Anda di halaman 1dari 13

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Keterampilan Berbicara

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Haryanto (2020), berbicara

adalah (1) berkata, bercakap, berbahasa, (2) melahirkan pendapat (dengan

perkataan tulisan, dsb). Berbicara merupakan satu komponen menyampaikan

pesan dan amanat secara lisan. Pembicara melakukan enkode dan memiliki kode

bahasa untuk menyampaikan pesan dan amanat. Pesan dan amanat ini akan

diterima oleh pendengar yang melakukan dekode atas kode-kode yang dikirim dan

memberikan interpretasi. Proses ini berlaku secara timbal umpan balik antara

pembicara dan pendengar yang akan selalu berganti peran dari peran

pembicara menjadi peran pendengar, dan dari peran pendengar menjadi peran

pembicara.

Menurut Djargo Tarigan, dkk dalam Haryanto (2020), berbicara adalah

keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan kepada orang lain.

Berbicara identik dengan penggunaan bahasa secara lisan. Penggunaan bahasa

secara lisan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang

mempengaruhi berbicara secara langsung adalah hal-hal sebagai berikut: (1)

pelafalan, (2) intonasi, (3) pilihan kata, (4) struktur kata dan kalimat, (5)

sistematika pembicaraan, (6) isi pembicaraan, (7) cara memulai dan mengakhiri

pembicaraan, serta (8) penampilan (gerak-gerik), penguasaan diri.

Dalam ilmu komunikasi kita memahami pengertian bahasa sebagai

suatu sistem lambang bunyi yang diucapkan oleh manusia untuk berkomunikasi.
Sebelum menelusuri keterampilan berbicara yang baik dan benar yang Berkaitan

dengan hakikat keterampilan berbicara ada dua hal yang sangat penting kita

pahami. Pertama bahwa bahasa adalah suatu sistem lambang bunyi yang

diucapkan dan kedua bahasa digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi.

Kenyataan bahwa hakikat bahasa itu adalah lambang bunyi yang diucapkan.

Keterampilan berbicara sebagai alat berbahasa utama. Dengan keterampilan

berbicaralah pertama-tama kita memenuhi kebutuhan untuk berkomunikasi

dengan lingkungan masyarakat tempat kita berada. Kemampuan berbicara,

menyatakan maksud dan perasaan secara lisan, telah dipelajari dan telah

dimiliki siswa sebelum mereka memasuki sekolah.

Taraf kemampuan berbicara siswa ini bervariasi mulai dari taraf baik

atau lancar, sedang, gagap atau kurang (Tarigan, 1998:39). Keterampilan

berbicara adalah keterampilan yang sangat penting untuk berkomunikasi.

Komunikasi dapat berlangsung secara secara baik dan benar sesuai pedoman

umum ejaan bahasa Indonesia (PUEBI) dengan menggunakan bahasa, sedangkan

hakikat bahasa adalah ucapan. Kemampuan berbicara yang baik di depan

umum dapat membantu untuk mencapai jenjang karier yang baik (Sukirman,

2016). Proses pengucapan tata bunyi bahasa itu tidak lain adalah berbicara.

Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa keterampilan berbicara adalah

wujud komunikasi yang utama. Dengan keterampilan berbicara kita mengontrol

proses komunikasi.

Keterampilan berbicara adalah suatu proses yang efektif. Dengan

keterampilan berbicara kita dapat menyampaikan berbagai macam informasi


(fakta, peristiwa, gagasan, ide, tanggapan, dan sebagainya). Kita dapat

mengemukakan kemauan dan keinginan, serta mengungkapkan berbagai macam

perasaan. Penyampaian berbagai hal dengan keterampilan berbicara tersebut

berlangsung dalam berbagai peristiwa komunikasi. Setiap peristawa komunikasi

dengan keterampilan berbicara tentu melibatkan pembicara dan pendendengar

yang berada dalam interaksi yang bersifat aktif dan kreatif. Selain itu, cara

berbicara erat kaitannya dengan karakter atau kepribadian seseorang (Mahadin,

2020).

Keterampilan berbicara adalah suatu hasil proses belajar. Setiap pemakai

bahasa yang secara fisik dan psikologis normal tentu dapat berbicara. Namun,

seseorang yang dapat berbicara belum tentu mempunyai keterampilan berbicara.

