Anda di halaman 1dari 16

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keterampilan berbahasa mencangkup empat komponen dasar yaitu:
menyimak,berbicara, membaca dan menulis. Kempat keterampilan ini diperleh secara
bertahap dan teratur serta berhubungan satu sma lain. Meskipun keterampilan ini
diperoleh oleh setiap orang ketika masa kanak kanak, kebutuhan mahasiswa akan
kemampuan berbicara tak dapat diabaikan begitu saja.
Penyajian lisan dapat disejajarkan dengan berbicara. Berbicara adalah suatu
keterampilanberbahasa yang berkembang pada kehidupan masa kanak kanak yang
hanya didahului oleh keterampilan menyimsk dan pada masa tersebutlah keterampilan
berbicara dipelajari. berbicara sudah barang tentu berhubungan erat dengan
perkembangan kosakata yang diperoleh oleh setiap orang melalui kegiatan menyimak dan
membaca atau juga menulis, Untuk memenuhi kebutuhan pembelajarannya, kebutuhan
mahasiswa akan berbicara tidak lagi mengarah kesitu, tetapi lebih berorientasi kepada
proses penyajian lisan sebagai wadah suatu gagasan.
Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan isi hati/perasaan
dan memungkinkan kita untuk menyalurkan maksud kita kepada orang lain melalui
ucapan-ucapan. Penyajian lisan merupakan puncak dari seluruh persiapan, khususnya
latihan oral. Namun latihan-latihan pendahuluan tetap diperlukan untuk membiasakan diri
dan menemukan cara dan gaya yang tepat. penyajian lisan pada suatu kelompok kecil ,
maupun penyajian pada suatu kelompok besar.
Sedangkan dalam penyajian lisan itu ada beberapa macam jenis nya dan dari
setiap jenis cara mengatasinya agar penyajian lisan dsetiap jenis itu berbeda maka
pembicara harus memahami hal apaksajakah yang akan menjadi penghambat dalam suatu
penyajian lisan dan bagaimana cara mengatasinya menurut situasi dan kondisi dan juga
seorang pembicara harus paham akan kemampuannya
Maka dari itu pemateri mengambil judul penyajian lisan agar dalam berbicara
seorang pembicara tidak melakukan kesalahan kasalahan yang sering terjadi dan
bagaimana sikap dan mental yang harus dilakukan oleh seorang pembicara sehingga
justru akan membuat malu pembicara entah itu di khalayak public atau ketika sendiri
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian penyajian lisan?
2. Apa saja metode penyajian lisan?
3. Apa saja jenis jenis penyajian lisan?
2

4. Bagaimana sikap dan mental dalam penyajian lisan?


5. Apa saja hambatan dalam penyajian lisan?
C. Tujuan pembahasan
1. Memahami dengan sebenarnya penyajian lisan
2. Memahami apa saja metode dalam penyajian lisan
3. Memahami apa saja jenis penyajian lisan
4. Memahami sikap dan mental dalam penyajian lisan
5. Memahami hambatan yang terjadi dalam penyajian lisan

BAB II
PEMBAHASA
A. Pengertian Penyajian lisan
Penyajian lisan merupakan puncak dari seluruh persiapan, khususnya latihan oral.
Namun latihan-latihan pendahuluan tetap diperlukan untuk membiasakan diri dan
menemukan cara dan gaya yang tepat. Penyajian lisan dapat dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Penyajian pada Kelompok Kecil
3

