Anda di halaman 1dari 23

Mo D u L 4

Keterampilan Membaca
K E gi A t A n B ELA J A R 1

Keterampilan Membaca Permulaan


A. PENGERTIAN MEMBACA PERMULAAN

Membaca permulaan sering diversuskan dengan membaca lanjut.


Sasarannya adalah pembaca-pembaca pemula yang belum mengenal lambang-
lambang bunyi bahasa. Di lingkungan sekolah, yang dimaksud dengan pembaca
pemula adalah siswa kelas 1 dan 2 sekolah dasar. Sementara di lingkungan
masyarakat atau di lingkungan pendidikan nonformal, yang dimaksud dengan
pembaca pemula adalah mereka yang tergolong iliterat atau masyarakat yang
masih buta aksara. Di lingkungan masyarakat, para pembaca pemula tidak
dibatasi oleh usia. Siapa pun yang belum mengenal lambang bunyi bahasa, tidak
bisa melafalkan lambang-lambang bunyi bahasa disebut pembaca pemula.
Golongan mereka itu sering juga disebut sebagai golongan buta aksara. Jenis
membaca yang dipelajarinya adalah membaca permulaan. Dengan demikian,
membaca permulaan dapat didefinisikan sebagai suatu proses pengenalan
lambang-lambang bunyi bahasa dan pengubahan lambang-lambang bunyi
tersebut menjadi bunyi-bunyi bahasa bermakna.

B. TUJUAN MEMBACA PERMULAAN

Membaca permulaan diberikan kepada para pemula yang belum bisa


membaca (awal memasuki dunia sekolah formal) atau kepada anggota
masyarakat yang tergolong buta aksara melalui pendidikan nonformal. Di
lingkungan pendidikan nonformal, pemerintah menyediakan program- program
pembelajaran untuk memberantas buta aksara melalui program Paket A. Salah
satu sasaran yang ingin dicapai pemerintah pada era kepresidenan Susilo
Bambang Yudoyono (SBY) adalah menurunkan angka buta aksara dari sekitar
10% menjadi 5% pada 2015. Oleh karenanya, program penurunan buta aksara
telah dilakukan melalui pendidikan formal dan nonformal.
Pada awal-awal anak memasuki dunia sekolah di sekolah dasar, paket
pembelajaran pertama dan utama yang diberikan dan dilatihkan kepada siswa
kelas I adalah keterampilan membaca, menulis, dan berhitung (calistung).
Keterampilan membaca dan menulis merupakan dua keterampilan yang diberikan
secara simultan melalui paket pembelajaran membaca-menulis permulaan (MMP).
Tambahan keterangan “permulaan” pada kedua keterampilan tersebut berimplikasi
pada sasaran dan tujuan pembelajarannya. Secara umum, tujuan pembelajaran
membaca permulaan adalah “melek huruf”. Istilah ini sering diversuskan dengan
“melek wacana”. Apa bedanya? Melek huruf, secara sederhana dapat diartikan
sebagai kemampuan mengenali lambang-lambang bahasa tulis dan kemampuan
membunyikannya atau melafalkannya dengan benar. Sebagai contoh, si pembaca
dapat membedakan
/badu/ dengan /dadu/, melalui pelafalan kedua kata itu; meskipun pada awal- awal
masa pengenalan lambang itu boleh jadi si pembaca belum memahami artinya.
Perbedaan fonem /b/ dan /d/ pada kedua kata itu akan menyebabkan perbedaan
makna.
Membaca permulaan sebaiknya berakhir di kelas 2 SD. Setelah itu, program
pembelajaran membaca permulaan secara berangsur harus sudah diarahkan pada
kegiatan membaca lanjut. Pada kegiatan membaca permulaan, jenis membaca
yang dilatihkan kepada anak adalah membaca nyaring (bersuara) dan membaca
teknis. Dengan jenis membaca ini, guru akan dapat mengontrol siswa yang belum
bisa membaca, bisa membaca. tetapi belum lancar, dan bisa membaca dengan
lancar. Pengetahuan ini penting bagi guru guna menentukan tindak lanjut
pembelajaran membaca yang tepat bagi anak-anak didiknya.

Bagaimana kedudukan membaca permulaan di sekolah dasar


menurut Kurikulum 2006 (KTSP), dapat kita lihat dari Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SK-KD) yang ditetapkan dalam
kurikulum tersebut. Butir-butir SK-KD yang berkenaan dengan
membaca permulaan (kelas 1 dan 2 SD) dapat dilihat dalam uraian
berikut.

Kelas I, Semester 1
Standar Kompetensi: Kompetensi Dasar:
Memahami teks pendek Membaca nyaring suku kata dan kata
dengan membaca nyaring dengan lafal yang tepat
Membaca nyaring kalimat sederhana
dengan lafal dan intonasi yang tepat

Kelas I, Semester 2
Standar Kompetensi: Kompetensi Dasar:
Memahami teks pendek Membaca lancar beberapa kalimat
dengan membaca lancar sederhana yang terdiri atas 3-5 kata
dan membaca puisi anak dengan intonasi yang tepat
Membaca puisi anak yang terdiri atas 2-
4 baris dengan lafal dan intonasi yang
tepat

Kelas 2 Semester 1
Standar Kompetensi: Kompetensi Dasar:
Memahami teks pendek Menyimpulkan isi teks pendek (10- 15
dengan membaca lancar dan kalimat) yang dibaca dengan membaca
membaca puisi anak lancar
Menjelaskan isi puisi anak yang dibaca

Kelas 2 Semester 2
Standar Kompetensi: 7.1 Membaca nyaring teks
Memahami ragam wacana (15-20 kalimat) dengan
tulis dengan membaca memperhatikan lafal dan
nyaring dan membaca dalam intonasi yangisi
7.2 Menyebutkan tepat
teks agak panjang
hati (20-25 kalimat) yang dibaca dalam
Hati

Berdasarkan tuntutan SK-KD di atas, jelaslah bahwa tujuan membaca


permulaan lebih diorientasikan untuk kepentingan melek huruf, yakni bisa
membaca teks tertulis dengan lancar. Oleh karena itu, pembelajarannya lebih
difokuskan pada membaca nyaring.

