Anda di halaman 1dari 7

Keterampilan berbicara merupakan bagian penting dari kurikulum dalam pengajaran bahasa (Luoma,

2009:1). Berbicara merupakan salah satu dari empat keterampilan yang harus dikuasai dalam
pembelajaran bahasa Inggris. Berbicara merupakan keterampilan berbahasa yang produktif sama
halnya dengan menulis. Bahasa produktif harus melewati proses mental atau disebut proses
berpikir. Ketika orang ingin mengatakan sesuatu dan mengirimkan informasi, mereka membutuhkan
komunikasi.

Berbicara bahasa Inggris sebagai bahasa asing adalah keterampilan yang sulit untuk diajarkan dan
dipelajari karena pembelajar harus menguasai beberapa aspek seperti penguasaan kosakata,
pengucapan yang benar, pengetahuan tentang tata bahasa, dan lainnya. Ketika pembelajar ingin
berbicara, mereka juga harus memikirkan semua aspek itu. (Haryudin dan Jamilah, 2018:59). Oleh
karena itu, keterampilan berbicara merupakan aspek yang paling sulit dikuasai oleh peserta didik. Ini
adalah hal yang sulit karena ketika orang ingin berbicara atau mengatakan sesuatu kepada orang
lain, mereka harus mempertimbangkan beberapa hal yang saling terkait seperti ide, bahasa yang
digunakan, apa yang harus dikatakan, bagaimana menggunakan tata bahasa dan kosa kata,
pengucapan, serta mendengarkan dan bereaksi terhadap lawan bicara.

Ada banyak definisi tentang berbicara menurut beberapa ahli. Berbicara adalah proses
menyampaikan atau berbagi ide secara lisan (Eliyasun, Rosnija, dan Salam, 2018:1). Oleh karena itu,
jika peserta didik tidak belajar berbicara dan tidak pernah berlatih di kelas, mereka segera
kehilangan minat belajar dan mendapatkan motivasi untuk belajar belajar atau berlatih berbicara
bahasa Inggris. Peserta didik yang tidak mengembangkan keterampilan lisan yang kuat selama ini
akan merasa sulit untuk berhadapan dengan rekan mereka di tahun-tahun berikutnya. Selain itu,
menurut Zuhriyah (2017:122) berbicara adalah cara orang untuk mengungkapkan sesuatu dan untuk
berkomunikasi dengan orang lain secara lisan. Berbicara merupakan cara pertama untuk berinteraksi
dengan orang lain dalam masyarakat sosial karena dalam aktivitas sehari-hari manusia tidak lepas
dari interaksi dan komunikasi.

Sementara itu Leong dan Ahmadi (2017:34) menyatakan bahwa berbicara tidak hanya sekedar
mengucapkan kata-kata melalui mulut (utterance) tetapi berarti menyampaikan pesan melalui kata-
kata. Dengan berbicara orang dapat menyampaikan informasi dan ide, mengungkapkan pendapat
dan perasaan, berbagi pengalaman, dan menyebutkan hubungan sosial dengan berkomunikasi
dengan orang lain.

Ur (2009:120) menyatakan bahwa berbicara merupakan keterampilan yang paling penting dari
keempat keterampilan berbahasa karena individu yang mempelajari suatu bahasa disebut sebagai
penutur bahasa tersebut. berbicara tidak hanya mengetahui bagaimana menghasilkan pokok bahasa
tertentu seperti tata bahasa, kosa kata, pengucapan, dan lain-lain yang ada dalam kompetensi
linguistik, tetapi pembelajar juga membutuhkan pemahaman tentang kapan, mengapa, dan dengan
cara apa menghasilkan bahasa atau menerapkan kompetensi sosiolinguistik.

Haryudin dan Jamilah (2018: 61) menyatakan bahwa berbicara bahasa Inggris adalah bahasa asing
yang harus dilakukan dengan banyak latihan untuk menguasainya. Pelajar harus berlatih di dalam
kegiatan kelas dan juga di luar kelas karena dengan banyak latihan pelajar akan terbiasa
menggunakan bahasa Inggris dan berbicara mereka akan lancar.
Berdasarkan beberapa penjelasan tentang berbicara di atas, maka peneliti dapat menyimpulkan
bahwa berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang paling penting dan juga
sebagai cara pertama untuk berkomunikasi dan berinteraksi atau berbagi ide kepada orang lain
secara lisan dan menghasilkan titik bahasa tertentu juga memahami bagaimana menggunakan
kompetensi linguistik. Berbicara, menjadi aspek yang paling sulit dalam belajar mengajar bahasa
Inggris karena berbicara harus melibatkan beberapa aspek seperti tata bahasa, kosa kata,
pengucapan, dan juga melibatkan beberapa komponen dalam linguistik. Jadi, berbicara merupakan
alat untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain, dengan berbicara orang dapat
memperoleh atau berbagi informasi, ide, pengetahuan dan lain-lain.

