Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH KETERAMPILAN BERBAHASA INDONESIA SD

“KETERAMPILAN BERBICARA”

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah “Keterampikan Berbahasa


Indonesia SD”

Dosen pengampu:

Melin Agustin, M.Pd

Disusun oleh:
Kelompok V

 Afiatul Munadzoroh (855776785)


 Amelia Kartika (855781153)
 Rantia Permatasari (855779616)

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TERBUKA
2023/23.2

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang maha esa karena telah
melimpahkan rahmatnya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga saya dapat
menyelesaikan tugas makalah Keterampilan Berbahasa Indonesia SD yang berjudul
"Keterampilan Berbicara".
Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keterampilan
Berbahasa Indonesia SD semester IV dengan dosen pengampun Melin Agustin, M.Pd. Tidak
lupa kami sampaikan terima kasih kepada dosen pengampun mata kuliah Keterampilan
Berbahasa Indonesia SD yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam pembuatan
makalah ini dan orang tua yang selalu mendukung kelancaran tugas kami.
Akhirnya, penulis sampaikan terima kasih atas perhatiannya terhadap makalah ini,
dan kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kami khususnya, dengan segala
kerendahan hati, saran dan kritik yang konstruktif sangat penulis harapkan dari pembaca guna
meningkatkan pembuatan makalah pada tugas yang lain pada waktu mendatang.

Penulis

Kelompok V

DAFTAR ISI

2
HALAMAN JUDUL ………..………………………………………………..... i

KATA PENGANTAR ………………………………………………………… ii

DAFTAR ISI ………………………………………………….…………...…. iii

BAB I

PENDAHULUAN ……………………………………………………………..1

1.1. Latar Belakang ……………………………………………………………..1

1.2. Rumusan Masalah…………………………………………………………..1

1.3. Tujuan ……………………………………………………………………...1

BAB II

PEMBAHASAN………………………………………………………………..2

2.1 Keterampilan Berbicara Permulaan…………………………………………2


2.1 Keterampilan Berbicara Lanjutan…………………………………………...8
BAB III
PENUTUP…………………………………………………………………….15
3.1 KESIMPULAN……………………………………………………….……15
3.2 SARAN………………………………………………………………….…15
DAFTAR PUSTAKA……………………………….…………………………16

BAB I

PENDAHULUAN

3
1.1 Latar Belakang
Bahasa lisan merupakan dasar dalam pembelajaran bahasa karena kemampuan
berbahasa lisan merupakan model ekspresi yang sering digunakan dan kemampuan
pertama yang biasanya dipelajari anak-anak. Oleh karena itu, berbicara merupakan
keterampilan yang harus dipelajari siswa. Berbicara merupakan ketrampilan berbahasa
yang bertujuan untuk mengungkapkan ide, gagasan, serta perasaan secara lisan sebagai
proses komunikasi kepada orang lain. Dalam proses berbicara seseorang akan
mengalami proses berfikir untuk mengungkapkan ide dan gagasan secara luas. Proses
berbicara sangat terkait hubungannya dengan faktor pengembangan berfikir, berdasarkan
pengalaman yang mendasarinya. Pengalaman tersebut dapat diperoleh melalui membaca,
menyimak, pengamatan dan diskusi. Dalam kesehariannya, orang membutuhkan lebih
banyak waktu untuk melakukan komunikasi. Bentuk komunikasi yang paling
mendominasi dalam kehidupan sosial adalah komunikasi lisan. Orang membutuhkan
komunikasi dengan orang lain dalam memberikan informasi, mendapatkan informasi,
atau bahkan menghibur. Selain itu kemampuan berkomunikasi sangat penting dimiliki
seseorang untuk menyampaikan pendapat kepada orang lain.
Tujuan utama berbicara adalah berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan informasi
dengan efektif, sebaiknya dalam berbicara benar-benar memahami isi pembicaraanya
dengan benar dan juga dapat mengevaluasi efek komunikasinya terhadap pendengar.
Kegiatan berbicara dalam kegiatan pembelajaran sangatlah penting, terutama dalam
proses komunikasi antara guru dengan siswa atau siswa dengan siswa lainnya. Dalam
proses pembelajaran terjadilah komunikasi timbal balik atau komunikasi dua arah antara
guru dengan siswa atau antara siswa dengan siswa.
1.2 Rumusan Masalah
1. Memahami bagaimanakah pengertian keterampilan berbicara permulaan dan
lanjutan?
2. Apakah tujuan umum berbicara permulaan dan lanjutan?
3. Apakah fungsi umum berbicara permulaam dan lanjutan?
4. Apa saja jenis-jenis berbicara permulaan dan lanjutan?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian keterampilan berbicara
2. Mengetahui tujuan umum berbicara
3. Mengetahui fungsi umum berbicara
4. Mengetahui jenis-jenis berbicara

BAB II
PEMBAHASAN

4
2.1 Keterampilan Berbicara Permulaan

2.1.1 Pengertian
Tarigan (1991:15) mengemukakan bahwa keterampilan berbicara adalah kemampuan
mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, mengatakan,
serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Pendengaran menerima informasi
melalui rangkaian nada, tekanan dan penempatan persendian.