Beberapa petunjuk yang perlu diperhatikan oleh pembicara yang menghadapi


kelompok besar, di antaranya adalah:
a. Gerak gerik.
Seorang pembicara harus memperlihatkan dirinya betul-betul sebagai
seorang manusia yang hidup. Gerak geriknya harus lincah, bebas, tidak kaku. Ia
bukan saja mengadakan komunikasi melalui ucapan-ucapannya saja, melainkan
juga mengadakan komunikasi melalui tatapan matanya, senyuman mulud, uluran
dan gerakan tangan, mimic mulut, dan semua anggota tubuh harus diekspresikan
sesuai dengan isi pembicaraannya.
b. Teknik bicara
Biasanya kecepatan bicara akan turut menentukan pula keberhasilan
seseorang dalam penyajian secara lisan. Berbicara terlalu cepat akan menyulitkan
orang menangkap apa yang diucapkan. Tetapi berbicara terlalu lambat juga akan
menyebabkan pendengar sudah menerka terlebih dahulu apa yang akan
diucapkan. Kecepatan berbicarapun dapat diubah dari saat ke saatsesuai dengan
penting tidaknya isi uraian. Tempo berbicara agak diperlambat, dan tidak perlu
lambat sekali. Lebih baik gagasan yang penting diucapkan berulang.
c. Transisi
Dalam uraian tertulis, transisi antara satu bahasan dengan bahasan
berikutnya telah dinyatakan dengan anak-anak bab sehingga jelas dimengerti.
Dalam penyajian lisan sebaiknya transisi berbentuk bahasa lebih banyak
digunakan, malah harus diperhatikan secara khusus.. Apalagi kalau di dalam
pengantar telah disebutkan pokok-pokok yang akan diuraikan.
Strategi transisi yang pertama adalah dengan cara berhenti sejenak apabila
mau melangkah ke bahasan yang baru; cara kedua pada saat menyampaikan hal
baru pembicara menggunakan satu-dua kalimat sebagai pengantar bagi bahasan
baru. Ketiga: transisi juga bisa dilaksanakan dengan perubahan sikap, yaitu dari
posisi duduk ke posisi berdiri., atau dengan menyingkirkan catatan lama dan
mengambil catatan baru.
d. Alat Peraga
Pembicara dapat membantu uraiannya dengan mempergunakan alat peraga
kalau dimungkinkan. Alat-alat peraga yang biasa digunakan adalah proyektor
geser, film, gambar, mesin perekan dls.
2. Penyajian pada Kelompok Besar
4

Beberapa petunjuk yang perlu diperhatikan oleh pembicara yang menghadapi


kelompok besar, di antaranya adalah:
1. Pembukaan
Dalam melakukan langkah-langkah pembukaan ada beberapa hal yang harus
dilakukan diantaranya adalah:
a) Sebelum bicara, gunakan waktu 1 2 menit untuk mengukur situasi
b) Jangan tergesa masuk ke materi pembicaraan
c) Jangan menyampaikan humor kalau tidak perlu
d) Jangan menampilkan kekurang-siapan atau kekurangan lainnya
2. Kecepatan Bicara
Ada beberapa hal yang harus dilakukan agar kecepatan bicara bias dilakukan
dengan benar diantaranya adalah:
a) Kecepatan dan volume suara harus disesuaikan dengan jumlah pengunjung
b) Semakin banyak hadirin, semakin lambat dalam berbicara
3. Artikulasi yaitu kata-kata yang jelas
Dalam melakukan artikulasi ada beberapa hal yang harus diperhatikan
diantaranya adalah:
a) Semakin banyak orang, semakin banyak gangguan yang terjadi
b) Bagian yang paling sukar dikendalikan adalah yang berada di belakang
c) Bila artikulasinya jelek, maka semakin sulit pendengar memberikan perhatian
d) Dalam hal ini, artikulasi dari pembicara harus jelas.
B. Metode penyajian lisan
Berhubungan dengan penyajian lisan ini , ada beberapa metode penyajian lisan yaitu:
1. Metode menghafal
Pada metode ini pembicara menghafal materi yang akan dibacakan kata demi
kata. Jika pembicara memilki kemampuan menghafal dengan baik dan mampu
menyesuaikan diri dengan unsur-unsur suprasegmental sesuai dengan kondidi saat itu,
komunikasi akan berhasil. Sebaliknya, jika pembicara lupa terhadap materi yang
dibicarakan, komunikasi akan gagal.
2. Metode naskah
Pada metode ini pembicara menyiapkan naskah untuk dibaca. Biasanya metode
ini dipakai untuk pidato-pidato resmi kenegaraan. Kelemahan pada metode ini adalah
pembicara tidak bebas menatap kepada pendengar karena mata pembicara selalu
tertuju ke naskah. Jika bukan seorang yang ahli, maka ia tidak bisa memberi tekanan
dan variasi suara untuk menghidupkan pembicaraan.
3. Metode serta-merta
Metode ini adalah metode penyajian berdasarkan kebutuhan sesaat. Pembicara
tidak ada persiapan sama sekali. Pembicara secara serta-merta berbicara berdasarkan
pengetahuan dan pengalamannya yang berhubungan dengan topik pembicaraannya.
5

