Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

UPAYA PENGEMBANGAN DAN INOVASI PENDIDIKAN DI


SD MELALUI PROSES BELAJAR ANAK MENGGUNAKAN
PENDEKATAN PEMBELAJARAN HOLISTIK
KONTRUKTIFISME

Disusun guna memenuhi Tugas Tutorial Webinar ke 2

Mata Kuliah Pendidikan Anak di SD (PDGK : 4403)

Semester II

Reg. 2021. 1

Oleh

Intan Khairunnisa

857572861

UNIVERSITAS TERBUKA

UPBJJ-41 PURWOKERTO PROGRAM S.1 PGSD

POKJAR SLAWI

2021.1

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
Upaya Pengembangan Dan Inovasi Pendidikan Di SD Melalui Proses Belajar
Anak Menggunakan Pendekatan Pembelajaran Holistik Kontruktifisme ini tepat
pada waktunya

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
Bapak Agung Pramono S.Pd, M.Pd pada mata kuliah Pendidikan Anak Di SD.
Selain itu makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang proses
pembelajaran di SD bagi para pembaca dan juga penulis.

Saya mengucapkan terimakasih kepada bapak Agung Pramono S.Pd M.Pd,


selaku dosen mata kuliah Pendidikan Anak di SD yang telah memberikan tugas
ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang
studi yang saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi Sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karna itu kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Tegal, 27 April 2021

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul…………………………………………i

Kata Pengantar…………………………………………ii

Daftar Isi………………………………………………..iii

BAB. 1 PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG………………………………5

B. BATASAN MASALAH……………………………,6

C. RUMUSAN MASALAH……………………………6

D. TUJUAN…………………………………………….6

BAB. II PEMBAHASAN

A. PROSES BELAJAR ANAK DI SD………………..….7

1. Pengertian dan Karakteristik Belajar Anak SD…..7


2. Prinsip-prinsip Belajar……………………………8
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses Belajar dan Hasil
Belajar…………………………………………….9
4. Kesulitan Belajar Anak SD………………………10

B. PENDEKATAN PEMBELAJARAN DI SEKOLAH


DASAR……………………………………………………………….11

1. Pendekatan Pembelajran Holistik dan Kontruktivisme…….…11


2. Pendekatan Belajar Experiental Learning dan Multiple
Intelligence…………………………………………………….14

C. PENGEMBANGAN DAN INOVASI PENDIDIKAN DI SEKOLAH


DASAR………………………………………………………………..16

1. Pengembangan Pendidikan Anak di Sekolah Dasar………….16

2. Inovasi Pendidikan Sekolah Dasar……………………………19

3
BAB. III KESIMPULAN…………………………………………………….23

A. KESIMPULAN…………………………………………………...23

B. SARAN…………………………………………………………...26

BAB. IV PENUTUP…………………………………………………………28

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….29

4
BAB. I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mendengar istilah belajar biasanya asosiasi tertuju pada sekolah. Belajar


tidak dibatasi oleh suatu tempat yang disebut sekolah, sebab belajar bisa
dilakukan dimana saja kapan saja dsan siapa saja. Belajar ini menyangkut
kehidupan manusia dimana pun jadi belajar harus dimaknai secara luas, bahwa
setiap saat kita belajar tenteng kehidupan kita.

Belajar sebagai suatu proses psikologis sering merupakan sesuatu yang


tidak mudah dipahami dengan baik. Tidak ada suatu pendekatan belajar yang
mengklaim dapat menjawab semua persoalan yang terkait dengan proses
psikologis belajar secara lengkap dan tuntas. Sebagai guru SD harus dapat
menyesuaikan diri dengan tujuan dan mater pembelajaran di satu sisi dengan
karakteristik anak di sisi laim. Bukan anak yang harus menyesuaikan diri dengan
karakteristik kita, tetapi kita yang harus menyesuaikan diri dengan karakteristik
anak dan tujuan pembelajaran.

Pertumbuhan penduduk dan peningkatan taraf hidup dengan sendirinya


berdampak terhadapa dunia Pendidikan. Pengembangan dan inovasi tersebut di
pandang penting mengingat sampai saat ini angka di SD yang putus sekolah dan
yang belum mengenyam Pendidikan masih cukup tinggi. Penyebabnya disadari
cukup kompleks, yang satu sama lain slaing terkait seperti factor ekonomi,
keluarga, sikap orang tua, perlakuan guru, dan factor sekolah termasuk kondisi
geografis yang sulit dijangkau. Fenomena sperti itu, semakin mengkhawatirkan
terutama semenjak negeri dilanda krisis multidimensional.

B. Batasan Masalah

Makalah ini ditulis dengan ruang lingkup sbb :

1. Proses Belajar Anak SD

2. Pendekatan Pembelajaran Di Sekolah Dasar

5
3. Pengembangan Dan Inovasi Pendidikan Di Sekolah Dasar

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah Proses Belajar pada Anak SD ?

