Anda di halaman 1dari 27

MODUL 3

Keterampilan Berbicara
K E g i A t A n B EL A J A R 1

Keterampilan Berbicara Permulaan


A. PENGERTIAN

Para pakar mendefinisikan kemampuan berbicara secara berbeda-beda.


Tarigan (1991:15) mengemukakan bahwa keterampilan berbicara adalah
kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk
mengekspresikan, mengatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan
perasaan. Pendengar menerima informasi melalui rangkaian nada, tekanan,
dan penempatan persendian. Jika komunikasi berlangsung secara tatap muka
ditambah lagi dengan gerak tangan dan air muka (mimik) pembicara.
Sejalan dengan pendapat di atas, Djago Tarigan (1990:149) menyatakan
bahwa berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa
lisan. Kaitan antara pesan dan bahasa lisan sebagai media penyampaian
sangat berat. Pesan yang diterima oleh pendengar tidaklah dalam wujud asli,
tetapi dalam bentuk lain, yakni bunyi bahasa. Pendengar kemudian mencoba
mengalihkan pesan dalam bentuk bunyi bahasa itu menjadi bentuk semula.
Arsjad dan Mukti (1993:23) mengemukakan pula bahwa kemampuan
berbicara adalah kemampuan mengucapkan kalimat-kalimat untuk
mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan
perasaan.
Beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa berbicara itu lebih
daripada sekadar mengucapkan bunyi-bunyi atau kata-kata saja, melainkan
suatu alat untuk mengomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan pendengar atau
penyimak. Untuk kepentingan pembelajaran kelas rendah SD, berbicara
permulaan dimaknai sebagai kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi atau
kata-kata saja.

B. TUJUAN

Tujuan utama dari berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat


menyampaikan pikiran secara efektif maka seyogianyalah pembicara
memahami makna segala sesuatu yang ingin disampaikan, pembicara harus
mengevaluasi efek komunikasinya terhadap para pendengarnya.

Tujuan umum berbicara menurut Djago Tarigan (1990:149) terdapat


lima golongan berikut ini.
1. Menghibur
Berbicara untuk menghibur berarti pembicara menarik perhatian
pendengar dengan berbagai cara, seperti humor, spontanitas,
menggairahkan, kisah-kisah jenaka, petualangan, dan sebagainya untuk
menimbulkan suasana gembira pada pendengarnya.
2. Menginformasikan
Berbicara untuk tujuan menginformasikan, untuk melaporkan,
dilaksanakan bila seseorang ingin: (a) menjelaskan suatu proses; (b)
menguraikan, menafsirkan, atau menginterpretasikan sesuatu hal; (c)
memberi, menyebarkan, atau menanamkan pengetahuan; (d)
menjelaskan kaitan.
3. Menstimulasi
Berbicara untuk menstimulasi pendengar jauh lebih kompleks dari tujuan
berbicara lainnya, sebab berbicara itu harus pintar merayu,
mempengaruhi, atau meyakinkan pendengarnya. Ini dapat tercapai jika
pembicara benar-benar mengetahui kemauan, minat, inspirasi,
kebutuhan, dan cita-cita pendengarnya.
4. Menggerakkan
Dalam berbicara untuk menggerakkan diperlukan pembicara yang
berwibawa, panutan atau tokoh idola masyarakat. Melalui kepintarannya
dalam berbicara, kecakapan memanfaatkan situasi, ditambah
penguasaannya terhadap ilmu jiwa massa, pembicara dapat
menggerakkan pendengarnya.
C. FUNGSI

Anak-anak SD belum mahir mengemukakan pendapat. Untuk itu


pembelajaran berbicara permulaan bagi mereka sangat penting. Kemampuan
berbicara permulaan berfungsi untuk:
1. mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi;
2. menggambarkan sesuatu baik benda, tempat, orang ataupun suasana;
3. menjelaskan prosedur secara sistematis;
4. memerankan tokoh, cerita, dan deklamasi;
5. menceritakan pengalaman, menanggapi, dan menyarankan; serta
6. melakukan komunikasi melalui elektronik.

D. JENIS-JENIS BERBICARA PERMULAAN

Sebelum sampai pada jenis membaca permulaan, berikut ini dipaparkan


dulu jenis berbicara secara umum.

1. Berbicara Berdasarkan Tujuan


a) Berbicara untuk memberitahukan, melaporkan, dan menginfor-
masikan.
Berbicara termasuk bagian ini untuk bertujuan memberitahukan,
melaporkan, dan menginformasikan dilakukan jika seseorang
menjelaskan sesuatu proses, menguraikan, menafsirkan sesuatu,
menyebarkan, menanamkan sesuatu, dan sebagainya.
b) Bicara untuk membujuk, mengajak, meyakinkan.
Yang termasuk dalam hal ini, jika pembicara berusaha
membangkitkan inspirasi, kemauan atau meminta pendengarnya
melakukan sesuatu. Misalnya, guru membangkitkan semangat dan
gairah belajar siswanya melalui nasihat-nasihat.
c) Dalam kegiatan yang masuk bagian ini si pembicara harus pintar
merayu mempengaruhi, dan meyakinkan pendengarnya. Oleh karena
itu, ada sebagian pandangan yang mengatakan orang pintar merayu
memiliki talenta dan retorika yang memikat. Orang-orang yang
pintar merayu dan meyakinkan bisa membuat sikap pendengar dapat
diubah, dari menolak menjadi menerima. Bukti, fakta, atau contoh
yang tepat yang disodorkan dalam pembicaraan akan membuat
pendengar menjadi yakin.
d) Bicara untuk menghibur.
Bicara untuk menghibur memerlukan kemampuan menarik
perhatian pendengar. Suasana pembicaraan bersifat santai dan penuh
canda. Humor dan segar, baik dalam gerak, cara bicara dan
menggunakan kalimat memikat pendengar. Berbicara menghibur
biasanya dilakukan pelawak dalam suatu pentas. Pada waktu dahulu
para pendongeng adalah orang-orang yang pintar berbicara
menghibur melalui cerita yang disampaikannya.

2. Berbicara berdasarkan situasinya


a) Berbicara formal.
Dalam situasi formal, pembicara dituntut harus berbicara formal.
Misalnya, ceramah, wawancara, mengajar untuk para guru.
b) Berbicara informal
Dalam situasi informal, pembicara bisa berbicara dengan gaya
informal. Misalnya, bersenda-gurau, bertelepon dengan teman
akrab.