The jago Tarigan (1990: 149) menyatakan bahwa berbicara adalah keterampilan
menyampaikan pesan melalui bahasa lisan. Kaitan antara pesan dan bahasa lisan sebagai
media penyampaian sangat berat. Pesan yang diterima oleh pendengar tidaklah dalam
wujud asli, tetapi dalam bentuk lain yakni bunyi bahasa. Pendengar kemudian mencoba
mengalihkan pesan dalam bentuk bunyi bahasa itu menjadi bentuk semula.

Abjad dan Mukti (1993:23) mengemukakan pula bahwa kemampuan berbicara adalah
kemampuan mengucapkan kalimat-kalimat untuk mengepresikan, menyatakan,
menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan.

Dapat disimpulkan bahwa berbicara itu lebih daripada sekedar mengucapkan bunyi-
bunyi atau kata-kata saja, melainkan suatu alat untuk mengomunikasikan gagasan-
gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan
pendengar atau penyimak.

2.1.2 Tujuan
Tujuan utama dari berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan
pikiran secara efektif maka seyogianyalah pembicara memahami makna segala sesuatu
yang ingin disampaikan, pembicara harus mengevaluasi efek komunikasinya terhadap
para pendengarnya. Tujuan umum berbicara menurut jago Tarigan ( 1990:149) terdapat
lima golongan berikut ini.

a) Menghibur
Berbicara untuk menghibur berarti pembicara menarik perhatian pendengar dengan
berbagai cara, seperti humor, spontanitas, mengairahkan, kisah-kisah jenaka,
petualangan dan sebagainya untuk menimbulkan suasana gembira pada
pendengarnya.
b) Menginformasikan
Berbicara untuk tujuan menginformasikan, untuk melaporkan, dilaksanakan bila
seseorang ingin: (a) menjelaskan suatu; (b) menguraikan, menafsirkan, atau
menginterpretasikan sesuatu hal; (c) memberi, menyebarkan, atau menanamkan
pengetahuan; (d) menjelaskan kaitan.
c) Menstimulasi

5
Berbicara untuk menstimulasi pendengar jauh lebih kompleks dari tujuan berbicara
lainnya sebab berbicara itu harus pintar merayu, mempengaruhi, atau meyakinkan
pendengarnya. Ini dapat tercapai jika pembicara benar-benar mengetahui kemampuan,
minat, inspirasi, kebutuhan, dan cita-cita pendengarnya.
d) Menggerakkan
Dalam berbicara untuk menggerakkan diperlukan pembicara yang berwibawa,
panutan atau tokoh idola masyarakat. Melalui kepintarannya dalam berbicara,
kecakapan yang memanfaatkan situasi, ditambah penguasaannya terhadap ilmu jiwa
masa pembicara dapat menggerakkan pendengarnya.

2.1.3 Fungsi
Kemampuan berbicara permulaan berfungsi untuk :

1) Mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi


2) Menggambarkan sesuatu baik benda, tempat, orang ataupun suasana
3) Menjelaskan prosesdur secara sistematis
4) Memerankan tokoh, cerita dan deklamasi
5) Menceritakan pengalaman menanggapi dan menyarankan; serta
6) Melakukan komunikasi melalui elektronik
1) dan menyarankan; serta
2) Melakukan komunikasi melalui elektronik

2.1.4 Jenis jenis berbicara permulaan


1. Berbicara berdasarkan tujuan
a. Berbicara untuk memberitahukan, melaporkan, dan menginformasikan.
b. Bicara untuk membujuk, mengajak, meyakinkan.
c. Dalam kegiatan yang masuk bagian ini si pembawa acara harus pintar merayu
mempengaruhi dan meyakinkan pendengarnya.
d. Bicara untuk menghibur, bicara untuk menghibur memerlukan kemampuan
menarik perhatian pendengar. Suasana pembicaraan bersifat santai dan penuh
canda.
2. Berbicara berdasarkan situasinya.
a. Berbicara formal
Dalam situasi formal, pembicara dituntut harus berbicara formal. Misalnya,
ceramah wawancara, mengajar untuk para guru.
b. Berbicara informal
Dalam situasi informal, pembicara bisa berbicara dengan gaya informal. Misalnya,
bersenda gurau, bertelepon dengan teman akrab.
3. Berbicara berdasarkan cara penyampaiannya
a. Berbicara mendadak (spontan)

6
Berbicara mendadak terjadi jika seseorang tanpa direncanakan berbicara di depan
umum.
b. Berbicara berdasarkan catatan.
Dalam berbicara seperti ini, pembicara menggunakan catatan kecil pada kartu-
kartu yang telah disiapkan sebelumnya dan telah menguasai materi pembicaraan
sebelum tampil di muka umum.
c. Berbicara berdasarkan.
Pembicara menyiapkan dengan cermat dan menulis dengan lengkap bahan
pembicaraannya. Kemudian dihafalkannya kata demi kata, kalimat demi kalimat,
dan seterusnya.
d. Berbicara berdasarkan naskah.
Pembicara telah mempersiapkan naskah pembicaraan secara tertulis dan
dibacakan pada saat berbicara.
4. Berbicara Berdasarkan Jumlah Pendengarnya
a) Berbicara antar pribadi (berbicara empat mata)
b) Berbicara dalam kelompok kecil ( 3-5 orang)
c) Berbicara dalam kelompok besar (massa). Berbicara seperti ini terjadi apabila
menghadapi kelompok besar dengan jumlah pendengar yang besar, seperti pada
rapat umum, kampanye, dan sebagainya ( Tarigan, 1998: 53-54).
5. Berbicara Berdasarkan Peristiwa Khusus
a. Pidato presentasi.
b. Pidato penyambutan.
c. Pidato perpisahan.
d. Pidato jamuan (makan malam).
e. Pidato perkenalan.
f. Pidato nominasi ( mengunggulkan) (Logan dalam Tarigan, 1998:56).

