Anda di halaman 1dari 29

RANGKUMAN

PDGK4101/MODUL 1-3
KETERAMPILAN BAHASA INDONESIA
SD

DI SUSUN :

NAMA : PUTRI DIANA


KELAS/SEMESTER : A/4
NIM : 856720349
TUTOR : Dr. SITI MARDIAH, M.Pd
MATA KULIAH : PDGK4101 KETERAMPILAN BAHASA
INDONESIA
TUGAS TUTORIAL :1

PROGRAM PENDIDIKAN S1 PGSD


UNIVERSITAS TERBUKA
TAHUN 2021
MODUL 1
K egiatan Belajar 1

Pengertian dan Manfaat


Keterampilan Berbahasa

A. PENGERTIAN KETERAMPILAN BERBAHASA

Mari kita perhatikan kehidupan dalam masyarakat. Anggota-anggota


suatu masyarakat saling berhubungan dengan cara berkomunikasi.
Komunikasi sesungguhnya terjadi dalam suatu konteks kehidupan
yang dinamis, dalam suatu konteks budaya. Dalam komunikasi yang
sesungguhnya, ketika melakukan proses encoding si pengirim berada
dalam suatu konteks yang berupa ruang, waktu, peran, serta konteks
budaya yang menjadi latar belakang pengirim dan penerima.
Keberhasilan suatu komunikasi sangat bergantung kepada proses
encoding dan decoding yang sesuai dengan konteks komunikasinya.
Seseorang dikatakan memiliki keterampilan berbahasa dalam posisi
sebagai pengirim pesan (encoder), jika dalam proses encoding ia terampil
memilih bentuk-bentuk bahasa yang tepat, sesuai dengan konteks
komunikasi. Kemudian, ia dapat dikatakan memiliki keterampilan
berbahasa dalam posisi sebagai penerima pesan (decoder), jika dalam
proses decoding ia mampu mengubah bentuk-bentuk bahasa yang
diterimanya dalam suatu konteks komunikasi menjadi pesan yang utuh,
yang isi dan maksudnya sama dengan maksud si pengirimnya.

B. MANFAAT KETERAMPILAN BERBAHASA

Dapat dibayangkan apabila kita tidak memiliki kemampuan


berbahasa. Kita tidak dapat mengungkapkan pikiran, tidak dapat
mengekspresikan perasaan, tidak dapat menyatakan kehendak, atau
melaporkan fakta-fakta yang kita amati. Di pihak lain, kita tidak dapat
memahami pikiran, perasaan, gagasan, dan fakta yang disampaikan
oleh orang lain kepada kita.
Jangankan tidak memiliki kemampuan seperti yang dikemukakan di
atas, kita pun akan mengalami berbagai kesulitan apabila keterampilan
berbahasa yang kita miliki tergolong rendah. Sebagai guru, kita akan
mengalami kesulitan dalam menyajikan materi pelajaran kepada peserta
didik bila keterampilan berbicara yang kita miliki tidak memadai. Di pihak
lain, para siswa pun akan mengalami kesulitan dalam menangkap dan
memahami pelajaran yang disampaikan gurunya. keterampilan menulis.
Profesi-profesi di bidang hubungan masyarakat,
pemasaran/penjualan, politik, hukum (jaksa, hakim, pengacara) adalah
contoh-contoh bidang pekerjaan yang mensyaratkan dimilikinya
keterampilan berbahasa, baik aspek berbicara, menyimak, membaca,
dan menulis. Masih banyak lagi contoh lain yang tidak dapat disebutkan
satu per satu di sini, yang menunjukkan betapa pentingnya keterampilan
berbahasa bagi berbagai aspek kehidupan.

RANGKUMAN
Keterampilan berbahasa ada empat aspek, yaitu keterampilan
menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Menyimak dan membaca
merupakan aspek reseptif, sementara berbicara dan menulis merupakan
aspek produktif. Dalam aktivitas berbicara, si pengirim pesan
mengirimkan pesan dengan menggunakan bahasa lisan. Sementara,
dalam menyimak si penerima pesan berupaya memberi makna terhadap
bahasa lisan yang disampaikan si penyampainya. Dalam kegiatan
menulis, si pengirim pesan mengirimkan pesan dengan menggunakan
bahasa tulis. Di pihak lain, dalam membaca si penerima pesan berupaya
memberi makna terhadap bahasa tulis yang disampaikan penulisnya.

.
Kegiatan Belajar 2

Aspek-aspek Keterampilan Berbahasa

A. MENDENGARKAN/MENYIMAK

Mendengarkan adalah keterampilan memahami bahasa lisan yang


bersifat reseptif. Yang dimaksud dengan keterampilan mendengarkan di
sini bukan berarti hanya sekadar mendengarkan bunyi-bunyi bahasa
melalui alat pendengarannya, melainkan sekaligus memahami
maksudnya. Oleh karena itu, istilah mendengarkan sering diidentikkan
dengan menyimak. Istilah mendengarkan/menyimak berbeda dari istilah
mendengar. Meskipun sama- sama menggunakan alat pendengaran,
mendengarkan berbeda dengan mendengar. Pada kegiatan mendengar
tidak tercakup unsur kesengajaan, konsentrasi, atau bahkan pemahaman.
Sementara pada kegiatan mendengarkan terdapat unsur-unsur
kesengajaan, dilakukan dengan penuh perhatian dan konsentrasi untuk
memperoleh pemahaman yang memadai. Dalam bahasa pertama
(bahasa ibu), kita memperoleh keterampilan mendengarkan melalui
proses yang tidak kita sadari yang disebut dengan proses aquisition
(pemerolehan), bukan melalui proses learning (pembelajaran). Oleh
karena itu, kita pun tidak menyadari begitu kompleksnya proses
pemerolehan keterampilan mendengarkan tersebut. Berikut ini secara
singkat disajikan deskripsi mengenai aspek-aspek yang terkait dalam
upaya belajar memahami apa yang kita dengarkan dalam bahasa kedua.

Ada dua jenis situasi dalam mendengarkan, yaitu situasi


mendengarkan secara interaktif dan situasi mendengarkan secara
noninteraktif. Mendengarkan secara interaktif terjadi dalam percakapan
tatap muka dan percakapan di telepon atau yang sejenis dengan itu.
Dalam mendengarkan jenis ini kita secara bergantian melakukan aktivitas
mendengarkan dan berbicara. Oleh karena itu, kita memiliki kesempatan
untuk bertanya guna memperoleh penjelasan, meminta lawan bicara
mengulang apa yang diucapkan olehnya, atau mungkin memintanya
berbicara agak lebih lambat.
Contoh situasi-situasi mendengarkan noninteraktif, yaitu
mendengarkan radio, TV, film, khotbah, atau mendengarkan dalam acara-
acara seremonial. Dalam situasi mendengarkan noninteraktif tersebut,
kita tidak dapat meminta penjelasan dari pembicara, tidak bisa meminta
pembicara mengulangi apa yang diucapkannya, dan tidak bisa meminta
pembicaraan diperlambat.

