Anda di halaman 1dari 5

Perbandingan Penggunaan Reduplikasi Verba

pada Bahasa Melayu Larantuka dan Bahasa Indonesia

Nidia Rahma, 1406613265

Bahasa merupakan salah satu sarana atau alat untuk berkomunikasi dan merupakan
sistem lambang bunyi yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja
sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri (Kridalaksana 2001:24). Bahasa Indonesia
memiliki ruang lingkup pemakaian yang lebih luas karena digunakan sebagai bahasa nasional
dan bahasa resmi negara.

Secara fonologis, kosakata bahasa Melayu Larantuka bersumber pada bahasa Melayu,
bahasa daerah setempat (Lamaholot), dan beberapa bahasa asing, yaitu Portugis, Belanda,
dan Latin. Kosakata bahasa Melayu Larantuka pada umumnya bersuku dua dan bersuku tiga,
untuk kata yang bersuku empat biasanya berasal dari bahasa asing. Dari segi morfologis,
kata-kata dibedakan dalam kata dasar dan kata derivatif yang dihasilkan melalui pengaktifan,
pengulangan, dengan atau tanpa modifikasi, dan pemajemukan.

Reduplikasi diartikan sebagai salah satu dari proses morfemis yang berupa bentuk
kata yang diulang dan berasal dari bentuk dasar atau dari sebagian bentuk dasar sehingga
menghasilkan perubahan makna yang baru. Reduplikasi bentuk verba atau reduplikasi
pembentuk verba banyak dijumpai dalam bahasa Indonesia dan juga bahasa Melayu
Larantuka. Bentuk verba yang diturunkan melalui proses reduplikasi akan menghasilkan
makna baru yang bervariasi sesuai konteks dan bentuk kalimatnya.

Menurut Ramlan (1987:3) reduplikasi adalah pengulangan satuan gramatik, baik


seluruhnya maupun sebgaian, baik dengan variasi fonem atau tidak. Menurut Alwi dkk.
(1998:132) verba transitif juga dapat diturunkan dengan mengulangi kata dasar, umumnya
dengan afiksasi pula, bahkan ada yang dengan perubahan vokalnya seperti menerka-nerka,
mengutak-atik,menimang-nimang. Kemudian, Kridalaksana (1989:88) membagi reduplikasi
menjadi tiga, yaitu reduplikasi fonologis, reduplikasi morfemis, dan reduplikasi sintaksis.
Kridalaksana juga mengemukakan beberapa jenis reduplikasi lain; diantaranya:

a) Reduplikasi penuh (dwilingga)


contohnya : rumah-rumah
b) Reduplikasi Infiks, yaitu reduplikasi yang menggabungkan infiksasi dari leksem yang
sama
contohny: tali-temali, turun-temurun
c) Reduplikasi dengan variasi fonem (dwilingga salin swara)
contohnya:bolak-balik, kerlap-kerlip
d) Reduplikasi dengan “kelemahan” pengulangan dari suku kata pertama
contoh: laki menjadi lelaki
e) Reduplikasi dengan pengulangan dari bagian akhir dari suatu leksem (dwiwasana)
contoh: pertama menjadi pertama-tama, sekali menjadi sekali-kali
f) Reduplikasi dengan prefiks, yaitu penggabungan leksem yang diikuti oleh leksem
yang sama
contoh: tembak menjadi tembak-menembak, pukul menjadi pukul-memukul.

Sementara itu, pada bahasa Melayu Larantuka terdapat empat pola reduplikasi verba
yang semuanya produktif. Keempat pola tersebut dapat terjadi dengan verba tunggal.
1. Reduplikasi penuh
(baNti ‘to throw s.t. down’ -> baNti-baNti ‘ to throw s.t. down repeatedly’).
Pola ini menunjukkan iterasi atau intensifikasi, untuk mengindikasikan aktivitas
berulang, atau bahwa tindakan telah berlangsung dalam waktu lama.
2. Reduplikasi parsial
(garu ‘menggaruk’, berlawanan dengan garu-garu ‘menggaruk berulang kali’)
Pola ini menunjukkan bahwa aktivitas tidak dilakukan dengan baik atau sepenh hati.
Pola ini tidak terjadi dengan kata dari satu suku kata, kata-kata yang bersifat vokal
awal, atau kata kerja transitif dan intrasitif tertentu seperti makaN ‘makan’, mino
‘minum’ maNdi ‘mandi’, tida ‘tidur’, masa ‘masak’ atau sense verba.
3. Redupliksi dengan perubahan di salah satu bagian dari dasar
(bale ‘kembali’ -> bula-bale ‘bolak-balik tanpa tujuan’)
Pola ini menunjukkan bahwa tindakan sedang dilakukan berulang kali tanpa tujuan.
Jenis ini terjadi dengan verba transitif.
4. Reduplikasi dengan afiksasi, yang dapat terjadi dengan salah satu dari tiga pola di
atas
(lipa ‘melipat’ ; tǝlipa-ripa ‘dilipat sedemikian rupa sehingga s.t. rusak dan
tidak bisa dilipat’)
Pola ini menunjukkan bahwa aktivitas tidak terkendali atau intensif. Jenis ini terjadi
dengan awalan tǝ(r)-