Secara garis besar jenis-jenis berbicara dibagi dalam dua jenis, yaitu berbicara di
muka umum dan berbicara pada konferensi. Giuntur Tarigan (1981: 22-23) memasukkan
beberapa kegiatan berbicara ke dalam kategori tersebut.
1. Berbicara di muka umum.
Jenis pembicaraan meliputi hal-hal berikut.
a. Berbicara dalam situasi yang bersifat memberitahukan atau melaporkan,
bersifat informatif (informative speaking).
b. Berbicara dalam situasi yang bersifat membujuk, mengajak, atau meyakinkan
(persuasive speaking).
c. Berbicara dalam situasi yang bersifat merundingkan dengan tenang dan hati-
hati (deliberate speaking).
2. Diskusi Kelompok.
Berbicara dalam kelompok mencakup kegiatan berikut ini.
a. Kelompok resmi (formal)
b. Kelompok tidak resmi (informal)

7
3. Prosedur parlementer.
4. Debat
Berdasarkan bentuk, maksud, dan metodenya maka debat dapat diklasifikasikan
atas tipe-tipe berikut.
1. Debat parlementer atau majelis.
2. Debat pemeriksaan ulangan.
3. Debat formal, konvesional, atau pendidikan.

Adapun kemampuan berbicara permulaan yang sesuai dengan KTSP adalah


berdia;og, menyampaikan pengumuman, dan bercerita. Ikuti paparannya berikut ini.

1. Berdialog
Berdialog dapat diartikan sebagai pertukaran pikiran atau pendapat mengenai suatu
topik tertentu antara dua orang atau lebih disebut dialog. Fungsi utama berdialog
adalah bertukar pikiran, mencapai mufakat, atau merundingkan sesuatu masalah.
Dialog dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk seperti bertelepon, bercakap-cakap,
tanya jawab, wawancara, diskusi, musyawarah, debat, dan simposium. Dialog dapat
terjadi kapan, di mana, dan tentang apa saja. Hal ini menunjukkan bahwa dialog dapat
dilakukan dengan tema apa saja, misalnya tema "Pemilu". Ketika musim kampanye
tiba, orang-orang merasa tertarik apabila diajak bercerita tentang capres dan cawapres
yang akan dipilihnya. Di antara mereka akan memaparkan beberapa kelebihan
jagoannya, baik dari pendidikan, agama, perhatiannya terhadap ekonomi,
kemasyarakatan, KKN, kejujuran, dan amanah, bahkan sampai pada wawasannya
tentang bangsa ini.
Dialog dapat dilakukan sepanjang waktu. Apalagi bagi orang yang sedang
menyukai tema-tema hangat. Waktu yang digunakan untuk berdialog bisa pagi, siang,
sore, maupun malam, Dialog pagi biasanya dilakukan di rumah, antara ayah, ibu, dan
anak atau dengan siapa saja, terutama orang-orang yang dekat di hati. Kemudian,
dialog dapat digunakan di siang hari. Hal ini terutama dalam kegiatan resmi dengan
teman kuliah, teman kerja, atau siapa saja yang dapat menunjang karier peserta
dialog. Nah, sore hari kembali dialog santai biasanya dilakukan dengan orang-orang
yang mempunyai hubungan yang amat bersahabat. Kegiatan ini dapat dilakukan di
kantor, rumah, atau beranda tetangga.
Dialog dapat dilakukan di berbagai tempat. Tempat-tempat yang biasa terjadi
interaksi dialog, misalnya di rumah, pasar, jalan raya, kantor, sekolah, rumah sakit,
dan tempat-tempat umum lainnya.
Hal-hal yang perlu mendapat perhatian ketika berdialog adalah:
a. bagaimana seseorang menarik perhatian.
b. bagaimana cara mulai dan memprakarsai suatu percakapan.
c. bagaimana menyela, mengoreksi, memperbaiki, dan mencari kejelasan.
d. bagaimana mengakhiri suatu percakapan.

8
Bahasa dalam dialog biasanya pendek-pendek. Namun demikian, pembicaraan
dapat dipahami sebab disertai mimik yang mendukung. Ekspresi wajah, gerakan
tangan, anggukan kepala, dan sejenisnya termasuk paralinguistik yang amat penting
dalam dialog.

Dalam pengajaran bahasa di sekolah, dialog perlu diberikan agar anak-anak


terampil berbahasa dan dapat bergaul di tengah masyarakat. Anggota masyarakat
sering melakukan kegiatan berdialog di luar sekolah seperti bertelepon, bercakap-
cakap, diskusi, dan musyawarah.

2. Menyampaikan Pengumuman
Menyampaikan pengumuman berarti menyampaikan sesuatu hal yang perlu
diketahui oleh khalayak ramai. Kegiatan ini dapat diwujudkan dalam bentuk pidato.
Ciri-ciri yang harus diperhatikan dalam membaca pengumuman di antaranya, yaitu
volume suara harus lebih keras, intonasi yang tepat, dan gaya penampilan yang
menarik.