C. FUNGSI MEMBACA PERMULAAN

Membaca permulaan berfungsi sebagai peletak dasar atau fondasi bagi


keberhasilan seseorang dalam semua aspek kehidupannya kelak. Terdapat
banyak ungkapan bijak yang mengimplisitkan betapa pentingnya peran dan fungsi
membaca bagi kehidupan. Ungkapan-ungkapan bijak itu, antara lain: membaca
merupakan jantungnya pendidikan, buku adalah gudang ilmu dan membaca
adalah kunci pembukanya, buku merupakan jendela informasi dunia, dan
lain-lain.
Ungkapan-ungkapan di atas menyiratkan makna betapa kemampuan membaca
memegang peranan penting dalam kehidupan. Oleh karena membaca bukan suatu
keterampilan yang bersifat bawaan maka penguasaan atas keterampilan itu tidak
datang secara serta-merta. Dalam prosesnya diperlukan waktu yang intensif untuk
berlatih dan pembiasaan yang membudaya. Membaca harus dipandang sebagai
kebutuhan rohani yang mendasar, sama seperti halnya kebutuhan tubuh kita akan
makanan.
Membaca permulaan dikatakan sebagai peletak dasar atau fondasi bagi semua
aspek kehidupan, terlebih untuk kehidupan akademik, karena tidak ada satu pun
dari aktivitas akademik yang tidak melibatkan kegiatan membaca. Untuk
menguasai berbagai ilmu dalam disiplin ilmu lain diperlukan kemampuan
membaca. Untuk sukses menjadi pembisnis diperlukan kemampuan membaca.
Untuk menjadi pemimpin yang arif dan bijaksana diperlukan wawasan
pengetahuan yang luas yang bisa diperoleh melalui membaca. Masyarakat awam,
miskin, dan terpinggirkan tidak mungkin dapat meningkatkan taraf hidupnya tanpa
kemampuan membaca. Melek huruf merupakan jembatan bagi melek wacana.
Melek wacana merupakan jendela untuk melongok dunia.

D. JENIS-JENIS MEMBACA PERMULAAN

Keterampilan membaca merupakan keterampilan yang kompleks yang


melibatkan serangkaian sub-subketerampilan yang lebih kecil. Tarigan (1979:10)
dengan mengutip pendapat Broughton, et al. (1978) menjelaskan sub-
subketerampilan membaca itu melibatkan tiga komponen berikut:
1. pengenalan terhadap aksara dan tanda-tanda baca;
2. korelasi antara aksara, tanda-tanda baca, dan unsur-unsur
linguistik formal;
3. hubungan lebih lanjut antara (1) dan (2) dengan makna (meaning).

Subketerampilan pertama berkaitan dengan kemampuan melek huruf. Sementara


subketerampilan kedua sudah mulai menghubungkannya dengan unsur-unsur
linguistik formal, seperti kata, frase, kalimat, atau wacana sederhana. Kedua
subketerampilan pertama inilah yang menjadi orientasi pembelajaran membaca
permulaan. Sementara itu, subketerampilan ketiga merupakan sasaran dari
kegiatan membaca lanjut karena sudah melibatkan intelektual pembacanya.
1. Membaca Nyaring (Membaca Bersuara)
Membaca nyaring pada kelas permulaan dimaksudkan untuk mengukur tingkat
ketercapaian melek huruf si pembelajarnya. Pada tataran linguistik, lambang bunyi
terkecil adalah fonem yang biasa dilambangkan pada berbagai bentuk huruf
seperti yang terdapat dalam sistem alfabet kita. Lambang- lambang bunyi terkecil
yang berwujud fonem belum memiliki arti sebelum dirangkai menjadi kata-kata.
Kata-kata lepas hanya mengandung arti harfiah yang tidak selalu bisa mewadahi
maksud pengujar atau penulisnya. Kata-kata menjadi lebih bermakna manakala
diletakkan dalam bingkai kalimat. Demikian seterusnya hingga akhirnya sampai
pada tataran wacana. Tataran ini sudah melibatkan konteks pemakaian secara
lebih luas.

Secara umum, prinsip-prinsip dasar ketiga metode membaca permulaan


tersebut dapat dilukiskan sebagai berikut ini. Pada pembelajaran membaca
permulaan dengan metode bunyi (metode eja), pembelajaran membaca diawali
dengan pengenalan lambang-lambang huruf yang disebut fonem.
Setelah anak-anak mengenal lambang-lambang fonem tersebut, kemudian
dilanjutkan dengan kombinasi dari lambang-lambang tersebut dengan
memperhatikan gradasi tingkat kesulitannya. Sebagai contoh paduan fonem yang
membentuk suku kata terbuka harus diperkenalkan lebih dulu daripada suku kata
tertutup. Suku kata /ba, bi, bu, be, bo/ lebih mudah daripada /ab, ib, ub, eb, ob/
meskipun sama-sama dibentuk oleh dua lambang fonem.
Pembelajaran membaca permulaan dengan Metode Abjad (Alfabet) pada
prinsipnya sama dengan Metode Eja (Bunyi), yakni dimulai dari pengenalan
lambang-lambang bunyi terkecil yang berupa fonem. Perbedaannya terletak pada
cara pelafalan fonemnya. Anda tentu masih ingat lagu anak-anak berikut.

a be ce de e ef ge ha i je
ka el em en o pe qi er es
te u ve we ex y zet

Pembelajaran membaca permulaan yang menggunakan pendekatan Gestalt


melahirkan Metode Kata (Lembaga Kata), Metode Global (Kalimat), dan
Metode SAS (Struktural Analisis Sintesis). Pada dasarnya, pembelajaran
membaca permulaan dengan pendekatan Gestalt berangkat dari pengenalan
lambang tulis yang bermakna. Ada yang memulainya dari pengenalan kata seperti
pada Metode Lembaga Kata atau pengenalan kalimat sederhana seperti pada
Metode Kalimat. Untuk sampai pada pengenalan lambang bunyi terkecil yang
berbentuk fonem/huruf, struktur- struktur bermakna yang berupa kata atau kalimat
itu diurai atau dianalisis ke dalam bentukan-bentukan kecil di bawahnya hingga
akhirnya sampai ke pengenalan huruf. Misalnya, berdasarkan rangsang kata /bola/
lalu diurai menjadi /bo/ dan /la/ /bo-la/; selanjutnya /bo/ menjadi /b/ dan /o/. Untuk
metode kalimat, kalimat-kalimat sederhana diuraikan menjadi kata, suku kata,
hingga akhirnya sampai ke huruf.
Pada Metode SAS, proses penguraian kalimat menjadi kata, kata menjadi suku
kata, suku kata menjadi huruf/fonem itu kemudian dilanjutkan dengan proses
sintesis. Hasil penguraian tadi dikembalikan mengikuti urutan berikut: dari
fonem/huruf dilanjutkan dengan rangkaian fonem yang berupa suku kata,
gabungan suku kata menjadi kata, dan gabungan kata menjadi kalimat semula.
Penyajian bahan ajarnya dapat dilukiskan sebagai berikut:

ini bola ini bola i-ni


bo-la
i-n-i b-o-l-a i-ni bo-la
ini bola
ini bola

2. Membaca Teknis
Selain membaca bersuara, jenis membaca permulaan yang diajarkan di kelas
rendah adalah membaca teknis. Pada membaca jenis ini, anak sudah mulai
dibimbing ke arah pembacaan teks secara tepat menurut pelafalan dan
intonasinya. Tanda-tanda baca yang menandai intonasi mulai diperkenalkan.
Seiring dengan itu, harus disadarkan pula kepada anak bahwa kegiatan
membaca yang tidak memperhatikan teknis membaca dapat menimbulkan
salah pengertian. Hal ini tentu saja akan berdampak pada kekeliruan dalam
menafsirkan makna bacaan. Coba saja Anda bandingkan ketiga cara
pembacaan berikut.
a. Menurut cerita ibu Ani/adalah orang pintar di desa ini.
b. Menurut cerita ibu/Ani adalah orang pintar di desa ini.
c. Menurut cerita/ibu Ani adalah orang pintar di desa ini.

Bagaimana menurut pendapat Anda, apakah cara pembacaan yang


berbeda dari ketiga ujaran di atas berdampak pada pemaknaan? Siapa yang
bercerita dan siapa yang diceritakan? Anda bisa membaca ulang ketiga kalimat di
atas dengan perhentian atau jeda yang disesuaikan dengan rambu- rambu tanda
gatra yang tertera pada setiap pernyataan tersebut. Nah, Anda akan merasakan
bedanya, bukan?
Penanaman konsep membaca teknis pada anak harus simultan dengan
kegiatan membaca nyaring. Karena hanya dengan kegiatan membaca nyaringlah,
guru dapat mengontrol dan mengevaluasi kemampuan melek huruf anak didiknya.
Di samping itu, guru juga akan dapat menilai kemampuan teknis membaca para
siswanya secara tepat. Pembetulan, pengoreksian, pengulangan, pelatihan,
pembimbingan, harus dilakukan secara terus-menerus hingga diperoleh
keterampilan yang diinginkan.
Kegiatan membaca bersuara dan membaca teknis tampaknya penting juga
untuk para pembaca lanjut. Kegiatan membaca ini pada pembaca lanjut lebih
diorientasikan pada kepentingan “membacakan” untuk orang lain. Prosesnya harus
diawali dengan pemahaman untuk diri sendiri terlebih dahulu, baru menyuarakan
untuk orang lain. Orang-orang yang menggeluti profesi tertentu sering berurusan
dengan keterampilan membaca jenis ini. Seorang presiden, menteri, direktur suatu
institusi, penyiar televisi (misalnya) dituntut memiliki keterampilan membaca
bersuara yang memadai.

K E gi A t A n B EL A J A R 2
Keterampilan Membaca Lanjut
A. PENGERTIAN MEMBACA LANJUT

Membaca lanjut sering diversuskan dengan membaca permulaan.


Keterampilan membaca jenis ini diberikan setelah seseorang melek huruf. Oleh
karena itu, tuntutan dari kemampuan membaca lanjut tidak hanya sebatas
mengenali lambang tulis dan dapat membunyikannya, melainkan juga harus
memahami makna atau maksud yang terkandung di dalam lambang, baik makna
tersurat maupun makna tersirat. Jika pembelajaran membaca permulaan diberikan
kepada pembaca pemula, membaca lanjut diberikan kepada pembaca lanjut.
Siapakah pembaca pemula itu? Di lingkungan lembaga formal seperti lembaga
sekolah, yang disebut pemula itu ialah peserta didik yang masih duduk di bangku
kelas 1 dan 2 SD. Di lingkungan lembaga nonformal atau informal, yang disebut
pemula itu ialah mereka yang tergolong ke dalam kelompok/warga yang masih
buta aksara (iliterat). Jadi, pada kelompok nonformal/informal yang disebut
pembaca pemula itu tidak dibatasi oleh usia, pekerjaan, status perkawinan, dan
lain-lain. Kelompok- kelompok ini biasanya disediakan ruang khusus untuk belajar
melalui Program Paket A, baik yang diselenggarakan secara swadaya maupun
yang diselenggarakan pemerintah.
B. TUJUAN MEMBACA LANJUT

Seseorang melakukan kegiatan membaca dilandasi oleh berbagai keperluan.


Bagaimana dengan Anda? Coba kita renungkan situasi-situasi seperti berikut ini.
Apa yang Anda lakukan ketika hendak menghadapi ujian di sekolah? Atau
mungkin Anda ingin mengetahui alamat dan nomor telepon teman lama Anda pada
buku telepon? Atau mungkin hanya sekedar ingin mengetahui isu-isu mutakhir
yang tengah diperbincangkan orang? Atau bahkan Anda mungkin hanya sekedar
ingin mencari atau memperoleh hiburan? Saat seseorang mencari informasi
tentang lowongan pekerjaan, tidak jarang orang memanfaatkan informasi yang
terdapat dalam media massa. Demikian juga ketika ingin mengetahui berbagai
berita dan peristiwa. Tidaklah heran, jika orang mengibaratkan membaca sebagai
kunci pembuka dunia. Dengan membaca, kita dapat menjelajah masa lalu, masa
kini, bahkan masa yang akan datang.
C. FUNGSI DAN MANFAAT MEMBACA LANJUT

