Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

KETRAMPILAN BERBICARA:BERBICARA DALAM BERBAGAI


SITUASI

Disusun oleh:

Ika yasfika ( 229110059 )

Rayhan afriyani ( 229110086 )

Ifan fadly ( 229110103 )

Kiki irawan ( 229110067 )

M.ibnu sabil ( 229110077 )

DOSEN PENGAMPU : Dr.Fatmawati,S.Pd.,M,Pd.

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM RIAU

2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT. atas segala rahmat-Nya sehingga makalah
ini dapat tersusun sampai selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran
maupun materi.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

PEKANBARU,NOVEMBER 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................................2
DAFTAR ISI..................................................................................................................................................3
BAB I............................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...........................................................................................................................................4
A.LATAR BELAKANG.................................................................................................................................4
B.RUMUSAN MASALAH...........................................................................................................................4
C.TUJUAN................................................................................................................................................4
BAB II...........................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.............................................................................................................................................5
1.pengertian keterampilan berbicara......................................................................................................5
2.JENIS-JENIS KETERAMPILAN BERBICARA..............................................................................................6
Jenis Keterampilan Berbicara menurut Henry Tarigan........................................................................6
3.STRATEGI BERBICARA DALAM SITUASI FORMAL DAN NON FORMAL...................................................7
A.Berbicara formal...............................................................................................................................7
B.FAKTOR KEBAHASAAN......................................................................................................................7
C.FAKTOR NONKEBAHASAAN............................................................................................................11
Contoh-contoh berbicara formal...........................................................................................................14
A. Berbicara non formal.................................................................................................................15
KESIMPULAN.............................................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................................25

3
BAB I

PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Berbicara merupakan ketrampilan berbahasa yang bertujuan untuk
mengungkapkan ide, gagasan, serta perasaan secara lisan sebagai proses
komunikasi kepada orang lain. Dalam proses berbicara seseorang akan mengalami
proses berfikir untuk mengungkapkan ide dan gagasan secara luas. Proses
berbicara sangat terkait hubungannya dengan faktor pengembangan berfikir,
berdasarkan pengalaman yang mendasarinya. Pengalaman tersebut dapat
diperoleh melalui membaca, menyimak, pengamatan dan diskusi. Dalam
kesehariannya, orang membutuhkan lebih banyak waktu untuk melakukan
komunikasi. Bentuk komunikasi yang paling mendominasi dalam kehidupan sosial
adalah komunikasi lisan. Orang membutuhkan komunikasi dengan orang lain
dalam memberikan informasi, mendapatkan informasi, atau bahkan menghibur.

B.RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian keterampilan berbicara
2. Jenis-jenis keterampilan berbicara
3. Strategi berbicara dalam situasi formal dan non formal
4. Praktik terampil berbicara

C.TUJUAN
1. Dapat mengetahui pengertian berbicara
2. Dapat mengetahui jenis-jenis keterampilan berbicara
3. Dapat memahami strategi berbicara dalam situasi formal dan non
formal
4. Dapat memahami praktik terampil berbicara

D.MANFAAT PEMBAHASAN

Manfaat makalah ini adalah memberi pengetahuan tentang


keterampilan berbicara untuk penyusun dan pembacanya.
4
BAB II

PEMBAHASAN

1.pengertian keterampilan berbicara

Keterampilan berbicara adalah sebuah kemampuan berbahasa dalam


mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk
mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan ide, pikiran, pendapat, gagasan,
dan perasaan kepada orang lain sebagai mitra pembicara didasari oleh
kepercayaan diri, jujur, benar, dan bertanggung jawab dengan menghilangkan
masalah psikologis seperti malu, rendah diri, ketegangan, berat lidah, dan lain-
lain.Berbicara merupakan suatu proses penyampaian informasi,ide atau gagasan
dari pembicara kepada pendengar. Dalam penyampaian informasi,secara lisan
seorang pembicara harus mampu menyampaikannya dengan baik dan benar agar
informasi tersebut dapat diterima oleh pendengar. Untuk menjadi pembicara
baik, pembicara harus mampu menangkap informasi secara kritis dan efektif, hal
ini berkaitan dengan aktivitas menyimak. Apabila pembicara merupakan seorang
penyimak yang baik maka ia mampu menangkap informasi dengan baik.

Berikut definisi dan pengertian keterampilan berbicara dari beberapa sumber


buku: 

 Menurut Iskandarwassid (2010), keterampilan berbicara adalah


keterampilan memproduksi arus sistem bunyi artikulasi untuk
menyampaikan kehendak, kebutuhan perasaan, dan keinginan kepada
orang lain. Keterampilan ini juga didasari oleh kepercayaan diri untuk
berbicara secara wajar, jujur, benar, dan bertanggungjawab dengan
menghilangkan masalah psikologis seperti malu, rendah diri, ketegangan,
berat lidah, dan lain-lain. 
 Menurut Hermawan (2014), keterampilan berbicara adalah kemampuan
mengungkapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk
mengekspresikan pikiran berupa ide, pendapat, keinginan atau perasaan
kepada mitra pembicara. 
 Menurut Arsjad dan Mukti (1988), keterampilan berbicara adalah
kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau mengucapkan kata-
kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran,
5
gagasan, dan perasaan. Pendengar menerima informasi melalui rangkaian
nada, tekanan, dan penempatan persendian . 
 Menurut Utari dan Nababan (1993), keterampilan berbicara adalah
pengetahuan bentuk-bentuk bahasa dan makna-makna bahasa tersebut,
dan kemampuan untuk menggunakannya pada saat kapan dan kepada
siapa. Kemampuan berbicara yang baik adalah kecakapan seseorang dalam
menyampaikan sebuah informasi dengan bahasa yang baik, benar dan
menarik agar dapat dipahami pendengar.

