Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

PEMBICARA

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam menempuh


Mata Kuliah Public Speaking, oleh

Dosen/Asisten : Dra. Aas Saraswati, M.Pd. / Sopyan Hendrayana, S.Pd., M.Pd.

Disusun oleh:

Kelompok 9 Kelas 5C
Yanni Fitriyanni 215060098
Sukma Ayu Amanda 215060110

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PASUNDAN

BANDUNG
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah mengenai
“Pembicara” dengan tepat waktu.

Tujuan dibuatnya makalah ini guna untuk memenuhi salah satu dalam
menempuh Mata Perkuliahan Pembelajaran Public Speaking. Selain itu, kami juga
ingin lebih jauh memahami mengenai cara menjadi pembicara yang baik.

Kami ucapkan terimakasih kepada Ibu Dra.Aas Saraswati, M.Pd dan Sopyan
Hendrayana, S.Pd., M.Pd. selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Public Speaking
sekaligus pembimbing kami dalam menyusun makalah ini, tidak lupa juga kami
ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah turut dalam penyusunan
makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
terdapat kekurangan baik dari segi penyusunannya maupun dari tata bahasa
yangdigunakan. Maka dari itu kritik, saran serta masukan yang bersifat membangun
sangat kami butuhkan untuk menunjang kualitas makalah yang kami susun
kedepannya. Atas perhatiannya kami ucapakan terimakasih.

Bandung, 12 Desember 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 2

1.3 Tujuan................................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3

2.1 Pengertian Berbicara ......................................................................................... 3

2.2 Tujuan Berbicara ............................................................................................... 4

2.3 Jenis Berbicara .................................................................................................. 8

2.4 Kepribadian Pembicara ..................................................................................... 9

2.5 Tempat dan Ruangan Pembicara ..................................................................... 10

2.6 Ciri-Ciri Pembicara yang Sukses .....................................................................11

2.7 Ciri Pembicara yang Menarik ......................................................................... 13

BAB III PENUTUP............................................................................................... 17

3.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 17

3.2 Saran................................................................................................................ 17

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berbicara merupakan ketrampilan berbahasa yang bertujuan untuk
mengungkapkan ide, gagasan, serta perasaan secara lisan sebagai proses
komunikasi kepada orang lain. Dalam proses berbicara seseorang akan
mengalami proses berfikir untuk mengungkapkan ide dan gagasan secara luas.
Proses berbicara sangat terkait hubungannya dengan faktor pengembangan
berfikir, berdasarkan pengalaman yang mendasarinya. Pengalaman tersebut
dapat diperoleh melalui membaca, menyimak, pengamatan dan diskusi.
Dalam kesehariannya, orang membutuhkan lebih banyak waktu untuk
melakukan komunikasi. Bentuk komunikasi yang paling mendominasi dalam
kehidupan sosial adalah komunikasi lisan. Orang membutuhkan komunikasi
dengan orang lain dalam memberikan informasi, mendapatkan informasi, atau
bahkan menghibur. Selain itu kemampuan berkomunikasi sangat penting
dimiliki seseorang untuk menyampaikan pendapat kepada orang lain.
Kegiatan berbicara dalam kegiatan pembelajaran sangatlah penting,
terutama dalam proses komunikasi antara guru dengan siswa atau siswa dengan
siswa lainnya. Dalam proses pembelajaran terjadilah komunikasi timbal balik
atau komunikasi dua arah antara guru dengan siswa atau antara siswa dengan
siswa.
Seorang pembicara di depan publik, umumnya menjadi pusat perhatian.
Semua pandangan dan perhatian tertuju padanya. Terutama orang
memperhatian keistimewaan dan kelemahannya, tetapi perhatian yang bersifat
negatif akan lenyap, apabila ia menawan hati pendengar karena memancarkan
kekuatan, kejelasan, kehalusan, sikap yang penuh pertimbangan dan
manusiawi. Tidak perlu seorang pembicara memiliki pendidikan yang tinggi.
Perhatian pendengar terhadap pembicara tergantung pada keterampilan
berbicara, ketetapan argumentasi dan pada daya menyakinkan yang
dipancarkan.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari berbicara?
2. Apa saja tujuan berbicara?
3. Apa jenis-jenis berbicara?
4. Bagaimana kepribadian pembicara?
5. Bagaimana tempat dan ruangan pembicara?
6. Apa ciri-ciri pembicara yang sukses?
7. Apa ciri-ciri pembicara yang menarik?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari berbicara
2. Mengetahui tujuan berbicara
3. Mengetahui jenis-jenis berbicara
4. Mengetahui kepribadian pembicara
5. Mengetahui tempat dan ruangan pembicara
6. Mengetahui ciri-ciri pembicara yang sukses
7. Mengetahui ciri-ciri pembicara yang menarik