Bacalah pengumuman tersebut dengan intonasi, jeda, nada, tekanan, dan


temponya yang tepat! Kemudian, analisis hal-hal berikut:
a. Apa isi pengumuman tersebut?
b. Kegiatan apa yang diselenggarakan panitia?
c. Siapakah penyelenggara kegiatan tersebut?
d. Kapan kegiatan tersebut diselenggarakan?
e. Berapa dana yang dibutuhkan?
f. Apa hadiah yang akan diberikan dalam kegiatan tersebut?
g. Di mana kegiatan tersebut diselenggarakan?
3. Bercerita
Sejak zaman dahulu, orang tua terutama ibu mempunyai kebiasaan bercerita
ketika meninabobokan anaknya di tempat tidur. Nah, ibu atau orang tua yang mahir
bercerita akan disenangi anak-anaknya. Melalui bercerita dapat dijalin hubungan yang
akrab. Selain itu, manfaat bercerita di antaranya, yaitu:

9
a. memberikan hiburan
b. mengajarkan kebenaran, dan
c. memberikan keteladanan.
Seorang pendongeng dapat berhasil dengan baik apabila ia dapat menghidupkan
cerita. Artinya, dalam hal ini pendongeng harus dapat membangkitkan daya imajinasi
anak. Untuk itu, biasanya pendongeng mempersiapkan diri dengan cara:
a. memahami pendengar (audiens),
b. menguasai materi cerita,
c. menguasai olah suara,
d. menguasai berbagai macam karakter
e. luwes dalam berolah tubuh, dan
f. menjaga daya tahan tubuh.

Selain itu, terdapat enam jurus mendongeng, yaitu:

a. menciptakan suasana akrab,


b. menghidupkan cerita:
(a) teknik membuka cerita,
(b) menciptakan suasana dramatis,
(c) menutup yang membuat
(d) penasaran;
c. tanggap dengan situasi dan kondisi;
d. konsentrasi total; dan
e. ikhlas.

Untuk mahir bercerita diperlukan persiapan dan latihan. Persyaratan yang perlu
diperhatikan di antaranya: (1) penguasaan dan penghayatan cerita, (2) penyelarasan
dengan situasi dan kondisi, (3) pemilihan dan penyusunan kalimat, (4) pengekspresian
yang alami, (5) keberanian.
Selain itu, Nadeak (1987) mengemukakan 18 hal yang berkaitan dengan bercerita,
yaitu (1) memilih cerita yang tepat, (2) mengetahui cerita, (3) merasakan cerita, (4)
menguasai kerangka cerita, (5) menyelaraskan cerita, (6) pemilihan pokok cerita yang
tepat, (7) menyelaraskan dan menyarikan cerita, (8) menyelaraskan dan memperluas,
(9) menyederhanakan cerita, (10) menceritakan cerita secara langsung, (11) bercerita
dengan tubuh yang alamiah, (12) menentukan tujuan, (13) mengenali tujuan dan
klimaks, (14) memfungsikan kata dan percakapan dalam cerita, (15) melukiskan
kejadian, (16) menetapkan sudut pandang, (17) menciptakan suasana dan gerak, (18)
merangkai adegan.

2.2Keterampilan Berbicara Lanjutan

10
2.2.1 Pengertian
Banyak pakar memberikan batasan tentang berbicara, di antaranya Tarigan (1991:15)
mengatakan bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi
atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan pikiran,
gagasan, dan perasaan. Sejalan dengan Tarigan, Moeliono dkk. (1988:114) mengatakan
bahwa berbicara adalah berkata, bercakap, berbahasa, melahirkan pendapat dengan
perkataan. Demikian juga Tarigan (1998:34) mengatakan bahwa berbicara adalah
keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan. Dari tiga pendapat tersebut
dapat dikatakan bahwa berbicara adalah kemampuan seseorang menyampaikan pikiran,
gagasan, dan perasaan dengan menggunakan bahasa lisan.
Berbicara bukan hanya sekadar pengucapan bunyi-bunyi atau kata-kata. Berbicara
adalah suatu alat untuk mengomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak.
Berbicara merupakan instrumen yang mengungkapkan kepada penyimak hampir- hampir
secara langsung apakah sang pembicara memahami atau tidak, baik bahan
pembicaraannya maupun para penyimaknya; apakah dia bersikap tenang serta dapat
menyesuaikan diri atau tidak, pada saat dia mengomunikasikan gagasan-gagasannya; dan
apakah dia waspada serta antusias atau tidak (Mulgrave dalam Tarigan, 1981:15).
Di pandang dari segi bahasa, menyimak dan berbicara dikategorikan sebagai
keterampilan berbahasa lisan. Dari segi komunikasi, menyimak dan berbicara
diklasifikasikan sebagai komunikasi lisan. Melalui berbicara orang menyampaikan
informasi melalui ujaran kepada orang lain. Melalui menyimak orang menerima
informasi dari orang lain. Kegiatan berbicara selalu diikuti kegiatan menyimak atau
kegiatan menyimak pasti ada di dalam kegiatan berbicara. Keduanya fungsional bagi
komunikasi lisan dan tak terpisahkan. Ibarat mata uang, sisi muka ditempati kegiatan
berbicara sedang sisi belakang ditempati kegiatan mendengarkan. Sebagaimana mata
uang tidak akan laku bila kedua sisinya tidak terisi maka komunikasi lisan pun tak akan
berjalan bila kedua kegiatan tidak saling melengkapi. Pembicara yang baik selalu
berusaha agar penyimaknya mudah menangkap isi pembicaraannya.
Keterampilan berbicara juga menunjang keterampilan menulis dan membaca.
Bukankah berbicara pada hakikatnya sama dengan menulis, paling tidak dalam segi
ekspresi atau produksi informasi? Hasil berbicara bila direkam dan disalin kembali sudah
merupakan tulisan dan ini sudah merupakan wujud keterampilan menulis. Penggunaan
bahasa dalam berbicara banyak kesamaannya dengan penggunaan bahasa dalam teks
bacaan. Apalagi organisasi pembicaraan kurang lebih sama dengan pengorganisasian isi
bahan bacaan.
2.2.2 Tujuan
Menurut Tarigan (1998:49) tujuan pembicara biasanya dapat dibedakan atas lima
golongan, berikut ini.
1. Berbicara untuk Menghibur