2.JENIS-JENIS KETERAMPILAN BERBICARA

Jenis Keterampilan Berbicara menurut Henry Tarigan


1. Berbicara di depan orang banyak.

 Berbicara di dalam situasi-situasi yang bersifat informatif (informative


speaking, pewara/ MC).
 Berbicara dalam situasi-situasi yang bersifat kekeluargaan, persahabatan
(fellowship speaking).
 Berbicara dalam situasi-situasi rundingan dengan tenang dan hati-hati
(deliberate speaking).

2. Berbicara pada konferensi (conference speaking), sebagai contoh dalam diskusi


kelompok (group discussion), baik yang bersifat resmi (formal) seperti diskusi
panel, konferensi maupun yang bersifat tidak resmi (informal) seperti diskusi
kelompok belajar.

3. Debat. Debat adalah suatu keahlian untuk saling beradu mengungkapkan


pendapat dengan tujuan mencari tahu mana pendapat yang paling relevan.

6
3.STRATEGI BERBICARA DALAM SITUASI FORMAL DAN NON FORMAL
A.Berbicara formal

Berbicara formal adalah suatu kegiatan berkomunikasi yang berlangsung


secara resmi menggunakan bahasa yang baik dan benar sesuai dengan kaidah
bahasa di mana di dalamnya mengandung fungsi kata baku.

Berbicara formal dalam bahasa Indonesia dikelompokkan menjadi dua yaitu


monolog dan dialog. Berbicara monolog adalah berbicara satu arah, artinya dalam
kegiatan berbicara tersebut tidak terjadi interaksi antara pembicara dengan
pendengar. Kegiatan berbicara yang bersifat monolog; pidato/sambutan dan
memandu. Memandu dapat berupa memandu acara atau mewara dan memandu
wisatawan. Kegiatan berbicara yang bersifat dialog; wawancara dan diskusi.
Diskusi memiliki ragam antara lain seminar dan symposium.

Untuk memperoleh keterampilan berbicara formal diperlukan penguasaan


terhadap faktor-faktor yang menentukan keberhasilan berbicara. Faktor-faktor
tersebut adalah faktor kebahasaan dan nonkebahasaan.

B.FAKTOR KEBAHASAAN

Faktor kebahasaan adalah faktor yang berkaitan dengan unsur-unsur


kebahasaan. Penguasaan terhadap unsur-unsur kebahasaan dapat membuat
pembicaraan menjadi jelas, enak didengar, dan menarik. Unsur-unsur kebahasaan
yang dapat menunjang keefektifan berbicara yaitu, pengucapan fonem, intonasi,
pilihan kata, dan penerapan struktur kalimat.

 Pengucapan Fonem

Fonem dalam bahasa terdiri atas fonem vokal dan konsonan. Kesalahan dalam
pengucapan fonem baik vokal maupun konsonan akan mengganggu kelancaran
komunikasi antara pembicara dan pendengar. Artinya, kesalahan pengucapan
fonem dapat membuat pendengar salah menafsirkan isi pembicaraan. Sebagai
contoh perhatikan ujaran berikut ini.

”Mereka memang bukan dari keluarga mampu, tetapi mereka adalah orang-orang
yang memiliki semangat hidup yang tinggi. Pernah beberapa kali pindah tempat

7
tinggal, pada tahun tujuh puluhan mereka di Serang [sarang], sekarang mereka
menjadi orang-orang berhasil dan tinggal di pemukiman orang-orang berkelas.”

Perhatikan kalimat kedua; Pernah beberapa kali pindah tempat tinggal, pada


tahun tujuh puluhan mereka di Serang [sarang].  Kesalahan pelafalan/pengucapan
fonem /e/ menjadi [a] akan mengganggu komunikasi bahkan kesalahan
penafsiran. Bisa saja pendengar menjadi bingung, misalnya pendengar berpikir
”Kok diserang, siapa yang menyerang, mereka kan orang baik-baik.”

Demikian Saudara jika pembicara membuat kesalahan dalam melafalkan fonem,


baik vokal maupun konsonan. Pendengar tidak saja akan menjadi bingung,
mungkin juga akan terjadi hal lebih tidak menyenangkan.