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Berbicara


Mulyana mengatakan bahwa batasan berbicara harus dilihat dari
kebermanfaatannya untuk menjelaskan fenomena yang dibatasi (2001:42).
Secara umum, berbicara merupakan proses penuangan gagasan dalam bentuk
ujaran-ujaran. Ujaran-ujaran yang muncul merupakan perwujudan dari
gagasan yang sebelumnya berada pada tataran ide. Hal ini sesuai dengan yang
diungkapkan oleh Suhendar (1992:20), berbicara adalah proses perubahan
wujud pikiran/perasaan menjadi wujud ujaran. Berbicara secara umum bisa
diartikan sebagai kemampuan atau keterampilan berkomunikasi secara lisan
atau langsung yang dimiliki seseorang. Berbicara juga bisa disebut sebagai
kegiatan berkomunikasi yang biasanya dilakukan secara dua arah.
Jika dipahami secara lebih luas, berbicara itu dapat dikatakan sebagai
suatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar juga dapat dilihat yang
memanfaatkan sistem motorik tubuh serta beberapa jumlah otot dan jaringan
otot tubuh manusia demi terlaksananya maksud dan tujuan dari gagasan atau
ide yang ada di dalam otak yang dikombinasikan sehingga bisa terucap. Lebih
jauh lagi, berbicara dapat diartikan menjadi suatu bentuk perilaku manusia
yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis, neurologis, semantik dan
linguistik sedemikian ekstensif. Jadi secara luas berbicara dapat dianggap
sebagai alat yang paling penting bagi kontrol bersosialisasi antarmanusia.
Berbicara secara logika itu memiliki arti lebih dari sekadar pengucapan
suatu bunyi-bunyi atau kata-kata belaka. Berbicara adalah suatu alat untuk
mengkomunikasikan suatu gagasan yang dirangkai serta dikembangkan sesuai
dengan kebutuhan sang pendengar atau penyimak. Ujaran yang dimaksud
adalah bunyi-bunyi bahasa yang bermakna. Kebermaknaan menjadi satu
keharusan jika bunyi bahasa tersebut ingin dikategorikan sebagai kegiatan
berbicara.

3
2.2 Tujuan Berbicara
Tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi dan untuk
menginformasikan gagasan pembicara kepada pendengar. Tujuan lain dari
berbicara agar pembicara dapat menyampaikan suatu pikiran secara efektif,
sudah semestinya pembicara itu lebih mengerti, memahami makna (arti) dari
segala sesuatu yang ingin dibicarakan atau dikomunikasikan.
Pembicara harus mampu mengevaluasi efek atau akibat dari
komunikasinya terhadap pendengarnya dan harus mengenal secara spesifik
prinsip-prinsip yang mendasari segala situasi pembicaraan, baik itu berbicara
dihadapan umum maupun perorangan. Jika ditelaah lebih lanjut tujuan
berbicara sebenarnya tidak hanya sebatas memberikan informasi kepada orang
lain. Menentukan tujuan berbicara berarti kegiatan berbicara harus ditempatkan
sebagai sarana penyampaian sesuatu kepada orang lain sesuai dengan tujuan
yang diharapkan pembicara. Berbicara sebagai salah satu bentuk komunikasi
dapat digunakan dalam berbagai tujuan. Dalam hal ini, Mulyana(2001)
mengelompokkan tujuan berbicara ke dalam empat tujuan, yaitu tujuan sosial,
ekspresif, ritual, dan instrumental.
1. Tujuan Sosial

Manusia sebagai tujuan makhluk sosial menjadikan kegiatan


berbicara sebagai sarana untuk membangun konsep diri, eksistensi diri,
kelangsungan hidup, memperoleh kebahagiaan, dan menghindari tekanan
serta ketegangan. Dengan bahasa, manusia dapat menunjukkan siapa
dirinya. Orang yang tidak berkomunikasi, cenderung tidak memahami
siapa dirinya sesungguhnya dan bagaimana peran sebagai makhluk sosial.
Mungkin Anda dapat mengamati bagaimana, seorang anak yang
kehidupan sehari-harinya berada dalam pingitan orang tua. Pada
umumnya, ketika harus terjun ke masyarakat dia mengalami proses
adaptasi yang cukup lama. Hal ini terjadi, karena baginya kehidupan
sosial yang sesungguhnya baru mereka rasakan.

