simple sentence), kalimat
gabungan (compound sentence), dan kalimat kompleks (complex sentence) dan
kalimat rumit gabungan (compound complex sentence). Artinya, siswa mampu
menjawab pertanyaan bahasa Inggris secara lisan, mampu bertanya, memberi
penjelasan, berdisksusi, dan mampu menuliskan ungkapan bahasa Inggris secara
tertulis juga dengan menggunakan ragam kalimat. Tujuan descriptive speaking
adalah menyuruh siswa berbicara sebanyak mungkin dengan gambaran dari
berbagai sumber bahan bacaan atau menurut pengalaman belajar yang dilaluinya.
BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dikemukakan pada bab


sebelumnya, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Pada hakikatnya keterampilan berbicara adalah keterampilan untuk


mengucapkan untaian kata sehingga apa yang ada di dalam pikiran dapat
tergambarkan dengan jelas dan diterima oleh para penyimaknya. Hal utama
dari kegiatan berbicara khususnya dalam meningkatkan proses
pembelajaran berbicara agar efektif, maka siswa dapat melakukan kegiatan
berkomunikasi secara berkelompok, dua orang atau lebih dengan berlatih
saling bertanya dan menjawab, memberi dan menerima tanggapan. Yang
menjadi catatan dan kunci dalam keberhasilan berbicara dan menyampaikan
kata-kata itu, adalah “berbicara dengan bahasa pendengar”.
2. Adapun aspek aspek penilaian dalam keterampilan berbicara dapat dilihat
dari beberapa faktor yang dinilai yaitu faktor verbal dan faktor non-verbal.
Faktor Verbal berupa : a) Ketepatan ucapan,b) Penempatan tekanan, nada,
sendi, dan durasi, c) Pilihan Kata (Diksi), dan d) Ketepatan sasaran
pembicaraan. Selain itu melalui faktor nonverbal berupa : a) Sikap yang
wajar, tenang, dan tidak kaku, b) Pandangan harus diarahkan kepada lawan
bicara, c) Kesediaan menghargai pendapat orang lain, d) Gerak-gerik dan
mimik yang tepat, e) Kenyaringan suara, f) Kelancaran, g)
Relevansi/Penalaran dan h)Penguasaan Topik.
BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

Eka, Y. P. (2012). Peningkatan Keterampilan berbicara dengan Metode Debat Plus


dalam Proses Pembelajaran Bhs. Inggris pada Siswa kls XI IPA SMA
Pariwisata Kertha Wisata Denpasar . (Universitas Udayana).

PURWANTI, M. (2012). PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA


MELALUI MEDIA VIDEO DOKUMENTER “RIWAYAT” TransTV PADA
SISWA KELAS VII SMP N 2 GONDANG SRAGEN (Doctoral dissertation,
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA).
Dendi, R. 2016. “Aspek Keterampilan Berbicara”
http://katazikurasana30.blogspot.co.id/2016/04/contoh-aspek
keterampilan-berbicara.html (diakses tanggal 9 April 2017)

Tohir. 2014. “Berbicara dan Bahasa” http://chyrun.com/berbicara-dan-bahasa/


(diakses tanggal 9 April 2017)

Asmi. 2012. “Pembelajaran Keterampilan Berbicara”


http://asmisiangka.blogspot.co.id/2012/12/pembelajaran-keterampilan-
berbicara.html (diakses tanggal 9 April 2017)

Anda mungkin juga menyukai