3. Berbicara berdasarkan cara penyampaiannya


a) Berbicara mendadak (spontan).
Berbicara mendadak terjadi jika seseorang tanpa direncanakan
berbicara di depan umum.
b) Berbicara berdasarkan catatan.
Dalam berbicara seperti ini, pembicara menggunakan catatan kecil
pada kartu-kartu yang telah disiapkan sebelumnya dan telah
menguasai materi pembicaraan sebelum tampil di muka umum
c) Berbicara berdasarkan hafalan.
Pembicara menyiapkan dengan cermat dan menulis dengan lengkap
bahan pembicaraannya. Kemudian dihafalkannya kata demi kata,
kalimat demi kalimat, dan seterusnya.
d) Berbicara berdasarkan naskah.
Pembicara telah mempersiapkan naskah pembicaraan secara tertulis
dan dibacakan pada saat berbicara.
4. Berbicara Berdasarkan Jumlah Pendengarnya
a) Berbicara antarpribadi (bicara empat mata).
b) Berbicara dalam kelompok kecil (3 – 5 orang).
c) Berbicara dalam kelompok besar (massa). Berbicara seperti ini
terjadi apabila menghadapi kelompok besar dengan jumlah
pendengar yang besar, seperti pada rapat umum, kampanye, dan
sebagainya (Tarigan, 1998:53-54).

5. Berbicara berdasarkan Peristiwa Khusus


a) Pidato presentasi.
b) Pidato penyambutan.
c) Pidato perpisahan.
d) Pidato jamuan (makan malam).
e) Pidato perkenalan.
f) Pidato nominasi (mengunggulkan) (Logan dalam Tarigan, 1998:56).

Secara garis besar jenis-jenis berbicara dibagi dalam dua jenis, yaitu
berbicara di muka umum dan berbicara pada konferensi. Guntur Tarigan
(1981: 22-23) memasukkan beberapa kegiatan berbicara ke dalam kategori
tersebut.
1. Berbicara di muka umum.
Jenis pembicaraan meliputi hal-hal berikut.
a. Berbicara dalam situasi yang bersifat memberitahukan atau
melaporkan, bersifat informatif (informative speaking).
b. Berbicara dalam situasi yang bersifat membujuk, mengajak, atau
meyakinkan (persuasive speaking).
c. Berbicara dalam situasi yang bersifat merundingkan dengan tenang
dan hati-hati (deliberate speaking).
2. Diskusi Kelompok.
Berbicara dalam kelompok mencakup kegiatan berikut ini.
a. Kelompok resmi (formal).
b. Kelompok tidak resmi (informal).
3. Prosedur parlementer.
4. Debat.
Berdasarkan bentuk, maksud, dan metodenya maka debat dapat
diklasifikasikan atas tipe-tipe berikut ini.
1. Debat parlementer atau majelis.
2. Debat pemeriksaan ulangan.
3. Debat formal, konvensional, atau debat pendidikan.

Pembagian di atas sudah jelas bahwa berbicara mempunyai ruang


lingkup pendengar yang berbeda-beda. Berbicara pada masyarakat luas,
berarti ruang lingkupnya juga lebih luas. Sementara itu, pada konferensi
ruang lingkupnya terbatas.
Adapun kemampuan berbicara permulaan yang sesuai dengan KTSP
adalah berdialog, menyampaikan pengumuman, dan bercerita. Ikuti
paparannya berikut ini.

1. Berdialog
Berdialog dapat diartikan sebagai pertukaran pikiran atau pendapat
mengenai suatu topik tertentu antara dua orang atau lebih disebut dialog.
Fungsi utama berdialog adalah bertukar pikiran, mencapai mufakat, atau
merundingkan sesuatu masalah. Dialog dapat diwujudkan dalam berbagai
bentuk seperti bertelepon, bercakap-cakap, tanya jawab, wawancara, diskusi,
musyawarah, debat, dan simposium. Dialog dapat terjadi kapan, di mana, dan
tentang apa saja. Hal ini menunjukkan bahwa dialog dapat dilakukan dengan
tema apa saja, misalnya tema “Pemilu”. Ketika musim kampanye tiba, orang-
orang merasa tertarik apabila diajak bercerita tentang capres dan cawapres
yang akan dipilihnya. Di antara mereka akan memaparkan beberapa
kelebihan jagoannya, baik dari pendidikan, agama, perhatiannya terhadap
ekonomi, kemasyarakatan, KKN, kejujuran, dan amanah, bahkan sampai
pada wawasannya tentang bangsa ini.
Dialog dapat dilakukan sepanjang waktu. Apalagi bagi orang yang
sedang menyukai tema-tema hangat. Waktu yang digunakan untuk berdialog
bisa pagi, siang, sore, maupun malam. Dialog pagi biasanya dilakukan di
rumah, antara ayah, ibu, dan anak atau dengan siapa saja, terutama orang-
orang yang dekat di hati. Kemudian, dialog dapat digunakan di siang hari.
Hal ini terutama dalam kegiatan resmi dengan teman kuliah, teman kerja,
atau siapa saja yang dapat menunjang karier peserta dialog. Nah, sore hari
kembali dialog santai biasanya dilakukan dengan orang-orang yang
mempunyai hubungan yang amat bersahabat. Kegiatan ini dapat dilakukan di
kantor, rumah, atau beranda tetangga.
Dialog dapat dilakukan di berbagai tempat. Tempat-tempat yang biasa
terjadi interaksi dialog, misalnya di rumah, pasar, jalan raya, kantor, sekolah,
rumah sakit, dan tempat-tempat umum lainnya.
Hal-hal yang perlu mendapat perhatian ketika berdialog adalah (1)
bagaimana seseorang menarik perhatian, (2) bagaimana cara mulai dan
memprakarsai suatu percakapan, (3) bagaimana menyela, mengoreksi,
memperbaiki, dan mencari kejelasan, (4) bagaimana mengakhiri suatu
percakapan.
Bahasa dalam dialog biasanya pendek-pendek. Namun demikian,
pembicaraan dapat dipahami sebab disertai mimik yang mendukung.
Ekspresi wajah, gerakan tangan, anggukan kepala, dan sejenisnya termasuk
paralinguistik yang amat penting dalam dialog.
Dalam pengajaran bahasa di sekolah, dialog perlu diberikan agar anak-
anak terampil berbahasa dan dapat bergaul di tengah masyarakat. Anggota
masyarakat sering melakukan kegiatan berdialog di luar sekolah seperti
bertelepon, bercakap-cakap, diskusi, dan musyawarah.