11
Kegiatan berbicara bertujuan untuk menghibur para pendengar, pembicara menarik
perhatian pendengar dengan berbagai cara, seperti humor, spontanitas, kisah- kisah
jenaka, dan sebagainya. Menghibur adalah membuat orang tertawa dengan hal- hal
yang dapat menyenangkan hati. Menciptakan suatu suasana keriangan dengan cara
menggembirakan. Sasaran diarahkan kepada peristiwa-peristiwa kemanusiaan yang
penuh kelucuan dan kegelian yang sederhana. Media yang sering dipakai dalam
berbicara untuk menghibur adalah seni bercerita atau mendongeng (the art of story-
telling), lebih-lebih cerita yang lucu, jenaka, dan menggelikan. Pada saat pembicara
atau si tukang dongeng beraksi, para partisipan dapat tertawa bersama-sama dengan
penuh kegembiraan dan kekeluargaan atau persahabatan.
2. Berbicara untuk Menginformasikan
Berbicara untuk tujuan menginformasikan dilaksanakan kalau seseorang
berkeinginan untuk:
a. Menerangkan atau menjelaskan suatu proses
b. Memberi atau menanam pengetahuan
c. Menguraikan, menafsirkan, atau menginterprestasikan sesuatu hal
d. Menjelaskan kaitan, hubungan, relasi antara benda, hal, atau peristiwa
3. Berbicara untuk Menstimulasi
Berbicara untuk tujuan menstimulasi pendengar jauh lebih kompleks daripada
berbicara untuk menghibur atau berbicara untuk menginformasikan, sebab pembicara
harus pintar merayu, mempengaruhi, atau meyakinkan pendengarnya. Ini dapat
tercapai jika pembicara benar-benar mengetahui kemauan, minat, inspirasi,
kebutuhan, dan cita- cita pendengarnya. Berdasarkan keadaan itulah pembicara
membakar semangat dan emosi pendengarnya sehingga pada akhirnya pendengar
tergerak untuk mengerjakan hal-hal yang dikehendaki pembicara.
4. Berbicara untuk Meyakinkan
Tujuan utama berbicara untuk meyakinkan ialah meyakinkan pendengarnya akan
sesuatu. Melalui pembicaraan yang meyakinkan, sikap pendengar dapat diubah,
misalnya dari sikap menolak menjadi sikap menerima. Misalnya, bila seseorang atau
sekelompok orang tidak menyetujui suatu rencana, pendapat atau putusan orang lain,
maka orang atau kelompok tersebut perlu diyakinkan bahwa sikap mereka tidak benar
Melalui pembicara yang terampil dan disertai dengan bukti, fakta, contoh, dan
ilustrasi yang mengena, sikap itu dapat diubah dari tak setuju menjadi setuju.
5. Berbicara untuk Menggerakkan
Di dalam berbicara atau berpidato menggerakkan massa yaitu pendengar berbuat,
bertindak, atau beraksi seperti yang dikehendaki pembicara merupakan kelanjutan,
pertumbuhan, atau perkembangan berbicara untuk meyakinkan. Dalam berbicara
untuk menggerakkan diperlukan pembicara yang berwibawa, yang menjadi panutan,
atau tokoh idola masyarakat. Melalui kepintarannya berbicara, membakar emosi
massa, kecakapan memanfaatkan situasi, ditambah penguasaannya terhadap ilmu jiwa
massa, pembicara dapat menggerakkan pendengarnya. Misalnya, Bung Tomo dapat