2. Pendekatan Pembelajaran apa sajakah yang digunakan di SD ?

3. Bagaimanakah upaya pengembangan dan inovasi Pendidikan di SD ?

D. Tujuan

Mendasari rumusan masalah dimaksud, maka Penulisan makalah ini bertujuan


untuk :

1. Mengetahui proses belajar pada anak SD

2. Mengetahui pendekatan pembelajaran yang digunakan di SD

3. Menganalisis upaya pengembangna dan inovasi Pendidikan di SD

6
BAB II

PEMBAHASAN

A. Proses Belajar Anak SD

1. Pengertian Dan Karakteristik Belajar

Dalam pengertian yang sangat luas, belajar diartikan oleh Anita E.


Woolfolk (1993) sebagai perubahan perilaku akibat dari suatu pengalaman
tertentu.Menurut Abin Syamsuddin (2000) mendefinisikan bahwa belajar adalaha
proses mengalami sesuatu untuk menghasilkan perubahan tingkah laku dan
pribadi. Menurut Santrock dan Yusen (1994) menegaskan definisi belajar Ketika
menyatakan : “learning is defined as a relatively permanent change in behavior
that occurs though experience.” Belajar didefinisikan sebagai perubahan tingkah
laku yang relative permanen yang terjadi karena pengalaman.

Dari pengertian belajar diatas yang dikemukakan oleh ketiga tokoh


ditemukan beberapa kata kunci. Yang pertama adalah “perubahan”, kedua
“pengetahuan-perilaku-pribadi” sering disingkat menjadi “tingkah laku”. Kata
kunci ketiga “permanen” dan keempat “pengalaman”. Yang dapat disimpulkan
bahwa belajar adalah aktivitas atau pengalaman yang menghasilkan perubahan
pengetahuan, perilaku, dan pribadi yang bersifat permanen.

Ada empat karakteristik perubahan belajar, yaitu intensional, positif,


benar-benar hasil pengalaman, dan efektif. Pertama perubahan itu bersifat
intensional mengandung arti bahwa perubahan yang terjadi harus bertujuan,
disengaja dan disadari, bukan kebetulan. Kedua, perubahan itu bersifat positif
artinya bahwa perubahan belajar menuju kearah yang lebih baik atau lebih mantap
sesuai dengan norma atau kriteria tertentu yang diharapkan, atau sesuai dengan
norma yang disepakati Bersama guru dan siswa, menurut masyarakat, menurut
kurikulum, atau menurut kaidah ilmu pegetahuan tertentu. Ketiga, perubahan
dalam arti belajar harus benar benar merupakan hasil dari pengalaman, dalam arti
perubahan yang ditunjukkan atau yang dicapai oleh anak karena dia aktif
melakukan sesuatu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Keempat
perubahan bersifat efektif, artinya perubahan yang dicapai oleh anak itu

7
fungsional atau berguna untuk anak yang bersangkutan baik untuk memecahkan
masalah pelajaran, maupun untuk memecahkan masalah sehari-hari dan untuk
melanjutkkan sekolah ke tingkat selanjutnya.

Dalam paradigma sebelumnya, belajar sering disandingkan dengan


“mengajar” sehingga menjadi “belajar mengajar”, dengan maksud guru harus
mengajar supaya anak belajar. Dalam paradigma sekarang, mengajar itu hanya
meruapakan salah satu bentuk dari upaya pembelajaran, bukan satu-satunya cara
untuk membuat anak melakukan aktifitas belajar yang sebenarnya.

Belajar tidak lagi disandingkan dengan mengajar melainkan dengan


pembelajaran yang mengandung arti menciptakan lingkungan sedemikian rupa
untuk memotivasi dan mefasilitasi anak melakukan berbagai kegiatan yang lebih
aktif menggunakan potensi yang dimilikinya, terarah pada perubahan yang
diharapkan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Dengan demikian
guru lebih berperan sebagai motivator dan fasilitator. Proses pembelajaran adalah
proses yang aktif, dinamis, dan terus menerus memungkinkan anak belajar.
Pembelajaran dalam hal ini dipandang sebagai suatu proses membantu anak
mengembangkan dan mengubah perilaku (kognitif,afektif,konatif, dan
psikomotor), merangkai gagasan, sikap, pengetahuan, apresiasi, dan keterampilan
sesuai dengan standar kompetensi dan kurikulum di SD yang telah ditetapkan