Berikut ini dikemukakan contoh dialog yang terjadi antarteman. Coba


analisis karakteristik dialog di bawah ini!
A : “Dani pergi kemana?”
B : “Dia sedang menonton di Bioskop.”
A : “Padahal, teman-temannya sedang mengadakan seminar di kampus.”
B : “ Sebenarnya dia pergi untuk membeli buku, setelah itu baru menonton
film Ada Apa dengan Cinta.”
A : ”Aku sendiri baru menonton dua kali film itu.”
B : ”Memang filmnya cukup bagus, terutama untuk menanamkan kebiasaan
menulis, misalnya menulis puisi.”

A : “Bandung itu romantis, semakin malam semakin indah dan sejuk.”


B : “Iya, rasanya damai, menentramkan hati.”
A : “Sebaliknya kalau siang hari. Jalan-jalan macet, udara panas, suara
kendaraan amat bising dan suasana tak beraturan. Apalagi para
pengamen di setiap lampu lalu lintas, amat mengganggu. Mereka mau
ke mana lagi, mencari kerja sekarang susah, apalagi kebutuhan hidup
semakin meningkat, akibatnya banyak orang yang nekat memasuki
kehidupan yang semakin ganas.”
B : “Betul juga pendapatmu tadi. Saya yakin mereka juga sebenarnya tidak
mengharapkan hal itu terjadi.”
A : “Seharusnya ini menjadi masalah serius pemerintah juga.”
B : “Jelas, kita kan tidak bisa memberikan lapangan kerja sebagai alternatif
dari kehidupannya sekarang.”

2. Menyampaikan Pengumuman
Menyampaikan pengumuman berarti menyampaikan sesuatu hal yang
perlu diketahui oleh khalayak ramai. Kegiatan ini dapat diwujudkan dalam
bentuk pidato.
Ciri-ciri yang harus diperhatikan dalam membaca pengumuman di
antaranya, yaitu volume suara harus lebih keras, intonasi yang tepat, dan gaya
penampilan yang menarik.

Perhatikan pengumuman di bawah ini!

IKUTILAH LOMBA CIPTA LAGU MUSIKALISASI


PUISI

pada 17 Agustus 2012


di Bandung Supermall

memperebutkan Trophy Gubernur Jawa Barat

Biaya pendaftaran Rp 25.000,00


Terakhir pendaftaran 13 Agustus
2012
Bacalah pengumuman tersebut dengan intonasi, jeda, nada, tekanan, dan
temponya yang tepat! Kemudian, analisis hal-hal berikut ini:
a. Apa isi pengumuman tersebut?
b. Kegiatan apa yang diselenggarakan panitia?
c. Siapakah penyelenggara kegiatan tersebut?
d. Kapan kegiatan tersebut diselenggarakan?
e. Berapa dana yang dibutuhkan?
f. Apa hadiah yang akan diberikan dalam kegiatan
tersebut? Di mana kegiatan tersebut diselenggarakan?

3. Bercerita
Sejak zaman dahulu, orang tua terutama ibu mempunyai kebiasaan
bercerita ketika meninabobokan anaknya di tempat tidur. Nah, ibu atau orang
tua yang mahir bercerita akan disenangi anak-anaknya. Melalui bercerita
dapat dijalin hubungan yang akrab. Selain itu, manfaat bercerita di antaranya,
yaitu (1) memberikan hiburan, (2) mengajarkan kebenaran, dan (3)
memberikan keteladanan.

Seorang pendongeng dapat berhasil dengan baik apabila ia dapat


menghidupkan cerita. Artinya, dalam hal ini pendongeng harus dapat
membangkitkan daya imajinasi anak. Untuk itu, biasanya pendongeng
mempersiapkan diri dengan cara:
a. memahami pendengar (audiens),
b. menguasai materi cerita,
c. menguasai olah suara,
d. menguasai berbagai macam karakter
e. luwes dalam berolah tubuh, dan
f. menjaga daya tahan tubuh.

Selain itu, terdapat enam jurus mendongeng, yaitu


a. menciptakan suasana akrab;
b. menghidupkan cerita:
1) teknik membuka cerita,
2) menciptakan suasana dramatik,
3) menutup yang membuat penasaran;
c. kreatif;
d. tanggap dengan situasi dan kondisi;
e. konsentrasi total; dan
f. ikhlas.
Untuk mahir bercerita diperlukan persiapan dan latihan. Persyaratan
yang perlu diperhatikan di antaranya: (1) penguasaan dan penghayatan cerita,
(2) penyelarasan dengan situasi dan kondisi, (3) pemilihan dan penyusunan
kalimat, (4) pengekspresian yang alami, (5) keberanian.
Selain itu, Nadeak (1987) mengemukakan 18 hal yang berkaitan dengan
bercerita, yaitu (1) memilih cerita yang tepat, (2) mengetahui cerita, (3)
merasakan cerita, (4) menguasai kerangka cerita, (5) menyelaraskan cerita,
(6) pemilihan pokok cerita yang tepat, (7) menyelaraskan dan menyarikan
cerita, (8) menyelaraskan dan memperluas, (9) menyederhanakan cerita, (10)
menceritakan cerita secara langsung, (11) bercerita dengan tubuh yang
alamiah, (12) menentukan tujuan, (13) mengenali tujuan dan klimaks, (14)
memfungsikan kata dan percakapan dalam cerita, (15) melukiskan kejadian,
(16) menetapkan sudut pandang, (17) menciptakan suasana dan gerak, (18)
merangkai adegan.
Berikut ini adalah contoh dongeng, cobalah bercerita kisah itu dengan
kata-kata sendiri kepada teman-teman!