4
Mead (dalam Mulyana, 2001:10) mengatakan, setiap manusia
mengembangkan konsep dirinya melalui interaksi dengan orang lain
dalam masyarakat, dan itu dilakukan lewat komunikasi. Selain itu, dengan
bahasa pula seseorang dapat mengetahui kepribadian orang lain. Seorang
terpelajar dapat membedakan dengan orang awam dari bahasa yang
dipergunakannya. Semakin jelaslah bahwa berbicara dapat dijadikan
sarana untuk mengembangkan konsep diri.

Berbicara dapat digunakan untuk mengembangkan eksistensi diri.


Dengan berbicara, seseorang akan dipandang sebagai orang yang eksis.
Orang lain akan memandang dan menganggapnya eksis, karena orang
tersebut sering tampil sebagai pembicara. Melalui berbicara, seseorang
dapat diketahui kualitasnya. Dalam sebuah diskusi misalnya, orang akan
menganggap bahwa setiap anggota diskusi mempunyai eksistensi diri dari
pembicaraannya. Sebaliknya, jika di antara anggota diskusi ada yang diam
saja kurang aktif berbicara, orang tersebut dianggap tidak ada. Tidak
heran jika kehadirannya dalam diskusi itu tidak diperhitungkan peserta
diskusi lainnya.

Berbicara juga dapat digunakan untuk kelangsungan hidup.


Sebagai makhluk sosial, hubungan antara sesama merupakan salah satu
kebutuhan hidup yang harus dipenuhi. Dengan berbicara, seseorang dapat
mengungkapkan keinginannya kepada orang lain. Begitu pun orang lain
mengungkapkan keinginannya dengan berbicara. Terjadilah suatu
kesepahaman bahwa di antara mereka saling membutuhkan satu sama
lainnya.

Manusia penuh dengan segala kebutuhan hidup, baik kebutuhan


jasmaniah maupun rohaniah. Semua kebutuhan tersebut harus dipenuhi
agar dapat mempertahankan hidup. Untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan tersebut dapat dilakukan dengan cara menginformasikan
kebutuhan- kebutuhan tersebut kepada orang lain. Atas dasar kesepakatan
tertentu orang lain dapat memenuhi kebutuhan kita.

5
Jika kesepakatan-kesepakatan dapat dipahami sebagai sesuatu
yang dapat menjamin terpenuhinya segala kebutuhan manusia,
kebahagiaan hidup dengan sendirinya juga akan terpenuhi. Dengan
adanya kesepahaman itu pula, akan tercipta saling pengertian, sehingga
satu sama lain tidak saling memposisikan dirinya sebagai ancaman bagi
orang lain.

2. Tujuan Ekspresif

Bahasa dapat digunakan untuk mengekspresikan perasaan


pembicara kepada orang lain. Ekspresi dalam bentuk bahasa juga dapat
berwujud sebagai rasa empati kepada objek yang ada di luar diri
pembicara. Dengan bahasa yang penuh kasih sayang, seseorang
mengungkapkan perasaan kepada anaknya dengan didukung belaian halus
dirambutnya. Seorang mahasiswa dapat mengekspresikan rasa cinta
kepada seorang mahasiswi dengan bahasa, kadang-kadang didukung oleh
simbol-simbol di luar bahasa, misalnya dengan bunga.

Rasa empati terhadap penderitaan orang lain pun dapat


diungkapkan dengan bahasa. Banyak puisi yang disusun mengisahkan
seorang anak yatim piatu atau seorang kakek tua renta dengan kehidupan
sehari-harinya yang penuh dengan perjuangan untuk mempertahankan
hidup.

Dalam tujuan ekspresif, berbicara digunakan manusia sebagai alat


untuk menyampaikan perasaannya. Akan tetapi, berbicara ekspresif
belum tentu memengaruhi orang lain, karena yang terpenting dalam
berbicara ekspresif adalah tersalurkannya perasaan dirinya melalui
bahasa. Apakah orang lain terpengaruh dengan ekspresinya seorang
pembicara, bukan tujuan yang hendak dicapai oleh seorang pembicara.