B. BERBICARA

Dalam keterampilan berbicara dikenal tiga jenis situasi berbicara,


yaitu interaktif, semiinteraktif, dan noninteraktif. Situasi-situasi berbicara
interaktif, misalnya terjadi pada percakapan secara tatap muka dan
berbicara

melalui telepon. Kegiatan berbicara dalam situasi interaktif ini


memungkinkan adanya pergantian peran/aktivitas antara berbicara dan
mendengarkan. Di samping itu, situasi interaktif ini memungkinkan para
pelaku komunikasi untuk meminta klarifikasi, pengulangan kata/kalimat,
atau meminta lawan bicara untuk memperlambat tempo bicara, dan lain-
lain. Kegiatan berbicara dalam situasi interaktif ini dilakukan secara tatap
muka langsung, bersifat dua arah, atau bahkan multiarah.

Berikut ini beberapa keterampilan mikro yang harus dimiliki oleh si


pembicara dalam melakukan aktivitas berbicara, antara lain:
1. mengucapkan bunyi-bunyi yang berbeda secara jelas sehingga
pendengar dapat membedakannya;
2. menggunakan tekanan, nada, serta intonasi secara jelas dan tepat
sehingga pendengar dapat memahami apa yang diucapkan
pembicara;
3. menggunakan bentuk-bentuk kata, urutan kata, serta pilihan kata
yang tepat;
4. menggunakan register atau ragam bahasa yang sesuai dengan
situasi komunikasi dan pelaku komunikasi (hubungan antara
pembicara dan pendengar);
5. menyampaikan kalimat-kalimat utama (the main sentence
constituents) dengan jelas bagi pendengar;
C. MEMBACA

Keterampilan membaca tergolong keterampilan yang bersifat aktif-


reseptif. Aktivitas membaca dapat dikembangkan secara tersendiri,
terpisah dari keterampilan mendengarkan dan berbicara. Namun, pada
masyarakat yang memiliki tradisi literasi yang telah berkembang, sering
kali keterampilan membaca dikembangkan secara terintegrasi dengan
keterampilan menyimak dan berbicara.

Keterampilan-keterampilan mikro yang terkait dengan proses


membaca yang harus dimiliki pembicara, adalah
1. mengenal sistem tulisan yang digunakan;
2. mengenal kosakata;
3. menentukan kata-kata kunci yang mengidentifikasikan topik dan
gagasan utama;
4. menentukan makna kata-kata, termasuk kosakata, dari konteks
tertulis;
5. mengenal kelas kata gramatikal: kata benda, kata sifat, dan
sebagainya;
6. menentukan konstituen-konstituen dalam kalimat, seperti subjek,
predikat, objek, dan preposisi;
D. MENULIS

Keterampilan menulis merupakan keterampilan yang bersifat aktif-


produktif. Keterampilan ini dipandang menduduki hierarki yang paling
rumit dan kompleks di antara jenis-jenis keterampilan berbahasa lainnya.
Mengapa? Aktivitas menulis bukanlah sekadar hanya menyalin kata-kata
dan kalimat-kalimat; melainkan menuangkan dan mengembangkan
pikiran- pikiran, gagasan-gagasan, ide, dalam suatu struktur tulisan yang
teratur, logis, sistematis, sehingga mudah ditangkap oleh pembacanya.

Berikut ini keterampilan-keterampilan mikro yang diperlukan dalam


menulis, di mana penulis perlu untuk:
1. menggunakan ortografi dengan benar, termasuk di sini
penggunaan ejaan;
2. memilih kata yang tepat;

3. menggunakan bentuk kata dengan benar;


4. mengurutkan kata-kata dengan benar;
5. menggunakan struktur kalimat yang tepat dan jelas bagi pembaca;
6. memilih genre tulisan yang tepat, sesuai dengan pembaca yang
dituju;
7. mengupayakan ide-ide atau informasi utama didukung secara
jelas oleh ide-ide atau informasi tambahan;
8. mengupayakan, terciptanya paragraf, dan keseluruhan tulisan
koheren sehingga pembaca mudah mengikuti jalan pikiran atau
informasi yang disajikan;
9. membuat dugaan seberapa banyak pengetahuan yang dimiliki
oleh pembaca sasaran mengenai subjek yang ditulis dan membuat
asumsi mengenai hal-hal yang belum mereka ketahui dan penting
untuk ditulis (http://www.sil.org/lingualinks).

K egiatan Belajar 3
Keterkaitan Antaraspek
Keterampilan Berbahasa

A. HUBUNGAN BERBICARA DENGAN MENYIMAK

Menurut Brooks dalam Tarigan (1994:3), berbicara dan


mendengarkan merupakan kegiatan komunikasi dua arah yang bersifat
langsung.

Kegiatan komunikasi interaktif seperti dilukiskan dalam diagram di


atas, terjadi antarteman, antara pembeli dan penjual, atau dalam suatu
diskusi kelompok. Dalam hal ini, A berbicara dan B mendengarkan.
Setelah itu giliran B berbicara dan A mendengarkan. Namun, ada pula
dalam suatu konteks komunikasi itu terjadi dalam situasi noninteraktif,
yaitu satu pihak saja yang berbicara dan pihak lain hanya mendengarkan.
Agar lebih jelas, situasi komunikasi tersebut digambarkan dalam diagram
berikut ini.

B, C, D, E

A F, G, H, I

Gambar 1.5
Diagram Komunikasi Noninteraktif

Aktivitas komunikasi seperti yang dilukiskan dalam Gambar 1.5 di


atas, misalnya dalam kegiatan khotbah di masjid, pidato dalam suatu
acara perayaan hari-hari besar, berkampanye, atau berbicara dalam
suatu acara siaran berita televisi. Di sini, hanya satu pihak yang
berbicara. Pihak lain hanya mendengarkan.
Dawson dalam Tarigan (1994:3) menjelaskan hubungan antara
berbicara dan mendengarkan, seperti berikut ini.
1. Ujaran biasanya dipelajari melalui proses mendengarkan dan proses
meniru. Dengan demikian, materi yang didengarkan dan direkam
dalam ingatan berpengaruh terhadap kecakapan berbicara
seseorang,
2. Ujaran seseorang mencerminkan pemakaian bahasa di lingkungan
keluarga dan masyarakat tempatnya hidup, misalnya dalam
penggunaan intonasi, kosakata, dan pola-pola kalimat.
3. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan
mendengarkan berarti pula membantu meningkatkan kualitas
berbicara.
4. Bunyi suara yang didengar merupakan faktor penting yang
berpengaruh terhadap kemampuan berbicara seseorang (terutama
anak-anak). Oleh karena itu, suara dan materi pembicaraan yang
berkualitas baik yang didengar dari seorang guru, tokoh-tokoh, atau
dari pemuka-pemuka agama, dari rekaman-rekaman atau cerita-
cerita yang bernilai tinggi, sangat membantu anak atau seseorang
yang sedang belajar berbicara.