2.2 Faktor Efektivitas Berbicara

Untuk menguasai keterampilan berbicara, peserta didik harus mengetahui tidak hanya pengetahuan
linguistik, tetapi juga cara berinteraksi yang dapat diterima secara budaya dengan orang lain dalam
situasi dan hubungan yang berbeda. Ada beberapa faktor yang membuat berbicara efektif
Abbaspour (2016:146) telah merangkum beberapa faktor efektivitas berbicara. Menurut
penelitiannya, faktor-faktor efektivitas berbicara adalah tata bahasa, wacana, sosiolinguistik,
strategi, interaksi, akurasi dan kelancaran.

1. Tata bahasa (Grammar)

Kompetensi gramatikal adalah konsep payung yang mencakup peningkatan keahlian dalam tata
bahasa, kosa kata, dan bunyi huruf dan suku kata, pengucapan kata, intonasi dan tekanan. Setiap
bahasa memiliki tata bahasa atau sistem yang membuat aturan bagaimana menggunakan kode
dalam berkomunikasi satu sama lain.

Untuk memahami makna, pembelajar perlu memiliki pengetahuan yang cukup tentang kata dan
kalimat, yaitu harus mengetahui bagaimana kata-kata tersegmentasi menjadi berbagai suara, dan
bagaimana kalimat ditekankan dengan cara tertentu. Hal ini diperlukan untuk siswa untuk menyusun
kalimat yang benar dalam percakapan. Jadi kompetensi gramatikal membantu penutur untuk
menggunakan dan memahami struktur bahasa Inggris secara akurat dan segera, yang memfasilitasi
kelancaran mereka, sehingga bahasa Inggris lisan mereka akan mudah diterima oleh pendengar jika
pidato disampaikan dengan menggunakan struktur yang sesuai.

B. Ceramah

Kaidah kohesi dan koherensi harus diterapkan dalam setiap wacana, baik formal maupun informal
untuk menjalin komunikasi secara bermakna. Dalam komunikasi, baik produksi dan pemahaman
bahasa memerlukan kemampuan untuk memahami dan memproses bentangan wacana dan
merumuskan representasi makna dari referensi di kalimat sebelumnya dan kalimat berikutnya. Jadi,
pembelajar harus memperoleh repertoar besar struktur dan pembuat wacana untuk
mengekspresikan ide, menunjukkan hubungan waktu, dan menunjukkan penyebab, kontras, dan
penekanan.

C. Faktor sosiolinguistik
Untuk penguasaan bahasa Inggris pembelajar tidak hanya harus menguasai tata bahasa, kosa kata,
pengucapan dan lain-lain tetapi mereka juga harus menguasai linguistik termasuk sosiolinguistik.
Peserta didik harus terbiasa dengan budaya penutur asli untuk memungkinkan menggunakan bahasa
target yang secara sosial dan budaya oleh pengguna asli (Abbaspour, 2016:146). Untuk mencapai
tujuan ini, sangat penting untuk mengetahui sisi sosiolinguistik bahasa yang memungkinkan
pembelajar membedakan komentar yang tepat, bagaimana mengajukan pertanyaan selama
interaksi, dan bagaimana menanggapi secara nonverbal sesuai dengan tujuan pembicaraan.

D. Strategi

Kompetensi strategi adalah cara pembelajar memanipulasi bahasa untuk memenuhi tujuan
komunikatif. Setiap pelajar memiliki strategi yang berbeda untuk belajar atau menguasai berbicara
bahasa Inggris seperti bagaimana menguasai kosa kata, pengucapan dan tata bahasa. Mungkin
sebagian peserta didik berlatih dengan menonton video, mendengar lagu berbahasa Inggris, atau
membaca artikel atau cerita yang mereka sukai. Selanjutnya, kompetensi strategi dapat menjadi
kemampuan untuk menebus pengetahuan yang salah tentang aturan linguistik, sosiolinguistik, dan
wacana.

e. Interaksi

Interaksi merupakan salah satu hal penting ketika pembelajar ingin menguasai dalam berbicara
bahasa Inggris. Ada beberapa masalah ketika peserta didik ingin berinteraksi dengan orang lain
seperti, malu, cemas, gugup, dan lain-lain. Interaksi akan mengembangkan kemampuan berbicara
siswa. Peserta didik dapat melatih kemampuannya, menambah kosakata, dan juga dapat
meningkatkan kepercayaan diri peserta didik dalam berbicara bahasa Inggris kepada orang lain.

