PEMBICARA
Disusun oleh:
Kelompok 9 Kelas 5C
Yanni Fitriyanni 215060098
Sukma Ayu Amanda 215060110
BANDUNG
2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah mengenai
“Pembicara” dengan tepat waktu.
Tujuan dibuatnya makalah ini guna untuk memenuhi salah satu dalam
menempuh Mata Perkuliahan Pembelajaran Public Speaking. Selain itu, kami juga
ingin lebih jauh memahami mengenai cara menjadi pembicara yang baik.
Kami ucapkan terimakasih kepada Ibu Dra.Aas Saraswati, M.Pd dan Sopyan
Hendrayana, S.Pd., M.Pd. selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Public Speaking
sekaligus pembimbing kami dalam menyusun makalah ini, tidak lupa juga kami
ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah turut dalam penyusunan
makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
terdapat kekurangan baik dari segi penyusunannya maupun dari tata bahasa
yangdigunakan. Maka dari itu kritik, saran serta masukan yang bersifat membangun
sangat kami butuhkan untuk menunjang kualitas makalah yang kami susun
kedepannya. Atas perhatiannya kami ucapakan terimakasih.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
1.3 Tujuan................................................................................................................ 2
3.2 Saran................................................................................................................ 17
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari berbicara?
2. Apa saja tujuan berbicara?
3. Apa jenis-jenis berbicara?
4. Bagaimana kepribadian pembicara?
5. Bagaimana tempat dan ruangan pembicara?
6. Apa ciri-ciri pembicara yang sukses?
7. Apa ciri-ciri pembicara yang menarik?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari berbicara
2. Mengetahui tujuan berbicara
3. Mengetahui jenis-jenis berbicara
4. Mengetahui kepribadian pembicara
5. Mengetahui tempat dan ruangan pembicara
6. Mengetahui ciri-ciri pembicara yang sukses
7. Mengetahui ciri-ciri pembicara yang menarik
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2.2 Tujuan Berbicara
Tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi dan untuk
menginformasikan gagasan pembicara kepada pendengar. Tujuan lain dari
berbicara agar pembicara dapat menyampaikan suatu pikiran secara efektif,
sudah semestinya pembicara itu lebih mengerti, memahami makna (arti) dari
segala sesuatu yang ingin dibicarakan atau dikomunikasikan.
Pembicara harus mampu mengevaluasi efek atau akibat dari
komunikasinya terhadap pendengarnya dan harus mengenal secara spesifik
prinsip-prinsip yang mendasari segala situasi pembicaraan, baik itu berbicara
dihadapan umum maupun perorangan. Jika ditelaah lebih lanjut tujuan
berbicara sebenarnya tidak hanya sebatas memberikan informasi kepada orang
lain. Menentukan tujuan berbicara berarti kegiatan berbicara harus ditempatkan
sebagai sarana penyampaian sesuatu kepada orang lain sesuai dengan tujuan
yang diharapkan pembicara. Berbicara sebagai salah satu bentuk komunikasi
dapat digunakan dalam berbagai tujuan. Dalam hal ini, Mulyana(2001)
mengelompokkan tujuan berbicara ke dalam empat tujuan, yaitu tujuan sosial,
ekspresif, ritual, dan instrumental.
1. Tujuan Sosial
4
Mead (dalam Mulyana, 2001:10) mengatakan, setiap manusia
mengembangkan konsep dirinya melalui interaksi dengan orang lain
dalam masyarakat, dan itu dilakukan lewat komunikasi. Selain itu, dengan
bahasa pula seseorang dapat mengetahui kepribadian orang lain. Seorang
terpelajar dapat membedakan dengan orang awam dari bahasa yang
dipergunakannya. Semakin jelaslah bahwa berbicara dapat dijadikan
sarana untuk mengembangkan konsep diri.
5
Jika kesepakatan-kesepakatan dapat dipahami sebagai sesuatu
yang dapat menjamin terpenuhinya segala kebutuhan manusia,
kebahagiaan hidup dengan sendirinya juga akan terpenuhi. Dengan
adanya kesepahaman itu pula, akan tercipta saling pengertian, sehingga
satu sama lain tidak saling memposisikan dirinya sebagai ancaman bagi
orang lain.