B. HUBUNGAN MENYIMAK DENGAN MEMBACA

Seperti telah disinggung pada bagian terdahulu, mendengarkan dan


membaca sama-sama merupakan keterampilan berbahasa yang bersifat
reseptif. Mendengarkan berkaitan dengan penggunaan bahasa ragam
lisan, sedangkan membaca merupakan aktivitas berbahasa ragam tulis.

Melalui diagram di atas tampak jelas bahwa baik mendengarkan


maupun membaca merupakan kegiatan berbahasa yang bersifat reseptif.
Perbedaannya hanya pada objek yang menjadi fokus perhatian awal yang
menjadi stimulus. Pada mendengarkan fokus perhatian (stimulus) berupa
suara (bunyi-bunyi), sedangkan pada membaca adalah lambang tulisan
membaca sering disampaikan guru di kelas dengan menggunakan
bahasa lisan. Untuk itu, kemampuan murid dalam mendengarkan dengan
pemahaman sangat penting.
C. HUBUNGAN MEMBACA DENGAN MENULIS
Telah dikemukakan pada bagian terdahulu bahwa baik membaca
maupun menulis merupakan aktivitas berbahasa ragam tulis. Menulis
merupakan kegiatan berbahasa yang bersifat produktif, sedangkan
membaca merupakan kegiatan berbahasa yang bersifat reseptif.
Seseorang menulis guna menyampaikan gagasan, perasaan atau
informasi dalam bentuk tulisan. Sebaliknya, seseorang membaca guna
memahami gagasan, perasaan atau informasi yang disajikan dalam
bentuk tulisan tersebut.

D. HUBUNGAN MENULIS DENGAN BERBICARA

Anda tentu sering menghadiri acara seminar, bahkan mungkin pernah


menjadi pemakalahnya. Seorang pembicara dalam seminar biasanya
diminta menulis sebuah makalah terlebih dulu. Kemudian, yang
bersangkutan diminta menyajikan makalah itu secara lisan dalam suatu
forum. Selanjutnya, peserta seminar akan menanggapi isi pembicaraan si
pemakalah tersebut.
Dalam berpidato pun (salah satu jenis aktivitas berbicara) seseorang
dituntut membuat perencanaan dalam bentuk tulisan. Untuk pidato-pidato
yang tidak terlalu resmi mungkin si pembicara cukup menuliskan secara
singkat pokok-pokok yang akan dibicarakan itu sebagai persiapan. Dalam
suatu pidato resmi (misalnya pidato kenegaraan), pembicara dituntut
menulis naskah pidatonya secara lengkap.
MODUL 2

Keterampilan Menyimak
KEGIATAN BELAJAR 1

Keterampilan Menyimak Permulaan

A. PENGERTIAN MENYIMAK

Silakan pahami di antara peristiwa di bawah ini, manakah yang termasuk


menyimak?

Peristiwa 1
Pernahkah Anda mendengar seseorang berteriak, tetapi Anda tidak
menghiraukannya. Misalnya “Sayuuuuuur...... sayuuuuuur siapa
mau membeli sayur?” Ketika itu Anda sedang asyik membaca buku sambil
mengerjakan tugas. Dalam hati berbicara bahwa sebenarnya Anda ingin
sekali membeli sayuran tersebut, namun pekerjaan belum selesai.

Peristiwa 2
Pernah terjadi Neng Ina sedang memasak sambil mendengarkan lagu
dari radio. Kepalanya bergoyang-goyang. Bukan hanya itu ia pun turut
menyanyikan lagu tersebut. Ia tidak menyahut ketika ibunya memanggil
namanya. “Neng Ina. mau ikut ke toko buku nanti pukul 5
sore sambil jalan-jalan?” Saat itu tidak ada sahutan. Ibunya penasaran.
“Pantas saja tidak menjawab pertanyaan ibu! Asyik sekali menyanyi.” Sambil
geleng-geleng kepala ibu bergumam dan tersenyum. Kemudian menepuk
bahu Neng Ina.
kuning menyorot dari langit menghantam setan penghuni hutan sekaligus
melenyapkannya.
Aji Saka tiba di Medang Kamulan yang sepi. Di istana, Prabu Dewata
Cengkar sedang murka karena Patih Jugul Muda tidak membawa korban
untuk sang Prabu.
Dengan berani, Aji Saka menghadap Prabu Dewata Cengkar dan
menyerahkan diri untuk disantap oleh sang Prabu dengan imbalan tanah
seluas serban yang digunakannya.
Saat mereka sedang mengukur tanah sesuai permintaan Aji Saka,
serban terus memanjang sehingga luasnya melebihi luas kerajaan Prabu
Dewata Cengkar. Prabu marah setelah mengetahui niat Aji Saka
sesungguhnya adalah untuk mengakhiri kelalimannya.
Ketika Prabu Dewata Cengkar sedang marah, serban Aji Saka melilit
kuat di tubuh sang Prabu. Tubuh Prabu Dewata Cengkar dilempar Aji Saka
dan jatuh ke laut selatan kemudian hilang ditelan ombak.
Aji Saka kemudian dinobatkan menjadi raja Medang Kamulan. Ia
memboyong ayahnya ke istana. Berkat pemerintahan yang adil dan
bijaksana, Aji Saka menghantarkan Kerajaan Medang Kamulan ke jaman
keemasan, jaman saat rakyat hidup tenang, damai, makmur, dan sejahtera.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa menyimak
adalah suatu proses mendengarkan lambang-lambang bunyi bahasa lisan
dengan penuh perhatian sehingga pendengar mampu menangkap,
mengolah, dan memahami makna pesan bunyi bahasa lisan. Seperti yang
diungkapkan Tarigan, “mendengar adalah suatu proses menerima bunyi
bahasa tanpa adanya unsur kesengajaan, perhatian, dan pemahaman.
Sementara itu, menyimak adalah suatu proses mendengarkan bunyi
bahasa tersebut menjadi bermakna” (Tarigan, 2008:5).

B. FUNGSI MENYIMAK

Berikut ini, beberapa fungsi menyimak (catur-guna simak) H.G.


Tarigan (2008:55).
1. Agar dapat memberikan responsi yang tepat.
2. Memperoleh informasi yang berkaitan dengan profesi.
3. Mengumpulkan data agar dapat membuat keputusan yang masuk
akal.
4. Membuat hubungan antarpribadi lebih efektif.