Keterampilan berbicara pada hakikatnya adalah kemampuan memiliki dan

menata gagasan secara logis dan sistematis, menuangkannya ke dalam kode

kebahasaan sesuai dengan kaidah bahasa yang digunakan serta konteks

komunikasi yang sesuai, dan mengucapkannya dengan lancar dan jelas.

Keterampilan berbicara perlu dikuasai oleh para siswa dalam proses belajar-

mengajar di sekolah.

2.2 Tujuan Keterampilan Berbicara

Pada umumnya tujuan orang berbicara adalah untuk menghibur,

mengimformasikan, menstimulasi, meyakinkan, atau menggerakkan

pendengarnya. Sejalan dengan tujuan pembicara tersebut dapat pula kita

klasifikasikan berbicara menjadi lima jenis, yakni: (1) berbicara menghibur, (2)
berbicara menginformasikan, (3) berbicara menstimulasi, (4) berbicara

meyakinkan, dan (5) berbicara menggerakkan.

Berbicara menghibur biasanya bersuasana santai, rileks, dan kocak.

Namun tidak berarti bahwa berbicara menghibur tidak dapat membawakan

pesan. Dalam berbicara menghibur tersebut pembicara berusaha membuat

pendengarnya senang, gembira, dan bersukaria. Contoh jenis berbicara ini,

antara lain lawakan, guyonan dalam ludrud, srimulat, cerita kabayan, dan cerita

Abu Nawas.

Berbicara menginformasikan bersuasana serius, tertib, dan hening.

Soal pesan merupakan pusat perhatian, baik pembicara maupun pendengar.

Dalam berbicara menginformasikan pembicara berusaha berbicara jelas,

sistematis, dan tepat isi agar informasi benar- benar terjaga keakuratannya.

Pendengar pun berusaha menangkap informasi yang disampaikan dengan segala

kesungguhan.

Berbicara menstimulasi juga berusaha serius, kadang-kadang

terasa kaku. Pembicara berkedudukan lebih tinggi dari pendengarnya. Status

tersebut dapat disebabkan oleh wibawa, pengetahuan, pengalaman, jabatan,

atau fungsinya yang memang melebihi pendengarnya. Dalam berbicara

menstulasi, pembicara berusaha membangkitkan semangat pendengarnya

sehingga pendengar itu bekerja lebih tekun, berbuat lebih baik, bertingkah

laku lebih sopan, belajar lebih berkesinambungan. Pembicara biasanya

dilandasi oleh rasa kasih sayang, kebutuhan, kemauan, harapan, dan inspirasi

pendengar. Beberapa contoh berbicara menstimulasi tersebut antara lain: (1)


nasehat guru terhadap siswa yang malas melakukan tugasnya, (2) pepatah,

petitih, pengajaran ayah kepada anaknya yang kurang senonoh, (3) nasihat

dokter pada pasien, (4) nasihat atasan pada karyawan yang malas, dan (5)

nasihat ibu pada putrinya yang patah hati.

Berbicara meyakinkan, sesuai dengan namanya, bertujuan

meyakinkan pendengarnya. Jelas suasananya pun bersifat serius, mencekam,

dan menegangkan. Melalui keterampilannya pembicara berusaha mengubah

sikap pendengarnya dari tidak setuju menjadi setuju, dari tidak simpati

menjadi simpati, dari tidak mau membantu menjadi mau membantu. Dalam

berbicara meyakinkan itu, pembicara harus melandaskan pembicaraanya kepada

argumentasi yang nalar, logis, masuk akal, dan dapat dipertanggungjawabkan

dari segala segi.

Berbicara menggerakkan pun menuntut keseriusan baik dari segi

pembicara maupun dari segi pendengarnya. Berbicara atau pidato

menggerakkan merupakan kelanjutan pidato membangkitkan semangat.

Pembicara dalam berbicara menggerakkan haruslah orang yang berwibawa,

tokoh, idola, dan panutan masyarakat. Melalui kepintarannya berbicara,

kecakapannyamembakar emosi dan semangat, kebolehannya memanfaatkan

situasi, ditambah penguasaanya terhadap ilmu jiwa massa, pembicara dapat

menggerakkan massa ke arah yang diingininya.