2. Prinsip-prinsip Belajar

Prinsip-prinsip belajar. Pertama, belajar dapat membantu perkembangan


optimal individu sebagai manusia utuh. Prinsip ini menandakan bahwa belajar
memungkinkan anak untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan dirinya
secara utuh menyangkut seluruh aspek intelektual, social, moral, spiritual, dan
emosional. Kedua, belajar sebagai proses terpadu harus mempastikan anak
sebagai titik sentral. Sebagai guru harus menciptakan lingkungan Pendidikan
secara kreatif, menata lingkungan yang sehat dan menyenangkan, karena anak
akan belajar dengan baik jika lingkungannya diapresiasi secara positif oleh anak.
Ketiga, aktivitas pembelajaran yang diciptakan harus membuat anak terlibat
sepenuh hati, aktif menggunakan berbagai potensi yang dimilikinya. Sebagai guru
SD sebaiknya berupaya secara kreatif, antara lain membentuk proyek-proyek

8
kegiatan Bersama didalam maupun diluar kelas atau sekolah, mendirikan pusat-
pusat belajar kebudayaan , Bahasa, matematika, keterampilan dan
mengujicobakan dan mempraktikan sesuatu, menciptakan berbagai alat bantu
belajarsangat disarankan. Keempat, belajar sebagai proses terpadu tidak hanya
dapat dilakukan secara individual dan kompetitif melainkan juga dapat dilakukan
secara kooperatif. Sebagai guru SD sepatutnya dari sekarang mulai berkreasi, dan
berinovasi menunjukan kelebihan dari daerahnya masing-masing dalam bingkai
Bhineka Tunggal Ika. Kelima, pembelajaran yang diupayakan oleh guru harus
mendorong anak untuk belajar secara terus-menerus. Anak dapat menempatakan
diirnya sebagai individu yang tidak pernah puas berkreasi dan bereksplorasi, dia
akan terus menerus mencari kebenaran ilmiah. Keenam, pembelajaran disekolah
harus memberi kesempatan kepada setiap anak untuk maju berkelanjutan sesuai
dengan potensi yang dimiliki dan kecepatan belajar masing-masing. Siswa
sebaiknya diberikan kesempatan dan tanggung jawab untuk mencapai mastery
level sesuai dengan kecepatan belajar dan potensi obyektifnya masing-masing.
Ketujuh, belajar sebagai proses yang terpadu memerlukan dukungan fasilitas fisik
dan sekaligus dukungan system kebijakan yang kondusif. Kedelapan, belajar
sebagai proses terpadu memungkinkan pembelajaran bidang studi dilakukan
secara terpadu. Kesembilan, belajar sebagai proses terpadu memungkinkan
hubungan yang baik antara sekolah dengan keluarga. Untuk itu, peran orang tua
tidak hanya sebatas pemenuhan biaya Pendidikan, melainkan juga harus berperan
sebagai partner sekolah dalam membantu Pendidikan disekolah.

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Proses Dan Hasil Belajar Anak

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar anak disekolah


dengan menggunakan pendekatan system Abin Syamsuddin Makmun (1995)
mengemukakan tiga factor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar anak
disekolah yaitu : factor input, proses, dan output. Faktor input (masukan)
meliputi : (1) raw input atau masukkan dasar yang menggambarkan kondisi
individual anak dengan segala karakteristik fisik dan pisikis yang dimilikinya, (2)
instrumental input (masukan instrumental) yang mencakup guru, kurikulum,
materi dan metode,sarana dan fasilitas, (3) environmental input (masukan
lingkungan) yang mencakup lingkungan fisik, geografis, social, dan lingkungan

9
budaya. Faktor proses menggambarkan bagaiman ketiga jenis input tersebut saling
berinteraksi satu sama lain terhadap aktivitas belajar anak. Faktor output adalah
perubahan tingkah laku yang diharapkan terjadi pada anak setelah anak
melakukan aktivitas belajar. Rochman Natawidjaja (1984) mengemukakan lima
unsur yang mempengaruhi kegiatan belajar siswa disekolah, yaitu unsur tujuan,
pribadi, siswa, bahan, pelajaran, perlakuan guru, dan fasilitas. Interaksi
pembelajaran itu sendiri akan berdampak pada Tindakan nyata dalam pengajaran
(instructor), kepemimpinan (leadership) dan penilaian (evaluation).

4. Kesulitan Belajar Anak Di SD

Belajar tuntas (mastery learning) adalah suatu konsep yang digunakan


sebagai kriteria ketuntasan atau penguasaan materi pelajaran. Mastery learning
memiliki semacam dalil, bahwa anak yang memiliki kecakapan rata-rata (normal)
jika diberi waktu yang cukup untuk belajar, maka anak tersebut akan dapat
menyelesaikan tugas-tugas belajarnya secara tuntas, sepanjang kondisi belajar
yang ada memadai. Prinsip tersebut berlaku bilaman : (1) waktu yang disediakan
cukup untuk mempelajari lingkup suatu pokok bahasan tertentu, (2) usaha belajar
yang dilakukan oleh anak terarah pada tujuan pembelajaran, (3) kecakapan anak
setidaknya normal, (4) kualitas pengajaran yang diselenggarakan oleh guru
memadai, (5) siswa mendapatkan manfaat dari proses belajarnya.