4. Metode ekstemporan
Metode ini merupakan jalan tengah. Pada metode ini pembicara menyiapkan
catatan-catatan penting yang dibuat secara cermat. Dari catatan-catatan tersebut
pembicara mengulas topik pembicaraan dengan bahasa dan kosa kata yang
dipilihnya. Catatan-catatan hanya untuk mengikat urutan-urutan pokok pembicaraan.
Metode ini sangat baik karena pembicara lebih fleksibel dalam menyampaikan
gagasan-gagasannya. Jika catatan-catatan itu terlalu bersifat sketsa, maka hasilnya
bisa sama dengan metode serta-merta.
C. Jenis Penyajian Lisan
1. Dialog
Dialog atau bebicara dua arah adalah bentuk berbicara yang memerlukan
partisipasi pendengar. Yang termasuk ke kelompok ini antara lain: tegur sapa,
bertelepon, wawancara, diskusi. Dialog tidak berbeda denga diskusi. Dalam dialog
terjadi pertukaran pikiran yang diliputi dengan suasana kekeluargaan bukan adu
argumentasi seperti halnya berdiskusi. Dialog dapat menciptakan adanya sambung
rasa yang lebih bernilai bila dibandingkan dengan diskusi.
Berikut penjelasan tentang beberapa macam dialog:
a) diskusi
1) pengertian diskusi
kata diskusi berasal dari Bahasa latin discussio. Discussi. Atau discussum
yang berarti memeriksa, mempertimbangkan, membahasa. Dalam Bahasa
inggris dipakai discussion yang berearti perundingan atau pembicaraan.
Dalam kamus Bahasa Indonesia diskusi adalah proses bertukar pikiran antara
dua orang atau lebih tentang suatau masalah untuk tujuan tertentu.
2) Macam macam diskusi
Pelaksanaan kegiatan diskusi tidak selalu sama. Hal ini disebabkan oleh
kenyataan bahwa jumlah peserta, siapa sja peserta itu dan tempat
pelaksanaanya tidak, berikut jenis diskusi diantaranya sebagai berikut:
(a) diskusi kelompok
pelaksanaan diskusi kelompok amat sederhana, pesertanya ridak
banyak, hanya berkisar enam sampai sepuluh orang. Masalah yang
dibahas pun tidak terlalu kompleks. Para mahasiswa atau pelajar sering
melakukan diskusi jenis ini untuk memahami atau mendalami suatu
masalah dalam disiplin ilmu tertentu.
(b) diskusi berkelompok kelompok
6

diskusi model kelompok biasanya dilakukan bila pesertanya cukup


banyak. Maksudnya sederhana saja yaitu agar masing masing peserta
mempunya peluang besar untuk aktif berbicara dalam diskusi tersebut.
Misalnya diskusi dilaksanakan di kelas dalam pelajaran Bahasa Indonesia.
Poko bahasanya ragam Bahasa, tujuanya agar siswa menemukan ciri ciri
ragam Bahasa tulis dan Bahasa lisan.
Ada kalanya diskusi berkelompok kelompok harus dilaksanakan
kerena masalah yang dibahas bermacam macam, missalnya panitia
pentas seni disebuah sekolah, untuk menghemat waktu, kelompok panitia
yang bertanggung jawab dalam bidang tertentu.
(c) diskusi panel
diskusi panel adalah kegiatan bertukar pikiran atau pengalaman
antara tiga sampai enam orang ahli yang dipandu oleh seorang ketua, dan
dilaksanakan oleh sejumlah pendengar. Agar kegiatan diskusi dapat lancer
dan mencapai tujuan, sebaliknya moderator dan para peserta
mempersiapkan diri lebih dahulu untuk menguasai permasalahan yang
akan didiskusikan
(d) workshop/lokakarya
lokakarya adalah pertemuan yang khusus dihadiri oleh sekelompok
orang yang pekerjaanya sejenis. Dengan kata lain, peserta terbatas hanya
orang orang seperkejaan. Sebab yang dibicarakan masalah teknik yang
berkaitan dengan pekerjaan mereka.
Lokarkya biasanya diadakan apabila:
(1) bermaksuf mengevaluasi proyek kerja yang telah dilaksanakan
(2) membutuhkan suasana kerja baru sesuaidenga tuntutan dan kebutuhan
baru
(3) bertukar pengalaman untuk meningkatkan kualitas kerja lebih efektif
dan efisien
(e) seminar
kata seminar berasal dari Bahasa latin semin yang berarti
biji/benih, dengan demikian seminar dapat diartikan tempat benih-benih
kebijaksanaan disemikan, keyataanya memang demikian yang dibicarakan
dalam seminar bukan dalam masalah teknis, melainkan masalah
kebijaksanaan yang akan dipakai sebagai landasan bagi masalah masalah
yang bersifat teknis, Karena hasil seminar akan dipakai sebagai landasan,
7