2. Tujuan Ekspresif
3. Tujuan Ritual
Kegiatan ritual sering menggunakan bahasa sebagai media untuk
menyampaikan pesan ritual kepada penganutnya. Dalam perayaan hari
6
besar keagamaan tertentu, banyak simbol keagamaan yang bersifat sakral
dituangkan melalui bahasa. Dalam agama Islam, doa merupakan salah
satu bentuk kegiatan yang menggunakan bahasa sebagai media
penyampaiannya. Ketika umat Islam, berdoa kepada Allah dengan
menggunakan bahasa, walaupun mungkin ada di antara bahasa dalam doa
tersebut dipahami secara harfiah oleh orang yang berdoa. Mereka
meyakini bahwa doa merupakan bentuk komunikasi antara manusia
dengan Tuhan-Nya.
Bahasa yang digunakan untuk kepentingan ritual, tentunya
mempunyai perbedaan dengan bahasa yang digunakan dalam kegiatan
berbicara sehari- hari. Bahasa dalam komunikasi ritual merupakan
bahasa yang sudah baku. Baku bukan dalam arti sebagaimana yang
sesuai dengan kaidah kebahasaan, melainkan baku dalam arti yang sudah
tetap, tidak bisa berubah. Walaupun doa tersebut diucapkan untuk
kepentingan yang kurang selaras dengan isinya, tetap saja diucapkan
sebagaimana adanya.
4. Tujuan Instrumental
Dalam tujuan instrumen ini, kegiatan berbicara digunakan sebagai
alat untuk memperoleh sesuatu. Sesuatu di sini dapat berupa pekerjaan,
jabatan, atau hal-hal lainnya. Memang kegiatan berbicara merupakan salah
satu bentuk komunikasi, tetapi dalam tujuan instrumental kegiatan
berbicara tidak tampak kaitan khusus antara pesan yang ada di dalamnya
dengan tujuan yang diharapkan dari komunikasi tersebut. Misalnya,
seorang mahasiswa bertutur lembut kepada seorang mahasiswi adik
kelasnya dengan harapan dapat memikat hati mahasiswi tersebut.
Kelembutan bahasa yang digunakan tidak secara langsung menunjukkan
tujuan yang ingin dicapai dari pembicaraan yang dilakukannya.
7
2.3 Jenis Berbicara
Pengelompokan berbicara dapat dilakukan dengan cara yang berbeda,
tergantung dasar yang digunakan. Pengelompokan berbicara sedikitnya dapat
dilakukan berdasarkan tiga hal, yaitu situasi, keterlibatan pelaku, dan alur
pembicaraan.
Berdasarkan situasi, berbicara dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis,
yaitu:
1. berbicara formal, yaitu kegiatan berbicara yang terikat pada aturan-
aturan, baik aturan yang berkaitan dengan tatakrama maupun
kebahasaan;
2. berbicara nonformal, yaitu kegiatan berbicara yang tidak terlalu
terikat pada aturan-aturan, kadang-kadang berlangsung secara
spontan dan tanpa perencanaan.
3. Berdasarkan keterlibatan pelakunya, berbicara dapat dikelompokkan
ke dalam dua jenis, yaitu berbicara individual dan berbicara
kelompok. Berbicara individual adalah kegiatan berbicara yang
dilakukan oleh seorang pelaku pembicara, misalnya pidato. Berbicara
kelompok adalah kegiatan berbicara yang melibatkan banyak pelaku
pembicara, misalnya diskusi dan debat.
8
2.4 Kepribadian Pembicara
Kepribadian pembicara adalah unsur penting yang menentukn
efektivitas komunikasi retoris. Di bawah ini dijelaskan faktor-faktor yang turut
membentuk kepribadian seorang pembicara yang baik.
9
2.5 Tempat dan Ruangan Pembicara
1. Tempat
Situasi sekitar dan atmosfer adalah dua hal yang penting bagi
pembicara. Ia harus merasa senang dengan sekitarnya, sebab rasa senang
dengan sekitar ini memberi rasa pasti dan ketenangan. Oleh karena itu,
pembicara dan pemimpin acara perlu sekali bersama-sama meninjau tempat.
Mereka harus mempertimbangkan dimana sebaiknya ia berdiri Pembicara
harus menempatkkan diri sedemikian rupa, sehingga pendengarnya
memiliki tempat yang baik untuk bisa melihat dan mendengar suaranya.
Jadi, tempat yang ideal bagi pembicara adalah :
Tidak boleh terlalu jauh dengan pendengarnya
Tidak boleh terlalu tinggi melampau kepala pendengar. (Berarti
panggung yang terlalu tinggi itu tidak baik).