PUTRI KENCANA DAN PANGERAN KATAK

Dahulu kala ada seorang raja besar di negeri Daha, yang mempunyai
seorang putri yang amat cantik yang bernama Putri Kencana. Ia sangat
disayang karena merupakan anak tunggal. Oleh karenanya, ia dilarang
bermain jauh-jauh.
Pada suatu malam tuan putri bermimpi bertemu dengan seorang
pangeran yang tampan rupawan. Sejak saat itu sang putri selalu gelisah ingin
bertemu dengan pangeran yang dijumpai dalam mimpinya. Pada suatu hari
tuan putri bermohon kepada ayahandanya agar diperkenankan berjalan-jalan
ke luar istana. Permohonan itu dikabulkan asalkan selalu diiringkan oleh para
dayang dan pegawai istana.
Dalam perjalanan sampailah tuan putri di suatu tempat yang sangat indah
pemandangannya dan sejuk udaranya. Di sana pun terdapat kolam yang
jernih airnya. Di tempat itu tuan putri bercengkerama dengan amat
gembiranya, seolah tidak ingin kembali ke istana.
Ketika bermain-main itu selendang putri diterbangkan angin dan jatuh ke
dalam kolam. Meskipun para dayang dan pengawal telah berusaha untuk
mencarinya, tetapi tidak ditemukan juga. Tuan putri amat sedih, tidak henti-
hentinya menangis. Para dayang dan pengawal bingung dan tidak tahu apa
yang harus diperbuat.
Dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba melompatlah seekor katak amat
besar dari dalam kolam itu. Binatang itu menghadap tuan putri dan bercakap-
cakap layaknya manusia.
“Mengapa tuan putri menangis?” tanyanya. Jawab tuan putri,
“Selendangku jatuh ke dalam dan tidak ditemukan kembali”. “Tolong
carikan”, pintanya.
“Baiklah tuan putri, tetapi apa upahnya jika aku dapat menemukan
kembali?” kata katak itu. “Akan kuberi engkau makanan yang lezat dan emas
berlian”, jawab tuan puteri.
Tawaran tuan putri ditolaknya, katanya, “Tuanku, bukan intan permata,
atau makanan yang lezat yang kuminta, tetapi aku ingin selalu bersamamu”.
“Baiklah kalau demikian”, jawab tuan putri.
Seketika itu juga menyelamlah katak itu dan sesaat kemudian muncul
kembali sambil menunjukkan selendang tuan putri itu. Melihat hal itu putri
sangat gembira, lalu disambutnya selendang itu. Namun setelah itu, tuan putri
segera meninggalkan tempat itu tanpa menghiraukan lagi katak yang
menemukan selendangnya.
Katak itu sangat kecewa karena tuan putri telah ingkar janji. Dengan
melompat-lompat disusulnya rombongan tuan putri itu sampai istana. Pada
malam harinya katak itu segera mencari kamar tuan putri. Di sana
didapatinya tuan putri sedang bercakap-cakap dengan baginda. Sang katak
mengetuk pintu, lalu dibukakannya pintu itu oleh tuan putri sendiri. Dengan
jengkel tuan putri itu menanyakan maksud kedatangannya. Di jawabnya
bahwa ia hendak menuntut janji agar dapat hidup bersama tuan putri. Namun
karena malu diketahui oleh ayahandanya maka pintu itu pun ditutupnya
kembali rapat-rapat.
Berkali-kali katak itu mencobanya, tetapi selalu ditolaknya. Tuan putri
kesal, sedih, dan selalu gelisah sebab selalu didatangi katak yang menagih
janjinya.
Pada suatu hari sang ayah bertanya mengapa tuan putri bersedih dan
tampak gelisah setiap saat. Tuan putri tidak bisa berbohong lagi, lalu
diceritakannya semua kejadian yang menimpa dirinya. Setelah baginda
mendengarkan cerita itu, ia pun berkata, “Penuhilah janjimu, sebab janji
adalah hutang”.
Sejak saat itu sang katak selalu kelihatan bersama-sama dengan tuan
putri. Ia tidak bisa menghindar lagi. Siang malam ia selalu bersama-sama
dengan katak itu. Ketika tuan putri naik ke peraduan katak pun selalu
berbaring di sampingnya.
Pada suatu malam tuan putri itu pun bertanya kepada sang katak
mengapa berlaku demikian. Sang katak pun bercerita sejak awal sampai akhir
mengenai pengalamannya menjelma seekor katak. Ternyata ia adalah seorang
pangeran yang telah disihir untuk menjadi seekor katak. Ia baru dapat bebas
setelah beberapa lama diizinkan tinggal bersama seorang putri. Setelah habis
bercerita, sang katak itupun melepaskan baju kataknya dan berubah menjadi
seorang pangeran yang gagah perkasa.
Keesokan harinya, pangeran diajak tuan putri menghadap baginda. Sang
raja gembira mendengar cerita bahwa sebenarnya sang pangeran tidak lain
adalah putra Raja Kuripan yang masih sanak saudaranya sendiri.
Kejadian itu segera disampaikan kepada Raja Kuripan. Tidak berapa
lama kemudian dilangsungkanlah perkawinan agung antara kedua orang itu.
RANGKUMA N

Kemampuan dasar dalam berbicara sudah dipunyai oleh setiap


orang. Hal ini dapat ditelusuri dalam kebiasaan berinteraksi
antarindividu dan anggota masyarakat. Ketika suasana santai,
kemampuan dasar dalam berbicara yang biasa dilakukan orang adalah
dialog. Ketika berbicara di hadapan umum tentang kegiatan perlombaan
atau pemberitahuan adalah menyampaikan pengumuman. Terakhir,
kemampuan dasar dalam kegiatan berbicara adalah bercerita.
Kemampuan dasar dalam berbicara sudah dipunyai oleh setiap
orang. Hal ini dapat ditelusuri dalam kebiasaan berinteraksi
antarindividu dan anggota masyarakat. Ketika suasana santai,
kemampuan dasar dalam berbicara yang biasa dilakukan orang adalah
dialog. Ketika berbicara di hadapan umum tentang kegiatan perlombaan
atau pemberitahuan adalah menyampaikan pengumuman. Berlainan lagi
ketika terjadi pertentangan pendapat maka kegiatan yang dilakukan
adalah menyampaikan argumentasi. Terakhir, kemampuan dasar dalam
kegiatan berbicara adalah bercerita.
KEGIATAN BELAJAR 2