 Penerapan Intonasi

Intonasi adalah unsur bahasa yang tergolong ke dalam suprasegmental, yaitu


unsur bahasa yang dapat membedakan makna yang disebabkan oleh tinggi
rendah, tekanan, dan jeda atau persendian. Perhatikan contoh perapan
persendian atau jeda pada ujaran berikut ini. Ujaran ini diucapkan pembicara
yang sedang memberi penjelasan kepada guru-guru senior tentang bagaimana
meningkatkan kualitas pembelajaran.

”Seorang guru baru/dikatakan profesional jika mampu memperlihatkan


pembelajaran yang berkualitas. Kualitas pembelajaran baru/dapat diperoleh
dengan cara guru selalu mau belajar untuk mengetahui/ perubahan-perubahan
yang ada dalam dunia pendidikan”.

Mendengar ujaran ini, para guru (senior) pasti akan bingung, kepada siapa
sebenarnya ujaran ini ditujukan, karena yang hadir pada saat itu tidak ada guru
baru. Demikian pula halnya dengan kalimat 2, kualitas pembelajaran baru itu
seperti apa?

Jika ujaran tersebut diperbaiki, orang yang mendengarkan akan menjadi lebih
mengerti. Berikut perbaikan penerapan jeda pada kalimat tersebut.

”Seorang guru/baru dikatakan profesional jika mampu memperlihatkan


pembelajaran yang berkualitas. Kualitas pembelajaran/baru dapat di- peroleh
dengan cara guru selalu mau belajar/untuk mengetahui perubahan-perubahan
yang ada dalam dunia pendidikan”.

8
Iya, persendian atau jeda, atau perhentian sejenak sangat berpengaruh terhadap
makna sebuah kalimat. Penerapan persendian yang salah akan berakibat seperti
contoh di atas. Penguasaan terhadap intonasi tidak hanya terletak pada aspek
persendian, kesalahan penerapan penekanan dan aspek intonasi lain juga akan
berakibat sama, yaitu gangguan atau kekeliruan komunikasi.

 Pilihan Kata

Keterampilan memilih dan menentukan kata yang akan digunakan dalam


kegiatan berbicara sangat penting bagi pembicara. Sama halnya dengan
penguasaan terhadap pelafalan fonem dan penerapan intonasi, pilihan kata yang
salah ketika melakukan kegiatan berbicara pun akan menimbulkan dampak yang
sama yaitu, gangguan atau kekeliruan komunikasi. Perhatikan contoh berikut ini.

”Bapak-bapak dan Ibu-ibu, masalah keluarga selalu ada di setiap rumah tangga.
Suami dan istri harus selalu saling menghormati dan tenggang rasa. Artinya,
seorang istri harus memahami bagaimana kerjanya seorang suami dalam mencari
nafkah? Suami pun harus bisa mengerti bagaimana lelahnya ketika istri dalam
kandungan. Oleh sebab itu, suami dan istri harus selalu bekerja sama dan saling
membantu”

Bagaimana Saudara, Anda dapat menangkap kekeliruan pilihan kata pada ujaran
di atas? Pada bagian manakah letak kesalahan pilihan kata tersebut? Bagus,
kesalahan pilihan kata terletak pada kalimat ketiga dan keempat. Mari kita lihat
bersama-sama.

Artinya, seorang istri harus memahami bagaimana kerjanya seorang suami dalam
mencari nafkah?

Kata apa yang salah penggunaannya pada kalimat tersebut? Iya, penggunaan kata
’kerja’ pada kalimat tersebut tidak tepat, karena kata tanya bagaimana berarti
menanyakan kerja, bukan menanyakan suami. Berikutnya kita lihat kalimat
keempat.

Suami pun harus bisa mengerti bagaimana lelahnya ketika istri dalam kandungan.

Kata ’dalam kandungan’ sangat tidak tepat, bagaimana mungkin ada istri di dalam
kandungan. Kata apakah yang tepat untuk mengganti kata-kata tersebut.
Perhatikan perbaikan ujaran tersebut.

9
”Bapak-bapak dan Ibu-ibu, masalah keluarga selalu ada di setiap rumah tangga.
Suami dan istri harus selalu saling menghormati dan tenggang rasa. Artinya,
seorang istri harus memahami bagaimana lelahnya  seorang suami dalam mencari
nafkah? Suami pun harus bisa mengerti bagaimana lelahnya ketika istri sedang
mengandung. Oleh sebab itu, suami dan istri harus selalu bekerja sama dan saling
membantu”

 Penerapan Struktur Kalimat

Struktur kalimat berkaitan dengan susunan kata-kata yang sesuai dengan


fungsi kata dalam kalimat. Kalimat yang tidak jelas salah satu fungsinya akan
mengganggu kelancaran komunikasi. Perhatikan ujaran berikut ini.

”Dalam rapat yang dihadiri oleh semua anggota DPR itu membahas masalah
Nanggroe Aceh Darussalam.”

Apakah Anda dapat melihat kejanggalan ujaran di atas? Mari kita lihat konstituen-
konstituen kalimat tersebut.