Tujuan interaksi adalah untuk menjaga hubungan sosial, tetapi yang terakhir adalah untuk
menyampaikan informasi dan ide karena sebagian besar komunikasi sehari-hari bersifat
interaksional, mampu berinteraksi adalah keharusan (Abbaspour, 2016: 147). Dalam belajar
mengajar, keterampilan berbicara biasanya mencakup aktivitas yang berfokus pada makna dan
pembelajar dapat belajar bagaimana mendengarkan dan berbicara dengan orang lain, bagaimana
menegosiasikan makna dan berbagi konteks baik secara verbal maupun non-verbal dengan bantuan
guru. Dalam pengajarannya guru harus mengatur bagaimana peserta didik dapat berinteraksi satu
sama lain menggunakan bahasa Inggris dalam proses pembelajaran, karena interaksi merupakan
salah satu komponen yang sangat penting dalam belajar dan berlatih untuk menguasai keterampilan
berbicara bahasa Inggris.

F. Akurasi dan Kefasihan


Akurasi dan kelancaran berhubungan karena akurasi merupakan dasar dari kelancaran, sedangkan
kelancaran adalah peningkatan lebih lanjut dari kompetensi linguistik seseorang (Abbaspour, 2016:
147). Secara umum, akurasi mengacu pada kemampuan untuk menghasilkan kalimat yang benar
secara tata bahasa sedangkan kelancaran mengacu pada kualitas atau kondisi untuk dapat berbicara
atau menulis bahasa atau melakukan suatu tindakan dengan lancar, akurat, dan mudah, yang
mencakup kemampuan untuk menghasilkan tulisan atau lisan. bahasa dengan mudah.

Kemampuan berbicara dengan perintah intonasi, kosa kata, dan tata bahasa yang baik tetapi belum
tentu sempurna, kemampuan mengkomunikasikan gagasan secara efektif dan kemampuan
menghasilkan ucapan yang berkesinambungan tanpa menyebabkan kesulitan pemahaman atau
gangguan komunikasi. Secara sederhana, ketepatan lebih sering ditekankan pada pengajaran formal,
penguasaan bahasa, kompetensi tata bahasa, dan metode penerjemahan tata bahasa, sedangkan
kelancaran berkaitan dengan tingkat kemahiran dalam berkomunikasi dan menekankan pada
keterampilan prosedural, kecakapan berekspresi, frasa leksikal, interaksi sosial, yang diperlukan.
topik dan wacana.

2.4 Hambatan Berbicara Bahasa Inggris

Dalam proses belajar mengajar guru memiliki hambatan untuk mencapai keberhasilan dalam
mengajar. Ada beberapa masalah untuk keterampilan berbicara yang dapat ditemui guru dalam
membantu pembelajar berbicara di dalam kelas. Musliadi (2016:77) menyatakan bahwa beberapa
masalah dalam pembelajaran keterampilan berbicara berasal dari internal peserta didik dan
sebagian lainnya berasal dari luar peserta didik. Sedangkan Nuraini (2016:12) mengatakan bahwa
keefektifan dalam pembelajaran berbicara tidak hanya berasal dari aspek internal tetapi juga
dipengaruhi oleh faktor eksternal. Oleh karena itu, masalah atau hambatan kemampuan berbicara
peserta didik muncul dari faktor internal dan eksternal.

Faktor internal adalah masalah yang muncul dari internal atau diri peserta didik. Menurut Musliadi
(2016:77) masalah internal berasal dari tubuh peserta didik itu sendiri, termasuk cara mereka
memproduksi bahasa. Masalah tersebut biasanya menjadi kendala dalam pembelajaran berbicara.
Jadi, hambatan internal adalah masalah yang muncul dari diri peserta didik yang harus diatasi oleh
peserta didik sendiri dan dibantu oleh guru.