Keterampilan Berbicara Lanjutan

A. PENGERTIAN

Banyak pakar memberikan batasan tentang berbicara, di antaranya


Tarigan (1991:15) mengatakan bahwa berbicara adalah kemampuan
mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan,
menyatakan, serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Sejalan
dengan Tarigan, Moeliono dkk. (1988:114) mengatakan bahwa berbicara
adalah berkata, bercakap, berbahasa, melahirkan pendapat dengan perkataan.
Demikian juga Tarigan (1998:34) mengatakan bahwa berbicara adalah
keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan. Dari tiga pendapat
tersebut dapat dikatakan bahwa berbicara adalah kemampuan seseorang
menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan dengan menggunakan bahasa
lisan.
Berbicara bukan hanya sekadar pengucapan bunyi-bunyi atau kata-kata.
Berbicara adalah suatu alat untuk mengomunikasikan gagasan-gagasan yang
disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang
pendengar atau penyimak. Berbicara merupakan instrumen yang
mengungkapkan kepada penyimak hampir-hampir secara langsung apakah
sang pembicara memahami atau tidak, baik bahan pembicaraannya maupun
para penyimaknya; apakah dia bersikap tenang serta dapat menyesuaikan diri
atau tidak, pada saat dia mengomunikasikan gagasan-gagasannya; dan
apakah dia waspada serta antusias atau tidak (Mulgrave dalam Tarigan,
1981:15).
Di pandang dari segi bahasa, menyimak dan berbicara dikategorikan
sebagai keterampilan berbahasa lisan. Dari segi komunikasi, menyimak dan
berbicara diklasifikasikan sebagai komunikasi lisan. Melalui berbicara orang
menyampaikan informasi melalui ujaran kepada orang lain. Melalui
menyimak orang menerima informasi dari orang lain. Kegiatan berbicara
selalu diikuti kegiatan menyimak atau kegiatan menyimak pasti ada di dalam
kegiatan berbicara. Keduanya fungsional bagi komunikasi lisan dan tak
terpisahkan.
Ibarat mata uang, sisi muka ditempati kegiatan berbicara sedang sisi
belakang ditempati kegiatan mendengarkan. Sebagaimana mata uang tidak
akan laku bila kedua sisinya tidak terisi maka komunikasi lisan pun tak akan
berjalan bila kedua kegiatan tidak saling melengkapi. Pembicara yang baik
selalu berusaha agar penyimaknya mudah menangkap isi pembicaraannya.
Keterampilan berbicara juga menunjang keterampilan menulis dan
membaca. Bukankah berbicara pada hakikatnya sama dengan menulis, paling
tidak dalam segi ekspresi atau produksi informasi? Hasil berbicara bila
direkam dan disalin kembali sudah merupakan tulisan dan ini sudah
merupakan wujud keterampilan menulis. Penggunaan bahasa dalam berbicara
banyak kesamaannya dengan penggunaan bahasa dalam teks bacaan. Apalagi
organisasi pembicaraan kurang lebih sama dengan pengorganisasian isi bahan
bacaan.

A. TUJUAN

Menurut Tarigan (1998:49) tujuan pembicara biasanya dapat dibedakan


atas lima golongan, berikut ini.

1. Berbicara untuk Menghibur


Kegiatan berbicara bertujuan untuk menghibur para pendengar,
pembicara menarik perhatian pendengar dengan berbagai cara, seperti humor,
spontanitas, kisah-kisah jenaka, dan sebagainya. Menghibur adalah membuat
orang tertawa dengan hal-hal yang dapat menyenangkan hati. Menciptakan
suatu suasana keriangan dengan cara menggembirakan. Sasaran diarahkan
kepada peristiwa-peristiwa kemanusiaan yang penuh kelucuan dan kegelian
yang sederhana. Media yang sering dipakai dalam berbicara untuk menghibur
adalah seni bercerita atau mendongeng (the art of story-telling), lebih-lebih
cerita yang lucu, jenaka, dan menggelikan. Pada saat pembicara atau si
tukang dongeng beraksi, para partisipan dapat tertawa bersama-sama dengan
penuh kegembiraan dan kekeluargaan atau persahabatan

2. Berbicara untuk Menginformasikan


Berbicara untuk tujuan menginformasikan dilaksanakan kalau
seseorang berkeinginan untuk:
a. menerangkan atau menjelaskan suatu proses;
b. memberi atau menanamkan pengetahuan;
c. menguraikan, menafsirkan, atau menginterpretasikan sesuatu hal;
d. menjelaskan kaitan, hubungan, relasi antara benda, hal, atau peristiwa.

3. Berbicara untuk Menstimulasi


Berbicara untuk tujuan menstimulasi pendengar jauh lebih kompleks
daripada berbicara untuk menghibur atau berbicara untuk menginformasikan,
sebab pembicara harus pintar merayu, mempengaruhi, atau meyakinkan
pendengarnya. Ini dapat tercapai jika pembicara benar-benar mengetahui
kemauan, minat, inspirasi, kebutuhan, dan cita-cita pendengarnya.
Berdasarkan keadaan itulah pembicara membakar semangat dan emosi
pendengarnya sehingga pada akhirnya pendengar tergerak untuk
mengerjakan hal-hal yang dikehendaki pembicara.

4. Berbicara untuk Meyakinkan


Tujuan utama berbicara untuk meyakinkan ialah meyakinkan
pendengarnya akan sesuatu. Melalui pembicaraan yang meyakinkan, sikap
pendengar dapat diubah, misalnya dari sikap menolak menjadi sikap
menerima. Misalnya, bila seseorang atau sekelompok orang tidak menyetujui
suatu rencana, pendapat atau putusan orang lain, maka orang atau kelompok
tersebut perlu diyakinkan bahwa sikap mereka tidak benar. Melalui
pembicara yang terampil dan disertai dengan bukti, fakta, contoh, dan
ilustrasi yang mengena, sikap itu dapat diubah dari tak setuju menjadi setuju.

5. Berbicara untuk Menggerakkan


Di dalam berbicara atau berpidato menggerakkan massa yaitu pendengar
berbuat, bertindak, atau beraksi seperti yang dikehendaki pembicara
merupakan kelanjutan, pertumbuhan, atau perkembangan berbicara untuk
meyakinkan. Dalam berbicara untuk menggerakkan diperlukan pembicara
yang berwibawa, yang menjadi panutan, atau tokoh idola masyarakat.
Melalui kepintarannya berbicara, membakar emosi massa, kecakapan
memanfaatkan situasi, ditambah penguasaannya terhadap ilmu jiwa massa,
pembicara dapat menggerakkan pendengarnya. Misalnya, Bung Tomo dapat
membakar semangat dan emosi para pemuda di Surabaya sehingga mereka
berani mati mempertahankan tanah air.
C. FUNGSI

Berbicara lanjutan memiliki fungsi untuk:


1. mendeskripsikan secara lisan tempat sesuai denah dan petunjuk
penggunaan suatu alat;
2. mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dengan berbalas
pantun dan bertelepon;
3. mengungkapkan pikiran, pendapat, perasaan, fakta secara lisan dengan
menanggapi suatu persoalan, menceritakan hasil pengamatan, atau
berwawancara;
4. mengungkapkan pikiran dan perasaan secara lisan dalam diskusi dan
bermain drama;
5. memberikan informasi dan tanggapan secara lisan;
6. mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dengan berpidato,
melaporkan isi buku, dan baca puisi.