masalah yang dibahas biasanya diangkat dari hasil penelitian atau kajian
literatur.
b) Wawancara
(1) Pengertian
Wawancara merupakan percakapan antara dua orang atau lebih dan
berlangsung antara narasumber dan pewawancara. Sedangkan menurut Imami
dalam. Wawancara adalah Suatu percakapan langsung dengan tujuan tertentu
dengan menggunakan format tanya jawab Melalui kegiatan wawancara,
siswa berlatih berbicara dan mengembangkan keterampilannya. Mereka dapat
berlatih mewawancarai pedagang atau penjaga Disekitar sekolah. Kemudian,
mereka melaporkan hasil pekerjaannya secara berkelompok maupun individu.
Menurut Kartono interview atau wawancara adalah suatu percakapan yang
diarahkan pada suatu masalah tertentu; ini merupakan proses tanya jawab
lisan, dimana dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik.
Menurut Banister dkk wawancara adalah percakapan dan tanya jawab
yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu.
(2) tujuan wawancara
adapun beberapa Tujuan wawancara diantaranya adalah sebagai berikut
(a) Untuk memperoleh informasi guna menjelaskan suatu situasi
dankondisi tertentu
(b) Untuk melengkapi suatu penyelidikan ilmiah.
(c) Untuk memperoleh data agar dapat mempengaruhi situasi atau
orangtertentu
(d) Untuk mengkontruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan,
motivasi serta memverifikasi, mengubah dan memperluas konstruksi
yang dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota.
(3) bentuk bentuk wawancara
adapun beberarapa bentuk wawancara diantaranya adalah sebagai berikut:
(a) Wawancara berita dilakukan untuk mencari bahan berita.
(b) Wawancara dengan pertanyaan yang disiapkan terlebih dahulu.
(c) Wawancara telepon yaitu wawancara yang dilakukan lewat pesawat
telepon.
(d) Wawancara pribadi.
(e) Wawancara dengan banyak orang.
(f) Wawancara dadakan / mendesak.
(g) Wawancara kelompok dimana serombongan wartawan mewawancarai
seorang, pejabat, seniman, olahragawan dan sebagainya
(4) fungsi wawancara
8

adapun fungsi dari wawancara itu sendiri adalah:


(a) Wawancara dapat mengumpulkan atau menyampaikan informasi,
mempengaruhi sikap orang-orang dan kadang-kadang mempengaruhi
perilaku mereka
(b) Wawancara juga merupakan alat penelitian yang berharga, dimana
memungkinkan pewawancara untuk mengumpulkan informasi lengkap
yang dapat diperoleh lewat kuesioner atau percakapan telepondan juga
memanfaatkan isyarat verbal dan nonverbal
(c) Wawancara juga memungkinkan pewawancara untuk menafsirkan atau
menjelaskan pertanyaan-pertanyaan secara lebih mudah, sehingga
meningkatkan kemungkinan mendapatkan jawaban dari responden.
(5) jenis jenis wawancara
Peneliti harus memutuskan besarnya struktur dalam wawancara. Struktur
wawancara dapat berada pada rentang tidak berstruktur sampai berstruktur.
Penelitian kualitatif umumnya menggunakan wawancara tidak berstruktur
atau semi berstruktur
(a) Wawancara berstruktur atau berstandard
Untuk wawancara berstruktur bisa berisi pertanyaan terbuka, namun
peneliti harus diingatkan terhadap hal ini sebagai isyu metodologis yang akan
mengacaukan dan akan jadi menyulitkan analisisnya.
Beberapa keterbatasan pada wawancara jenis ini membuat data yang
diperoleh tidak kaya. Jadwal wawancara berisi sejumlah pertanyaan yang
telah direncanakan sebelumnya. Tiap partisipan ditanyakan pertanyaan yang
sama dengan urutan yang sama pula.
Jenis wawancara ini menyerupai kuesioner survei yang tertulis.
Wawancara ini menghemat waktu dan membatasi efek pewawancara bila
sejumlah pewawancara yang berbeda terlibat dalam penelitian. Analisis data
tampak lebih mudah sebagaimana jawaban yang dapat ditemukan dengan
cepat. Namun jenis wawancara ini mengarahkan respon partisipan dan oleh
karena itu tidak tepat digunakan
(b) Wawancara Semi Berstruktur
Wawancara ini dimulai dari isyu yang dicakup dalam pedoman
wawancara. Pedoman wawancara bukanlah jadwal seperti dalam
penelitian kuantitatif. Sekuensi pertanyaan tidaklah sama pada tiap
partisipan bergantung pada proses wawancara dan jawaban tiap individu.
9

Namun pedoman wawancara menjamin bahwa peneliti mengumpulkan


jenis data yang sama dari para partisipan.
Para Peneliti dapat menghemat waktu melalui cara ini. Dross rate
lebih rendah daripada wawancara tidak berstruktur. Peneliti dapat
mengembangkan pertanyaan dan memutuskan sendiri mana isyu yang
dimunculkan. Pedoman wawancara berfokus pada subyek area tertentu
yang diteliti, tetapi dapat direvisi setelah wawancara karena ide yang baru
muncul belakangan.
Walaupun pewawancara bertujuan mendapatkan perspektif
partisipan, mereka harus ingat bahwa mereka perlu mengendalikan diri
sehingga tujuan penelitian dapat dicapai dan topik penelitian tergali.
(c) Wawancara tidak berstruktur, tidak berstandard, informal, atau berfokus
Wawancara ini biasanya diikuti oleh suatu kata kunci, agenda atau
daftar topik yang akan dicakup dalam wawancara. Namun tidak ada
pertanyaan yang ditetapkan sebelumnya kecuali dalam wawancara yang
awal sekali. Jenis wawancara ini bersifat fleksibel dan memungkinkan
peneliti mengikuti minat dan pemikiran partisipan.
Pewawancara dengan bebas menanyakan berbagai pertanyaan
kepada partisipan dalam urutan manapun bergantung pada jawaban. Hal
ini dapat ditindaklanjuti, tetapi peneliti juga mempunyai agenda sendiri
yaitu tujuan penelitian yang dimiliki dalam pikirannya dan isyu tertentu
yang akan digali. Namun pengarahan dan pengendalian wawancara oleh
peneliti sifatnya minimal Wawancara jenis ini terutama cocok bila peneliti
mewawancarai partispan lebih dari satu kali.
Wawancara ini menghasilkan data yang paling kaya, tetapi juga
memiliki dross rate paling tinggi, terutama apabila pewawancaranya tidak
berpengalaman. Dross rate adalah jumlah materi atau informasi yang tidak
berguna dalam penelitian.
(d) Wawancara kelompok
Wawancara kelompok merupakan instrumen yang berharga untuk
peneliti yang berfokus pada normalitas kelompok atau dinamika seputar
isyu yang ingin diteliti.
(6) Sikap Sikap yang Harus dimiliki oleh Pewawancara
10