Dalam rapat yang dihadiri oleh semua anggota DPR  = keterangan

membahas = predikat

masalah Nanggroe Aceh Darussalam = objek

Pertanyaannya, siapa yang membahas masalah dalam rapat itu? Artinya kalimat
tersebut tidak memiliki subjek. Saudara, kalimat yang tidak jelas seperti contoh di
atas memiliki dampak yang sama dengan kelemahan terhadap faktor-faktor
kebahasaan sebelum ini (pelafalan fonem, penerapan intonasi, pilihan kata) yaitu
kebingungan dan kekeliruan informasi. Lalu bagaimana struktur kalimat yang
benar untuk ujaran di atas? Berikut ini perbaikannya.

a. ”Rapat yang dihadiri oleh semua anggota DPR itu membahas masalah


Nanggroe Aceh Darussalam.” atau
b. ”Dalam rapat yang dihadiri oleh semua anggota DPR itu dibahas masalah
Nanggroe Aceh Darussalam.”

10
C.FAKTOR NONKEBAHASAAN

Faktor nonkebahasaan adalah faktor-faktor di luar unsur kebahasaan yang turut


mendukung keberlangsungan kegiatan berbicara. Maidar Arsjad dan Mukti U.S.
(mengemukakan sembilan faktor yang dapat dikategorikan sebagai faktor-faktor
nonkenahasaan, yaitu keberanian, kelancaran, kenyaringan suara, pandangan,
gerak-gerik, penalaran, dan sikap yang wajar.

 Keberanian

Keberanian dalam kegiatan berbicara tidak hanya dibutuhkan untuk mengatasi


demam panggung. Keberanian di sini menyangkut keberanian dalam
mengemukakan pendapat dan keberpihakan terhadap gagasan yang diyakini
kebenarannya. Pendapat yang harus dikemukakan kadang-kadang bersifat
kontroversial. Tidak banyak pembicara yang berani mengemukakan pendapat
seperti ini. Mereka lebih cenderung mencari aman, lebih-lebih jika pendapat
tersebut menyangkut dengan kepentingan pihak yang sedang berkuasa.

 Kelancaran

Kelancaran berbicara sangat ditunjang oleh penguasaan materi yang baik.


Kurangnya menguasai materi akan menyebabkan kebingungan menentukan kata
dan kalimat apa yang harus diungkapkan, sehingga kalimat- kalimat yang keluar
banyak diselingi bunyi-bunyi yang tidak bermakna.

Nurgiantoro (1988: 261) mengungkapkan beberapa hal yang menunjukkan


ketidaklancaran berbicara, yaitu:

a. pembicaraan selalu terhenti dan terputus-putus;


b. pembicaraan sangat lambat;
c. pembicaraan sering tampak ragu, dan kalimat yang diucapkan tidak
lengkap;
d. pengelompokan kata kadang-kadang tidak tepat;
e. masih terdengar bunyi-bunyi yang tidak bermakna.

 Kenyaringan Suara

11
Penjelasan yang dikemukakan harus juga ditunjang oleh suara yang nyaring dan
jelas. Kenyaringan di sini tidak berarti keras, tetapi didasarkan kepada apakah
orang yang paling jauh dari pembicara dapat mendengar dengan jelas suara
pembicara. Oleh karena itu, suara yang dikeluarkan tidak harus keras, tetapi
secara efektif suara yang dikeluarkan dapat didengar jelas.

 Pandangan Mata

Pandangan mata sebaiknya diarahkan ke lawan bicara. Jika pembicaraan ini


dilakukan dengan melibat pendengar banyak (misalnya seminar, pidato,
ceramah), pandangan mata hendaknya secara teratur dan proporsional diarahkan
ke segala arah.

Kadang-kadang seorang pembicara hanya mengarahkan pandangan hanya ke satu


arah, bahkan ada juga yang menunduk atau menengadah. Arah pandangan mata
seperti ini tentunya tidak mendukung keefektifan berbicara, sementara kontak
mata dengan pendengar sangat mendukung hubungan psikologis antara
pembicara dengan pendengar.

 Gerak-gerik dan Mimik

Gerakan tubuh dan mimik wajah sangat diperlukan dalam menunjang


keefektifan berbicara. Gerakan tubuh dan mimik ini digunakan dengan tujuan
mendukung dan memperjelas penjelasan verbalisme. Jangan juga gerak dan
mimik ini dilakukan secara berlebihan, karena hal ini akan mengundang perhatian
pendengar terfokus pada gerak dan mimik pembicara.

Tidak sedikit pembicara melakukan gerak-gerakan tubuh yang tidak terkontrol,


misalnya secara tidak disadari seorang pembicara mempunyai kebiasaan
mengibas-ngibas rambut, memegang ujung baju atau kancing baju, atau memain-
mainkan tangan. Jika tidak cepat disadari dan segera diatasi, gerakan-gerakan
seperti ini akan mengganggu keefektifan berbicara.

 Penalaran

Penalaran juga cukup menunjang efektivitas berbicara. Materi yang


diungkapkan harus ditunjang data-data atau argumen-argumen yang masuk akal.
Begitu pun susunan kalimat yang diungkapkan harus logis. Jangan sekali-kali

12
mengungkapkan fakta yang tidak jelas sumbernya. Bila perlu setiap argumen yang
dikemukakan disebutkan sumbernya yang autentik.