2.3 Manfaat keterampilan berbicara

Keterampilan berbicara sebagai media untuk mengembangkan dan

memperluas wawasan. Keterampilan berbicara yang di klasifikasikan sebagai


keterampilan berbahasa yang bersifat produktif, pada hakikatnya bukan hanya

media untuk menyampaikan berbagai macam informasi dan untuk

mengespresikan diri saja. Keterampilan berbicara juga menerapkan media

untuk memperluas pengetahuan dan wawasan siswa dalam berbagai bidang

kehidupan. Dengan keterampilan berbicara yang baik siswa dapat memperoleh

informasi tentang apa, siapa, dimana, bilamana, mengapa, dan bagaimana

mengenai berbagai hal yang mereka temui, baik di lingkungan sekolah maupun

masyarakat.

Keterampilan berbicara dapat dikembangkan dengan berbagai topik.

Keterampilan berbicara dapat dipandang sebagai media untuk menyampaikan

sesuatu. Oleh karena itu, siswa yang miskin pengetahuan dan pengalaman

tentu tidak banyak yang akan mereka sampaikan. Oleh karena itu, untuk

mengembangkan keterampilan berbicara siswa perlu diransang dengan

berbagai topik yang memungkinkan mereka berbicara.

Selain itu, Tarigan (1990, 162 -166), pengajaran berbicara

pun harus berlandaskan konsep dasar berbicara sebagai sarana komunikasi

dan sejumlah landasan lainnya. Konsep dasar berbicara sarana berkomunikasi

mencakup empat, yakni pertama, berbicara dan menyimak adalah dua

kegiatan resiprokal. Berbicara dan menyimak adalah dua kegiatan yang

berbeda. Namun, berkaitan erat dan tak terpisahkan, ibarat mata uang yang

satu sisi ditempati kegiatan berbicara dan sisi lainnya ditempati kegiatan

menyimak. Kedua, berbicara adalah proses individu berkomunikasi.

Berbicara digunakan sebagai alat komunikasi dengan situasi lingkungannya.


Bila hal ini dikaitkan dengan fungsi bahasa maka berbicara sebagi sarana

memperoleh pengetahuan mengadaptasi, mempelajari lingkungannya, dan

mengontrol lingkungannya. Fungsi heuristik sering disampaikan dalam bentuk

pertanyaan yang menuntut jawaban. Ketiga, berbicara adalah ekspresi yang

kreatif. Melalui berbicara kreatif, manusia melakukan tidak sekadar menyatakan

ide, tetapi juga memanifestasikan kepribadiannya. Tidak hanya dia menggunakan

pesona ucapan kita dan dalam menyatakan apa yang hendak dikatakannya

tetapi dia menyatakan secara murni, fisik, ceria, dan spontan. Perkembangan

persepsi dan kepekaan terhadap perkembangan keterampilan berkomunikasi

menstimulasi yang bersangkutan untuk mencapai taraf kreativitas tertinggi dan

ekspresi inteluaktual. Keempat, berbicara adalah tingkah laku. Berbicara adalah

ekspresi pembicara. Melalui berbicara, pembicara sebenarnya menyatakan

gambaran dirinya.

2.4. Kemampuan bercerita

Proses interaksi belajarmengajar yang terjadi di ruang kelas memiliki

peran penting bagi keberlangsungan interaksi belajar-mengajar dalam rangka

mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam interaksi belajar-mengajar,

penggunaan ragam tindak tutur dapat digunakan sebagai salah satu tolok ukur

keefektifan komunikasi pada proses pembelajaran. Salah satu indikator

keefektifan komunikasi dalam pembelajaran adalah terjadinya komunikasi

multiarah, yakni komunikasi yang melibatkan partisipasi peserta didik dan guru

pada proses interaksi pembelajaran (Djumingin: 2019).


2.5 Model Artikulasi

2.5.1 Pengertian Model Artikulasi

Artikulasi adalah model pembelajaran dengan sintaks: menyampaikan

kompetensi, sajian materi, bentuk kelompok berpasangan sebangku, salah satu

siswa menyampaikan materi yang baru diterima kepada pasangannya kemudian

bergantian, presentasi didepan hasil diskusinya, guru membimbing siswa untuk

menyimpulkan (Ngalimun, 2014:174). Model pembelajaran Artikulasi merupakan

model yang prosesnya seperti pesan berantai, artinya apa yang telah diberikan

Guru, seorang siswa wajib meneruskan menjelaskannya pada siswa lain (pasangan

kelompoknya). Disinilah keunikan model pembelajaran artikulasi ini. Siswa

dituntut untuk bisa berperan sebagai „penerima pesan‟ sekaligus berperan sebagai

„penyampai pesan‟.