Saat melakukan wawancara, pewawancara harus dapat menciptakan


suasana agar tidak kaku sehingga responden mau menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan. Untuk itu, sikap-sikap yang harus dimiliki seorang
pewawancara adalah sebagai berikut:
(a) Netral; artinya, pewawancara tidak berkomentar untuk tidak setuju
terhadap
informasi yang diutarakan oleh responden karena tugasnya adalah
merekam seluruh keterangan dari responden, baik yang menyenangkan
atau tidak.
(b) Ramah; artinya pewawancara menciptakan suasana yang mampu menarik
minat si responden.
(c) Adil; artinya pewawancara harus bisa memperlakukan semua responden
dengan sama. Pewawancara harus tetap hormat dan sopan kepada semua
responden bagaimanapun keberadaannya.
(d) Hindari ketegangan; artinya, pewawancara harus dapat menghindari
ketegangan, jangan sampai responden sedang dihakimi atau diuji. Kalau
suasana tegang, responden berhak membatalkan pertemuan tersebut dan
meminta pewawancara untuk tidak menuliskan hasilnya. Pewawancara
harus mampu mengendalikan situasi dan pembicaraan agar terarah.
Pengarahan atau instruksi yang perlu diperhatikan oleh pewawancara
(interviewers) meliputi pedoman-pedoman sebagai berikut:
(a) Tidak pernah terjebak dalam penjelasan yang panjang dari studi itu;
gunakan penjelasan standar yang diberikan pengawas.
(b) Tidak pernah menyimpang dari pengantar studi, urutan pertanyaan atau
rumusan pertanyaan.
(c) Tidak pernah membiarkan individu lain melakukan interupsi wawancara,
jangan membiarkan individu lain menjawab untuk responden, atau
memberikan saran, atau pandangannya pada pertanyaan itu.
(d) Tidak pernah menyarankan suatu jawaban atau setuju atau tidak setuju
dengan suatu jawaban. Jangan memberikan kepada responden suatu ide
dari pandangan pribadi anda pada topik dari pertanyaan atau survey.
(e) Tidak pernah menafsirkan arti suatu pertanyaan, cukup hanya mengulangi
pertanyaan dan memberikan instruksi atau klarifikasi seperti yang
diberikan dalam latihan atau oleh pengawas.
11

(f) Tidak pernah memperbaiki, seperti menambahkan kategori-kategori


jawaban, atau membuat perubahan susunan kata-kata.
(7) Prosedur Wawancara
Creswell menjelaskan bahwa prosedur wawancara seperti tahapan berikut
ini:
(a) Lakukanlah persiapan sebelum melakukan wawancara. Persiapan tersebut
menyangkut outline wawancara, penguasaan materi wawancara,
pengenalan mengenai sifat/karakter/kebiasaan orang yang hendak kita
wawancarai, dan sebagainya.
(b) Taatilah peraturan dan norma-norma yang berlaku di tempat pelaksanaan
wawancara tersebut. Sopan santun, jenis pakaian yang dikenakan,
pengenalan terhadap norma/etika setempat, adalah hal-hal yang juga perlu
diperhatikan agar kita dapat beradaptasi dengan lingkungan tempat
pelaksanaan wawancara.
(c) Jangan mendebat nara sumber. Tugas seorang pewawancara adalah
mencari informasi sebanyak-banyaknya dari nara sumber, bukan
berdiskusi. Jika Anda tidak setuju dengan pendapatnya, biarkan saja.
Jangan didebat. Kalaupun harus didebat, sampaikan dengan nada bertanya,
alias jangan terkesan membantah.
(d) Hindarilah menanyakan sesuatu yang bersifat umum, dan biasakanlah
menanyakan hal-hal yang khusus. Hal ini akan sangat membantu untuk
memfokuskan jawaban narasumber.
(e) Ungkapkanlah pertanyaan dengan kalimat yang sesingkat mungkin dan to
the point. Selain untuk menghemat waktu, hal ini juga bertujuan agar nara
sumber tidak kebingungan mencerna ucapan si pewawancara.
(f) Hindari pengajuan dua pertanyaan dalam satu kali bertanya. Hal ini dapat
merugikan kita sendiri, karena nara sumber biasanya cenderung untuk
menjawab hanya pertanyaan terakhir yang didengarnya.
(g) Pewawancara hendaknya pintar menyesuaikan diri terhadap berbagai
karakter nara sumber. Untuk nara sumber yang pendiam, pewawancara
hendaknya dapat melontarkan ungkapan-ungkapan pemancing yang
membuat si nara sumber "buka mulut".
12