12
membakar semangat dan emosi para pemuda di Surabaya sehingga mereka berani
mati mempertahankan tanah air.
2.2.3 Fungsi
Berbicara lanjutan memiliki fungsi untuk:
1. Mendeskripsikan secara lisan tempat sesuai denah dan petunjuuk penggunaan suatu
alat.
2. Mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dengan berbalas pantun dan
bertelepon
3. Mengungkapkan pikiran, pendapat, perasaan, fakta secara lisan dengan menanggapi
suatu persoalan, menceritakan hasil pengamatan, atau berwawancara.
4. Mengungkapkan pikiran dan perasaan secara lisan dalam diskusi dan bermain drama.
5. Memberikan informasi dan tanggapan secara lisan.
6. Mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dengan berpidato, melaporkan isi
buku, dan baca puisi.
2.2.4 Jenis-jenis Berbicara Lanjutan
Jenis-jenis berbicara lanjutan berdasarkan KTSP, yaitu sebagai berikut.
1. Bermusyawarah
Musyawarah mengandung arti perundingan, yaitu membicarakan sesuatu supaya
mencapai kata sepakat. Mencapai kata sepakat tentu tidak mudah karena setiap orang
mempunyai kepentingan pribadi. Dalam suatu musyawarah yang penting adalah
kepentingan orang banyak, setiap orang mengesampingkan kepentingan pribadi demi
kepentingan umum.
Dalam suatu musyawarah dipimpin oleh seorang pimpinan musyawarah yang
lazim disebut pimpinan sidang. Pimpinan sidang berhak membuat tata tertib
musyawarah dan tata tertib pelaksanaan. Dalam musyawarah biasanya terdapat
perbedaan pendapat, tetapi perbedaan itu harus dipadukan. Bila tidak maka biasa
diambil voting (suara terbanyak). Itulah hal yang istimewa dari musyawarah yang
berbeda dengan diskusi. Dalam musyawarah selalu ada kesimpulan.
2. Diskusi
Nio (dalam Haryadi, 1981:68) mengatakan diskusi ialah proses penglibatan dua
orang atau lebih individu yang berinteraksi secara verbal dan tatap muka, mengenai
tujuan yang sudah tentu melalui tukar-menukar informasi untuk memecahkan
masalah. Sementara itu, Brilhart (dalam Haryadi, 1997:68) menjelaskan diskusi
adalah bentuk tukar pikiran secara teratur dan terarah dalam kelompok besar atau
kelompok kecil dengan tujuan untuk pengertian, kesepakatan, dan keputusan bersama
mengenai suatu masalah. Dengan demikian, dalam sebuah diskusi harus ada sebuah
masalah yang dibicarakan, moderator yang memimpin diskusi, dan ada diskusi yang
dapat mengemukakan pendapat secara teratur.
Dari kedua batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa esensi diskusi adalah:
1. Partisipan lebih dari seorang..
2. Dilaksanakan dengan bertatap muka.

13
3. Menggunakan bahasa lisan.
4. Bertujuan untuk mendapatkan kesepakatan bersama.
5. Dilakukan dengan cara bertukar informasi dan tanya jawab.
Hal-hal yang perlu dijalin dalam berdiskusi menurut Dipodjoyo dalam Haryadi
(1997: 69) yaitu sikap koperatif, semangat berinteraksi, kesadaran berkelompok,
bahasa sebagai alat berkomunikasi, dan kemampuan memahami persoalan. Selain itu
pula, ketika proses diskusi berlangsung hendaknya peserta diskusi mendengarkan
uraian dengan penuh perhatian, menghilangkan sikap emosional dan purbasangka,
menangkap gagasan utama dan gagasan penjelas serta mempertimbangkannya.
Selain itu, ketika menyampaikan sanggahan, hendaklah disampaikan secara
santun, yaitu seperti:
1. Pertanyaan dan sanggahan diajukan secara jelas dan tidak berbelit.
2. Pertanyaan dan sanggahan diajukan secara santun, menghindari pertanyaan,
permintaan, dan perintah langsung.
3. Diusahakan agar pertanyaan dan sanggahan tidak ditafsirkan sebagai bantahan
atau debat.
Sementara itu dalam memberikan tanggapan pun harus dipenuhi dengan empat hal
yaitu:
1. Jawaban atau tanggapan harus berhubungan dengan pertanyaan atau
tanggapan itu saja.
2. Jawaban harus objektif dan memuaskan berbagai pihak.
3. Prasangka dan emosi harus dihindari.
4. Bersikap jujur dan terus terang apabila tidak bisa menjawab.

Proses dan kesimpulan diskusi dilaksanakan berdasarkan alasan yang masuk akal.
Dengan kata lain, persetujuan diskusi akan lebih baik apabila diikuti dengan argumen.
Sanggahan yang mencemoohkan, kiranya patut dihindari. Selain itu, hasil diskusi
harus didasarkan pada objektivitas dan kemaslahatan bersama. Pengambilan
keputusan dilakukan pada saat yang tepat, yaitu apabila sudah banyak persamaan
pendapat, moderator segera mengambil keputusan. Diskusi akan berlarut-larut apabila
moderator terlambat menyimpulkan hasil diskusi.
3. Menyampaikan Argumentasi
Proses komunikasi untuk menyampaikan argumentasi karena harus
mempertahankan pendapat disebut debat. Setiap pihak yang berdebat akan
mengajukan argumentasi dengan memberikan alasan tertentu agar pihak lawan atau
peserta menjadi yakin dan berpihak serta setuju terhadap pendapat-pendapatnya
(Laksono, 2003:20). Sebelum berdebat, peserta debat harus mempersiapkan
penyusunan materi dan argumentasi dengan referensi yang memadai. Dalam debat,
pemimpin berhak menentukan apakah anggota kelompok (khalayak) dapat bertanya
kepada peserta debat (pembicara) atau tidak. Selain itu, pemimpin debat harus
menentukan masalah yang mengundang perdebatan. Kemudian panitia menyiapkan
dua kelompok yang bersedia memperdebatkan masalah yang sudah ditentukan.