Kesulitan belajar dapat diartikan sebagai suatu kondisi dalam proses


belajar yang ditandai dengan adanya hambatan-hambatan dalam mencapai tujuan
dan hasil belajar yang ditetapkan. Anak SD mengalami kesulitan belajar meliputi
empat kriteria, yaitu : (1) tujuan Pendidikan atau pembelajaran yang ditetapkan,
(2) keduddukan anak di dalam kelompok atau kelasnya, (3) perbandingan antara
potensi dan prestasi, (4) kepribadian.

Abin Syamsuddin (1992) merangkum pendapat para pakar ahli tentang


gejala-gejala seseorang mengalami kesulitan belajar, yaitu : (1) nilai hasil belajar
dibawah rata-rata, (2) nilai-nilai hasil belajar tidak sesuai dengan nilai-nilai
dikelas, (3) nilai hasil belajar tidak sesuai dengan potensi yang dimilikinya, (4)
lambat dalam mengerjakan tugas-tugas belajar dikelas, (5) menunjukkan sikap-

10
sikap yang kurang wajar seperti acuh tak acuh, (6) menunjukkan tingkah laku
berkelainan, (7) menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar.

Faktor-faktor kesulitan belajar yang dialami anak SD yang dirangkum oleh


Abin Syamsuddin (2002) dari pendapat Loree (1990) : (1) factor stimulus atau
learning variables, (2) factor organisme (organismic variables), dan (3) factor
respon (response variables). Faktor stimulus atau pengalaman belajar meliputi
variable metode, variable tugas. Faktor organisme, yaitu anak itu sendiri swbagai
individu yang utuh yang meliputi karakteristik pribadi, kondisi psikofisik yang
sedang dialami oleh anak. Faktor respon meliputi kognitif, tujuan afektif, tujuan
tindakan.

B. Pendekatan Pembelajaran Di Sekolah Dasar

1.Pendekatan Pembelajaran Holistik dan Kontruktivisme

Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu cara pandnag


tentang focus dan strategi pembelajaran yang dapat dijadikan sebagai kerangka
acuan dalam praktik pembelajaran. Fungsi pendekatan pembelajaran adalah
memberikan suatu pemahaman tentang sesuatu atau cara pembelajaran yang
dianggap efektif dan memberi panduan yang dapat diuji kecocokkannya dengan
kondisi nyata. Fungsi pendekatan dikemukakan oleh Mohammad Surya (2004)
seperti : (1) memberikan garis-garis rujukan untuk perancangan pembelajaran, (2)
menilai hasil-hasil pembelajaran yang telah dicapai, (3) mendiagnosis masalah-
masalah belajar yang timbul, dan (4) menilai hasil penelitian dan pengembangan
yang telah dilaksanakan. Ada empat pendekatan pembelajaran yaitu : pendekatan
holistic, pendekatan kontruktivisme, pendekatan berdasarkan pengalaman
(experiental leraning), dan pendekatan kecerdasan jamak (multiple intelligenee).

Aplikasi pendekatan holistic menurut Woolfolk, A. (1993) dalam


pembelajaran disekolah dasar yaitu : pertama, wawasan pengetahuan yang
mendalam (insight). Kedua, pembelajaran yang bermakna (meaningful learning).
Ketiga, perilaku bertujuan (purposive behavior). Keempat, prinsip ruang hidup
(life space). Untuk dapat menampakkan keberadaan belajar sebagai proses terpadu
ada beberapa hal (Depdikbud, 1988). Pertama, pembelajaran dapat berfungsi

11
secara penuh untuk membantu perkembangan individual anak seutuhnya. Kedua,
pembelajaran sebagi aktivitas membelajarkan anak untuk pemerolehan
pengalaman menempatkan anak sebagai pusat segala-galanya. Ketiga,
pembelajaran dalam hal ini lebih menuntut kepada terciptanya suatu aktivitas
yang memungkinkan keterlibatan anak secara aktif dan intesif. Keempat,
pembelajaran menempatkan individu pada posisi yang terhormat dalam suasana
kebersamaan didalam penyelesaian persoalan yang dihadapinya. Kelima,
pembelajaran sebagi proses terpadu harus mendorong dan mefasilitasi setiap anak
untuk terus-menerus belajar. Keenam, pembelajaran sebagai proses terpadu dapat
berfungsi dan berperan secara efektif apabila dapat diciptakan lingkungan belajar,
tidak hanya menyangkut sarana fisik, melainkan juga suasana belajar yang
kondusif bagi pengembangan semua aspek individu. Ketujuh, pembelajaran
sebagai proses terpadu memungkinkan pembelajaran bidang studi tidak harus
secara terpisah, melainkan selaksanakan secara terpadu. Kedelapan, pembelajran
sebagi proses terpadu memungkinkan adanya hubungan antara sekolah dan
keluarga.