Sedangkan untuk nara sumber yang doyan ngomong, pewawancara


hendaknya bisa mengarahkan pembicaraan agar nara sumber hanya bicara
mengenai hal-hal yang berhubungan dengan materi wawancara.
(h) Pewawancara juga hendaknya bisa menjalin hubungan personal dengan
nara sumber, dengan cara memanfaatkan waktu luang yang tersedia
sebelum dan sesudah wawancara.
Kedua belah pihak dapat ngobrol mengenai hal-hal yang bersifat
pribadi, atau hal- hal lain yang berguna untuk mengakrabkan diri. Ini akan
sangat membantu proses wawancara itu sendiri, dan juga untuk hubungan
baik dengan nara sumber di waktu-waktu yang akan datang.
(i) Jika kita mewawancarai seorang tokoh yang memiliki lawan ataupun
musuh tertentu, bersikaplah seolah-olah kita memihaknya, walaupun
sebenarnya tidak demikian.
Bagi seorang reporter pers yang belum ternama, seperti pers
kampus dan sebagainya, kendala terbesar dalam proses wawancara
biasanya bukan wawancaranya itu sendiri, melainkan proses untuk
menemui nara sumber. Agar kita dapat menemui nara sumber tertentu
dengan sukses, diperlukan perjuangan dan kiat-kiat yang kreatif dan tanpa
menyerah.
Salah satu caranya adalah rajin bertanya kepada orang-orang yang
dekat dengan nara sumber. Koreklah informasi sebanyak mungkin
mengenai nara sumber tersebut, misalnya nomor teleponnya, alamat
villanya, jam berapa saja dia ada di rumah dan di kantor, di mana dia
bermain golf, dan lain sebagainya
2. Percakapan.
Percakapan adalah bentuk dialog yang tidak terlalu formal. Percakapan selalu
bersifat anatar persona meskipun pecakapan dihadiri oleh orang banyak. Percakapan
adalah suatu kegiatan yang timbal balik, adanya aksi dan reaksi, serta saling memberi
dan menerima. Percakapan harus diberi bobot untuk bertukar informasi, memecahkan
maslah, atau untuk memperoleh kesepakatan.
D. Sikap Mental Penyajian Lisan
Yang dimaksud adalah unsur kejiwaan yang mempengaruhi berhasil tidaknya
kegiatan berbicara, Unsur-unsur kejiwaan itu antara lain:
1. Rasa komunikasi
13

Di samping harus memiliki daya ingat yang baik terhadap bahan pembicaraan
seorang pembicara juga harus bias menyesuaikan diri dan memiliki peraaan akrab
terhadap lawan bicara, Perasaan seperti ini merupakan bagian dari komunikasi yang
wajar.
2. Rasa humor
Beberapa langkah yang bisa ditempuh oleh pembicara untuk menumbuhkan rasa
ini adalah mengambil cerita lucu. Diharapkan cerita atau anekdot itu bersinggungan
dengan tema pembicaraan
3. Rasa kepemimpinan
Seorang pembicara harus memiliki rasa kepemimpinan. Artinya, bahwa
pembicaraan merupakan seorang yang ditokohkan dalam suatu kelompok. Dengan
demikian kewibawaan adalah faktor yang sangat mendukung. Untuk menumbuhkan
rasa ini pembicara harus memiliki rasa percaya diri, Karena denganrasa percaya diri
ini pembicaraan akan terhindar dari perasaan takut sehingga bias mengatur dan
menguasai diri di depan forum.
E. Hambatan penyajian Lisan
Ada dua factor yang memungkingkan suatu kegiatan berbicara menjadai terganggu,
Faktor tersebut bisa bersifat eksternal dan internal.
1. Hambatan Internal
Hambatan internal adalah hambatan yang berasal dari diri pembicara. Unsur-
unsur yang biasanya menyebabkan timbulnya hambatan internal antara lain alat ucap
yang kurang sempurna, kelelahan, sakit jasmani, dan aspek kejiwaan.
Alat ucap yang kurang sempurna akan menghambat proses berbicara yang antara
lain dapat menimbulakan sluring, mumbling, lisless, dan fidgetter.
Berikut adalah penjelasan dari setiap komponen diatas:
a) Sluring adalah ketidakmampuann melafalkan bunyi-bunyi ujaran secara jelas.
b) Mumbling adalah ketidakjelasan dalam berbicara karena seolah-olah pembicara
berbicara sendiri.
c) Lisless adalah ketidakjelasan suara karena volume yang terlalu rendah. Dan
d) fidgetter adalah ketidakjelasan karena pembicara terlalu cepat berbicara.