Menurut Istarani (2011:61) mengemukakan bahwa :

Artikulasi berarti mengali kembali materi yang telah dijelaskan oleh guru
sebelumnya. Oleh karena itu, dua orang siswa mengulangi kembali apa yang
dijelaskan guru secara bergantian. Yang satu jadi pendengar dan mencatat yang
dikatakan temannya, sementara yang satu lagi menerangkan keterangan guru yang
ia simak pada waktu guru menjelaskan pelajarannya tadi, begitu juga
sebagaliknya. Dengan demikian, penekanan utama dari model pembelajaran
artikulasi ini adalah pengulangan kembali makna pembelajaran yang disampaikan
kepada siswa oleh siswa itu sendiri. Model pembelajaran artikulasi ini baik
digunakan dalam rangka meningkatkan daya ingat dan daya serap siswaa dalam
memehami materi yang diajarkan kepadanya.

Model pembelajaran Artikulasi merupakan model pembelajaran yang

menuntut siswa aktif dalam pembelajaran dimana siswa dibentuk menjadi

kelompok kecil yang masing-masing siswa dalam kelompok tersebut mempunyai

tugas mewawancarai teman kelompoknya tentang materi yang baru dibahas.

Konsep pemahaman sangat diperlukan dalam model pembelajaran ini.


2.5.2 Langkah-langkah Model Artikulasi

Menurut Istarani (2011:61-62) mengemukakan langkah-langkah model

artikulasi sebagai berikut :

1) Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.


2) Guru menyajikan materi sebagaimana biasa.
3) Untuk mengetahui daya serap peserta didik, dibentuklah kelompok
berpasangan dua orang.
4) Menugaskan salah satu peserta didik dari pasangan itu menceritakan
materi yang baru diterima dari guru dan pasangannya mendengar
sambil membuat catatan-catatan kecil, kemudian berganti peran.
Begitu juga kelompok lainnya.
5) Menugaskan peserta didik secara bergiliran/diacak menyampaikan
penjelasan teman pasangannya. Sampai sebagian peserta didik
menyampaikan penjelasannya.

Menurut Hamzah (2014:83) mengemukakan tentang Langkah-langkah

dalam pelaksaanaan model pembelajaran artikulasi yaitu:

1) Menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai;

2) Guru menyajikan materi sebagaimana biasa;

3) Untuk mengetahui daya serap siswa, bentuklah kelompok berpasangan dua

orang;

4) Suruhlah seseorang dari pasangan itu menceritakan materi yang baru

diterima dari guru dan pasangannya mendengar sambil membuat catatan-

catatan kecil, kemudian berganti peran. Begitu juga dengan kelompok lain;

5) Siswa secara bergantian/diacak menyampaikan hasil wawancaranya

dengan teman pasangannya. Sampai sebagian siswa sudah menyampaikan

hasil wawancaranya.

6) Guru mengulangi atau menjelaskan kembali materi yang belum dipahami

siswa;
7) Kesimpulan.

2.5.3 Kelebihan dan Kelemahan Model Artikulasi

Penerapan model artikulasi memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan.

Adapun kelebihan dari model artikulasi seperti yang dikemukan oleh Istarani

(2011:62) yaitu sebagai berikut:

1) Dapat meningkatkan ekspresi siswa dalam menyajikan materi pelajaran


karena mengulangi dari apa yang dikatakan guru.
2) Dapat lebih mempertajam daya ingat siswa tentang pelajaran tersebut.
3) Dapat menyalurkan aspirasi siswa ketika menerangkan kembali materi
yang diajarkan oleh guru kepadanya.
4) Melibatkan siswa secara langsung dalam mengkali dan menggali materi
ajar yang telah disampaikan guru.