Ketidaknalaran sebuah pembicaraan dapat terjadi pada kalimat-kalimat yang


digunakan sebagai media penyampaian gagasan tidak logis. Selain itu,
ketidaknalaran dapat juga terjadi pada materi gagasan yang disampaikan.
Misalnya, pembicara banyak menggunakan fakta-fakta yang tidak dapat diterima
akal sehat.

 Sikap yang Wajar

Pembicara sebaiknya menampilkan sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku.
Ketenangan sikap yang ditampilkan pada awal pembicaraan menjadi modal
berharga dalam membangun penampilan selanjutnya. Hal ini tentunya
dipengaruhi oleh situasi, khalayak, dan penguasaan materi pembicaraan. Dalam
situasi tertentu, adakalanya seorang pembicara diharuskan berpenampilan lain
dari kebiasaannya. Hal ini dapat saja dilakukan selama penampilan tersebut tidak
mengganggu keefektifan berbicara.

Dalam menyikapi sebuah fenomena yang menjadi materi pembicaraan, seorang


pembicara kadang-kadang harus menentukan sikap yang tepat. Sikap ini
hendaknya tidak dibuat-buat, tetapi harus menunjukkan sikap yang merupakan
respon yang wajar dari fenomena tersebut.

13
Contoh-contoh berbicara formal
 Diskusi

Istilah diskusi cukup dikenal, terutama di kalangan kaum terdidik. Bagi


kalangan kampus, diskusi sudah merupakan kegiatan yang dianggap lazim.
Diskusi diartikan sebagai pertemuan ilmiah untuk bertukar pikiran
mengenai suatu masalah. Diskusi kelompok biasanya ditandai dengan lebih
terbatasnya jumlah peserta, tingkat keformalannya kurang menonjol.
Diskusi panel biasanya menghadirkan beberapa pembicara kunci atau para
penyaji materi, kemudian diikuti audiens. Dalam diskusi panel yang banyak
berperan adalah para panelis (para penyaji atau pembicara), audiens
memang diberi kesempatan memberikan pendapat atau tanggapan, tetapi
jatahnya lebih sedikit.

 Ceramah

Ceramah adalah penyampaian informasi secara lisan di depan umum. Menurut


Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ceramah ialah pidato oleh seseorang di
hadapan banyak pendengar, mengenai suatu hal, pengetahuan, dan sebagainya

 Pidato

Pidato adalah sebuah kegiatan berbicara di depan umum atau berorasi untuk
menyatakan pendapatnya, atau memberikan gambaran tentang suatu hal.

 Wawancara

Wawancara merupakan kegiatan tanya jawab dengan seseorang yang diperlukan


untuk dimintai keterangan atau pendapatnya mengenai suatu hal untuk dimuat
dalam surat kabar, disiarkan melalui radio atau ditayangkan pada layar televisi.
Istilah wawancara sudah tidak asing lagi di kalangan masyarakat. Wawancara

14
mirip dengan dialog. Namun, wawancara cenderung lebih mengaktifkan orang
yang diwawancarai. Orang yang diwawancarai tentu amat beragam, bisa ia
merupakan seorang ahli atau nara sumber, juga bisa sebagai anggota masyarakat
biasa.

A. Berbicara non formal

berbicara nonformal, yaitu kegiatan berbicara yang tidak terlalu terikat pada
aturan-aturan, kadang-kadang berlangsung secara spontan dan tanpa
perencanaan Dalam hal ini, yang diutamakan adalah komunikatif, yaitu pendengar
dapat memahami pesan dengan jelas seperti yang dimaksud pembicara.

Jika berbicara formal dibatasi ruang dan waktu, situasi dalam berbicara
nonformal tidak terbatas ruang dan waktu. Di mana pun kegiatan berbicara dapat
dilangsungkan tanpa harus ada persiapan sebelumnya. Misalnya, seseorang
bertemu dengan temannya di sebuah pasar swalayan. Pertemuan tersebut boleh
jadi tidak direncanakan sebelumnya. Walaupun tidak direncanakan sebelumnya,
pertemuan tersebut telah memunculkan kegiatan berbicara. Begitu pun
waktunya, juga tidak direncanakan sebelumnya. Selain itu, jangka waktu yang
digunakan untuk mengadakan pembicaraan tersebut juga tidak ditentukan.
Mungkin bisa sebentar, lama, bahkan dapat saja melebihi waktu yang digunakan
untuk melakukan kegiatan berbicara formal.

 Contoh berbicara non formal

1. bertukar pikiran,

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti bertukar pikiran adalah
berubah pendapat (keyakinan dan sebagainya). Arti lainnya dari bertukar
pikiran adalah berbahas (saling mengutarakan pendapat)

2. percakapan,

15
Percakapan merupakan bentuk komunikasi verbal baik antara dua orang
atau lebih

3. bertelepon

 bertelepon adalah berbicara dengan perantaraan pesawat telepon.