14
Kelompok A adalah kelompok yang menyetujui masalah sedangkan kelompok B
adalah kelompok yang tidak menyetujui masalah itu.
Berikut ini, Kisyani Laksono (2003:21-22) menjelaskan tata cara debat,
diantaranya yaitu:
a. Pembicara 1 dari kelompok A diberi kesempatan ± 4 menit untuk mengajukan
pendapat dan alasan menyetujui hal itu.
b. Pembicara 1 dari kelompok B diberi kesempatan selama ± 4 menit untuk
mengutarakan pendiriannya dan menolak masalah yang diperdebatkan.
c. Pembicara 2 dari kelompok A diberi kesempatan ± 4 menit untuk menambah
alasan-alasan mengenai pendirian kelompoknya.
d. Pembicara 1 dari kelompok B diberi kesempatan untuk selama ± 4 menit untuk
memperjelas dan menambah alasan-alasan yang menolak masalah yang
diperdebatkan.
e. Pembicara 1 dari kelompok B diberi kesempatan mennaggapi pendapat kelompok
A. sifat pembicaranya menangkis apa yang diutarakan kelompok A. kelemahan-
kelemahan dan alasan kelompok A diserang, sementara itu pembicara akan lebih
menunjukkan alasan-alasan yang menolak masaklah yang diperdebatkan.
Kelompok penyanggah (B) yang diwakili pembicara harus berusaha
mempengaruhi khalayak supaya berpihak pada kelompoknya. Kesempatan yang
diberikan kepada pembicara 1 dari kelompok B ini ± 4 menit.
f. Pembicaraa 1 dari kelompok A diberi kesempatan untuk menangkis alasan-alasan
yang diutarakan kelompok B dengan alasan-alasan bukti yang kuat. Waktu yang
diberikan kepada pembicara 1 dari kelompok A ini ± 4 menit.
g. Kesempatan ± 4 menit terakhir bagi pembicara 2 dari kelompok B digunakan untuk
membuat simpulan dan sekaligus menolak serta menandaskan alasan—alasan
kelompoknya.
h. Kesempatan ± 4 menit terakhir bagi pembicara 2 dari kelompok A digunakan
untuk menangkis, menambah alasan, menunjukkan kelemahan lawan, membuat
simpulan, dan menunjukkan bahwa pendirian kelompoknya adalah benar.
4. Pidato
Komunikasi lisan, khususnya pidato dapat dilakukan dengan cara impromtu,
menghafal, metode naskah, dan ekstemporan. Selain itu, ketika menyusun pidato
perlu diperhatikan:
a. Pengumpulan bahan
b. Garis besar pidato
c. Uraian secara detail
Pidato yang baik memerlukan latihan, dengan kata lain latihan pidato mutlak
harus dilaksanakan terutama untuk mimik, nada bicara, intonasi, dan waktu. Hal ini
untuk memperoleh hasil yang baik. Biasanya pidato bertujuan untuk
mendorong,meyakinkan, memberitahukan, dan menyenangkan.
Sebelum mengadakan pidato, hal yang perlu diperhatikan adalah menganalisis
pendengar:

15
a. Jumlah pendengar
b. Tujuan pertemuan mereka
c. Adat kebiasaan mereka
d. Acara lain
e. Tempat berpidato
f. Usia pendengar
g. Tingkat pendidikan pendengar
h. Keterikatan hubungan batin dengan pendengar
i. Bahasa yang umum digunakan

Pidato yang tersusun dengan baik dan tertib akan menarik dan membangkitkan
minat pendengar, karena dapat menyajikan pesan dengan jelas sehingga
memudahkan pemahaman, mempertegas gagasan pokok, dan menunjukkan
perkembangan pokok- pokok pikiran yang logis. Untuk memperoleh susunan pidato
yang baik dan tertib, perlu adanya pengorganisasian pesan yang baik dan tersusun.
Organisasi pesan dapat mengikuti enam macam urutan, yaitu deduktif, induktif,
kronologis, logis, spasial, dan topikal. Selain itu pula, setiap pidato hendaknya
membuat garis besar. Ciri-ciri garis besar yang baik dalam menyusun dan
membawakan suatu pidato, yaitu: garis besar terdiri atas tiga bagian, yaitu pengantar,
isi, dan penutup; lambang-lambang yang digunakan untuk menunjukkan bagian-
bagian tidak membingungkan, penulisan pokok pikiran utama dengan pokok pikiran
penjelas harus dibedakan.
Dalam kaitan dengan nilai komunikasinya maka pidato harus menggunakan kata-
kata yang tepat, jelas, dan menarik. Kata-kata harus jelas dalam arti kata-kata yang
dipilih tidak boleh mengandung makna ganda sehingga pendengar tidak merasa
bingung dalam menafsirkan pembicaraan. Oleh karena itu, susunan kata-kata harus
dapat digunakan untuk mengungkapkan gagasan secara cermat.
Untuk mencapai kejelasan dalam memilih kata-kata tersebut haruslah
diperhatikan hal-hal berikut:
a. gunakanlah kata yang spesifik, maksudnya janganlah menggunakan kata-kata
yang terlalu umum artinya, sehingga mengundang bermacam-macam penafsiran.
b. gunakanlah kata-kata sederhana, yang berarti kata-kata sederhana, maksudnya
mudah dipahami.
c. hindarilah istilah-istilah teknis, maksudnya janganlah menggunakan istilah-
istilah yang sekiranya tidak dapat dipahami pendengar pada umumnya.
d. berhematlah dalam menggunakan kata-kata, maksudnya membiasakan berbicara
dengan menggunakan kalimat efektif.
e. gunakanlah perulangan atau pernyataan kembali gagasan-gagasan yang sama
dengan kata-kata yang berbeda, maksudnya ialah memberikan tekanan terhadap
gagasan utama untuk memperjelas kembali.