Menurut Hamzah (2014:86) juga mengemukakan bahwa Penerapan model

pembelajaran artikulasi ini mempunyai beberapa kelebihan yang menjadikan guru

menerapkannya dalam pembelajaran dikelas yaitu:

1) Semua siswa terlibat (mendapat peran)

2) Melatih kesiapan siswa

3) Melatih daya serap pemahaman dari orang lain

4) Cocok untuk tugas sederhana

5) Interaksilebihmudah

6) Lebih mudah dan cepat membentuknya

7) Meningkatkan partisipasi anak

Disamping memiliki kelebihan model artikulasi juga memiliki kelemahan

sebagaimana yang dikemukakan oleh Istarani (2011:62) yaitu sebagai berikut:


1) Sulit dipantau apakah siswa mengulangi yang dijelaskan sebelumnya
sesuai dengan yang diinginkan.
2) Pembelajaran menjadi gaduh, karena banyak peserta yang berbicara
sekaligus.
3) Bagi siswa pendiam, sulit rasanya mengikuti model pembelajaran
seperti ini.

Pendapat lainnya juga dikemukakan oleh Hamzah (2014:86) Model

Artikulasi Suatu model pembelajaran terdapat kelebihan juga kekurangan, pada

model pembelajaran artikulasi ini terdapat kelemahan.

1) Untuk mata pelajaran tertentu

2) Waktu yang dibutuhkan banyak

3) Materi yang didapat sedikit

4) Banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor

5) Lebih sedikit ide yang muncul

6) Jika ada perselisihan tidak ada penengah

2.6 Pengertian Teks Nonfiksi

Menurut Nurgiantoro (2018:2) mengemukakan, bahwa karya sastra dibagi

menjadi dua, yakni karya sastra nonfiksi dan fiksi. Pengertian karya sastra

nonfiksi merupakan karya sastra yang dituliskan berdasarkan kajian keilmuan dan

atau pengalaman, sedangkan karya sastra fiksi merupakan cerita rekaan atau cerita

khayalan dari penulis semata. Bagaimana dengan teks nonfiksi?

Menurut Wijaya dkk (2021) mengemukakan bahwa teks nonfiksi adalah

teks yang berisi informasi berdasarkan fakta atau kenyataan. Teks nonfiksi dapat

ditemukan dalam artikel surat kabar atau majalah, laporan karya ilmiah, atau

biografi.
2.6.1 Jenis-Jenis Teks Nonfiksi

Teks Nonfiksi terbagi menjadi dua jenis, antara lain (Nurgiantoro, 2018:4):

1) Teks Nonfiksi murni

Pada teks nonfiksi murni, pengembangan tulisan berdasarkan data-data yang

asli dan otentik, berdasarkan penelitian, dan memiliki bukti pendukung yang

jelas.

Contoh teks nonfiksi murni adalah makalah, karya ilmiah, skripsi, thesis,

biografi, dan jurnal.

2) Teks non fiksi kreatif

Pada teks nonfiksi kreatif, tulisan berdasarkan sumber yang otentik, namun

kemudian dikembangkan berdasarkan imajinasi penulis. Salah satu karya teks

nonfiksi kreatif yang terkenal adalah novel Da Vinci Code karya Dan Brown

yang memadukan fakta dan sejarah dengan kisah imajinatif yang menarik di

dalamnya.

2.6.2 Ciri-Ciri Teks Nonfiksi

Teks nonfiksi biasanya memiliki ciri-ciri berikut ini (Nurgiantoro, 2018:4):

1) Ide yang disusun secara jelas, logis dan sistematis

2) Menyajikan informasi berdasarkan fakta yang ada

3) Sumber rujukan yang jelas dan dapat dipertanggung jawabkan

4) Merupakan penemuan baru, atau bersifat menyempurnakan penemuan

terdahulu

5) Memiliki tujuan penelitian yang jelas

6) Dilengkapi dengan analisis dan interpretasi intelektual penulis


Sedangkan karakteristik teks nonfiksi, memuat beberapa hal seperti berikut:

1) Berisi penjelasan tentang suatu hal atau objek tertentu yang faktual

2) Penjelasan berupa fakta ataupun gagasan

3) Dapat dilengkapi dengan gambar-gambar seperti grafik, tabel, infografis, atau

diagram.

Bahasa yang digunakan dalam teks nonfiksi menggunakan bahasa

denotatif, atau bahasa dalam makna yang sebenarnya, agar pembaca bisa

memahami isinya dengan mudah. Teks nonfiksi dibuat berdasarkan pengamatan

dan penelitian dari data sebenarnya, dan didukung oleh sumber rujukan yang

valid, sehingga bisa dijadikan sumber referensi oleh pembaca.(IJS)

Anda mungkin juga menyukai