C. JENIS-JENIS MENYIMAK

Secara garis besar menyimak dibagi menjadi dua jenis (Tarigan,


1986:35), yakni menyimak ekstensif dan menyimak intensif.
1. Menyimak Ekstensif
Menyimak ekstensif (extensive listening) adalah sejenis kegiatan
menyimak mengenai hal-hal yang lebih umum dan lebih bebas terhadap
suatu ujaran, tidak perlu di bawah bimbingan langsung dari seorang guru.
Pada umumnya, menyimak ekstensif dapat dipergunakan bagi dua tujuan
yang berbeda. Contohnya adalah menyimak yang dilakukan dalam
kehidupan sehari-hari seperti menyimak radio, televisi, percakapan orang
di pasar, dan menyimak pengumuman. Menyimak ekstensif meliputi:
a. Menyimak sosial
Menyimak sosial (social listening) atau menyimak konversasional
(conversational listening) ataupun menyimak sopan (courteous
listening) biasanya berlangsung dalam situasi-situasi sosial tempat
orang-orang mengobrol atau bercengkerama mengenai hal-hal yang
menarik perhatian semua orang yang hadir dan saling mendengarkan
satu sama lain untuk melihat responsi-responsi yang wajar, mengikuti
hal-hal yang menarik, dan memperlihatkan perhatian yang wajar
terhadap apa-apa yang dikemukakan, dikatakan oleh seorang rekan
(Dawson [et all], 1963: 153).
b. Menyimak sekunder
Menyimak sekunder (secondary listening) adalah sejenis kegiatan
menyimak secara kebetulan (casual listening) dan secara ekstensif
(extensive listening).
c. Menyimak estetik
Menyimak estetik (aesthetic listening) ataupun yang disebut menyimak
apresiatif (apprecitional listening) adalah fase terakhir dari menyimak
kebetulan dan termasuk ke dalam menyimak ekstensif.
d. Menyimak pasif
Menyimak pasif adalah penyerapan suatu ujaran tanpa upaya sadar
yang biasanya menandai upaya-upaya kita pada saat belajar dengan
kurang teliti, tergesa-gesa, menghafal luar kepala, berlatih santai, serta
menguasai sesuatu bahasa.
2. Menyimak Intensif
Menyimak intensif adalah kegiatan menyimak yang harus dilakukan
dengan sungguh-sungguh dan penuh konsentrasi agar dapat menangkap
makna yang dikehendaki.
a. Menyimak kritis
Menyimak kritis, yaitu kegiatan menyimak untuk memberikan penilaian
secara objektif mengenai kebenaran informasi yang disimak. Definisi
lain menurut Tarigan menyimak kritis, yaitu sejenis kegiatan menyimak
yang berupa untuk mencari kesalahan atau kekeliruan bahkan juga
butir- butir yang baik dan benar dari ujaran seorang pembicara,
dengan alasan- alasan yang kuat dan dapat diterima oleh akal sehat.
b. Menyimak konsentratif
Menyimak konsentratif (concentrative listening) sering juga disebut
a study-type listening atau menyimak yang merupakan sejenis telaah.
c. Menyimak kreatif
Menyimak kreatif (creative listening) adalah sejenis kegiatan dalam
menyimak yang dapat mengakibatkan kesenangan rekonstruksi
imajinatif para penyimak terhadap bunyi, penglihatan, gerakan, serta
perasaan-perasaan kinestetik yang disarankan atau dirangsang oleh
apa- apa yang disimaknya (Dawson [et all], 1963: 153).
d. Menyimak eksplorasif
Menyimak eksplorasif, menyimak yang bersifat menyelidik atau
exploratory listening adalah sejenis kegiatan menyimak intensif
dengan maksud dan tujuan menyelidiki sesuatu lebih terarah dan lebih
sempit.
e. Menyimak interogatif
Menyimak interogatif (interrogative listening) adalah sejenis kegiatan
menyimak intensif yang menuntut lebih banyak konsentrasi dan
seleksi, pemusatan perhatian dan pemilihan butir-butir dari ujaran sang
pembicara karena sang penyimak akan mengajukan sebanyak
mungkin pertanyaan.
f. Menyimak Selektif
Menyimak selektif, yaitu kegiatan menyimak yang memusatkan
perhatian pada hal tertentu yang sudah dipilih.
3. Ciri-ciri Menyimak Intensif
Menurut Kamidjan dan Suyono (2002:12), berikut ini beberapa ciri
yang harus diperhatikan dalam menyimak intensif.
a. Menyimak Intensif adalah menyimak pemahaman
Pemahaman ialah suatu aspek pikiran tentang suatu objek.
Pemahaman merupakan hasil dari proses memahami terhadap suatu
bahan simakan. Siswa dikatakan memahami objek jika ia telah
menguasai seluruh objek itu. Pada dasarnya orang melakukan
kegiatan menyimak intensif bertujuan untuk memahami makna bahan
yang disimak dengan baik. Hal ini berbeda dengan menyimak
ekstensif yang lebih menekankan pada hiburan, kontak sosial, dan
sebagainya. Menyimak intensif prioritas utamanya adalah memahami
makna pembicaraan.
b. Menyimak intensif memerlukan konsentrasi tinggi
Konsentrasi ialah memusatkan semua perhatian, baik pikiran,
perasaan, ingatan, dan sebagainya kepada suatu objek. Dalam
menyimak intensif diperlukan pemusatan pikiran terhadap bahan yang
disimak. Agar menyimak dapat dilakukan dengan konsentrasi yang
tinggi, perlu dilakukan dengan beberapa cara, antara lain, menjaga
pikiran agar tidak terpecah, perasaan tenang dan tidak bergejolak,
perhatian terpusat pada objek yang sedang disimak, penyimak harus
mampu menghindari berbagai hal yang dapat mengganggu kegiatan
menyimak, baik internal, maupun eksternal.