Sesuai dengan sasaran dari jenis membaca ini, yakni melek wacana, maka
fungsi utama dari kegiatan membaca lanjut adalah kunci bagi pembuka berbagai
ilmu, pengetahuan, dan teknologi dalam membuka dan meluaskan cakrawala
wawasan pembacanya. Dengan fungsi seperti itu, kegiatan membaca lanjut harus
diorientasikan kepada dua keterampilan utama dalam membaca, yakni ketepatan
memahami isi bacaan dan kecepatan membaca. Karena kegiatan membaca lanjut
itu berjenjang, yang dimulai sejak kelas 3 SD hingga akhir batas studi tertinggi,
maka tuntutan tingkat pemahaman dan kecepatannya pun berjenjang pula.
Kegiatan membaca lanjut, dilihat dari sasaran pembacanya, terbagi ke dalam tiga
kategori, yakni (a) membaca lanjut tingkat dasar, untuk kelas 3-6 SD; (b) membaca
lanjut tingkat menengah, untuk siswa SMP; dan (c) membaca lanjut tingkat mahir,
untuk siswa SMA ke atas. Sekadar untuk memberikan gambaran penjenjangan
tuntutan keterampilan dari masing- masing tingkatan membaca itu, berikut ini
disajikan pendapat Tarigan (1979)
yang diramunya dari beberapa sumber (Barbe & Abbot, 1975 dan
Dawson, et.al., 1963) yang berkaitan dengan tuntutan keterampilan
membaca nyaring di sekolah dasar.

KELA SASARAN KETERAMPILAN YANG


S DIHARAPKAN
I a. Mempergunakan ucapan yang tepat.
b. Mempergunakan frase dengan tepat.
c. Mempergunakan intonasi yang wajar.
d. Menunjukkan sikap/posisi yang benar
dalam membaca.
e. Kesadaran untuk merawat buku dengan
baik.
f. Menguasai tanda-tanda baca sederhana:
tanda titik (.), tanda koma (,), tanda tanya
(?), dan tanda seru (!).
II a. Membaca dengan terang dan jelas.
b. Membaca dengan penuh perasaan dan
ekspresi.
c. Membaca dengan lancar, tidak terbata-
bata.
III a. Membaca dengan penuh perasaan dan
ekspresi.
b. Mengerti dan memahami isi bacaan.
IV a. Memahami bacaan pada tingkat dasar.
b. Kecepatan mata dan suara: 3 kata per
detik.
V a. Membaca dengan pemahaman dan
perasaan.
b. Kecepatan membaca yang disesuaikan
dengan bahan bacaan.
c. Membaca dengan tidak terus-menerus
melihat teks
bacaan.
VI a. Membaca nyaring dengan penuh perasaan
dan ekspresi.
b. Membaca dengan penuh percaya diri.
Apa manfaat membaca untuk Anda? Secara sederhana dapat dikatakan bahwa
membaca secara khusus bermanfaat untuk memenuhi keperluan akan informasi
para pembaca sesuai dengan fungsi yang diusung oleh kegiatan membaca itu
sendiri. Manfaat lebih lanjut dari aktivitas membaca berkaitan dengan peningkatan
kualitas kehidupan seseorang dalam berbagai aspek kehidupan, misalnya aspek
pendidikan/akademik, aspek ekonomi, aspek sosial, aspek pekerjaan, dan lain-
lain.
D. JENIS MEMBACA LANJUT

Sudah dijelaskan di muka bahwa sasaran dari membaca lanjut adalah melek
wacana. Oleh karena itu, aspek yang harus dikembangkan dalam membaca lanjut
adalah pemahaman isi bacaan dan kecepatan membaca. Untuk mencapai dua hal
di atas, jenis membaca yang harus dikembangkan pada membaca lanjut adalah
jenis membaca dalam hati.
Pengklasifikasian jenis membaca berkaitan dengan sudut pandang
pengelompokannya. Ditinjau dari sudut cara membacanya dikenal dua jenis
membaca, yakni membaca nyaring dan membaca dalam hati. Membaca nyaring
lazim dikembangkan pada pembelajaran membaca permulaan; sementara untuk
pembelajaran membaca lanjut digunakan jenis membaca dalam hati. Meskipun
begitu, bukan berarti membaca nyaring tidak diperbolehkan pada pembelajaran
membaca lanjut. Membaca nyaring pada pembaca lanjut lebih diorientasikan pada
kegiatan membaca untuk orang lain atau “membacakan”. Dengan demikian,
prosesnya harus didahului oleh kegiatan membaca dalam hati terlebih dahulu
untuk menangkap isi/maksud bacaan sebelum membacakannya untuk orang lain.
Coba Anda perhatikan para penyiar televisi ketika membacakan siaran berita!

Kegiatan membaca nyaring untuk kepentingan diri sendiri biasanya berkaitan


dengan tujuan penikmatan atau kepuasan emosional, misalnya saja kegiatan
membaca puisi (membaca indah), membaca teks naskah drama, membaca cerita,
dan lain-lain. Coba Anda bandingkan, bagaimana pengalaman emosi Anda saat
membaca puisi berikut jika dibaca dengan cara dibunyikan/disuarakan (membaca
indah) dan dibaca di dalam hati.

E. MENGIMPLEMENTASIKAN JENIS MEMBACA LANJUT

1. Membacakan Naskah Pidato


Mari kita menerapkan kegiatan membaca nyaring dalam membaca lanjut
pada kegiatan berpidato. Sebelum berpidato, kita dapat menggunakan dua metode
persiapan tertulis berikut. Cara pertama, kita dapat melakukan persiapan dengan
hanya mencatat garis besar materi yang akan kita sampaikan dalam sebuah
pidato. Dalam hal ini, kita hanya mencatat topik dan sub-sub topik yang akan kita
sajikan dalam sebuah pidato. Cara kedua, kita melakukan persiapan pidato
dengan menyiapkan naskah pidato secara lengkap. Cara kedua inilah yang
menuntut keterampilan membaca nyaring dengan baik, agar proses komunikasi
melalui kegiatan pidato tersebut berhasil dengan baik.