Sedangkan faktor eksternal hambatan berbahasa Inggris bagi pembelajar bahasa asing bahasa
Inggris berbeda dengan faktor internal. Faktor eksternal muncul bukan dari diri peserta didik tetapi
permasalahan dari luar. Seperti faktor sekolah, faktor keluarga, lingkungan dan lain-lain. Semua
masalah yang muncul baik dari peserta didik itu sendiri maupun dari luar akan menjadi hambatan
dalam belajar, dan akan menjadi masalah yang dihadapi guru karena transfer dan berbagi
pengetahuan gagal.

Younes dan Albalawi (2016:272) dalam penelitiannya menemukan beberapa faktor kesulitan dalam
proses belajar mengajar, yaitu ketakutan pembelajar untuk membuat kesalahan, pembelajar takut
akan kritik, rasa malu untuk berbicara bahasa Inggris, tidak ada yang bisa dikatakan, rendahnya
partisipasi berbicara, dan bahasa pertama.

1. Takut Salah
Ketakutan akan kesalahan terkait dengan masalah koreksi dan evaluasi negatif. Selain itu, hal ini juga
banyak dipengaruhi oleh ketakutan peserta didik ditertawakan oleh peserta didik lain atau dikritik
oleh guru. Akibatnya, pelajar biasanya berhenti berpartisipasi dalam kegiatan berbicara. Selain itu, Al
Nakhalah (2016:101) ketakutan akan kesalahan menjadi salah satu faktor utama keengganan peserta
didik untuk berbicara dalam bahasa Inggris di kelas. Penyebab peserta didik merasa takut melakukan
kesalahan karena khawatir temannya akan ditertawakan dan mendapat penilaian negatif dari teman
sebayanya jika melakukan kesalahan dalam berbicara bahasa Inggris.

2. Peserta Didik Takut Dikritik

Penyebab ketakutan siswa akan kritik adalah mereka khawatir jika mereka melakukan kesalahan
dalam berbicara bahasa Inggris. Mereka mengira guru akan marah ketika mereka melakukan
kesalahan sehingga bentuk pilihan terbaik masih ada di kelas mereka untuk menghindari kritik dari
guru mereka. Ini akan berdampak negatif dalam proses belajar mengajar karena kegiatan berbicara
di kelas akan sunyi dan tidak efektif.

3. Rasa malu

Rasa malu adalah hal emosional yang biasanya muncul ketika peserta didik dipaksa untuk melakukan
sesuatu yang diperintahkan oleh gurunya terutama dalam kegiatan berbicara di kelas. Rasa malu
muncul dari setiap individu yang disebabkan oleh perasaan takut. (Al Nakhalah, 2016:102). Beberapa
rasa malu peserta didik disebabkan oleh sifat mereka yang sangat pendiam. Dalam hal ini,
pembelajar tidak terlalu percaya diri dan cenderung malu karena kebanyakan dari mereka merasa
sangat terintimidasi ketika berbicara bahasa Inggris di depan teman dan guru mereka. Sebagian
besar pelajar bahasa Inggris merasa malu ketika mereka berbicara bahasa tersebut karena mereka
pikir mereka akan membuat kesalahan ketika mereka berbicara. Mereka juga takut ditertawakan
oleh teman-temannya. Mereka takut ditertawakan oleh teman-temannya karena kemampuan
berbahasa Inggris mereka yang rendah.

4. Tidak ada yang perlu dikatakan

Peserta didik tidak dapat berpikir apa-apa untuk dikatakan karena tidak memiliki motif untuk
mengungkapkan sesuatu ketika mereka berbicara di depan kelas atau ketika berbicara dengan
peserta didik lain, peserta didik juga tidak memiliki ide untuk menjelaskan apa yang ingin mereka
katakan (Ur, 2009:121). Siswa tidak memiliki apa-apa untuk diungkapkan mungkin karena guru telah
memilih topik yang tidak cocok untuk mereka atau mereka hanya tahu sedikit. Sulit bagi banyak
pembelajar untuk merespon ketika guru meminta mereka untuk mengatakan sesuatu dalam bahasa
asing karena mereka mungkin memiliki sedikit ide tentang apa yang harus dikatakan, kosa kata yang
digunakan, atau bagaimana menggunakan tata bahasa dengan benar (Tuan dan Mai, 2015: 10).
5. Peserta Rendah

Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya peserta didik dalam berbicara bahasa Inggris karena
permasalahan dalam berbicara bahasa Inggris tidak hanya terbatasnya pengetahuan tentang

komponen keterampilan berbicara termasuk pengucapan, tata bahasa, kosa kata, kelancaran,
pemahaman tetapi juga mereka memiliki alasan pribadi, seperti malu untuk melakukan berbicara,
kurang percaya diri, kurangnya latihan berbicara, manajemen waktu, materi berbicara, dan eksposur
(Sayuri, 2016:49).