D. JENIS-JENIS BERBICARA LANJUTAN

Jenis-jenis berbicara lanjutan berdasarkan KTSP, yaitu sebagai berikut.

1. Bermusyawarah
Musyawarah mengandung arti perundingan, yaitu membicarakan sesuatu
supaya mencapai kata sepakat. Mencapai kata sepakat tentu tidak mudah
karena setiap orang mempunyai kepentingan pribadi. Dalam suatu
musyawarah yang penting adalah kepentingan orang banyak, setiap orang
mengesampingkan kepentingan pribadi demi kepentingan umum.
Dalam suatu musyawarah dipimpin oleh seorang pimpinan musyawarah
yang lazim disebut pimpinan sidang. Pimpinan sidang berhak membuat tata
tertib musyawarah dan tata tertib pelaksanaan. Dalam musyawarah biasanya
terdapat perbedaan pendapat, tetapi perbedaan itu harus dipadukan. Bila tidak
maka biasa diambil voting (suara terbanyak). Itulah hal yang istimewa dari
musyawarah yang berbeda dengan diskusi. Dalam musyawarah selalu ada
kesimpulan.
2. Diskusi
Nio (dalam Haryadi, 1981:68) mengatakan diskusi ialah proses
penglibatan dua orang atau lebih individu yang berinteraksi secara verbal dan
tatap muka, mengenai tujuan yang sudah tentu melalui tukar-menukar
informasi untuk memecahkan masalah. Sementara itu, Brilhart (dalam
Haryadi, 1997:68) menjelaskan diskusi adalah bentuk tukar pikiran secara
teratur dan terarah dalam kelompok besar atau kelompok kecil dengan tujuan
untuk pengertian, kesepakatan, dan keputusan bersama mengenai suatu
masalah. Dengan demikian, dalam sebuah diskusi harus ada sebuah masalah
yang dibicarakan, moderator yang memimpin diskusi, dan ada diskusi yang
dapat mengemukakan pendapat secara teratur. Dari kedua batasan tersebut
dapat disimpulkan bahwa esensi diskusi adalah (1) partisipan lebih dari
seorang, (2) dilaksanakan dengan bertatap muka, (3) menggunakan bahasa
lisan, (4) bertujuan untuk mendapatkan kesepakatan bersama, (5) dilakukan
dengan cara bertukar informasi dan tanya jawab.
Hal-hal yang perlu dijalin dalam berdiskusi menurut Dipodjoyo dalam
Haryadi (1997: 69) yaitu sikap koperatif, semangat berinteraksi, kesadaran
berkelompok, bahasa sebagai alat berkomunikasi, dan kemampuan
memahami persoalan. Selain itu pula, ketika proses diskusi berlangsung
hendaknya peserta diskusi mendengarkan uraian dengan penuh perhatian,
menghilangkan sikap emosional dan purbasangka, menangkap gagasan utama
dan gagasan penjelas serta mempertimbangkannya.
Selain itu, ketika menyampaikan sanggahan, hendaklah disampaikan
secara santun, yaitu (1) pertanyaan dan sanggahan diajukan secara jelas dan
tidak berbelit-belit, (2) pertanyaan dan sanggahan diajukan secara santun,
menghindari pertanyaan, permintaan, dan perintah langsung, (3) diusahakan
agar pertanyaan dan sanggahan tidak ditafsirkan sebagai bantahan atau debat.
Sementara itu, dalam memberikan tanggapan pun harus dipenuhi empat hal,
yaitu (1) jawaban atau tanggapan harus berhubungan dengan pertanyaan atau
tanggapan itu saja, (2) jawaban harus objektif dan memuaskan berbagai
pihak, (3) prasangka dan emosi harus dihindarkan, (4) bersikap jujur dan
terus terang apabila tidak bisa menjawab.
Proses dan kesimpulan diskusi dilaksanakan berdasarkan alasan yang
masuk akal. Dengan kata lain, persetujuan diskusi akan lebih baik apabila
diikuti dengan argumen. Sanggahan yang mencemoohkan, kiranya patut
dihindari. Selain itu, hasil diskusi harus didasarkan pada objektivitas dan
kemaslahatan bersama. Pengambilan keputusan dilakukan pada saat yang
tepat, yaitu apabila sudah banyak persamaan pendapat, moderator segera
mengambil keputusan. Diskusi akan berlarut-larut apabila moderator
terlambat menyimpulkan hasil diskusi.
Perhatikan contoh di bawah ini. Cobalah Anda analisis apakah teks
tersebut termasuk diskusi atau bukan. Bagaimana cara mereka
mengemukakan pendapat, menanggapi orang lain, menyatakan persetujuan
dan sanggahan. Anda akan mengetahui apa yang seharusnya dilakukan dan
dikatakan agar diskusi dapat berlangsung dengan baik.
3. Menyampaikan Argumentasi
Proses komunikasi untuk menyampaikan argumentasi karena harus
mempertahankan pendapat disebut debat. Setiap pihak yang berdebat akan
mengajukan argumentasi dengan memberikan alasan tertentu agar pihak
lawan atau peserta menjadi yakin dan berpihak serta setuju terhadap
pendapat-pendapatnya (Laksono, 2003:20).
Sebelum berdebat, peserta debat harus mempersiapkan penyusunan
materi dan argumentasi dengan referensi yang memadai. Dalam debat,
pemimpin berhak menentukan apakah anggota kelompok (khalayak) dapat
bertanya kepada peserta debat (pembicara) atau tidak. Selain itu, pemimpin
debat harus menentukan masalah yang mengundang perdebatan. Kemudian
panitia menyiapkan dua kelompok yang bersedia memperdebatkan masalah
yang sudah ditentukan. Kelompok A adalah kelompok yang menyetujui
masalah sedangkan kelompok B adalah kelompok yang tidak menyetujui
masalah itu.