16
Terakhir, hal yang perlu diperhatikan, yaitu cara membuka dan menutup pidato.
Pedoman untuk membuka pidato yang baik supaya pokok pembicaraan mendapat
perhatian pendengar sebaik-baiknya, yaitu dengan cara:
a. langsung menyebutkan pokok persoalan
b. melukiskan latar belakang masalah
c. menghubungkan dengan peristiwa atau peristiwa terkini yang menjadi pusat
perhatian khalayak
d. menghubungkan dengan peristiwa yang sedang diperingati
e. menghubungkan dengan tempat komunikator berpidato
f. menghubungkan dengan suasana emosi yang tengah meliputi khalayak
g. menghubungkan dengan kejadian sejarah yang terjadi masa lalu
h. menghubungkan dengan kepentingan vital pendengar
i. memberikan pujian kepada khalayak atas prestasi mereka
j. memulai dengan pertanyaan yang mengejutkan
k. mengajukan pertanyaan provokatif atau serentetan pertanyaan
l. menyatakan kutipan
m. menceritakan pengalaman pribadi
n. mengisahkan cerita factual, fiktif, atau situasi hipotensis
o. menyatakan teori atau prinsip-prinsip yang diakui kebenarannya
p. membuat humor
Dalam membuka pidato, kita tinggal memilih satu di antara cara-cara tersebut di
atas sesuai dengan jumlah waktu yang tersedia, topik, tujuan, situasi, dan pendengar
itu sendiri.
Adapun cara menutup pidato, sebagai berikut:
a. menyimpulkan atau mengemukakan ikhtisar pembicaraan
b. menyatakan kembali gagasan utama dengan kalimat dan kata yang berbeda
c. mendorong penonton untuk bertindak
d. mengakhiri dengan klimaks
e. mengatakan kutipan kitab suci, sajak, pribahasa, atau ucapan para ahli
f. menceritakan tokoh yang berupa ilustrasi dari tema pembicaraan
g. menerangkan maksud sebenarnya pribadi pembicara
h. memuji dan menghargai khalayak, dan membuat pertanyaan yang humoris
atau anekdot lucu.
Cara membuka dan menutup pidato di atas bukanlah cara yang mutlak
dilaksanakan oleh pembicara, melainkan hal ini dapat berubah-ubah sesuai
dengan kemampuan pembicara dalam mengatur strategi membuka dan menutup
pidato berdasarkan variasi dan kreativitas.
5. Menyampaikan Intisari Biografi Orang Terkenal
Biografi adalah riwayat hidup yang ditulis orang lain. Biasanya mencatat hal-hal yang
menarik atau mengagumkan tentang kehidupan tokoh tersebut.

17
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari makalah ini dapat disimpulkan bahwa kehidupan manusia tidak dapat lepas dari
kegiatan berbahasa. Berbahasa sebagai alat komunikasi ini, dalam rangka memenuhi sifat
manusia sebagai makhluk sosial yang perlu berinteraksi dengan sesama manusia. Berbicara
adalah aspek yang penting di kehidupan manusia. Dengan tujuan untuk berinteraksi atau
berkomunikasi antar sesama individu maupun kelompok. Manusia tidak lepas dari kegiatan
berkomunikasi dengan komunikasi kita semua dapat berhubungan satu sama lain. Seseorang
yang mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik akan lebih mudah bergaul terutama
dengan lingkungan masyarakat.

Dan dari berbicara kita bisa menentukan bagaimana sikap dan tingkah laku seseorang.
Cara berbicara dengan baik dan benar di depan umum harus dipertimbangkan dan dipahami
juga. Dengan mempertimbangkan bagaimana cara menyampaikan informasi tersebut dan
menggunakan bahasa yang baik dan benar karena dengan itu tujuan berbicara dapat
tersampaikan dengan baik oleh pendengar maupun lawan bicaranya

3.2 Saran

Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan
dalam makalah ini, Tentu masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya
pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul
makalah ini. Penulis banyak berharap para pembaca memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan makalah-makalah di
kesempatan berikutnya.Semoga makalah ini berguna bagi penulis khususnya juga para
pembaca pada umumnya.

18
DAFTAR PUSTAKA

Abernarty, Rob dan Mark Readon. 2003. Menjadi Pembicara Hebat. Bandung: Mizan.

Carnegie, Dale. (Tanpa Tahun). Cara Mencapai Sukses dalam Memperluas Pengaruh &
Pandai Bicara. Bandung: Pionir.
Haryadi, Zamzani. 1996. Peningkatan Keterampilan Berbahasa Indonesia. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Laksono, Kisyani. 2003. Berbicara. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Rahmat, Jalaludin. 1982. Retotika Moderen. Bandung: CV. Akademika.

Tarigan, Djago, dkk. 1998. Pengembangan Keterampilan Berbicara.

Tjahyono, Tengsoe. 2000. Berbicara II. Jakarta: Universitas Terbuka Yogyakarta:


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

19

Anda mungkin juga menyukai