Bagaimana cara membacakan naskah pidato dengan baik? Ada beberapa


hal yang harus diperhatikan dalam membacakan naskah pidato. Silakan Anda
coba tips berikut ini.
a. Sebelum naskah pidato itu dibacakan secara nyaring, pahamilah terlebih dulu
isinya melalui kegiatan membaca dalam hati. Dengan memahami isi naskah
pidato sebelum dibacakan, pembacaan naskah pidato secara bersuara akan
lancar, tidak terbata-bata.
b. Berupayalah menggunakan bahasa tubuh secara tepat dengan bantuan
mimik dan gestur tubuh yang mendukung.
c. Berupayalah untuk memelihara kontak mata dengan pendengar, jangan
terpaku pada naskah pidato secara terus-menerus tanpa menghiraukan
pendengarnya.

2. Membaca Wacana Informatif dari Internet


Salah satu media informasi dalam masyarakat modern adalah internet. Melalui
internet, setiap hari disebarkan beragam informasi yang melimpah ruah, mulai dari
informasi ringan, seperti cara merawat binatang peliharaan, hingga informasi yang
kompleks, seperti cara kerja komputer canggih. Beragam informasi tersedia dalam
internet. Sekarang ini, internet menjadi andalan setiap orang yang ingin
mengetahui segala sesuatu yang tidak atau ingin diketahuinya. Internet dianggap
“orang pintar” yang serba tahu dan selalu bersedia menjawab pertanyaan apapun
yang kita inginkan.
Kita harus dapat memanfaatkan informasi yang tersedia di internet sesuai
dengan keperluan kita. Untuk itu, sebelum kita bahas beberapa teknik khusus
mencari dan membaca wacana informatif di internet, sekali lagi saya ingatkan
bahwa kecepatan membaca sangat diperlukan. Semakin tinggi kecepatan
membaca Anda maka semakin hemat Anda dalam pengeluaran biaya untuk
menjelajahi internet.

3. Menikmati Karya Sastra


Anda mungkin pernah membaca cerpen atau novel yang bergaya cerita aku
contohnya, novel-novel karya Nh. Dini yang menggunakan sudut pandang orang
pertama dalam bercerita. Dengan gaya cerita seperti itu seolah-olah peristiwa demi
peristiwa dalam novel itu dialami oleh penulisnya sendiri. Mungkin pernah tebersit
dalam hati pembacanya bahwa kejadian demi kejadian dalam novel Pada Sebuah
Kapal (misalnya) benar-benar dialami oleh Nh. Dini sebagai pengarangnya.
Padahal, segala kejadian yang dituangkan dalam novel itu hanyalah hasil imajinasi
Nh. Dini, sebuah rekaan belaka. Rekaan, hasil imajinasi pengarang, merupakan
bagian dari kode sastra.

Bagaimana kalau saya ajak Anda terbang ke utara Indonesia, tepatnya ke


sebuah desa nelayan di Kepulauan Natuna. Seorang pemuda Natuna
melantunkan pantun berikut ini karena ia merasa tidak dipedulikan oleh seorang
remaja putri yang disukainya.

nyuk muduk jotuh bedepung hanyot


sampai tepi serasan anak muduk
jongonlah sumbung ciom pipi bou
belocan

Pahamkah Anda dengan isi pantun di atas? Kalau tidak, itu karena Anda
tidak menguasai bahasa Melayu Natuna, kode bahasa yang dipakai dalam pantun
tersebut. Pantun tersebut bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia kira-kira
sebagai berikut.
kelapa muda jatuh “berdepung” hanyut
sampai ke tepi pulau Serasan anak dara
janganlah sombong
cium pipinya bau belacan
Mo D u L 5
Keterampilan Menulis
K E gi A t A n B E LA J A R 1

Keterampilan Menulis Permulaan


A. PENGERTIAN MENULIS PERMULAAN

Jika Anda cermati contoh-contoh pernyataan di atas yang sama-sama


menggunakan kata menulis, tentu Anda dapat merasakan makna yang berbeda
untuk konsep menulis itu. Coba Anda cermati lagi pernyataan berikut, “Adikku
sudah pandai menulis, padahal dia masih duduk di sekolah taman kanak-kanak”.
Apa yang dimaksud dengan pandai menulis pada pernyataan tersebut? Apakah
pernyataan tersebut mengisyaratkan pemroduksian ide, gagasan, atau pikiran?
Atau hanya sekedar bisa menggambar atau melukis lambang-lambang bunyi
bahasa? Ya, Anda benar! Konsep menulis yang diusung oleh pernyataan pertama
di atas tidaklah berkaitan dengan pengeluaran atau penghasilan ide. Kegiatan
menulis seperti itu hanyalah sekadar melukis atau menggambar lambang bunyi
bahasa.

B. TUJUAN MENULIS PERMULAAN

Orientasi pembelajaran membaca dan menulis permulaan masih ditujukan


terhadap penguasaan mekanik. Pemroduksian ide atau gagasan dalam
pembelajaran menulis belum menjadi tuntutan utama. Oleh karena itu,
pembelajaran menulis permulaan sering disatupaketkan dengan pembelajaran
membaca permulaan. Ketika anak mengenali lambang-lambang bunyi secara
reseptif, dia juga harus mampu merepresentasikan lambang-lambang yang sudah
dikenalinya itu dalam wujud tulisnya.
Untuk memahami tuntutan keterampilan menulis di kelas rendah, mari kita
cermati standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) yang termuat dalam
KTSP SD.

C. TUJUAN DAN FUNGSI MENULIS PERMULAAN

Seperti halnya membaca permulaan, menulis permulaan berfungsi sebagai


peletak dasar bagi kemampuan menulis lanjut sebagai kemampuan menulis yang
sesungguhnya, yakni menuangkan pikiran, perasaan, gagasan, ke dalam bentuk
bahasa tulis. Kemampuan menulis permulaan masih berorientasikan kemampuan
motorik tangan dalam menuliskan lambang- lambang bunyi bahasa. Pada tahap
awal, kegiatan menulis (permulaan) identik dengan menggambar huruf (lambang-
lambang bunyi). Pelatihan gerak motorik tangan menjadi sasaran utama dari
pembelajaran menulis permulaan. Pelatihan dan pembelajaran menulis masih
berkisar di seputar keterampilan mekanik/motorik gerak tangan, belum sampai
pada aktivitas otak dalam melahirkan gagasan, ide, pikiran, pendapat, dan lain-
lain.
Menulis permulaan diorientasikan untuk tujuan-tujuan berikut:
1. melatih kelenturan gerak tangan;
2. menirukan gambar/lambang bunyi bahasa (huruf-huruf);
3. membedakan bentuk/gambar setiap lambang bunyi;
4. menulis tegak bersambung;
5. menulis indah.