Pandangannya tidak boleh melawan matahari atau cahaya.
Dibelakang pembicara tidak boleh ada faktor-faktor yang dapat
mengganggu dan tidak boleh ada jendela atau pintu.
Tempat berdiri dan mimbar sebaiknya tertutup, terlindung, artinya tidak
boleh ada jalan lewat bagi para pendengar.
2. Ruangan
Sering kali banyak orang dikumpulkan di dalam ruangan yang
sempit. Orang berhimpit-himpitan. Mereka merasa diri sebagai barang yang
dimasukkan ke dalam gedung. Dua hal penting harus diperhatikan:
Ruang tidak boleh terlalu besar atau terlalu kecil
Ruangan yang hanya setengah terisi oleh pendengar juga kurang baik
untuk berbicara
10
Ruangan besar dapat mempengaruhi rasa takut dan cemas pembicara.
Semakin besar ruangan, maka kecemasan untuk berbicara pada awal
semakin besar. Hal ini akan tampak pada bahasa sang pembicara. Kata-kata,
suku kata, kalimat yang diucapkan, sifat dinamis bahasa, ritme dan
keindahan bahasa yang akan menurun. Maka dari itu bila harus mberbicara
di dalam ruangan besar, harus diperhatikan.
11
menjalin kontak dengan pendengar,
memiliki kemampuan linguistik,
menguasai pendengar,
memanfaatkan alat bantu,
meyakinkan dalam penampilan,
mempunyai rencana.
12
2.7 Ciri Pembicara yang Menarik
Kemenarikan pembicaraan diawali pada kemampuan mempengaruhi
audiens untuk mendengarkan. Untuk membahas kemenarikan dapat dilihat dari
dua sisi, yaitu sisi pembicara dan sisi lawan bicara. Kemenarikan dari sisi
lawan bicara menjadi pembahasan menyimak, namun demikian akan diuraikan
sekilas tentang kemenarikan dalam menyimak.
Pembicara yang baik memiliki beberapa kriteria yang dilihat dari dua
sisi, yaitu sisi pembicara dan sisi pendengar. Kedua sisi ini tidak dapat
dipisahkan, sebab dalam sebuah pembicaraan antara pembicara dan penyimak
terdapat hubungan interaksi. Pembicara yang menarik ditandai dengan
beberapa ciri, antara lain:
13
ketika giliran kita tiba. Pertanyaan-pertanyaan lanjutan yang baik
merupakan ciri seorang konvensionalis yang baik.
3. Jangan Suka Memotong Pembicaraan Orang Lain.
Pernah suatu ketika penulis sedang berdebat dengan seseorang, dan
melakukan kebodohan dalam berbicara, yaitu memotong pembicaraan
orang lain. Pembicara yang penulis sela menjadi tersinggung dan marah-
marah, dengan mengucapkan, “alangkah terhormatnya saya, jika saya
diberi kesempatan menyelesaikan pembicaraan saya”.
4. Membuat Percakapan Menjadi Menarik
Pembicaraan yang menarik dapat dilihat dari materi dan gaya
pembicaraan. Dari sisi materi, kemenarikan pembicaraan disebabkan nilai
kepentingan pendengar atau lawan bicara. Lawan bicara akan serius
mendengarkan jika materi yang disampaikan dinilai bermanfaat bagi
dirinya.
Untuk membuat pembicaraan menarik dapat dilakukan dengan
beberapa cara, misalnya merangkai materi pembicaraan dengan isu yang
menarik dalam kehidupan, atau dilakukan dengan menyelipkan humor.
Humor dimanapun selalu bermanfaat. Humor dapat mencairkan suasana
sehingga dapat membuat orang berlamalama untuk mendengarkan.
Kemenarikan pembicaraan juga dapat dilakukan dengan pada awal
pembicaraan. Pembukaan pembicaraan adalah kunci awal pembicaraan.
Seorang pembicara yang sukses akan mampu mengembangkan materi
dengan nyaman dan lancar berbicara apabila dalam membuka pembicaraan
dapat menciptakan magnet bagi lawan bicara.
5. Pilihlah Topik yang Dapat Melibatkan Semua Orang
Pembicara yang sukses harus dapat membaca situasi yang beragam.