Para penganut kontruktivisme berpendapat bahwa pengetahuan itu


dikontruksi oleh kita yang sedang belajar. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang
sudah ada disana dan orang tinggal mengambilnya, tetapi bukanlah suatu
bentukan terus-merus dari sesorang yang setaip kali mengadakan reorganisasi
karena munculnya pemahan yang baru (Paul Suparno 1997). Piaget, kemudian
menyimpulkan bahwa anak itu telah membangun persesuaian konsep antara
kerikil dengan jumlah sepuluh melalu interaksi fisik dengan kerikil dan
pengetahuan terdahulunya. Von Glaserfeld, tokoh filsafat kontruktivisme di
Amerika Serikat, pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat dipindahkan dari
pikiran seseorang yang mempunyai pengetahuan (guru) berpikiran orang yang
belum punya pengetahuab (anak).

Von Glaserfeld menyebutkan beberapa kemampuan yang diperlukan untuk


melakukan proses pembentukkan pengetahuan itu seperti, (1) kemampuan
mengingat dan mengungkapkan Kembali pengalaman, (2) kemampuan
membandingkan dan mengambil keputusan akan kesamaan dan perbedaan, dan

12
(3) kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengalaman yang satu daripada yang
lain.

Kontruksi pengetahuan itu ada batasnya Bettencourt menyebutkan


beberapa hal yang membatasi proses kontruksi penegetahuan, yaitu : (1) kontruksi
yang lama, (2) domain pengalaman kita, dan (3) jaringan struktur kognitif kita.
Von Glaserfeld membedakan tiga level pengetahuan dan kenyataan, yakni
kontruktivisme radikal, realisme hipotetik, dan kontruktivisme biasa.
Kontruktivisme radikal mengabaikan hubungan antara pengetahuan dan kenyataan
sebagai kriteria kebenaran. Realisme hipotetik memandang pengetahuan sebagai
hipotesis dari suatu struktur kenyataan dan sedang berkembang menuju
pengetahuan yang sejati yang dekat dengan realitas. Sedangkan kontruktivisme
yang biasa masih melihat pengethauan sebagai suatu gambaran yang dbentuk dari
kenyataan suatu objek.

Drai segi subjek yang membentuk pengetahuan, dapat dibedakan anatara


kontruktivisme psikologis, personal, sosiokulturalisme, dan kontruktivisme
sosiologis. Dari prespektif personal dengan tokohnya Piaget menekankan bahwa
pengetahuan itu dibentuk oleh seseorang secara pribadi di dalam berinteraksi
dengan pengalaman dan objek yang dihadapinya. Sosiokulturalisme yang ditokohi
oleh Vygotsky, menjelaskan bahwa pengetahuan dibentuk baik secara pribadi,
tetapi juga oleh interaksi social dan kultural dengan orang-orang yang lebih tahu
tentang hal itu dengan lingkungan yang mendukung. Sedangkan kontruktivisme
sosiologis menyatakan bahwa penegetahuan itu dibentuk oleh masyarakat social.

Cara pembelajaran anak yang diharapkan dideskripsikan berikut ini.


Pertama, orientasi mengajar tidak hanya pada segi pencapaian prestasi akademik.
Kedua, untuk membuat pelajaran bermakna bagi anak, topik-topik yang dipilih
dan dipelajari didsarkan pada pengalaman-pengalaman anak yang relevan. Ketiga,
metode mengajar yang digunakan harus membuat anak terlibat dalam suatu
akitivitas langsung dan bersifat bermain yang menyenangkan dan bukannya
sekedar membuat anak mengikuti pelajaran yang alami dan bermakna. Keempat,
dalam proses belajar, kesempatan anak untuk bermain dan bekerja sama dengan
orang lain juga perlu diprioritaskan. Kelima, bahan-bahan pelajaran yang

13
digunakan hendaknya bahan-bahan yang konkret dan kalau mungkin ini bahkan
yang sebenarnya. Keenam, dalam menilai hasil belajar anak, para guru tidak
hanya menekankan aspek kognitif dengan menggunakan tes tulis tetapi harus pula
mencakup semua dominan perilaku anak yang relevan dengan melibatkan
sejumlah alat penilaian. Ketujuh, ide diatas akhirnya mengimplikasikan perlunya
para guru menyampaikan peran utama sebagai guru dalam proses pembelajaran
anak, dan bukannya sebagai transmitor pengetahuan kepada anak.