 Praktik terampil berbicara

1. Berdislog

Berdislog dapat disrtikan sebagai pertukaran pikiran atau pendapat


mengenai suatu topik tertentu antara dua orang atau lebih disebut dislog. Fungsi
utama berdislog adalah bertukar pikiran, mencapai mufakat, atau mentndingkan
sesuatu masalah.

Dislog dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk seperti bertelepon,


bercakap-cakap. tanya jawab, wawancara, diskusi, musywarah, debat, dan
symposium. Dislog dapat terjadi kapan, di mana, dan tentang apa saja. Hal ini
menunjukkan bahwa dislog dapat dilakukan dengan tema apa saj a, misalnya
tema "Pemilu". Ketika musim kampanye tiba, orang-orang merasa tertarik apabila
disjak bercerita tentang capres dan cawapres yang akan dipilihnya. Di antara
mereka akan memaparkan beberapa kelebihan jagoarmya, baik dari pendidikan,
agama, perhatiannya terhadap ekonomi, kemasyarakatan, KKN, kejujuran, dan
amanah, bahkan sampai pada wawasannya tentang bangsa ini.

Dislog dapat dilakukan dilakukan di berbagai tempat. Tempat-tempat yang


bissa terjadi interaksi dislog, misalnya di rumah, pasar, jalan raya, kantor, sekolah,
rumah sakit, dan tempat-tempat umum lainnya.

Hal-hal yang perlu mendapat perhatian ketika berdislog adalah

(1) bagaimana seseorang menarik perhatian.

(2) bagaimana cara mulai dan memprakarsai suatu percakapan.

(3) bagimana menyela, mengoreksi, memperbaiki, dan mencari kejelasan

16
(4) bagaimana mengakhiri suatu percakapan.

Bahasa dalam dislog bissanya pendek-pendek. Namun demikisn,


pembicaraan dapat dipahami sebab disertai mimik yang mendukung. Ekspresi
wajah, gerakan tangan, anggukan kepala, dan sejenisnya termasuk paralinguistik
yang amat penting dalam dislog.

2. Menyampaikan Pengumuman

Menyampaikan pengumuman berarti menyampaikan sesuatu hal yang


perlu diketahui oleh khalayak ramai. Kegiatan ini dapat diwujudkan dalam bentuk
pidato.

Ciri-ciri yang harus diperhatikan dalam membaca pengumuman di


antaranya yaitu volume suara harus lebih keras, intonasi yang tepat, dan gaya
penampilan yang menarik.

3. Debat

Proses komunikasi untuk menyampaikan argumentasi karena harus


mempertahankan pendapat disebut debat. Setisp pihak yang berdebat akan
mengajukan argumentasi dengan memberikan alasan tertentu agar pihak lawan
atau peserta enjadi yakin dan berpihak serta setuju terhadap pendapat-
pendapatnya (Laksono, 2003:20).

Sebelum berdebat, peserta debat harus mempersispkan penyusunan


materi dan argumentasi dengan referensi yang memadai. Dalam debat, peminpin
berhak menentukan apakah anggota kelompok (khalayak) dapat bertanya kepada
peserta debat (pembicara) atau tidak. Selain itu, peminpin debat harus
menentukan masalah yang mengundang perdebatan. Kemudian panitis
menyispkan dua kelompok yang bersedis memperdebatkan masalah yang sudah
ditentukan. Kelompok A adalah kelompok yang menyetujui masalah sedangkan
kelompok B adalah kelompok yang tidak menyetujui masalah itu.

Kisyani Laksono (2003:21-22) menjelaskan bahwa tata cara debat adalah berikut
ini:

(1) pembicara 1 dari kelompok A diberi kesempatan ± 4 menit untuk mengaj


ukan pendapat dan alasannya menyetujui hal itu,

17
(2) pembicara ldari kelompok B diberi kesempatan selama + 4 menit untuk
mengutarakan pendirisnnya yang menolak masalah yang diperdebatkan,

(3) pembicara 2 dari kelompok A diberi kesempatan ± 4 menit untuk menambah


alasan-alasan mengenai pendirisn kelompoknya,

(4) pembicara 1dari kelompok B diberi kesempatan selama ± 4 menit untuk


memperjelas dan menambah alasan-alasan yang menolak masalah yang
diperdebatkan,

(5) pembicara 1 dari kelompok B diberi kesempatan untuk menanggapi pendapat


kelompok A. Sifat pembicaraannya menangkis apa yang diutarakan kelompok A.
Kelemahan-kelemahan dan alasan kelompok A diserang, sementara itu pembicara
akan lebih menunjukkan alasan¬alasan yang menolak masalah yang
diperdebatkan. Kelompok penyanggah (B) yang diwakili pembicara ! ini harus
benisaha mempengaruhi khalayak supaya berpihak pada kelompoknya.
Kesempatan yang diberikan kepada pembicara 1 dari kelompok B ini ± 4 menit,

(6) pembicara 1 dari kelompok A diberi kesempatan untuk menangkis alasan-


alasan yangyang diutarakan kelompok B dengan alasan-alasan dan bukti yang
kuat. Waktu yang diberikan kepada pembicara 1 dari kelompok A ini ± 4 menit,

(7) Kesempatan + 4 menit terakhir bagi pembicara 2 dari kelompok B digunakan


untuk membuat simpulan dan sekaligus menolak serta menandaskan alasan-
alasan kelompoknya,

(8) Kesempatan ± 4 menit terakhir bagi pembicara 2 dari kelompok A digunakan


untuk menangkis, menambah alasan, menunjukkan kelemahan lawan, membuat
simpulan dan menunjukkan bahwa pendirisn kelompoknya adalah benar.