3. Tujuan Ritual
Kegiatan ritual sering menggunakan bahasa sebagai media untuk
menyampaikan pesan ritual kepada penganutnya. Dalam perayaan hari

6
besar keagamaan tertentu, banyak simbol keagamaan yang bersifat sakral
dituangkan melalui bahasa. Dalam agama Islam, doa merupakan salah
satu bentuk kegiatan yang menggunakan bahasa sebagai media
penyampaiannya. Ketika umat Islam, berdoa kepada Allah dengan
menggunakan bahasa, walaupun mungkin ada di antara bahasa dalam doa
tersebut dipahami secara harfiah oleh orang yang berdoa. Mereka
meyakini bahwa doa merupakan bentuk komunikasi antara manusia
dengan Tuhan-Nya.
Bahasa yang digunakan untuk kepentingan ritual, tentunya
mempunyai perbedaan dengan bahasa yang digunakan dalam kegiatan
berbicara sehari- hari. Bahasa dalam komunikasi ritual merupakan
bahasa yang sudah baku. Baku bukan dalam arti sebagaimana yang
sesuai dengan kaidah kebahasaan, melainkan baku dalam arti yang sudah
tetap, tidak bisa berubah. Walaupun doa tersebut diucapkan untuk
kepentingan yang kurang selaras dengan isinya, tetap saja diucapkan
sebagaimana adanya.
4. Tujuan Instrumental
Dalam tujuan instrumen ini, kegiatan berbicara digunakan sebagai
alat untuk memperoleh sesuatu. Sesuatu di sini dapat berupa pekerjaan,
jabatan, atau hal-hal lainnya. Memang kegiatan berbicara merupakan salah
satu bentuk komunikasi, tetapi dalam tujuan instrumental kegiatan
berbicara tidak tampak kaitan khusus antara pesan yang ada di dalamnya
dengan tujuan yang diharapkan dari komunikasi tersebut. Misalnya,
seorang mahasiswa bertutur lembut kepada seorang mahasiswi adik
kelasnya dengan harapan dapat memikat hati mahasiswi tersebut.
Kelembutan bahasa yang digunakan tidak secara langsung menunjukkan
tujuan yang ingin dicapai dari pembicaraan yang dilakukannya.

7
2.3 Jenis Berbicara
Pengelompokan berbicara dapat dilakukan dengan cara yang berbeda,
tergantung dasar yang digunakan. Pengelompokan berbicara sedikitnya dapat
dilakukan berdasarkan tiga hal, yaitu situasi, keterlibatan pelaku, dan alur
pembicaraan.
Berdasarkan situasi, berbicara dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis,
yaitu:
1. berbicara formal, yaitu kegiatan berbicara yang terikat pada aturan-
aturan, baik aturan yang berkaitan dengan tatakrama maupun
kebahasaan;
2. berbicara nonformal, yaitu kegiatan berbicara yang tidak terlalu
terikat pada aturan-aturan, kadang-kadang berlangsung secara
spontan dan tanpa perencanaan.
3. Berdasarkan keterlibatan pelakunya, berbicara dapat dikelompokkan
ke dalam dua jenis, yaitu berbicara individual dan berbicara
kelompok. Berbicara individual adalah kegiatan berbicara yang
dilakukan oleh seorang pelaku pembicara, misalnya pidato. Berbicara
kelompok adalah kegiatan berbicara yang melibatkan banyak pelaku
pembicara, misalnya diskusi dan debat.

Berdasarkan alur pembicaraannya, berbicara dapat dikelompokkan


menjadi dua jenis, yaitu berbicara monologis dan berbicara dialogis.
Berbicara monologis adalah kegiatan berbicara yang dilakukan searah.
Pesan yang disampaikan pembicara tidak memerlukan respons dari
pendengar, misalnya pidato dan membaca puisi. Berbicara dialogis adalah
kegiatan berbicara yang dilakukan secara dua arah. Pesan yang disampaikan
pembicara memerlukan respons dari pendengar.

8
2.4 Kepribadian Pembicara
Kepribadian pembicara adalah unsur penting yang menentukn
efektivitas komunikasi retoris. Di bawah ini dijelaskan faktor-faktor yang turut
membentuk kepribadian seorang pembicara yang baik.

Seorang pembicara hendaknya memiliki dasar pendidikan yang cukup


dan pengetahuan umum yang luas. Ia memiliki rasa percaya diri dan kepastian,
sehingga mampu memancarkan kepastian. Cara dan bentuk pergaulannya
sesuai dengan tingkat orang-orang yang dihadapinya. Ia menyesuaikan cara
berpakaian dengan tempat dan tingkat serta karakter pertemuan. Dalam
penampilan ia senantiasa memperhatikan keapikan dan kebersihan. Ia jujur dan
ikhlas dalam tutur kata dan tingkah laku. Ia bersemangat dan mampu member
semangat. Dalam pembicaraan ia memiliki artikulasi yang jelas. Bahasanya
memiliki daya meyakinkan, karena merumuskan ungkapan yang tepat dan
dialektis.