Setiap orang memiliki kepentingan yang berbeda ketika berjumpa dengan
Anda. Cara yang terbaik adalah dengan mengalihkan pembicaraan yang
dapat melibatkan semua yang lawan bicara. Membahas isu terbaru atau
berita yang heboh adalah bentuk materi pembicaraan yang dapat
melibatkan semua pihak.
14
6. Melibatkan Pendengar dengan Mintalah Pendapat
Jangan hanya memberikan pendapat sendiri. Pembicara akan
dikenang sebagai pembicara yang baik jika bias meminta pendapat orang
lain di sekitar. Henry Kissinger, yang jago mengendalikan sesuatu karena
telah melakukannya seumur hidupnya, sangat hebat dalam hal ini.
Meskipun dia benar-benar ahli dalam suatu topik pembicaraan dan banyak
sekali topik yang dikuasainya ia tetap sering bertanya, “Bagaimana
menurut Anda?”
7. Jangan Memonopoli
Percakapan Bahaya besar dalam percakapan dalam pergaulan
sehari-hari adalah terlalu asyik sendiri sampai Pembicara memonopoli
percakapan. Akibatnya terlalu fatal: Pembicara tak akan dianggap sebagai
seorang konversionalis berbakat, tapi orang yang menyebalkan. Berikan
kesempatan kepada orang yang di ajak bicara untuk menjawab sama
lamanya, seperti yang kami lakukan dalam siaran. Dan jangan terlalu
bertele-tele menceritakan kisah Anda. Begitulah yang biasanya terjadi bila
orang memulai ceritanya dengan kalimat, “Untuk mempersingkat kata…”
Kalau sudah mendengar itu, bersiaplah mendengar kata-kata panjang.
Paparkan cerita Anda dengan singkat; semakin banyak orang dalam
kelompok Anda, hendaknya semakin singkat pula cerita Anda.
“Bicara berlebihan” bisa-bisa malah menghancurkan kesan yang
ingin diciptakan. Orang yang bagi orang lain dirasa terlalu banyak bicara
akan merusak citranya sendiri dari kehilangan kredibilitas. Mengulang-
ulang cerita yang sama kepada lawan bicar justru membuat audiens menilai
bahwa pembicara tidak memiliki bahn yang lain, yang pada akhirnya
membosankan. Bosan disebabkan lawan bicara telah mendengar informasi
yang sama.
8. Memancing Pendapat
Pertanyaan–pertanyaan yang dapat memancing pendapat sangat
efektif untuk memulai percakapan dalam lingkungan sosial atau untuk
memecahkan keheningan, misalnya:
15
“Apa tanggapanmu soal impor sapi yang dikorupsi?”
“Sayang sekali Presiden SBY selalu melempar isu kenaikan BBM”.
Pertanyaan tentang moral dan pandangan hidup sama efektifnya
dengan topik-topik yang disebutkan tadi. Pertanyaan yang baik adalah yang
mempunyai daya tarik bagi setiap orang, dan menembus batas-batas
generasi, pendidikan, maupun strata sosial.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pembicara adalah orang yang berbicara kepada orang banyak (umum).
Menjadi seorang pembicara membutuhkan kepercayaan diri yang besar untuk
dapat berbicara di depan orang banyak dengan baik, selain itu dapat
meningkatkan kemampuan berkomunikasi lisan dengan orang lain.
Pembicara yang baik memiliki beberapa kriteria yang dilihat dari dua
sisi, yaitu sisi pembicara dan sisi pendengar. Kedua sisi ini tidak dapat
dipisahkan, sebab dalam sebuah pembicaraan antara pembicara dan penyimak
terdapat hubungan interaksi. Pembicara yang baik adalah pembicara yang
dapat membangun komunikasi dengan baik, dan menciptakan suasana yang
dibutuhkan oleh lawan berbicara.
3.2 Saran
Penulis menyarankan kepada pembaca agar membacanya dengan teliti
makalah ini dan agar pembaca dapat mengetahui dengan jelas tentang prinsip
dasar dalam berbicara. Penyusun juga menyadari masih banyak kekurangan
dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, kami memohon masukkannya
untuk perbaikan kedepannya.
17
DAFTAR PUSTAKA
King, Larry. 2010. Seni Berbicara Kepada Siapa Saja, Kapan Saja, Dimana Saja.
Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Maggio, Rosalie. 2012. Sukses Berbicara dengan Siapa Saja. Jakarta. PT. Gramedia
18