Meningkatkan partisipasi adalah hal yang mencolok dalam kursus yang menggabungkan diskusi
reguler dan kerja kelompok kecil. Singkatnya, jika hanya beberapa pelajar yang tertarik dengan
memberikan jawaban sukarela, membuat pertanyaan, atau menambahkan dialog, sesi kelas sampai
taraf tertentu dapat kehilangan kesempatan untuk mensurvei dan mempromosikan pembelajaran.
Guru dapat meningkatkan partisipasi peserta didik dalam kursus mereka dengan meningkatkan
lingkungan dan perencanaan setiap musim kelas. Selain itu, cara guru berinteraksi, secara verbal dan
non-verbal, guru lebih baik mengkomunikasikan kepada peserta didik sikapnya tentang partisipasi.

Idealnya, tujuan perluasan partisipasi bukanlah agar setiap peserta didik berpartisipasi mengambil
dan menarik minat yang sama atau pada tingkat yang sama. Sebaliknya, ini adalah untuk
menciptakan lingkungan di mana semua anggota memiliki kesempatan untuk belajar dan di mana
kelas menyelidiki masalah dan pemikiran dari atas ke bawah, dari berbagai sudut pandang.

6. Bahasa Ibu

Ada beberapa alasan mengapa pembelajar menggunakan bahasa ibu di dalam kelas atau saat proses
belajar mengajar. Pertama, ketika pembelajar mendapatkan informasi tentang pelajaran, mereka
tidak dibekali kemampuan linguistik untuk berdiskusi dalam bahasa Inggris. Alasan lainnya adalah
belum adanya dukungan dari instruktur (guru) untuk menekan agar pembelajar selalu menggunakan
bahasa target atau bahasa Inggris di dalam kelas. Ketika ada beberapa pembelajar menggunakan
bahasa ibu di kelas dan kemudian guru merespon dengan bahasa pertama maka peserta didik akan
merasa senang menggunakannya (Tuan dan Mai, 2015:10).

Jahbel (2017:253) menunjukkan dalam penelitiannya ada beberapa masalah atau hambatan dalam
pembelajaran berbicara bahasa Inggris.
1. Takut Salah dan Malu

Pelajar sering terhambat untuk mencoba mengatakan sesuatu dalam bahasa asing di kelas: khawatir
tentang kesalahan atau hanya malu perhatian yang menarik pidato mereka. Sebuah penelitian yang
dilakukan oleh Jahbel (2017:244), menganggap kecemasan sebagai variabel afektif dan salah satu
faktor utama yang paling mempengaruhi proses belajar bahasa.

2. Motivasi dan Keyakinan

Pembelajar tidak dapat memikirkan apa pun untuk dikatakan, mereka tidak memiliki motif untuk
mengekspresikan diri di luar perasaan bersalah yang seharusnya mereka bicarakan. Peserta didik
mungkin tidak memiliki apa-apa untuk diungkapkan, mungkin karena topik yang dipilih oleh guru,
yang tidak cocok untuk mereka atau mereka mungkin tidak tahu tentang hal itu.

3. Kurangnya Kosakata dan Pengucapan yang Salah

Namun, sulit bagi beberapa pelajar untuk merespons ketika mereka diminta untuk berbicara tentang
topik dalam bahasa Inggris yang tidak banyak mereka bicarakan atau jenis kosa kata atau tata
bahasa yang digunakan. Jahbel (2017:244) menyatakan bahwa jika pembelajar ingin memiliki
kemampuan berbicara yang baik maka mereka harus menguasai tiga unsur berbicara yaitu kosa kata,
tata bahasa, dan pengucapan.

Jika peserta didik diminta untuk mendiskusikan topik tertentu dan mereka tidak dapat
mengungkapkan ide-ide mereka, mereka beralih ke bahasa ibu mereka. Bahasa ibu dianggap sebagai
salah satu penyebab rendahnya kinerja siswa dalam berbicara. Siswa lebih mudah menggunakan
bahasa ibu mereka di kelas karena terlihat alami. Oleh karena itu, sebagian besar peserta didik tidak
disiplin dalam menggunakan bahasa target dalam proses pembelajaran.

Anda mungkin juga menyukai