c. Menyimak intensif ialah memahami bahasa formal


Bahasa formal ialah bahasa yang digunakan dalam situasi formal
(resmi), misalnya ceramah, diskusi, temu ilmiah, dan sebagainya.
Bahasa yang digunakan pada kegiatan tersebut adalah bahasa resmi
atau bahasa baku yang lebih menekankan pada makna.
d. Menyimak intensif diakhiri dengan reproduksi bahan simakan
Reproduksi ialah kegiatan mengungkapkan kembali sesuatu yang telah
dipahami. Untuk membuat reproduksi dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu tulis (menulis, mengarang) dan lisan (berbicara).
4. Tahap-tahap Menyimak
Menyimak adalah suatu kegiatan yang merupakan suatu proses.
Sudah barang tentu dalam proses ini terdapat tahap-tahap. Berikut ini
adalah tahap- tahap dalam proses menyimak:
a. Mendengarkan (hearing)
Mendengarkan dalam arti hearing didefinisikan sebagai aktivitas fisik
yaitu seseorang menerima suara melalui indera pendengaran. Oleh
karena itu, seseorang perlu mendengar (hearing) agar dapat menyimak
(listening). Dalam tahap ini, kita baru mendengar segala sesuatu yang
dikemukakan oleh sang pembicara dalam ujaran atau pembicaraannya.
b. Memahami (understanding)
Setelah kita mendengar maka ada keinginan bagi kita untuk mengerti
atau memahami dengan baik isi pembicaraan yang disampaikan oleh
sang pembicara.
c. Menginterpretasi (interpreting)
Penyimak yang baik, yang cermat, dan teliti belum puas jika hanya
mendengar dan memahami isi ujaran sang pembicara, dia ingin
menafsirkan atau menginterpretasikan isi, butir-butir pendapat yang
terdapat dan tersirat dalam ujaran itu.
d. Mengevaluasi (evaluating)
Setelah memahami serta dapat menafsirkan atau menginterpretasikan
isi pembicaraan, sang penyimak pun mulailah menilai atau
mengevaluasi pendapat serta gagasan sang pembicara, baik dari segi
keunggulan dan kelemahan juga kebaikan dan kekurangan sang
pembicara.
Selain hal-hal di atas, terdapat pula faktor-faktor yang mempengaruhi
menyimak, di antaranya berikut ini.
1. Alat dengar si pendengar (penyimak) dan alat bicara si pembicara
harus baik. Artinya alat dengar sebagai alat penerima bunyi, dan alat
bicara sebagai sumber bunyi itu harus baik. Tidak mungkin orang yang
alat dengarnya rusak (tuli) mampu menyimak atau sebaliknya. Betapa
pun baiknya alat dengar si penyimak, tetapi kalau bunyi bahasa yang
disimaknya tidak jelas, tidak menentu, tetap tidak akan dapat disimak
dengan baik.
2. Situasi dan lingkungan pembicaraan itu harus baik. Dengan kata lain
ekologi bahasa harus baik. Sebab, mana mungkin kita dapat
menyimak dengan baik, seandainya di sekeliling kita sangat gaduh,
menimbulkan ekologi bahasa yang kurang baik. Kita tidak akan dapat
menyimak dengan baik, seandainya bunyi bahasa-bahasa yang
sedang kita simak sangat tersaingi oleh bunyi-bunyi lain, mungkin
membuat kebisingan.
3. Konsentrasi penyimak kepada pembicaraan. Konsentrasi dalam arti
pemusatan pikiran ke arah pikiran pembicaraan. Konsentrasi yang
terus- menerus, tidak terputus sehingga alur pikiran pembicaraan pun
tidak terputus diterimanya. Konsentrasi atau pemusatan pikiran dari
awal sampai akhir, dan tidak terpengaruhi oleh kemungkinan kurang
teraturnya pokok-pokok pikiran pembicaraan.
4. Pengenalan tujuan pembicaraan, artinya kita akan lebih mudah
menyimak, seandainya tujuan pembicaraan sudah diketahui
sebelumnya. Tujuan pembicaraan ini mungkin secara langsung
dikemukakan oleh si pembicara, ataupun secara intuitif si penyimak itu
sendiri.
5. Pengenalan paragraf atau bagian pembicaraan dan pengenalan
kalimat- kalimat inti pembicaraan. Paragraf merupakan ungkapan atau
gagasan yang mengandung satu pokok pikiran, yang mengandung
satu kebulatan ide, dan mengandung satu tema. Kita sebagai
penyimak bukan merupakan kaset rekorder yang akan merekam
seluruh isi pembicaraan. Melainkan kita sebagai manusia yang mampu
menyimak. Yang kita simak bukanlah seluruh kata-kata dari si
pembicara, melainkan seluruh pokok-pokok pikiran yang kita pahami,
dan pokok-pokok pikiran yang terdapat di dalam tiap-tiap paragraf.
KEGIATAN BELAJAR 2
Keterampilan Menyimak Lanjutan

A. PENGERTIAN

Kemampuan menyimak lanjutan dimaknai sebagai kegiatan


mendengarkan informasi dan kemampuan memberikan tanggapan terhadap
informasi tersebut. Tanggapan tersebut dapat dilakukan secara reseptif dan
produktif.
Pada kemampuan menyimak lanjutan diharapkan peserta didik mampu
menyimak dengan sungguh-sungguh dan menyadari menyimak sebagai
suatu sumber informasi dan sumber kesenangan. Selain itu, ia pun mampu
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang bersangkutan dengan simakan
disertai pemahaman maknanya. Bahkan diharapkan peserta didik mampu
melakukan kegiatan menyimak kritis terhadap kekeliruan-kekeliruan,
kesalahan- kesalahan, propaganda-propaganda, petunjuk-petunjuk yang
keliru. Selanjutnya, ia diharapkan mampu menyimak pada aneka ragam
cerita puisi, rima kata-kata, dan memperoleh kesenangan.
Namun demikian, pada kenyataannya kemampuan menyimak itu
dipengaruhi oleh beberapa hal. Beberapa faktor yang mempengaruhi
menyimak menurut H.G. Tarigan sebagai berikut.

1. Faktor Fisik
Kondisi fisik seorang penyimak merupakan faktor penting yang menentukan
keefektifan serta kualitas dalam menyimak, contohnya ada orang yang sukar
sekali mendengar.

2. Faktor Psikologis
Berikut ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan menyimak:
a) prasangka dan kurangnya simpati terhadap pembicaraan dengan
aneka sebab dan alasan;
b) keegosentrisan dan keasyikan terhadap minat pribadi serta masalah
pribadi;
3. Faktor Pengalaman
Sikap-sikap kita merupakan hasil pertumbuhan, perkembangan pengalaman
kita sendiri. Kurangnya atau adanya minat pun agaknya merupakan akibat
dari pengalaman yang kurang atau tidak ada sama sekali pengalaman
dalam bidang akan disimak itu. Latar belakang pengalaman merupakan
suatu faktor penting dalam kegiatan menyimak. Kosakata simak juga turut
mempengaruhi kualitas menyimak.

4. Faktor Sikap
Setiap orang akan cenderung menyimak secara seksama pada topik-topik
atau pokok-pokok pembicaraan yang dapat dia setujui dibandingkan
dengan yang kurang atau tidak disetujui. Sikap ini adalah wajar dalam
kehidupan ini.
Pada dasarnya manusia hidup mempunyai dua sikap utama mengenai
segala hal, yaitu sikap menerima dan sikap menolak. Orang awam bersikap
menerima pada hal-hal yang menarik dan menguntungkan baginya; tetapi
bersikap menolak pada hal-hal yang tidak menarik dan tidak menguntungkan
baginya. Kedua hal tersebut memberi dampak pada menyimak, masing-
masing dampak positif dan dampak negatif.