Dalam membina relasi sosial, seorang pembicara harus tahu tenggang


rasa, dan memperhatikan tata sopan santun. Dalam setiap penampilan ia
bersikap sederhana, tetapi menarik dan asli. Ia senantiasa berusaha mengenali
situasi masyarakat, khususnya para pendengarnya.

Seorang pembicara juga harus mempertimbangkan penampilan


lahirnya. Pakaiannya harus dipertenggangkan dengan situasi pendengarnya.
Meski dewasa ini banyak orang menyukai pakaian yang berwarana-warni,
namun bila membawakan pidato secara resmi hendaknya pembicara jangan
memakai pakaian yang member efek yang tidak menenangkan. Pakaian yang
terlalu berwarna akan membelokkan dan mengganggu perhatian pendengar.
Umumnya pakaian resmi dalam pesta besar terdiri dari baju putih dan jas hitam
dan celana panjang hitam, atau yang berwarna gelap.

Penampilan seorang pembicara yang meyakinkan dapat merebut hati


pendengar dan mempengaruhi pendengar

9
2.5 Tempat dan Ruangan Pembicara
1. Tempat
Situasi sekitar dan atmosfer adalah dua hal yang penting bagi
pembicara. Ia harus merasa senang dengan sekitarnya, sebab rasa senang
dengan sekitar ini memberi rasa pasti dan ketenangan. Oleh karena itu,
pembicara dan pemimpin acara perlu sekali bersama-sama meninjau tempat.
Mereka harus mempertimbangkan dimana sebaiknya ia berdiri Pembicara
harus menempatkkan diri sedemikian rupa, sehingga pendengarnya
memiliki tempat yang baik untuk bisa melihat dan mendengar suaranya.
Jadi, tempat yang ideal bagi pembicara adalah :
 Tidak boleh terlalu jauh dengan pendengarnya
 Tidak boleh terlalu tinggi melampau kepala pendengar. (Berarti
panggung yang terlalu tinggi itu tidak baik).
 Pandangannya tidak boleh melawan matahari atau cahaya.
 Dibelakang pembicara tidak boleh ada faktor-faktor yang dapat
mengganggu dan tidak boleh ada jendela atau pintu.
 Tempat berdiri dan mimbar sebaiknya tertutup, terlindung, artinya tidak
boleh ada jalan lewat bagi para pendengar.
2. Ruangan
Sering kali banyak orang dikumpulkan di dalam ruangan yang
sempit. Orang berhimpit-himpitan. Mereka merasa diri sebagai barang yang
dimasukkan ke dalam gedung. Dua hal penting harus diperhatikan:
 Ruang tidak boleh terlalu besar atau terlalu kecil
 Ruangan yang hanya setengah terisi oleh pendengar juga kurang baik
untuk berbicara

Orang yang tinggal didalam ruangan, membentuk juga zat pembakar.


Oleh karena itu harus juga diperhatikan ventilasi ruangan itu. Harus ada
cukup jendela yang dapat dibuka pada waktu tertentu untuk memberikan
udara segar.

10
Ruangan besar dapat mempengaruhi rasa takut dan cemas pembicara.
Semakin besar ruangan, maka kecemasan untuk berbicara pada awal
semakin besar. Hal ini akan tampak pada bahasa sang pembicara. Kata-kata,
suku kata, kalimat yang diucapkan, sifat dinamis bahasa, ritme dan
keindahan bahasa yang akan menurun. Maka dari itu bila harus mberbicara
di dalam ruangan besar, harus diperhatikan.

 Bahwa pembicara bisa melihat semua pendengarnya.


 Bahwa ia dapat dilihat oleh semua pendengar.
 Bahwa tidak boleh ada orang yang duduk atau berdiri dibelakang tiang
tengah ruangan.

2.6 Ciri-Ciri Pembicara yang Sukses


Banyak peristiwa dalam pergaulan sehari-hari yang menuntut keterlibatan
kita untuk bicara, mulai dari kumpul-kumpul diantara sesama kawan yang
akrab, seperti makan malam bersama temanteman, sampai undangan pesta
koktail dengan banyak tamu yang tak kita kenal. Selain itu masih terdapat
acara-acara seperti pesta pernikahan, arisan dan lain sebagainya. Masing-
masing berlainan, tetapi prinsip percakapan adalah sama: Bersikaplah terbuka,
Cari minat yang sama dalam diri rekan bicara. Dan, dengarkanlah selalu. (Larry
King, (2010:23).