2. Pendekatan Belajar Experiental Learning

Menurut Keeton and Tate (Siti Julaeha, 2007) pendekatan experiental


learning mengacu pada proses pembelajaran dimana pembelajar (anak)
berinteraksi secara langsung dengan realitas yang dipelajarinya. Proses belajar
merupakan siklus dari empat kegiatan, yaitu (1) anak mengalami pengalaman
konkret, (2) anak melakukan observasi dan refleksi terhadap pengalaman, (3) anak
membentuk konsep abstrak dan generalisasi, dan (4) anak melakukan
eksperimentasi atau pengujian konsep dalam situasi baru.

Sebelum memulai pelajaran diharapkan seorang guru memberikan


orientasi kepada anak tentang konsep yang akan dipelajari pada kegiatan tersebut
dapat dilakukan dengan mengemukakan cerita yang menimbulkan pertanyaan,
melontarkan ide-ide yang bertentangan dengan kehidupan sehari-hari, atau
menyesuaikan topik yang dibahas menurutminat siswa. Kegiatan berikutnya
adalah meminta anak mengungkapkan pengalamannya yang berkaitan dengan
konsep yang dipelajari. Setelah melaksanakan pengamatan, anak diminta untuk
menyampaikan hasilnya kepada anak lain dikelas. Pengungkapan hasil
pengamatan tersebut dilakukan sesuai dengan minat anak. Untuk menguji
kebenaran konsep yang telah dibentuk anak, guru dapat ,engajukan pertanyaan
atau contoh lain.

Ungkapan Howard Gadner dalam bukunya Frames of Mind yang berbunyi


our culture defined intelligence too narrowly ia memandang bahwa ruang lingkup
potensi manusia melebihi skor IQ dan tidak terbatas hanya pada kemampuan
memecahkan masalah dan menghasilkan produk. Gardner (Armstrong, 1994)
telah melakukan pemetaan kemampuan manusia ke dalam tujuh kategori

14
kecerdasan yang lebih komprehensif, yaitu pertama, kecerdasan Bahasa adalah
kapasitas mengggunakan kata-kata secara efektif baik secara lisan maupun tulisan.
Kedua, kecerdasan matematika-logika adalah kapasitas menggunakan angka
secara efektif. Ketiga, kecerdasan pemahaman ruang adalah kemampuan
mengamati ruang dan visual secara akurat serta melakukan transformasi terhadap
presepsi. Keempat, kecerdasan kinestik adalah kemampuan mengggunakan
anggota tubuh mengekspresikan ide dan perasaan dan menggunakan tangan untuk
mentransformasikan sesuatu. Kelima, kecerdasan musical adalah kapasitas untuk
merasakan, membedakan, mentransformasikan, dan mengekspresikan satu bentuk
music. Keenam, kecerdasan interpersonal adalah kemampuan membedakan
suasana hati, motivasi, dan perasaan orang lain. Ketujuh, kecerdasan intrapersonal
adalah pengetahuan tentang diri dan bertindak secara adaptif atas dasar
pengetahuan.

Menurut Armstrong (1994) klaim Gardner ini didukung oleh 8 faktor


berikut. Pertama, isolasi potensi karena kerusakan otak misalnya, yang
mengalami gangguan kecerdasan Bahasa namun masih bisa bernyanyi, berhitung,
menari. Kedua, adanya individu yang luar biasa misalnya indicidu yang memilki
kemampuan luar biasa dibidang matematika namun kurang mampu menjalani
relasi dengan rekan sebaya. Ketiga, perbedaan jalur perkembangan. Keempat,
adanya evolusi sejarah. Kelima, dukuangan dari temuan psikometrik. Keenam,
dukungan dari psikologi eksperimental. Ketujuh, adanya “core operation” adalah
kemampuan membedakan stuktur irama atau untuk kecerdasan kinestetik core
operationnya adalah kemampuan meniru gerakan fisik. Kedelapan, adanya proses
pengkodean system symbol.

Hal yang penting tentang pendekatan multiple intelligence adalah (1)


setiap individu memiliki ketujuh kecerdasan yang bersifat unit, (2) individu
mengembangkan masing-masing inteligensinya sesuai dengan tingkat
perkembangan, (3) masing-masing kecerdasan saling memiliki keterkaitan
menjadi system yang kompleks, (4) terdapat beragam cara untuk menjadi
intelligent dalam setiap kategori kecerdasan.

15
Pendekatan multiple intelligence (kecerdasan jamak) pada dasarnya
menekankan hal terbaik yang dapat dilakukan guru dikelas selain menggunakan
buku teks dan papan tulis guna membangkitkan pikiran anak. Contohnya adalah
melukis gambar dipapan tulis atau memutar video untuk mengilustrasikan
gagasan, guru berinteraksi dengan anak secara berbeda, mendorong anak
melakukan refleksi, dan mengaitkan materi dengan pengalaman dan perasaan
anak.