5. Faktor Motivasi
Motivasi merupakan salah satu butir penentu keberhasilan seseorang. Kalau
motivasi kuat untuk mengerjakan sesuatu, maka dapat diharapkan orang itu
akan berhasil mencapai tujuan. Begitu pula halnya dengan menyimak. Kalau
kita dapat memperoleh sesuatu yang berharga dari pembicaraan itu, maka
kita pun akan bersemangat menyimaknya dengan tekun dan seksama.
Kalau kita sebagai penyimak tidak yakin bahwa kita akan memperoleh
sesuatu yang berharga dan berguna dari suatu penyimakan, maka akan
sedikit sekali kemungkinan bahwa kita akan mau, apalagi bergairah,
menyimak pada sesuatu apabila kita sedang melamun, mengantuk, atau
tidur-tiduran.

6. Faktor Jenis Kelamin


Julian Silverman menemui fakta-fakta bahwa gaya menyimak pria pada
umumnya bersifat objektif, aktif, keras hati, analitik, rasional, keras kepala
atau tidak mau mundur, menetralkan, intrusif (bersifat mengganggu),
berdikari/mandiri, sanggup mencukupi kebutuhan sendiri (swasembada),
dapat menguasai/mengendalikan emosi, sedangkan gaya menyimak wanita
cenderung lebih subjektif, pasif, ramah/simpatik, difusif (menyebar), sensitif,
mudah terpengaruhi/gampang terpengaruh, mudah mengalah, reseptif,
bergantung (tidak berdikari), dan emosional (H.G. Tarigan, 1994: 104).
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemampuan menyimak di atas
tidak hanya berasal dari dalam diri penyimak, tetapi berasal juga dari luar diri
penyimak.
B. TUJUAN

Kemampuan menyimak lanjutan lebih diarahkan pada mendengarkan


komperhensif, kritis, dan mendengarkan apresiatif. Dengan demikian tujuan
menyimak lanjut di antaranya untuk:
1. memahami pesan;
2. mendengarkan secara kritis;
3. mendengarkan untuk kesenangan.

C. FUNGSI

Fungsi menyimak lanjut di antaranya, yaitu


1. menentukan tujuan penutur dan kemudian mengorganisasikan
informasi tutur tersebut supaya bisa mengingatnya;
2. menyaring pesan untuk mendeteksi alat propaganda dan bahasa
persuasif;
3. mendengarkan seorang penutur atau pembaca untuk kesenangan.

D. JENIS-JENIS MENYIMAK LANJUTAN

Beberapa kegiatan menyimak yang dapat diterapkan pada menyimak


lanjut berdasarkan pertimbangan tuntutan KTSP, yaitu menyimak:
1. komprehensif,
2. kritis, dan
3. apresiatif.

1. Menyimak Komprehensif
Menyimak komprehensif adalah mendengarkan untuk memahami suatu
pesan, dan ini merupakan tipe menyimak yang paling umum di sekolah.
Apakah siswa dapat mengikuti dan mengingat pesan itu ditentukan oleh
banyak faktor antara lain latar belakang pengetahuan sebelumnya,
mempergunakan strategi untuk membantu mengingat-ingat pesan itu, dan
menerapkan apa yang telah didengarkan tadi supaya ada alasan mengingat
informasi itu.
Menyimak komprehensif dapat dilakukan peserta didik dengan
mendengarkan rekaman berita atau video. Berikut ini disajikan tuturan dalam
rekaman.
MODUL 3

Keterampilan Berbicara
Keg iatan B elajar 1

Keterampilan Berbicara Permulaan


A. PENGERTIAN

Para pakar mendefinisikan kemampuan berbicara secara berbeda-beda.


Tarigan (1991:15) mengemukakan bahwa keterampilan berbicara adalah
kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk
mengekspresikan, mengatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan
perasaan. Pendengar menerima informasi melalui rangkaian nada, tekanan,
dan penempatan persendian. Jika komunikasi berlangsung secara tatap
muka ditambah lagi dengan gerak tangan dan air muka (mimik) pembicara.

B. TUJUAN

Tujuan utama dari berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat


menyampaikan pikiran secara efektif maka seyogianyalah pembicara
memahami makna segala sesuatu yang ingin disampaikan, pembicara harus
mengevaluasi efek komunikasinya terhadap para pendengarnya.
C. FUNGSI

Anak-anak SD belum mahir mengemukakan pendapat. Untuk itu pembelajaran berbicara


permulaan bagi mereka sangat penting. Kemampuan berbicara permulaan berfungsi untuk:
1. mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi;
2. menggambarkan sesuatu baik benda, tempat, orang ataupun suasana;
3. menjelaskan prosedur secara sistematis;
4. memerankan tokoh, cerita, dan deklamasi;
5. menceritakan pengalaman, menanggapi, dan menyarankan; serta
6. melakukan komunikasi melalui elektronik.

D. JENIS-JENIS BERBICARA PERMULAAN

Sebelum sampai pada jenis membaca permulaan, berikut ini dipaparkan dulu jenis berbicara
secara umum.

1. Berbicara Berdasarkan Tujuan


a) Berbicara untuk memberitahukan, melaporkan, dan menginfor- masikan.
Berbicara termasuk bagian ini untuk bertujuan memberitahukan, melaporkan, dan
menginformasikan dilakukan jika seseorang menjelaskan sesuatu proses, menguraikan,
menafsirkan sesuatu, menyebarkan, menanamkan sesuatu, dan sebagainya.
b) Bicara untuk membujuk, mengajak, meyakinkan.
Yang termasuk dalam hal ini, jika pembicara berusaha membangkitkan inspirasi,
kemauan atau meminta pendengarnya melakukan sesuatu. Misalnya, guru
membangkitkan semangat dan gairah belajar siswanya melalui nasihat-nasihat.
2. Berbicara berdasarkan situasinya
a) Berbicara formal.
Dalam situasi formal, pembicara dituntut harus berbicara formal. Misalnya,
ceramah, wawancara, mengajar untuk para guru.
b) Berbicara informal
Dalam situasi informal, pembicara bisa berbicara dengan gaya informal.
Misalnya, bersenda-gurau, bertelepon dengan teman akrab.