Pembicara yang tekun berlatih akan menjadikan dirinya pembicara yang


sukses. Tarigan, Tien Martini, dan Sudibyo (1997: 119-124) menyebut
pembicara yang sukses sebagai pembicara yang ideal. Mereka mencirikan
pembicara yang ideal sebagai berikut:

 memilih topik tepat,


 menguasai materi,
 memahami pendengar,
 memahami situasi,
 merumuskan tujuan yang jelas,

11
 menjalin kontak dengan pendengar,
 memiliki kemampuan linguistik,
 menguasai pendengar,
 memanfaatkan alat bantu,
 meyakinkan dalam penampilan,
 mempunyai rencana.

Ciri pembicara yang sukses pada dasarnya meliputi:

 mengetahui tujuan berbicara


 menguasai materi,
 mengenal karakteristik dan keinginan lawan bicara,
 memanfaatkan ekspresi dan gerak tubuh,
 memiliki gaya berbicara yang menarik,
 memiliki pengetahuan linguistik yang baik.
 memiliki selera humor sebagai selingan berbicara.

Untuk sukses menjadi pembicara, bagi pemula harus memahami hal-hal


sebagai berikut:

(1) Meningkatkan keberanian dan kepercayaan diri.


Percaya diri artinya tidak merasa rendah diri. Keyakinan merupakan
wujud percaya diri. Hilangnya kepercayaan diri disebabkan oleh beberapa
factor, antaralain: usia, pengetahuan, pengalaman, jenis kelamin, kelas
sosial.
(2) Percaya diri karena persiapan
Munculnya kepercayaan diri dan keberanian, dan kemampuan
berfikir secara tenang dan jelas saat berbicara harus ditumbuhkan pada diri
pembicara. Situasi dan lawan berbicara dapat berganti di setiap
pembicaraan akan berlangsung.

12
2.7 Ciri Pembicara yang Menarik
Kemenarikan pembicaraan diawali pada kemampuan mempengaruhi
audiens untuk mendengarkan. Untuk membahas kemenarikan dapat dilihat dari
dua sisi, yaitu sisi pembicara dan sisi lawan bicara. Kemenarikan dari sisi
lawan bicara menjadi pembahasan menyimak, namun demikian akan diuraikan
sekilas tentang kemenarikan dalam menyimak.

Pembicara yang baik memiliki beberapa kriteria yang dilihat dari dua
sisi, yaitu sisi pembicara dan sisi pendengar. Kedua sisi ini tidak dapat
dipisahkan, sebab dalam sebuah pembicaraan antara pembicara dan penyimak
terdapat hubungan interaksi. Pembicara yang menarik ditandai dengan
beberapa ciri, antara lain:

1. Membuka Pembicaraan yang Menarik


Beragam tujuan dan situasi berbicara serta lawan berbicara
dikembangkan untuk membuka pembicaraan. Jika tujuan berbicara untuk
menyampaikan informasi akan berbeda dengan membujuk. Membuka
pembicaraan pada acara khusus dapat berbeda dengan seorang presenter.
Demikian pula situasi resmi dengan tidak resmi juga memiliki perbedaan
gaya maupun pilihan tuturan. Sedangkan lawan bicara baik itu dialog atau
monolog dapat dilakukan dengan cara yang berbeda.
Kemenarikan dalam membuka sangat dipengaruhi oleh kemampuan
pembicicara dengan mempertimbangkan situasi, tujuan, maupun lawan
bicara. Bentuk tuturan dapat menarik lawan bicara jika pembicara
mengucapkannya dengan ekspresi, bahasa tubuh, dan nada bicara yang
santun.
2. Mau Mendengarkan Orang Ketika Orang Lain Berbicara
Untuk menjadi pembicara yang baik, kita harus menjadi pendengar
yang baik. Ini lebih dari sekedar menunjukkan rasa tertarik pada teman
bicara. Mendengarkan dengan saksama membuat pembicara dapat
memberi respons dengan lebih baik, dan menjadi pembicara yang baik