Berikut ini, Kisyani Laksono (2003:21-22) menjelaskan tata cara debat.


a. Pembicara 1 dari kelompok A diberi kesempatan + 4 menit untuk
mengajukan pendapat dan alasannya menyetujui hal itu.
b. Pembicara 1 dari kelompok B diberi kesempatan selama + 4 menit untuk
mengutarakan pendiriannya yang menolak masalah yang diperdebatkan.
c. Pembicara 2 dari kelompok A diberi kesempatan + 4 menit untuk
menambah alasan-alasan mengenai pendirian kelompoknya.
d. Pembicara 1 dari kelompok B diberi kesempatan selama + 4 menit untuk
memperjelas dan menambah alasan-alasan yang menolak masalah yang
diperdebatkan.
e. Pembicara 1 dari kelompok B diberi kesempatan untuk menanggapi
pendapat kelompok A. Sifat pembicaraannya menangkis apa yang
diutarakan kelompok A. Kelemahan-kelemahan dan alasan kelompok A
diserang, sementara itu pembicara akan lebih menunjukkan alasan-alasan
yang menolak masalah yang diperdebatkan. Kelompok penyanggah (B)
yang diwakili pembicara harus berusaha mempengaruhi khalayak supaya
berpihak pada kelompoknya. Kesempatan yang diberikan kepada
pembicara 1 dari kelompok B ini + 4 menit.
f. Pembicara 1 dari kelompok A diberi kesempatan untuk menangkis
alasan-alasan yang diutarakan kelompok B dengan alasan-alasan dan
bukti yang kuat. Waktu yang diberikan kepada pembicara 1 dari
kelompok A ini + 4 menit.
g. Kesempatan + 4 menit terakhir bagi pembicara 2 dari kelompok B
digunakan untuk membuat simpulan dan sekaligus menolak serta
menandaskan alasan-alasan kelompoknya.
h. Kesempatan + 4 menit terakhir bagi pembicara 2 dari kelompok A
digunakan untuk menangkis, menambah alasan, menunjukkan
kelemahan lawan, membuat simpulan, dan menunjukkan bahwa
pendirian kelompoknya adalah benar.

4. Pidato
Komunikasi lisan, khususnya pidato dapat dilakukan dengan cara
impromtu, menghafal, metode naskah, dan ekstemporan. Selain itu, ketika
menyusun pidato perlu diperhatikan:
a. pengumpulan bahan,
b. garis besar pidato,
c. uraian secara detail.

Pidato yang baik memerlukan latihan, dengan kata lain latihan pidato
mutlak harus dilaksanakan terutama untuk mimik, nada bicara, intonasi, dan
waktu. Hal ini untuk memperoleh hasil yang baik. Biasanya pidato bertujuan
untuk mendorong, meyakinkan, memberitahukan, dan menyenangkan.
Sebelum mengadakan pidato, hal yang perlu diperhatikan adalah
menganalisis pendengar:
a. jumlah pendengar;
b. tujuan mereka berkumpul;
c. adat kebiasaan mereka;
d. acara lain;
e. tempat berpidato;
f. usia pendengar;
g. tingkat pendidikan pendengar;
h. keterikatan hubungan batin dengan pendengar; dan
i. bahasa yang biasa digunakan.

Pidato yang tersusun dengan baik dan tertib akan menarik dan
membangkitkan minat pendengar, karena dapat menyajikan pesan dengan
jelas sehingga memudahkan pemahaman, mempertegas gagasan pokok, dan
menunjukkan perkembangan pokok-pokok pikiran yang logis. Untuk
memperoleh susunan pidato yang baik dan tertib, perlu adanya
pengorganisasian pesan yang baik dan tersusun.
Organisasi pesan dapat mengikuti enam macam urutan, yaitu deduktif,
induktif, kronologis, logis, spasial, dan topikal. Selain itu pula, setiap pidato
hendaknya membuat garis besar. Ciri-ciri garis besar yang baik dalam
menyusun dan membawakan suatu pidato, yaitu: garis besar terdiri atas tiga
bagian, yaitu pengantar, isi, dan penutup; lambang-lambang yang digunakan
untuk menunjukkan bagian-bagian tidak membingungkan; penulisan pokok
pikiran utama dengan pokok pikiran penjelas harus dibedakan.
Dalam kaitan dengan nilai komunikasinya maka pidato harus
menggunakan kata-kata yang tepat, jelas, dan menarik. Kata-kata harus jelas
dalam arti kata-kata yang dipilih tidak boleh mengandung makna ganda
sehingga pendengar tidak merasa bingung dalam menafsirkan pembicaraan.
Oleh karena itu, susunan kata-kata harus dapat digunakan untuk
mengungkapkan gagasan secara cermat.

Untuk mencapai kejelasan dalam memilih kata-kata tersebut haruslah


diperhatikan hal-hal berikut:
1) gunakanlah kata yang spesifik, maksudnya janganlah menggunakan kata-
kata yang terlalu umum artinya, sehingga mengundang bermacam-
macam penafsiran;
2) gunakanlah kata-kata yang sederhana, maksudnya kata-kata yang mudah
dipahami dengan cepat;
3) hindarilah istilah-istilah teknis, maksudnya janganlah menggunakan
istilah-istilah yang sekiranya tidak dapat dipahami pendengar pada
umumnya;
4) berhematlah dalam menggunakan kata-kata, maksudnya membiasakan
berbicara dengan menggunakan kalimat efektif;
5) gunakanlah perulangan atau pernyataan kembali gagasan-gagasan yang
sama dengan kata-kata yang berbeda, maksudnya ialah memberikan
tekanan terhadap gagasan utama untuk memperjelas kembali.

Terakhir, hal yang perlu diperhatikan, yaitu cara membuka dan menutup
pidato. Pedoman untuk membuka pidato yang baik supaya pokok
pembicaraan mendapat perhatian pendengar sebaik-baiknya, yaitu dengan
cara:
1) langsung menyebutkan pokok persoalan;
2) melukiskan latar belakang masalah;
3) menghubungkan dengan peristiwa mutakhir atau kejadian yang tengah
menjadi pusat perhatian khalayak;
4) menghubungkan dengan peristiwa yang sedang diperingati;
5) menghubungkan dengan tempat komunikator berpidato;
6) menghubungkan dengan suasana emosi yang tengah meliputi khalayak;
7) menghubungkan dengan kejadian sejarah yang terjadi masa lalu;
8) menghubungkan dengan kepentingan vital pendengar;
9) memberikan pujian kepada khalayak atas prestasi mereka;
10) memulai dengan pertanyaan yang mengejutkan;
11) mengajukan pertanyaan provokatif atau serentetan pertanyaan;
12) menyatakan kutipan;
13) menceritakan pengalaman pribadi;
14) mengisahkan cerita faktual, fiktif, atau situasi hipotesis;
15) menyatakan teori atau prinsip-prinsip yang diakui kebenarannya;
16) membuat humor.