3. Berbicara berdasarkan cara penyampaiannya


a) Berbicara mendadak (spontan).
Berbicara mendadak terjadi jika seseorang tanpa direncanakan berbicara di
depan umum.
b) Berbicara berdasarkan catatan.
Dalam berbicara seperti ini, pembicara menggunakan catatan kecil pada kartu-
kartu yang telah disiapkan sebelumnya dan telah menguasai materi pembicaraan
sebelum tampil di muka umum

4. Berbicara Berdasarkan Jumlah Pendengarnya


a) Berbicara antarpribadi (bicara empat mata).
b) Berbicara dalam kelompok kecil (3 – 5 orang).
c) Berbicara dalam kelompok besar (massa). Berbicara seperti ini terjadi apabila menghadapi
kelompok besar dengan jumlah pendengar yang besar, seperti pada rapat umum,
kampanye, dan sebagainya (Tarigan, 1998:53-54).

5. Berbicara berdasarkan Peristiwa Khusus


a) Pidato presentasi.
b) Pidato penyambutan.
c) Pidato perpisahan.
d) Pidato jamuan (makan malam).
e) Pidato perkenalan.
f) Pidato nominasi (mengunggulkan) (Logan dalam Tarigan, 1998:56).

Berdasarkan bentuk, maksud, dan metodenya maka debat dapat diklasifikasikan atas tipe-
tipe berikut ini.
1. Debat parlementer atau majelis.
2. Debat pemeriksaan ulangan.
3. Debat formal, konvensional, atau debat pendidikan.

Pembagian di atas sudah jelas bahwa berbicara mempunyai ruang lingkup pendengar
yang berbeda-beda. Berbicara pada masyarakat luas, berarti ruang lingkupnya juga lebih
luas. Sementara itu, pada konferensi ruang lingkupnya terbatas.
Adapun kemampuan berbicara permulaan yang sesuai dengan KTSP adalah berdialog,
menyampaikan pengumuman, dan bercerita. Ikuti paparannya berikut ini.

1. Berdialog
Berdialog dapat diartikan sebagai pertukaran pikiran atau pendapat mengenai suatu
topik tertentu antara dua orang atau lebih disebut dialog. Fungsi utama berdialog adalah
bertukar pikiran, mencapai mufakat, atau merundingkan sesuatu masalah. Dialog dapat
diwujudkan dalam berbagai bentuk seperti bertelepon, bercakap-cakap, tanya jawab,
wawancara, diskusi, musyawarah, debat, dan simposium. Dialog dapat terjadi kapan, di
mana, dan tentang apa saja. Hal ini menunjukkan bahwa dialog dapat dilakukan dengan
tema apa saja, misalnya tema “Pemilu”.

2. Menyampaikan Pengumuman
Menyampaikan pengumuman berarti menyampaikan sesuatu hal yang perlu diketahui
oleh khalayak ramai. Kegiatan ini dapat diwujudkan dalam bentuk pidato.
Ciri-ciri yang harus diperhatikan dalam membaca pengumuman di antaranya, yaitu
volume suara harus lebih keras, intonasi yang tepat, dan gaya penampilan yang menarik.

a. Siapakah penyelenggara kegiatan tersebut?


b. Kapan kegiatan tersebut diselenggarakan?
c. Berapa dana yang dibutuhkan?
d. Apa hadiah yang akan diberikan dalam kegiatan tersebut? Di mana
kegiatan tersebut diselenggarakan?
3. Bercerita
Sejak zaman dahulu, orang tua terutama ibu mempunyai kebiasaan bercerita ketika
meninabobokan anaknya di tempat tidur. Nah, ibu atau orang tua yang mahir bercerita akan
disenangi anak-anaknya. Melalui bercerita dapat dijalin hubungan yang akrab. Selain itu,
manfaat bercerita di antaranya, yaitu (1) memberikan hiburan, (2) mengajarkan kebenaran,
dan (3) memberikan keteladanan.

RANGKUMA N

Kemampuan dasar dalam berbicara sudah dipunyai oleh setiap orang. Hal ini dapat
ditelusuri dalam kebiasaan berinteraksi antarindividu dan anggota masyarakat. Ketika
suasana santai, kemampuan dasar dalam berbicara yang biasa dilakukan orang adalah
dialog. Ketika berbicara di hadapan umum tentang kegiatan perlombaan atau
pemberitahuan adalah menyampaikan pengumuman. Terakhir, kemampuan dasar dalam
kegiatan berbicara adalah bercerita.
Kemampuan dasar dalam berbicara sudah dipunyai oleh setiap orang. Hal ini dapat
ditelusuri dalam kebiasaan berinteraksi antarindividu dan anggota masyarakat. Ketika
suasana santai, kemampuan dasar dalam berbicara yang biasa dilakukan orang adalah
dialog. Ketika berbicara di hadapan umum tentang kegiatan perlombaan atau
pemberitahuan adalah menyampaikan pengumuman. Berlainan lagi ketika terjadi
pertentangan pendapat maka kegiatan yang dilakukan adalah menyampaikan argumentasi.
Terakhir, kemampuan dasar dalam kegiatan berbicara adalah bercerita.
KEGIATAN BELAJAR 2

Keterampilan Berbicara Lanjutan

A. PENGERTIAN

Banyak pakar memberikan batasan tentang berbicara, di antaranya Tarigan (1991:15)


mengatakan bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau
kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan
perasaan. Sejalan dengan Tarigan, Moeliono dkk. (1988:114) mengatakan bahwa berbicara
adalah berkata, bercakap, berbahasa, melahirkan pendapat dengan perkataan. Demikian juga
Tarigan (1998:34) mengatakan bahwa berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan
melalui bahasa lisan. Dari tiga pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa berbicara adalah
kemampuan seseorang menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan dengan menggunakan
bahasa lisan.

A. TUJUAN

Menurut Tarigan (1998:49) tujuan pembicara biasanya dapat dibedakan atas lima golongan,
berikut ini.

1. Berbicara untuk Menghibur


Kegiatan berbicara bertujuan untuk menghibur para pendengar, pembicara menarik perhatian
pendengar dengan berbagai cara, seperti humor, spontanitas, kisah-kisah jenaka, dan
sebagainya. Menghibur adalah membuat orang tertawa dengan hal-hal yang dapat
menyenangkan hati. Menciptakan suatu suasana keriangan dengan cara menggembirakan.
Berbicara untuk Menginformasikan
2. Berbicara untuk Menstimulasi
Berbicara untuk tujuan menstimulasi pendengar jauh lebih kompleks daripada berbicara untuk
menghibur atau berbicara untuk menginformasikan, sebab pembicara harus pintar merayu.
3. Berbicara untuk Meyakinkan
Tujuan utama berbicara untuk meyakinkan ialah meyakinkan pendengarnya akan sesuatu.
Melalui pembicaraan yang meyakinkan, sikap pendengar dapat diubah, misalnya dari sikap
menolak menjadi sikap menerima. Misalnya, bila seseorang atau sekelompok orang tidak
menyetujui suatu rencana, pendapat atau putusan orang lain, maka orang atau kelompok
tersebut perlu diyakinkan bahwa sikap mereka tidak benar. Melalui pembicara yang terampil
dan disertai dengan bukti, fakta, contoh, dan ilustrasi yang mengena, sikap itu dapat diubah
dari tak setuju menjadi setuju.