4. Bercerita

Selain itu, manfaat bercerita di antaranya yaitu (1) memberikan hiburan, (2)
mengajarkan kebenaran, dan (3) memberikan keteladanan.

Seorang pendongeng dapat berhasil dengan baik apabila is dapat menghidupkan


cerita. Artinya dalam hal ini pendongeng harus dapat membangkitkan daya
imajinasi anak. Untuk itu, bissanya pendongeng mempersispkan diri dengan cara:

18
a. Memahami pendengar (audiens),

b. Menguasai materi cerita,

c. Menguasai olah suara,

d. Menguasai berbagai maacam karakter

e. Luwes dalam berolah tubuh, dan

f. Menjaga daya tahan tubuh.

Persyaratan yang perlu diperhatikan di antaranya (1) penguasaan dan


penghayatan cerita, (2) penyelarasan dengan situasi dan kondisi. (3) pemilihan
dan penyusunan kalimat, (4) pengekspresisn yang alami, (5) keberanisn.

5. Bermusyawarah

Musyawarah mengandung arti perundingan yaitu membicarakan sesuatu


supaya mencapai kata sepakat. Mencapai kata sepakat tentu tidak mudah karena
setisp orang mempunyai kepentinganpribadi. Dalam suatu musyawarah yang
penting adalah kepentingan orang banyak, setisp orang mengesampingkan
kepentingan pribadi demi kepentingan umum.

Dalam suatu musyawarah dipimpin oleh seorang pimpinan musyawarah


yang lazim disebut pimpinan sidang. Pimpinan sidang berhak membuat tata tertib
musyawarah dan tata tertib pelaksanaan. Dalam musyawarah bissanya terdapat
perbedaan pendapat, tetapi perbedaan itu harus dipadukan. Bila tidak maka bissa
dismbil voting (suara terbanyak). Itulah hal yang istimewa dari musyawarah yang
berbeda dengan diskusi. Dalam musyawarah selalu ada kesimpulan.

6. Diskusi

Nio (dalam Haryadi, 1981:68) mengatakan diskusi islah proses penglibatan


dua orang atau lebih individu yang berinteraksi secara verbal dan tatap muka,
mengenai tujuan yang sudah tentu melalui tukar-menukar informasi untuk
memecahkan masalah. Sementara itu lagi Brilhart (dalam Haryadi, 1997:68)
menjelaskan diskusi adalah bentuk tukar pikiran secara teratur dan terarah dalam
19
kelompok besar atau kelompok kecil dengan tujuan untuk pengertisn, kesepatan,
dan keputusan bersama mengenai suatu masalah. Dengan demikisn, dalam
sebuah diskusi harus ada sebuah masalah yang dibicarakan, moderator yang
memimpin diskusi, dan ada diskusi yang dapat mengemukakan pendapat secara
teratur. Dan kedua batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa esensi diskusi
adalah (1) partisipan lebih dan seorang, (2) dilaksanakan dengan bertatap muka,
(3) menggunakan bahasa lisan, (4) bertujuan untuk mendapatkan kesepatan
bersama, (5) dilakukan dengan cara bertukar informasi dan tanya jawab.

Hal-hal yang perlu dijalin dalam berdiskusi menurut Dipodjoyo dalam


Haryadi (1997: 69) yaitu sikap koperatif, semangat berintersaksi, kesadaran
berkelompok, bahasa sebagai alat berkomunikasi, dan kemampuan memahami
persoalan. Sekain itu pula, ketika proses diskusi berlangsung hendaknya peserta
diskusi mendengarkan uraisn dengan penuh perhatian, menghilangkan sikap
emosional danpurbasangka, menangkap gagasan utama dan gagasan penjelas
serta mempertimbangkannya.

Proses dan kesimpulan diskusi dilaksanakan berdasarkan alasan yang


masuk akal. Dengan kata lain persetujuan diskusi akan lebih baik apabila diikuti
dengan argumen. Sanggahan yang mencemoohkan, kiranya patut dihindari. Selain
itu hasil diskusi itu harus didasarkan pada objektivitas dan kemaslahatan
bersama. Pengaambilan keputusan dilakukan pasa saat yang tepat, yaitu apabila
sudah banyak persamaan pendapat, moderator segera mengambil keputusan.
Diskusi akan berlarut-larut apabila moderator terlambat menyimpulkan hasil.