D. JENIS-JENIS PEMBELAJARAN MENULIS PERMULAAN

Kegiatan menulis permulaan tidak dapat dipisahkan dari membaca permulaan.


Kedua keterampilan ini diberikan secara berbarengan. Keterampilan-keterampilan
motorik yang mula-mula dilatihkan diawali dengan kegiatan prabaca atau kegiatan
menulis tanpa buku. Melalui kegiatan bercerita, beranalogi, dan berimajinasi guru
mengajak siswa untuk melakukan aktivitas-aktivitas motorik yang dapat
melenturkan gerakan- gerakan tangan. Hal ini dimaksudkan untuk melatih otot-otot
tangan agar tidak kaku. Sebagai contoh, anak dilatih untuk membuat pagar di
udara. Agar tidak berkesan instruksi, kegiatan ini dilakukan melalui kegiatan
bercerita yang diselingi dengan kegiatan bernyanyi. Dengan demikian, anak tidak
merasa sedang diajari melainkan berbuat sesuatu atas kehendaknya sendiri.
Sebagai contoh, guru dapat melatih siswa melalui ajakan berikut: “Anak- anak,
siapa yang rumahnya memakai pagar? Mari kita membuat pagar di udara! Coba
semua angkat tangannya, letakkan di depan sejajar dengan mata kalian, lalu tarik
ke bawah. Ayo, ulangi sekali lagi! Buatlah pagar yang banyak!”.
Yang harus diperhatikan guru dalam pembelajaran menulis tanpa buku ini
adalah bagaimana menanamkan kebiasaan anak dalam menggerakkan tangan
dengan arah dan gerakan yang benar dalam menulis Latin. Sebagai contoh, untuk
menuliskan lambang-lambang bunyi (huruf) yang berupa garis tegak lurus, dimulai
dari atas lalu ditarik garis lurus ke bawah. Kemampuan motorik ini, akan menjadi
dasar bagi keterampilan dalam menuliskan lambang-lambang bunyi (huruf) yang
menggunakan garis-garis lurus, seperti:
/b/, /d/. /h/, /i/, /k/, /m/, dan seterusnya.
1. Menjiplak Berbagai Bentuk Gambar
Pelatihan ini lebih merupakan transisi dari pelatihan aktivitas motorik tanpa
buku (di udara) ke pelatihan motorik dengan menggunakan media buku. Bentuk-
bentuk gambar untuk bahan jiplakan hendaknya gambar- gambar yang dekat
dengan lingkungan dan kehidupan anak, familier, dan menarik minat anak-anak.
Kegiatan menjiplak gambar dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama,
disediakan gambar utuh yang akan dijiplak dengan meletakkan kertas karbon atau
kertas tipis sebagai alas gambarnya. Hasil cetakan karbon (jiplakan) yang dibuat
anak akan mengindikasikan kemampuan motorik tangannya. Hasil jiplakan yang
relatif rapi mengindikasikan kelenturan motorik tangannya. Sebaliknya, hasil
jiplakan yang kurang rapi, terputus-putus, atau terseok-seok tidak karuan
menunjukkan kekakuan gerak tangan dari si pembuatnya. Cara kedua dapat
dilakukan tanpa bantuan kertas karbon, namun gambarnya dibuat dalam bentuk
titik-titik atau garis putus-putus.
2. Menjiplak Bentuk-bentuk Huruf
Selanjutnya, proses menjiplak mulai diarahkan pada bentuk-bentuk
lambang yang biasa dikenal sebagai huruf atau lambang fonem. Caranya, hampir
sama dengan menjiplak bentuk gambar, namun objeknya diganti dengan bentuk-
bentuk huruf. Teknisnya dapat dilakukan dengan memisahkan bentuk-bentuk
fonem vokal seperti /a, i, u, e, o/ dan fonem konsonan seperti
/b, c, d, f, g, h, j, dst/; atau mungkin dengan memperkenalkan bentuk-bentuk
huruf secara alfabetis seperti /a, b, c, d, e, f, g, h, i, j, k, dst/.
3. Menebalkan Berbagai Bentuk Gambar dan Huruf
Praktik pembelajaran jenis ketiga ini hampir sama dengan jenis pertama dan
kedua. Bedanya terletak pada sajian objek bentuk gambar atau huruf yang harus
ditebalkan anak dengan tinta yang lebih tipis, lebih halus, dan lebih samar. Tugas
siswa adalah menebalkan bentuk-bentuk gambar atau huruf dimaksud agar lebih
jelas.
Pada saat kegiatan ini berlangsung, guru harus memperhatikan posisi duduk,
posisi tangan, cara memegang pensil, dan cara menarik garis-garis yang dilakukan
siswa agar tidak salah. Jika cara-cara salah siswa dibiarkan, nanti akan
membentuk kebiasaan yang sulit diluruskan di kemudian hari.

4. Mencontoh Huruf dari Buku atau Papan Tulis


Proses berikutnya adalah mencontoh. Siswa harus bisa membuat sendiri
bentuk-bentuk huruf sesuai dengan bentuk-bentuk huruf yang dicontohkan guru,
baik di dalam buku maupun di papan tulis. Yang harus diperhatikan guru dalam
proses mencontoh ini adalah hal-hal berikut: (1) contoh yang dibuat guru harus
baik dan benar, (2) urutan contoh huruf yang diberikan harus menunjukkan gradasi
dari urutan mudah-sukar dan sederhana- kompleks, (3) memperhatikan kesulitan-
kesulitan siswa secara individual, (4) memberikan bantuan khusus bagi siswa yang
mengalami kesulitan.