4. Berbicara untuk Menggerakkan


Di dalam berbicara atau berpidato menggerakkan massa yaitu pendengar berbuat,
bertindak, atau beraksi seperti yang dikehendaki pembicara merupakan kelanjutan,
pertumbuhan, atau perkembangan berbicara untuk meyakinkan. Dalam berbicara untuk
menggerakkan diperlukan pembicara yang berwibawa, yang menjadi panutan, atau tokoh
idola masyarakat. Melalui kepintarannya berbicara, membakar emosi massa, kecakapan
memanfaatkan situasi, ditambah penguasaannya terhadap ilmu jiwa massa, pembicara dapat
menggerakkan pendengarnya. Misalnya, Bung Tomo dapat membakar semangat dan emosi
para pemuda di Surabaya sehingga mereka berani mati mempertahankan tanah air.

C. FUNGSI

Berbicara lanjutan memiliki fungsi untuk:


1. mendeskripsikan secara lisan tempat sesuai denah dan petunjuk penggunaan suatu
alat;
2. mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dengan berbalas pantun dan
bertelepon;
3. mengungkapkan pikiran, pendapat, perasaan, fakta secara lisan dengan menanggapi
suatu persoalan, menceritakan hasil pengamatan, atau berwawancara;
4. mengungkapkan pikiran dan perasaan secara lisan dalam diskusi dan bermain drama;
5. memberikan informasi dan tanggapan secara lisan;
6. mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dengan berpidato, melaporkan isi
buku, dan baca puisi.

D. JENIS-JENIS BERBICARA LANJUTAN

Jenis-jenis berbicara lanjutan berdasarkan KTSP, yaitu sebagai berikut.

1. Bermusyawarah
Musyawarah mengandung arti perundingan, yaitu membicarakan sesuatu supaya
mencapai kata sepakat. Mencapai kata sepakat tentu tidak mudah karena setiap orang
mempunyai kepentingan pribadi. Dalam suatu musyawarah yang penting adalah
kepentingan orang banyak, setiap orang mengesampingkan kepentingan pribadi demi
kepentingan umum.
Dalam suatu musyawarah dipimpin oleh seorang pimpinan musyawarah yang lazim
disebut pimpinan sidang. Pimpinan sidang berhak membuat tata tertib musyawarah dan
tata tertib pelaksanaan. Dalam musyawarah biasanya terdapat perbedaan pendapat, tetapi
perbedaan itu harus dipadukan. Bila tidak maka biasa diambil voting (suara terbanyak).
Itulah hal yang istimewa dari musyawarah yang berbeda dengan diskusi. Dalam
musyawarah selalu ada kesimpulan.

Diskusi
2.
Nio (dalam Haryadi, 1981:68) mengatakan diskusi ialah proses penglibatan dua orang atau
lebih individu yang berinteraksi secara verbal dan tatap muka, mengenai tujuan yang sudah
tentu melalui tukar-menukar informasi untuk memecahkan masalah. Sementara itu, Brilhart
(dalam Haryadi, 1997:68) menjelaskan diskusi adalah bentuk tukar pikiran secara teratur dan
terarah dalam kelompok besar atau kelompok kecil dengan tujuan untuk pengertian,
kesepakatan, dan keputusan bersama mengenai suatu masalah. Dengan demikian, dalam
sebuah diskusi harus ada sebuah masalah yang dibicarakan, moderator yang memimpin
diskusi, dan ada diskusi yang dapat mengemukakan pendapat secara teratur.
kemaslahatan bersama. Pengambilan keputusan dilakukan pada saat yang tepat, yaitu apabila
sudah banyak persamaan pendapat, moderator segera mengambil keputusan. Diskusi akan
berlarut-larut apabila moderator terlambat menyimpulkan hasil diskusi.
Perhatikan contoh di bawah ini. Cobalah Anda analisis apakah teks tersebut termasuk
diskusi atau bukan. Bagaimana cara mereka mengemukakan pendapat, menanggapi orang lain,
menyatakan persetujuan dan sanggahan. Anda akan mengetahui apa yang seharusnya
dilakukan dan dikatakan agar diskusi dapat berlangsung dengan baik.

Menyampaikan Argumentasi
3.
Proses komunikasi untuk menyampaikan argumentasi karena harus mempertahankan
pendapat disebut debat. Setiap pihak yang berdebat akan mengajukan argumentasi dengan
memberikan alasan tertentu agar pihak lawan atau peserta menjadi yakin dan berpihak serta
setuju terhadap pendapat-pendapatnya (Laksono, 2003:20).

4. Pidato
Komunikasi lisan, khususnya pidato dapat dilakukan dengan cara impromtu, menghafal,
metode naskah, dan ekstemporan. Selain itu, ketika menyusun pidato perlu diperhatikan:
a. pengumpulan bahan,
b. garis besar pidato,
c. uraian secara detail.

Pidato yang baik memerlukan latihan, dengan kata lain latihan pidato mutlak harus
dilaksanakan terutama untuk mimik, nada bicara, intonasi, dan waktu. Hal ini untuk
memperoleh hasil yang baik. Biasanya pidato bertujuan untuk mendorong, meyakinkan,
memberitahukan, dan menyenangkan.
Sebelum mengadakan pidato, hal yang perlu diperhatikan adalah menganalisis
pendengar:
a. jumlah pendengar;
b. tujuan mereka berkumpul;
c. adat kebiasaan mereka;

d. acara lain;
e. tempat berpidato;
f. usia pendengar;
g. tingkat pendidikan pendengar;
h. keterikatan hubungan batin dengan pendengar; dan
i. bahasa yang biasa digunakan.

Pidato yang tersusun dengan baik dan tertib akan menarik dan membangkitkan minat
pendengar, karena dapat menyajikan pesan dengan jelas sehingga memudahkan pemahaman,
mempertegas gagasan pokok, dan menunjukkan perkembangan pokok-pokok pikiran yang
logis. Untuk memperoleh susunan pidato yang baik dan tertib, perlu adanya

1) hindarilah istilah-istilah teknis, maksudnya janganlah menggunakan istilah-istilah yang


sekiranya tidak dapat dipahami pendengar pada umumnya;
2) berhematlah dalam menggunakan kata-kata, maksudnya membiasakan berbicara dengan
menggunakan kalimat efektif;
3) gunakanlah perulangan atau pernyataan kembali gagasan-gagasan yang sama dengan
kata-kata yang berbeda, maksudnya ialah memberikan tekanan terhadap gagasan utama
untuk memperjelas kembali.

Anda mungkin juga menyukai