Ada 7 cara yang ditempuh dalam mengembangkan kurikulum yang


berbasis penedekatan multiple intelligence yaitu, peetama, fokuskan topik atau
tujuan khusus. Kedua, munculkan pertanyaan multiple intelligence mislanya
bahagiamana. Ketiga, pertimbangkan segala kemungkinan. Keempat, curah
pendapat. Kelima, pilihlah aktivitas yang cocok. Keenam, kembangkan urutan
tindakan. Ketujuh, implementasikan rencana.

Beberapa strategi pembelajaran berdasarkan kecerdasan jamak pertam,


strategi pembelajaran untuk kecerdasan Bahasa. Ada 5 strategi, yaitu (1) bercerita,
(2) curah pendapat, (3) mendengarkan Kembali rekaman perkataan sendiri, (4)
menulis jurnal, (5) publikasi. Kedua, strategi pembelajaran untuk kecerdasan
matematika dan logika. Ada lima startegi pokok, yaitu (1) kalkulasi dan
kuantifikasi, (2) klasifikasi dan kategorisasi, (3) pertanyaan sokratik, (4) heuristic,
(5) berpikir sains. Ketiga, strategi pemebelajaran untuk kecerdasan pemahaman
ruang, ada 5 strategi pokok, yaitu (1) visualisasi, (2) isyarat warna, (3) gambar
metafora, (4)sketsa ide, (5) symbol grafis. Keempat, strategi pembelajaran untuk
kecerdasan kinestetik, ada 5 strategi pokok, yaitu (1) jawaban tubuh, (2) teater
kelas, (3) konsep kinestetik, (4) pengalaman sendiri, (5) peta badan. Kelima,
startegi pembelajran untuk kecerdasan musical, ada 5 startegi pokok, yaitu (1)
irama, lagu, nyanyian, ketukan, (2) diskografis, (3) music supermemori, (4)
konsep music, (5) music suasana hati. Keenam, strategi pembelajaran untuk
kecerdasan interpersonal, startegi yang dapat membentu, yaitu (1) berbagi dengan
rekan sebaya, (2) patung, (3) kelompok kooperatif, (4) permainan. Ketujuh,
startegi pembelajaran untuk kecerdasan intra ]personal, startegi yang dapat
digunakan, yaitu (1) refleksi satu menit, (2) koneksi personal, (3) simulasi, (4)
waktu memilih, (5) moment perasaan dan nada.

16
Aplikasi untuk pendekatan multiple intelligence untuk menarik perhatia
anak gunakan : (a) startegi bahasa, (b) strategi musical, (c) startegi kinestik, (d)
strategi pemahaman ruang, (e) startegi matematika, (f) startegi interpersonal, (g)
strategi intrapersonal.

C. Pengembangan Dan Inovasi Pendidikan Di Sekolah Dasar

1. Pengembangan Pendidikan Anak Di Sekolah Dasar

Pengembanganya itu dibagi menjadi 2 paparan besar, yaitu pengembangan


secara horizontal dan secara vertical. Pada pengembangan secara horizontal
terdapat 4 rumpun Pendidikan, yaitu rumpun sekolah dasar konvensioanal,
rumpun sekolah dasar luar biasa, rumpun Pendidikan luar sekolah, rumpun
sekolah keagamaan.

Rumpun sekolah dasar konvensional meliputi sekolah dasar (SD) biasa,


Sekolah Dasar (SD) kecil, Sekolah Dasar (SD) pamong. Sekolah dasar biasa
memiliki ciri-ciri : (a) memiliki Gedung atau tempat belajar rata-rata sebanyak 6
ruangan, (b) kurikulum yang digunakan adalah kurikulum nasional yang
ditetapkan oleh Departemen Pendidikan, serta (c) proses belaar mengajar
berlangsung setiap hari kerja pagi atau siang. Sekolah dasar kecil dikembangkan
dengan ciri memiliki bangunan yang terdiri dari 3 ruangan dengan 2 atau 3 guru
yang melayani 6 tingkat kelas, melayani penduduk yang berpindah-pindah, dalam
proses pengajarannya menggunakan modul atau buku paket, guru mendapata
penataran khusus, untuk wilayah terpencil dilakukan program guru kunjung.
Sekolah dasar pamong, system pamong ini berusaha untuk menempatkan anak
didik sebagai subjek Pendidikan, melibatkan anggota masyarakat dan orang tua
untuk berperan secara lebih aktif dalam Pendidikan dan mengubah peranan guru
agar dapat bekerja lebih efesien dan efektif.