5. Mencontoh Kata/Kalimat dari Buku atau Papan Tulis


Proses yang sama seperti butir 4 dilakukan terhadap objek yang berupa kata
atau kalimat sederhana. Kata atau kalimat yang dicontohkan ditulis dalam bentuk
tegak lepas-lepas bukan tegak bersambung.
6. Mencontoh Teks Sederhana dari Buku atau Papan Tulis
Teks untuk contoh tulisan dapat dibuat sendiri oleh guru, diambil dari lirik lagu
anak-anak, atau teks yang disusun guru berdasarkan cerita anak. Mari kita lihat
contoh tulisan yang disusun guru berdasarkan cerita anak
7. Menyalin Puisi/Lagu Anak Sederhana dengan Huruf Lepas atau Huruf Tegak
Bersambung
Apa bedanya mencontoh dan menyalin? Mencontoh sama dengan meniru.
Artinya, hasil yang dicontoh harus sama atau mendekati persamaan dengan apa
yang dicontohkan. Sementara menyalin tidak perlu persis sama. Jika yang
dicontohkan menggunakan huruf tegak bersambung, anak dapat menyalinnya
dengan huruf tegak lepas-lepas atau dengan huruf tegak bersambung lagi. Yang
menjadi fokus perhatian dalam proses menyalin adalah ketepatan dan kebenaran
menyalin huruf, kata, dan kalimat dengan benar.
8. Menulis Kalimat Sederhana yang Didiktekan Guru
Kegiatan ini selain dimaksudkan untuk melatih gerak motorik tangan anak,
menilai kemampuan anak dalam mengenali bentuk-bentuk lambang bunyi, juga
melatih aspek pendengaran dan kemampuan reseptif dalam menerima rangsang
bunyi yang berupa ujaran-ujaran bermakna. Kalimat- kalimat yang didiktekan guru
sebaiknya berkaitan dengan dunia anak, mengandung nilai karakter, positif, dan
gradatif dilihat dari panjang-pendek kata dan panjang-pendeknya kalimat.

K E gi A t A n B E LA J A R 2
Keterampilan Menulis Lanjut
A. PENGERTIAN MENULIS LANJUTAN

Keterampilan menulis lanjut merupakan keterampilan menulis yang


sesungguhnya, yakni kegiatan menuangkan gagasan, ide, pikiran, perasaan ke
dalam bentuk lambang-lambang bunyi berupa bahasa tulis. Jika menulis
permulaan diidentikkan dengan menggambar atau melukis lambang bunyi bahasa,
menulis lanjutan merupakan kegiatan menulis (yang sesungguhnya).
Menurut Syamsuddin, AR (2011), dalam arti sesungguhnya, menulis
merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang dimiliki dan digunakan oleh
manusia sebagai alat komunikasi tidak langsung di antara mereka. Agar ide,
gagasan, pikiran, dan perasaan yang dituangkan ke dalam bahasa tulis itu mudah
dipahami orang lain maka ide itu haruslah disusun secara logis dan sistematis.
B. TUJUAN DAN FUNGSI MENULIS LANJUTAN

Fungsi utama menulis adalah alat komunikasi secara tidak langsung. Dalam
kegiatan berkomunikasi tulis, si penyampai pesan (penulis) menyampaikan pesan
(ide, gagasan, pikiran, kehendak, perasaan) melalui sistem lambang (bahasa tulis)
kepada si penerima pesan (pembaca). Kegiatan menulis itu melibatkan komponen-
komponen berikut: (1) penulis, (2) pesan, (3) sistem lambang bunyi (bahasa), dan
(pembaca). Penulis menyampaikan pikiran, gagasan, konsep, ide, dan
perasaannya kepada pihak lain melalui media bahasa tulis. Melalui tulisannya itu,
si penulis berusaha untuk memproyeksikan dirinya ke dalam bahasa tertulis. Dia
akan mengambil peran tertentu. Dengan demikian, tulisannya akan mencerminkan
nada yang sesuai dengan maksud dan tujuan penulisannya.
C. KETERAMPILAN MENULIS LANJUT DI SD KELAS TINGGI

Keterampilan menulis lanjutan merupakan kompetensi yang harus dibekalkan


kepada siswa SD ketika mereka mulai memasuki kelas tinggi (kelas 3-6 SD).
Keterampilan-keterampilan menulis apa sajakah yang harus dibekalkan kepada
siswa SD di kelas tinggi itu?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, mari kita cermati standar kompetensi
dan kompetensi dasar (SK-KD) menulis untuk kelas tinggi (kelas 3-6 SD) dalam
KTSP Bahasa Indonesia SD.

D. JENIS-JENIS MENULIS LANJUTAN DI KELAS TINGGI


Jenis-jenis menulis untuk kelas tinggi di sekolah dasar erat kaitannya dengan
jenis atau model pembelajarannya. Berdasarkan tabel SK-KD dan pemetaannya di
atas, tentu Anda dapat mempertimbangkan jenis-jenis pembelajaran menulis lanjut
apa yang cocok untuk kelas tinggi yang sesuai dengan tuntutan SK-KD tersebut.
Pembelajaran menulis terbimbing adalah pembelajaran menulis yang melatih
dan membimbing si pembelajar untuk melahirkan ide, gagasan, pikiran, atau
perasaannya itu berdasarkan rangsang-rangsang yang secara sengaja disediakan.
Hal itu dimaksudkan untuk membantu mereka dalam melahirkan gagasan.
Bagaimana menuangkan gagasan ke dalam kata-kata dan kalimat pertama, acap
kali menjadi hambatan utama dalam kegiatan menulis atau mengarang. Oleh
karena itu, diperlukan stimulus atau rangsang yang dapat menggugah atau
menginspirasi si pembelajar untuk merangkai kata-kata menjadi kalimat-kalimat
bermakna yang dapat mewakili pikirannya.
A. ASPEK KEBAHASAAN DALAM MENULIS

Jika kita cermati SKKD menulis untuk SD di atas, kita bisa menyimpulkan
bahwa aspek kebahasaan dalam menulis selalu diimersikan dalam kegiatan
menulis, terutama untuk kelas tinggi. Aspek-aspek kebahasaan itu meliputi; ejaan
dan tanda baca, diksi, kalimat efektif, kalimat santun. Dalam menulis sebuah
karangan, tentu saja kita harus memilih kata dan menyusunnya menjadi kalimat.
Kemudian, kalimat-kalimat itu kita rangkai menjadi paragraf, dan selanjutnya
terwujudlah sebuah karangan utuh dengan menggunakan organisasi karangan
tertentu. Dalam menuliskan kata serta kalimat, kita perlu pula memperhatikan dan
menaati konvensi dalam penggunaan huruf, tanda baca, serta konvensi tata tulis
lainnya. Ini berarti dalam menulis, kita dituntut untuk dapat memilih kata yang
tepat, menggunakan bentuk kata yang benar, menyusun kalimat yang efektif, dan
memperhatikan aspek ejaan serta organisasi karangan.
MODUL 6