Kelelahan dapat menjadi hambatan dalam berbicara karena daya konsentrasi


pembicara menurun. Demikian pula denga semangatnya. Penciptaan bunyi-bunyi ujar
dan efektifitas gerak tidak akan terwujud dengan baik. Faktor ini sangat berkaitan
denga keadaan jasmani seseorang. Jika tidak sehat hal-hal yang sama akan
menghambat.
14

Dari segi kejiwaan hambatan ini dapat bersifat sementara dan laten. Yang bersifat
sementara adalah perasaan takut, gugup dan demam panggung. Sedangkan yang
bersifat laten adalah bila pembicara memiliki rasa rendah diri atau tekanan batin yang
berlebihan.

2. Hambatan Eksternal
Hambatan eksternal adalah hambatan yang berasal dari keadaan disekitar
pembicara, Hambatan ini bisa berupa penglihatan, suara, gerak yang atraktif, emdia
dan cuaca atau kondisi alam.
Penglihatan yang menyilaukan, suara yang gaduh, banyak orang yang masuk
ruangan, dan ruangan yang terlalu sempit merupakan hal-hal yang mengganggu
proses berbicara. Demikian pula peralatan yang kurang baik untuk dipakai atau sudah
rusak serta cuaca yang terlalu panas atau dingin.
15

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyajian lisan merupakan puncak dari seluruh persiapan, khususnya latihan oral. Namun
latihan-latihan pendahuluan tetap diperlukan untuk membiasakan diri dan menemukan cara dan
gaya yang tepat. penyajian lisan pada suatu kelompok kecil , maupun penyajian pada suatu
kelompok besar.
Metode penyajian lisan yaitu Metode menghafal yaitu pembicara menghafal materi yang
akan dibacakan kata demi kata, Metode naskah yaitu pembicara menyiapkan naskah untuk
dibaca, Metode serta-merta yaitu pembicara secara serta-merta berbicara berdasarkan
pengetahuan dan pengalamannya yang berhubungan dengan topik pembicaraannya dan metode
ekstemporan yaitu pembicara menyiapkan catatan-catatan penting yang dibuat secara cermat.
Sedangkan jenis penyajian lisan ada dua yaitu dialog atau bebicara dua arah adalah bentuk
berbicara yang memerlukan partisispasi pendengar dan percakapan adalah bentuk dialog yang
tidak terlalu formal. Percakapan selalu bersifat antar persona, meskipun percakapan dihadiri oleh
orang banyak.
Sikap mental penyajian lisan adalah rasa komunikasi, rasa humor dan rasa kepemimpinan.
Hambatan dalam penyajian lisan bisa dari internal dan eksternal. Internal adalah hambatan yang
berasal dari dalam diri pembicara sedangkan eksternal adalah hambatan yang berasal dari
keadaan di sekitar pembicara.
16

Daftar Pusataka
Kurniawan, khaerudin. (2012). Bahasa Indonesia keilmuan untuk perguruan tinggi. Bandung: Pt.
refika aditama
Setyawati, nanik. (2010). Analisis kesalahan Bahasa Indonesia : teori dan praktek. Surakarta:
Yuma pustaka
Hidajat. (2006). Public speaking dan teknik presentasi. Yogyakarta: graha ilmu
Mandel, steve. (2010) terampil menyajikan presentasi yang efektif. Jakarta barat : pt indeks

Anda mungkin juga menyukai