7. Pidato

Komunikasi lisan, khususnya pidato dapat dilakukan dengan cara impromtu,


menghapal, metode naskah, dan ekstemporan. Selain itu. ketika menyusun pidato
perlu diperhatikan:

a. Pengumpulanbahan;

b. Garis besar pidato;

c. Uraisn secara detail.

Pidato yang baik memerlukan latihan. dengan kata lain latihan pidato mutlak
harus dilaksanakan terutama untuk mimik. nada bicara, intonasi dan waktu. Hal

20
ini untuk memperoleh hasil yang baik. B issanya pidato bertujuan untuk
mendorong. meyakinkan, memberitahukan, dan menyenangkan.

Sebelum mengadakan pidato. hal yang perlu diperhatikan adalah menganalisis


pendengar:

a. Jumlah pendengar;

b. Tujuan mereka berkumpul;

c. Adat kebissaan mereka;

d. Acara lain;

e. Tempat berpidato;

f. Usis pendengar;

g. Tingkat pendidikan pendengar;

h. Keterikatan hubungan batin dengan pendengar; dan

i. Bahasa yang bissa digunakan.

Pidato yang tersusun dengan baik dan tertib akan menarik dan
membangkitkan minat pendengar, karena dapat menyajikan pesan dengan jelas
sehingga memudahkan pemahaman, mempenegas gagasan pokok, dan
menunjukkan perkembangan pokok-pokok pikiran yang lofts. Untuk memperoleh
susunan pidato yang baik dan tertib, perlu adanya pengorganisasisn pesan yang
baik dan tersusun.

Untuk mencapai kejelasan dalam memilih kata-kata tersebut haruslah


diperhatikan hal-hal berikut:

1) Gunakanlah kata yang spesifik, maksudnya janganlah menggunakan kata-


kata yang terlalu urnum artinya, sehingga mengundang bermacam-macam
penafsiran;

2) Gunakanlah kata-kata yang sederhana, maksudnya kata-kata yang mudah


dipahami dengan cepat

21
3) Hindarilah istilah-istilahteknis, maksudnya janganlah menggunakan istilah-
istilah yang sekiranya tidak dapat dipahami pendengar pada umumnya;

4) berhematlah dalam menggunakan kata-kata, maksudnya membiasakan


berbicara dengan menggunakan kalimat efektif;

5) Gunakanlah perulangan atau pernyataan kembali gagasan-gagasan yang sama


dengan kata¬- kata yang berbeda, maksudnya ialah memberikan tekanan
terhadap gagasan utama untuk memperjelas kembali.

Terakhir, hal yang perlu diperhatikan yaitu cara membuka dan menutup
pidato. Pedoman untuk membuka pidato yang baik supaya pokok pembicaraan
mendapat perhatian pendengar sebaik-baiknya yaitu dengan cara:

a) Langsung menyebutkan pokok persoalan;

b) Melukiskan latar belakang masalah;

c) Menghubungkan dengan peristiwa mutakhir atau kejadisn yang tengah


menjadi pusat perhatian khalayak;

d) Menghubungkan dengan peristiwa yang sedang diperingati;

e) Menghubungkan dengan tempat komunikator berpidato;

f) Menghubungkan dengan suasana emosi yang tengah meliputi khalayak;

g) Menghubungkan dengan kejadisn sejarah yang terjadi masa lalu;

h) Menghubungkan dengan kepentingan vital pendengar;

i) Memberikan puj isn kepada khalayak atas prestasi mereka;

j) Memulai dengan pertanyaan yang mengejutkan;

k) Mengajukan pertanyaan provokatif atau serentetan pertanyaan;

l) Menyatakan kutipan;

m) Menceritakan pengalaman pribadi;

22
n) Mengisahkan cerita faktual, fiktif, atau situasi hipotesis;

o) Menyatakan teori atau prinsip-prinsip yang diskui kebenarannya;

p) Membuat humor.

Dalam membuka pidato, kita tinggal memilih satu di antara cara-cara


tersebut di atas sesuai dengan jumlah waktu yang tersedis, topik, tujuan, situasi,
dan pendengar itu sendiri.

Adapun cara menutup pidato, sebagai berikut:

a) Menyimpulkan atau mengemukakan ikhtisar pembicaraan;

b) Menyatakan kembali gagasan utama dengan kalimat dan kata yang berbeda;

c) Mendorong khalayak untuk bertindak;

d) Mengakhiri dengan klimaks;

e) Mengatakan kutipanal-quran, sajak, peribahasa, atau ucapan para ahli;

f) Menceritakan tokoh yang berupa ilustrasi dari tema pembicaran;

g) Menerangkan maksud sebenarnya pribadi pembicara:

h) Menguji dan menghargai khalayak, dan membuat pernyataan yang humoris


atau anekdot lucu.

Cara membuka dan menutup pidato di atas bukanlah cara yang mutlak
dilaksanakan oleh pembicara, melainkan hal ini dapat berubah-ubah sesuai
dengan kemampuan pembicara dalam mengatur strategi membuka dan menutup
pidato berdasarkan variasi dan kreativitas

23
KESIMPULAN

24
DAFTAR PUSTAKA

25

Anda mungkin juga menyukai