Dalam bahasa Melayu Larantuka terdapat contoh reduplikasi berdasarkan empat pola
tersebut seperti contoh berikut ini;
suNko ‘berlari dengan kepala menunduk
suNko-suNko ‘berlari dengan kepala menunduk berulang kali’
sǝsuNko ‘ berdiri dengan kepala sering menunduk ’
suNko-ruNko ‘ berlari dengan kepala menunduk tanpa tujuan
Tǝ-suNko-ruNko ‘jatuh dengan kepala terlebih dahulu dengan cara yang terkendali’
Apabila dibandingkan dengan reduplikasi pada bahasa Indonesia, maka akan terlihat
perbedaannya seperti tabel berikut ini.

Bahasa Indonesia Bahasa Melayu Larantuka

Reduplikasi Penuh Duduk-duduk suNko-suNko

Reduplikasi Parsial Memukul sǝsuNko

Reduplikasi perubahan di salah Gerak-gerik suNko-ruNko


satu bagian dari dasar

Reduplikasi dengan afiksasi Terbolak-balik Tǝ-suNko-ruNko

Makna umum dari perulangan seperti pada tabel tersebut adalah bahwa perbuatan yang
dinyatakan oleh verba tersebut dilakukan lebih dari satu kali dan tanpa suatu tujuan yang
khusus. Dalam bahasa Indonesia jarang ditemukan satu kata dasar yang mengalami keempat
redulikasi tersebut. Berbeda dengan bahasa Melayu Larantuka, yang kata dasar seperti
‘suNko’ dapat mengalami empat pola reduplikasi tersebut.

Reduplikasi bahasa Indonesia seperti pada contoh reduplikasi perubahan di salah satu
bagian dasar yaitu kata; ‘gerak-gerik’ disebut juga perulangan dengan salin bunyi. Sementara
itu, pada contoh reduplikasi penuh yaitu kata ‘duduk-duduk’ adalah melakukan perbuatan
duduk untuk berbincang-bincang tentang apa saja, tanpa ada masalah khusus yang harus
dipecahkan. Sama halnya dengan kata ‘suNko-suNko’ pada bahasa Melayu Larantuka yang
berarti berlari dengan kepala menunduk berulang kali tanpa tujuan yang jelas.
Lebih jelasnya dapat dilihat pada beberapa contoh kalimat berikut ini;

a) Jadi aNka-aNka doraN taro sǝbela, sǝbab doraN-doraN te te bisa liwa!

“jadi dia mengangkatnya dan meletakkan di sisi lain, karena tidak ada yang bisa
lewat!

Perlu diperhatikan pada kalimat tersebut adalah kata ‘aNka-aNka’ yang memiliki arti
‘mengangkatnya’. Kegiatan tersebut terjadi berulang kali dengan maksud dan tujuan yang
jelas. Sementara itu, dalam bahasa Indonesia sebagian besar reduplikasi penuh merupakan
kegiatan yang dilakukan berulang kali dan terkadang tanpa tujuan yang jelas. Seperti pada
contoh berikut ini;

b) “saya pergi jalan-jalan ke kota Semarang untuk mengisi waktu libur”

Contoh lainnya dalam bahasa Melayu Larantuka yang merupakan reduplikasi dengan
afiksasi.

a) Hatu hana, hatu sini, jo di tǝn-tǝtenga ini sini kalo ini, batu bǝsa-bǝsa tǝNguliN-
muliN.
“satu di sana, satu di sini, di tengah tempat ini juga, ada banyak batu-batu yang
roboh”.
Pada kutipan tersebut, reduplikasi dengan afiksasi terdapat pada kata ‘tǝNguliN-muliN’ yang
memiliki arti ‘roboh’. Kata ‘roboh’ merupakan hasil dari suatu tindakan yang terjadi secara
terus menerus hingga mengalami kerusakan. Sementara itu, pada bahasa Indonesia
reduplikasi dengan afiksasi memiliki arti sebuah tindakan yang dilakukan berulang kali
dengan variasi.
b) “orang berlalu-lalang di depan toko tersebut tanpa ada yang membeli”
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa reduplikasi yang terjadi pada bahasa
Indonesia dan bahasa Melayu memiliki arti yang berbeda. Akan tetapi kedua bahasa tersebut
memiliki bentuk reduplikasi yang sama. Bahasa Indonesia berdasarkan pembagian menurut
Kridalaksana bahkan memiliki banyak jenis dari pada bahasa Melayu Larantuka yang hanya
memiliki empat pola.
Daftar Pustaka:

Alwi, dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Kridalaksana, Harimurti. 1989. Pembentukan Kata dalam bahasa Indonesia. Jakarta:


Gramedia

Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Ramlan. 1987. Sintaksis Ilmu Bahasa Indonesia. Yogyakarta : Karyono

Paauw, Scott H. 2008. “Dissertation The Malay Contact Varieties Of Eastern Indonesia a
Typological Comparison”. New York: Faculty of The Graduate School of The State
University of New York

http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/produk/102

Anda mungkin juga menyukai