Anda di halaman 1dari 2

MENCIPTAKAN LINGKUNGAN LITERAT

Oleh : Nana Suryana *)


Nana_aljoe@yahoo.co.id

Tulisan Arip Ripandi (Sekretaris PGM Kota Tasikmalaya) yang dimuat


di Harian Pagi Radar Tasikmalaya (Selasa, 2 Januari 2018) dengan judul
pentingnya literasi bagi guru madrasah, menggambarkan bagaimana masih
lemahnya minat membaca dan menulis para guru di lingkungan madrasah.
Tulisan ini mencoba menawarkan solusi bagaimana menciptakan
lingkungan yang literat, sehingga guru dan siswa memiliki minat membaca
dan menulis yang kuat.

Gerakan Literasi Sekolah, Starting Point


Gerakan Literasi Sekolah (GLS) yang dicanangkan pemerintah yakni
gerakan pembiasaan membaca 15 menit sebelum belajar, seyogyanya
menjadi pintu masuk (strarting point) bagi guru untuk memiliki keinginan
dan gairah membaca dan menulis. Mengapa menjadi starting point, sebab
dalam GLS, peserta didik didorong untuk terbiasa membaca, merangkum,
mendeskripsikan, dan membuat jurnal dari apa yang mereka baca.
Persoalan yang muncul saat ini adalah bagimana peserta didik memiliki
empat kemampuan tersebut, kalau sekolah dan guru pun tidak begitu
paham terhadap apa dan bagimana GLS tersebut. Fakta di lapangan
menunjukkan, mayoritas guru dan sekolah/madrasah baru bisa
menyediakan waktu 15 bagi anak untuk menuju perpustakaan sekolah,
peserta didik membaca buku yang dia sukainya, selesai 15 menit, mereka
masuk kelas memulai pelajaran sesuai jadwal, tanpa melalui tahapan GLS
di atas (membaca, merangkum, mendeskripsikan, dan membuat jurnal).
Fenomena ini muncul disebabkan lemahnya pemahaman terhadap
apa dan bagimana tahapan GLS tersebut. GLS dipahami hanya sekedar
gerakan pembiasan membaca selama 15 sebelum belajar. Selain
pemahaman yang minim terhadap GLS, juga belum adanya dukungan
yang maksimal dari pelbaagi pihak. GLS belum didukung adanya aturan
yang jelas, baik petunjuk pelaksanaan (juklak) maupun pentunjuk teknis
(juknis), belum adanya pelatihan-pelaatihan tentang GLS secara
terprogram, yang ada baru sekedar infrormasi dan anjuran dari pihak
terkait dan belum ada dukungan buku yang lengkap terhadap
perpustakaan sekolah/madsarah.

Model Ekologi Social Bronfenbrenner, Solusi Lahirkan Lerat


GLS sebagai bagian dari upaya melahirkan lingkungan yang literat,
harus dilakukan melalui proses interaksi antara; guru yang paham akan
literasi, komite yang paham literasi, siswa yang paham literasi, masyarakat
yang paham literasi, dan pemerintah yang paham literasi. Kita bisa belajar
dari model ekologi social Bronfenbrenner. Murut mdoel ini, untuk
membiasakan litarasi sejak dini tidak bisa dilakukan oleh sekolah dan guru
saja, tetapi harus dilakukan melalui berbagai lingkungan, baik
makrosystem, exsosystem, mesosystem, dan mirosystem yang kesemunya
itu harus berjalan secara sinergis. Dukungan lingkungan yang literat (baik
berbentuk fisik, sosial dan idiologi) akan mampu memberikan contoh
kepada anak untuk menjadi seorang literat.
Microsistem, berisi tentang setting ruang yang saling berhadapan,
dimana anak-anak terlibat secara langsung dengan keluarga, sekolah, dan
pusat pembelajaran anak, dokter, dan tempat ibadah. Pengaturan ini adalah
untuk mempengaruhi anak secara perkembangan fisik tapi juga secara
mental dan system keyakinan, dan selain itu dampaknya dapat sesuaikan
dengan kebutuhan atau cara pandang anak.
Mesosystem keterkaitan hubungan antara pengaturan, dimana anak
secara aktif sebagai participant. Ini merupakan keterpaduan antara 2
pengaturan dalam mikrosystem. Contoh keterpaduan anatar rumah dan
pusat pembelajaran anak. Hal ini diharapkan adanya kesamaan harapan
dan nilai di rumah dan pengelola pusat pembelajaran anak dalam rutinitas
anak sehari hari secara siaga. Contohnya anak terkadang tidak
diperhatikan kesiapan di sekolah, pusat pembelajaran anak, atau pra
sekolah seperti kemampuan dalam mengerut pencil, menggunting,
memasang kaos kaki yang dapat berakibat menghambat aktivitas pekerjaan
anak.
Selajutnya Exosystem yaitu keterkaitan antara pengaturan 2 atau
lebih. Dalam hal ini anak tidak terlibat secara langsung dalam pengaturan
tetapi dipengaruhi oleh microsystem dan mesosistem. Ekosistem antara lain
mempengaruhi anak melalui anggota keluarga seperti lingkungan kerja
orang tua, relasi sosial orang tua, pengaruh lingkungan orang tua.
Macrosystem yaitu masyarakat yang luas dan lingkup budaya. Model
ini menggabungkan ruang nilai dan system keyakinan budaya di dalamnya
bahwa kehidupan masyarakat yang terorganisir dan di dalamnya terdapat
keluarga, sekolah, tempat ibadah, organisasi sosial dan institusi Negara.

*) Ketua Prodi PGMI IAILM Suryalaya & Mahasiswa S3 SPs UPI Bandung.

Anda mungkin juga menyukai