13
ketika giliran kita tiba. Pertanyaan-pertanyaan lanjutan yang baik
merupakan ciri seorang konvensionalis yang baik.
3. Jangan Suka Memotong Pembicaraan Orang Lain.
Pernah suatu ketika penulis sedang berdebat dengan seseorang, dan
melakukan kebodohan dalam berbicara, yaitu memotong pembicaraan
orang lain. Pembicara yang penulis sela menjadi tersinggung dan marah-
marah, dengan mengucapkan, “alangkah terhormatnya saya, jika saya
diberi kesempatan menyelesaikan pembicaraan saya”.
4. Membuat Percakapan Menjadi Menarik
Pembicaraan yang menarik dapat dilihat dari materi dan gaya
pembicaraan. Dari sisi materi, kemenarikan pembicaraan disebabkan nilai
kepentingan pendengar atau lawan bicara. Lawan bicara akan serius
mendengarkan jika materi yang disampaikan dinilai bermanfaat bagi
dirinya.
Untuk membuat pembicaraan menarik dapat dilakukan dengan
beberapa cara, misalnya merangkai materi pembicaraan dengan isu yang
menarik dalam kehidupan, atau dilakukan dengan menyelipkan humor.
Humor dimanapun selalu bermanfaat. Humor dapat mencairkan suasana
sehingga dapat membuat orang berlamalama untuk mendengarkan.
Kemenarikan pembicaraan juga dapat dilakukan dengan pada awal
pembicaraan. Pembukaan pembicaraan adalah kunci awal pembicaraan.
Seorang pembicara yang sukses akan mampu mengembangkan materi
dengan nyaman dan lancar berbicara apabila dalam membuka pembicaraan
dapat menciptakan magnet bagi lawan bicara.
5. Pilihlah Topik yang Dapat Melibatkan Semua Orang
Pembicara yang sukses harus dapat membaca situasi yang beragam.
Setiap orang memiliki kepentingan yang berbeda ketika berjumpa dengan
Anda. Cara yang terbaik adalah dengan mengalihkan pembicaraan yang
dapat melibatkan semua yang lawan bicara. Membahas isu terbaru atau
berita yang heboh adalah bentuk materi pembicaraan yang dapat
melibatkan semua pihak.

14
6. Melibatkan Pendengar dengan Mintalah Pendapat
Jangan hanya memberikan pendapat sendiri. Pembicara akan
dikenang sebagai pembicara yang baik jika bias meminta pendapat orang
lain di sekitar. Henry Kissinger, yang jago mengendalikan sesuatu karena
telah melakukannya seumur hidupnya, sangat hebat dalam hal ini.
Meskipun dia benar-benar ahli dalam suatu topik pembicaraan dan banyak
sekali topik yang dikuasainya ia tetap sering bertanya, “Bagaimana
menurut Anda?”
7. Jangan Memonopoli
Percakapan Bahaya besar dalam percakapan dalam pergaulan
sehari-hari adalah terlalu asyik sendiri sampai Pembicara memonopoli
percakapan. Akibatnya terlalu fatal: Pembicara tak akan dianggap sebagai
seorang konversionalis berbakat, tapi orang yang menyebalkan. Berikan
kesempatan kepada orang yang di ajak bicara untuk menjawab sama
lamanya, seperti yang kami lakukan dalam siaran. Dan jangan terlalu
bertele-tele menceritakan kisah Anda. Begitulah yang biasanya terjadi bila
orang memulai ceritanya dengan kalimat, “Untuk mempersingkat kata…”
Kalau sudah mendengar itu, bersiaplah mendengar kata-kata panjang.
Paparkan cerita Anda dengan singkat; semakin banyak orang dalam
kelompok Anda, hendaknya semakin singkat pula cerita Anda.
“Bicara berlebihan” bisa-bisa malah menghancurkan kesan yang
ingin diciptakan. Orang yang bagi orang lain dirasa terlalu banyak bicara
akan merusak citranya sendiri dari kehilangan kredibilitas. Mengulang-
ulang cerita yang sama kepada lawan bicar justru membuat audiens menilai
bahwa pembicara tidak memiliki bahn yang lain, yang pada akhirnya
membosankan. Bosan disebabkan lawan bicara telah mendengar informasi
yang sama.
8. Memancing Pendapat
Pertanyaan–pertanyaan yang dapat memancing pendapat sangat
efektif untuk memulai percakapan dalam lingkungan sosial atau untuk
memecahkan keheningan, misalnya:

15
“Apa tanggapanmu soal impor sapi yang dikorupsi?”
“Sayang sekali Presiden SBY selalu melempar isu kenaikan BBM”.
Pertanyaan tentang moral dan pandangan hidup sama efektifnya
dengan topik-topik yang disebutkan tadi. Pertanyaan yang baik adalah yang
mempunyai daya tarik bagi setiap orang, dan menembus batas-batas
generasi, pendidikan, maupun strata sosial.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembicara yang baik adalah


pembicara yang dapat membangun komunikasi dengan baik, dan menciptakan
suasana yang dibutuhkan oleh lawan berbicara. Sejalan dengan itu, Dzulfikar
(2012:50) memberikan ciri karakteristirk berbicara yang baik dan efektif
sebagai berikut:

1. Berbicara punya energ dan penuh semangat.


2. Tujuannya jelas.
3. Melakukan kontak mata dengan pendengar.
4. Berbicara dengan jelas dan terarah.
5. Sesekali bergerak saat berbicara.
6. Menggunakan anekdot dan humor sekadarnya.
7. Mengenakan pakaian yang serasi dengan situasi.
8. Menyesuaikan alokasi waktu.
9. Sediakan waktu untuk tanya jawab secukupnya.
10. Retorika meyakinkan pendengar.
11. Argumen-argumen terstruktur dengan baik.
12. Aksentuasi (logat/dialek) sebisa mungkin bervariasi.
13. Selesai tepat waktu.

Sementara itu lawan bicara akan menilai pembicara apakah seorang


pembicara baik atau buruk dengan mengamati pembicara dari ciri-ciri sebagai
berikut:1) Penguasaan materi, 2) Kemenarikan materi, 3) Kemenarikan gaya
pembicaraan, 4) Kejelasan dalam menyampaikan pembicaraan, 5) Gaya
berbicara yang ditampilkan.

16
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pembicara adalah orang yang berbicara kepada orang banyak (umum).
Menjadi seorang pembicara membutuhkan kepercayaan diri yang besar untuk
dapat berbicara di depan orang banyak dengan baik, selain itu dapat
meningkatkan kemampuan berkomunikasi lisan dengan orang lain.

Keberhasilan dalam berbicara sangat ditentukan oleh kesiapan


pembicara. Untuk menjadi pembicara yang sukses, seseorang harus memahami
dasar-dasar berbicara. Secara umum dasar-dasar berbicara ada lima, yaitu: a)
kejujuran, b) sikap yang benar, c) keterbukaan terhadap diri sendiri, d)
kemauan untuk berbicara, dan e) berlatih.

Pembicara yang baik memiliki beberapa kriteria yang dilihat dari dua
sisi, yaitu sisi pembicara dan sisi pendengar. Kedua sisi ini tidak dapat
dipisahkan, sebab dalam sebuah pembicaraan antara pembicara dan penyimak
terdapat hubungan interaksi. Pembicara yang baik adalah pembicara yang
dapat membangun komunikasi dengan baik, dan menciptakan suasana yang
dibutuhkan oleh lawan berbicara.

3.2 Saran
Penulis menyarankan kepada pembaca agar membacanya dengan teliti
makalah ini dan agar pembaca dapat mengetahui dengan jelas tentang prinsip
dasar dalam berbicara. Penyusun juga menyadari masih banyak kekurangan
dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, kami memohon masukkannya
untuk perbaikan kedepannya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Basuki, Imam Agus. Modul 1: Hakikat Berbicara. Jakarta: Universitas Terbuka.

Setyonegoro, Agus., Akhyaruddin., Yusra, Hilman. 2020. Bahan Ajar Keterampilan


Berbicara. Jambi : Komunitas Gemulun Indonesia

Cangara, Hafied. Tanpa tahun. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta. PT Raja


Grafindo Persada.

Dzulfikar, Erwin. 2012. Menjadi Pembicara Hebat dari Pemula Menjadi


Mempesona. Bantul. Kreasi Wacana.

Hamdani, Caesar. 2012. Panduan Sukses Public Speaking Dahsyat Memukau.


Yogyakarta: Araska.

King, Larry. 2010. Seni Berbicara Kepada Siapa Saja, Kapan Saja, Dimana Saja.
Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama.

Maggio, Rosalie. 2012. Sukses Berbicara dengan Siapa Saja. Jakarta. PT. Gramedia

Rahardi, R. Kunjana. 2005. Pragmatik. Jakarta: Erlangga. Warsito, Bambang. 2008.


Teknologi Pembelajaran landasan dan

Aplikasinya. Jakarta. Rineka Cipta.

Tarigan, Djago, Tien Martini, dan Nurhayati Sudibyo. 1997. Pengembangan


Keterampilan Berbicara. Jakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

18

Anda mungkin juga menyukai