Dalam membuka pidato, kita tinggal memilih satu di antara cara-cara


tersebut di atas sesuai dengan jumlah waktu yang tersedia, topik, tujuan,
situasi, dan pendengar itu sendiri.
Adapun cara menutup pidato, sebagai berikut:
1) menyimpulkan atau mengemukakan ikhtisar pembicaraan;
2) menyatakan kembali gagasan utama dengan kalimat dan kata yang
berbeda;
3) mendorong khalayak untuk bertindak;
4) mengakhiri dengan klimaks;
5) mengatakan kutipan kitab suci, sajak, peribahasa, atau ucapan para ahli;
6) menceritakan tokoh yang berupa ilustrasi dari tema pembicaraan;
7) menerangkan maksud sebenarnya pribadi pembicara;
8) menguji dan menghargai khalayak, dan membuat pernyataan yang
humoris atau anekdot lucu.
Cara membuka dan menutup pidato di atas bukanlah cara yang mutlak
dilaksanakan oleh pembicara, melainkan hal ini dapat berubah-ubah sesuai
dengan kemampuan pembicara dalam mengatur strategi membuka dan
menutup pidato berdasarkan variasi dan kreativitas.
Cobalah Anda simak teks di bawah ini. Kemudian Anda analisis, apakah
sudah termasuk kriteria pidato atau belum?

CONTOH NASKAH PIDATO MOTIVASI DIRI


Judul Naskah Pidato:

Kita Harus Mandiri

Assalamu'alaikum wr.wb.

Yang kami hormati Bapak kepala sekolah. Yang Kami hormati


Bapak wali kelas. Yang kami hormati pula Bapak dan Ibu Guru kami.
Juga rekan-rekan yang saya cintai.

Pertama-tama kami sangat bersyukur kepada Tuhan Yang Maha


Esa atas curahan rahmat-Nya yang diberikan kepada kita, sehingga
pada kesempatan yang baik ini kita dapat berkumpul, bermuwajahah di
tempat ini, di tempat yang berbahagia ini.

Rekan-rekan yang saya cintai.


Kita tahu bahwa masa muda masa yang sangat labil. Mudah
dipengaruhi oleh banyak faktor baik positif maupun negatif. Biasanya
faktor negatiflah yang lebih cepat diserap oleh kawan-kawan kita yang
lainnya. Ini tentu berakibat buruk terhadap kehidupan di masa yang
akan datang.
Bisa kita lihat di berbagai media baik media cetak maupun
elektronik, juga dalam kehidupan sehari-hari ini. Tingkah laku mereka
sangat tidak terpuji. Ini tentu sangat disayangkan oleh kita yang
merasa satu generasi. Mereka ada yang hamil di luar nikah, ada yang
ikut geng motor, ada yang bolos sekolah, ada yang jadi pencandu
narkoba, dan lain sebagainya. Sehingga generasi kita tercoreng oleh
tingkah segelintir dari generasi muda yang tidak bertanggung jawab.

Rekan-rekan yang saya banggakan.

Kita sebagai generasi muda yang masih diberi kesadaran kiranya


untuk selalu saling mengingatkan akan bahaya-bahaya pergaulan
bebas di atas, pergaulan negatif di atas. Jangan sampai kita jadi korban
namun kita sendiri tidak merasa bahwa kita jadi korban.

Kiranya sudah bukan saatnya lagi kita mudah tergoda dan


terbujuk, bukan saatnya lagi kita tidak punya pendirian. Kita harus
menyadari hidup yang sekali ini harus dimanfaatkan secara baik-baik.
Jangan sampai kita menyia-siakan masa muda ini yang kemudian
menyesal di masa tua.

Kita harus punya prinsip dalam hidup, kita harus mandiri dan
mampu membawa diri sehingga bukan kita yang menjadi korban
zaman, bukan kita yang menjadi korban lingkungan tetapi mari kita
menjadi generasi yang justru mampu membawa perubahan bagi
masyarakat.

Sebagai generasi muda, banyak potensi yang bisa kita


kembangkan. Banyak potensi yang bisa kita optimalkan. Bukan untuk
siapa-siapa melainkan untuk kita sendiri. Untuk kebaikan kita di masa
yang akan datang.

Rekan-rekan dan hadirin yang saya banggakan. Marilah


sudah saatnya kita sebagai generasi muda untuk bangkit dari tidur dan
menunjukkan kepada dunia bahwa kita pun mampu. Kita punya sesuatu
yang berharga yang patut diperhitungkan. Kita pastikan bahwa kita
bukan generasi sampah yang bisanya hanya menjadi beban orang tua
dan beban lingkungan.

Ada beberapa langkah sederhana yang bisa kita lakukan mulai dari
sekarang.

 Pertama, sekuat tenaga kita belajar yang rajin dan tunjukkan


kepada orang tua bahwa kita pun mampu meraih nilai yang terbaik.
 Kedua, sekuat tenaga tidak terbawa pengaruh oleh teman-teman
kita yang lain yang senangnya membolos karena suatu saat mereka
akan merasakan sendiri akibatnya. Bisa jadi anaknya nanti
akan
seperti mereka, susah diatur dan melawan orang tua sebagaimana yang mereka lakukan
saat ini tentu ini tidak kita harapkan.

 Ketiga, berapa pun kita dikasih ongkos maka sekuat tenaga untuk bisa mengatur sebaik-
baiknya dengan penuh tanggung jawab dan kesadaran.
 Keempat, cari teman gaul dan tempat gaul yang positif baik di sekolah maupun di luar
sekolah. Pergaulan kita akan membentuk karakter kita secara perlahan.

Sebagai pelajar barangkali empat langkah sederhana ini bisa kita praktikkan mulai saat
ini. Kita menentukan nasib kita di masa depan karenanya saya berpesan kepada rekan-rekan
semua marilah kita manfaatkan masa muda ini sebaik-baiknya agar masa depan kita cerah.

Demikian yang bisa saya sampaikan. Mohon maaf jika ada salah kata.

Anda mungkin juga menyukai