Pembelajaran Keterampilan Berbahasa dengan Fokus Menyimak

KEGIATAN BELAJAR 1

Pembelajaran Menyimak di Kelas Rendah

A. SKKD MENYIMAK/MENDENGARKAN KELAS RENDAH

1. Kelas I Semester 1
Memahami bunyi bahasa, perintah, dan dongeng yang dilisankan.
a. Membedakan berbagai bunyi bahasa.
b. Melaksanakan sesuatu sesuai dengan perintah atau petunjuk
sederhana.
c. Menyebutkan tokoh-tokoh dalam cerita.

2. Kelas I Semester 2
Memahami wacana lisan tentang deskripsi benda-benda di sekitar
dan dongeng.
a. Mengulang deskripsi tentang benda-benda di sekitar.
b. Menyebutkan isi dongeng.

3. Kelas II Semester 1
Memahami teks pendek dan puisi anak yang dilisankan.
a. Menyebutkan kembali dengan kata-kata atau kalimat sendiri isi
teks pendek.
b. Mendeskripsikan isi puisi.
1. Kelas II Semester 2
Memahami pesan pendek dan dongeng yang dilisankan.
c. Menyampaikan pesan pendek yang didengarnya kepada orang
lain.
d. Menceritakan kembali isi dongeng yang didengarnya.

2. Kelas III semester 1


Memahami penjelasan tentang petunjuk dan cerita anak yang
dilisankan
e. Melakukan sesuatu berdasarkan penjelasan yang disampaikan
secara lisan.
f. Mengomentari tokoh-tokoh cerita anak yang disampaikan
secara lisan.

3. Kelas III semester 2


Memahami cerita dan teks drama anak yang dilisankan
g. Memberikan tanggapan sederhana tentang cerita pengalaman
teman yang didengarnya.
h. Menirukan dialog dengan ekspresi yang tepat dari pembacaan
teks drama anak yang didengarnya.
B. PERENCANAAN, PELAKSANAAN, DAN PENILAIAN
MENYIMAK KELAS RENDAH

Perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran menyimak tertuang


dalam RPP. Rencana program pembelajaran (RPP) adalah rencana yang
menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai
satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan dijabarkan dalam
silabus. Lingkup rencana pembelajaran paling luas mencakup 1 (satu) kompetensi
dasar yang terdiri atas 1 (satu) indikator atau beberapa indikator untuk 1 (satu) kali
pertemuan atau lebih. RPP digunakan sebagai acuan bagi guru untuk
melaksanakan kegiatan pembelajaran agar lebih terarah dan berjalan efisien dan
efektif. RPP yang baik harus memenuhi beberapa kriteria berikut.
1. Kemampuan dasar dan materi mengacu pada silabus.
2. Proses pembelajaran memberikan pengalaman belajar yang
bermakna bagi siswa.
3. Terdapat keselarasan antara kemampuan dasar, materi, dan alat
penilaian.
4. Dapat dilaksanakan.
5. Mudah dimengerti/dipahami.
Untuk keperluan pelaksanaan pembelajaran di kelas perlu disusun
perencanaan pembelajaran dalam bentuk RPP yang merupakan realisasi
dari pengalaman belajar siswa yang telah ditentukan pada silabus.
Secara lengkap komponen satuan pembelajaran meliputi:
1. identitas mata pelajaran;
2. standar kompetensi dan kemampuan dasar;
3. indikator/tujuan;
4. materi pembelajaran;
5. strategi belajar mengajar (SBM);
6. media pembelajaran;
7. penilaian dan tindak lanjut;
Contoh Format Rencana Program Pembelajaran
1.
Berikut ini disajikan contoh format RPP, namun bagi para guru juga
diperbolehkan membuat format sendiri sesuai dengan kebutuhan masing-
masing.
Rencana Program Pembelajaran
Mata Pelajaran : .........................................................................
Kelas : .........................................................................
Semester : .........................................................................
Alokasi Waktu : .........................................................................
Standar Kompetensi : (diambil dari silabus atau kurikulum)
Kemampuan Dasar : (diambil dari silabus atau kurikulum)
Indikator/Tujuan : (dirumuskan oleh guru)
Materi Pembelajaran : (diambil dari silabus dan dikembangkan oleh
guru)
Strategi Belajar Mengajar: (berisi pengalaman belajar, aktivitas guru dan
siswa)
Media Pembelajaran : (ditentukan/dirancang oleh guru)
Penilaian dan Tindak Lanjut : (berisi jenis tagihan, kriteria keberhasilan,
dan tindak lanjut dari penilaian tersebut)
Sumber Bahan : (diisi semua sumber yang digunakan dalam
pembelajaran)
Mengetahui Kepala Sekolah, Guru Bahasa Indonesia

( .......................................) (……………………….)

1. Contoh Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Rencana Program Pembelajaran Bahasa


Indonesia Mata Pelajaran : Bahasa
Indonesia Kelas/Semester : I/1SD
Standar Kompetensi : Menyimak /mendengarkan
cerita Kompetensi Dasar : Mampu mengomentari tokoh
cerita Indikator : dapat menyerap cerita
Tema : Pengalaman
Sub Tema : Pengalaman siswa ke toko buku
Waktu : 2 X 35 menit
RANGKUMAN
PDGK4101/MODUL 4-6
KETERAMPILAN BAHASA INDONESIA
SD

DI SUSUN :

NAMA : PUTRI DIANA


KELAS/SEMESTER : A/4
NIM : 856720349
TUTOR : Dr. SITI MARDIAH, M.Pd
MATA KULIAH : PDGK4101 KETERAMPILAN BAHASA
INDONESIA
TUGAS TUTORIAL :2

PROGRAM PENDIDIKAN S1 PGSD


UNIVERSITAS TERBUKA
TAHUN 2021

Anda mungkin juga menyukai