Rumpun sekolah dasar luar biasa beragam anak dengan kondisi khusus ini
dapat ditampung meliputi Sekolah Dasar Luar Biasa, Sekolah Luar Biasa, dan
Sekolah Dasar Terpadu. Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) yang siswanya terdiri
atas anak-anak penyandang cacat (anak luar biasa) dengan berbagai macam
ketunanetraan. Sekolah Luar Biasa (SLB) lembaga Pendidikan yang dipersiapkan

17
unk menangani dan memberikan pelayanan Pendidikan kepada penyandang
kelainan (anak luar biasa), meliputi kelainan fisik, mental, emosi/social. SLB
dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu SLB Pembina dan Sekolah Luar Basa
buka Pembina. Sekolah Dasar Terpadu ialah sekolah yang diproyeksikan untuk
dapat menampung semua anak Sekolah Dasar (SD), termasuk didalamnya anak
berkelainan dana anak berbakat.

Upaya mengatasi masalah putus sekolah perlu diarahkan pada upaya


pokok, yaitu pencegahan dan penampungan. Upaya penampungan dapat
dilakukan melalui peningkatan dan pengembangan kegiatan rumpun Pendidikan
luar sekolah yang memungkinkan peserta memperoleh ijazah kesetareaan Sekolah
Dasar (SD). Pendidikan luar sekolah ini seperti kursus-kursus yang
diselenggarakan Disklumas, kegiatan magang, dan kejar usaha meliputi kejar
paket Adan kursus persamaan Sekolah Dasar (SD). Program kejar paket A ini
adalaha jenis kegiatan Pendidikan yang berbentuk kegiatan bekerja dan belajar
untuk mengejar ketertinggalan yang dilaksanakan melalui wadah kelompok
belajar. Pelaksanaanya adalah pemerintah Bersama masyarakat dan status
kelembagaannya bersifat sementara. Bhan pelajarannya menggunakan paket A,
buku paket Sekolah Dasar, dan modul. Sedangkan kursus persamaan Sekolah
Dasar adalah yang materinya sederajat dengan Sekolah Dasar warga belajarnya
diarahkan untuk ikut serta dalam ujian persamaan Sekolah Dasar (UPER SD)
materi ujian mencakup PMP, Bahasa Indonesia, IPS, Matematika, IPA.

Rumpun sekolah keagamaan meliputi Madrasah Ibtidayah (MI), pondok


pesantren. Madrasah Ibtidayah ialah satuan Pendidikan yang bersifat umum
setingkat SD yang dikelola oleh Departemen Agama. Madrasah Ibtidayah
mengjarkan bidang studi agama islam lebih banyak dari sekolah biasa. Kurikulum
yang digunakan sebanyak-banyaknya 30% pelajaran agama dan 70 % pelajaran
umum. Pondok pesantren merupakan lembaga yang sebenarnya termasuk jalur
Pendidikan luar sekolah yang memiliki tingkat SD. Keunggulan lainnya adalah (a)
merujuk langsung ke sumber nilai, (b) memberi peluang kea rah interaksi edukatif
yang demokratis sepanjang 24 jam perhari, (c) interaktif yang akrab anatar santri
dan kiai memberi peluang untuk intensifikasi Pendidikan, (d) kiai tampil sebagai
panutan yang diteladani, (e) pembinaan disiplin melalu Pendidikan shalat, shaum,

18
dsb, (f) menampilkan kesederhanaan dan kewajaran hidup, (g) mengembangkan
pribadi yang mandiri dan anggota social yang saling menolong, (h) sifat
responsive terhadap perkembangan dan pemantapan kehidupan masyarakat.

Pengembangan Vertikal mengandung arti bahwa penyelenggaraan


Pendidikan SD selain merupakan perwujudan Pendidikan yang adil dan merata
juga harus mempertimbangkan keragaman peserta didik baik dalam aspek
kemampuan, pola hidup maupun lingkungan, social budaya dimana mereka
tinggal. Pengembangan kualitas Pendidikan hakikatnya merjuk pada 3 hal, yaitu
masukan (input), proses, dan produk (output). Input Pendidikan mencakup siswa,
guru, lingkungan, alat (intruments) dengan segala karakteristiknya, seperti
inteligensia, bakat, minat, kebiasaan siswa. Dengan input dan proses Pendidikan
yang berkualitas diharapkan menghasislkan produk Pendidikan bermutu
bercirikan : (a). Peserta didik menunjukkan tingkat penguasaan yang tinggi
terhadap tugas-tugas belajar (learning task), (b) hasil Pendidikan sesuai dengan
kebutuhan peserta didik, (c) hasil Pendidikan sesuai dengan kebutuhan lingkungan
khususnya dunia kerja. Pengembangan relevansi Pendidikan dapat memberi
dampak bagi pemenuhan kebutuhan peserta didik, baik kebutuhan kerja,
kehidupan dimasyarakat dan melanjutkan Pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Pengembangan efisiensi Pendidikan dapat dilakuakn pelatihan manajemen bagi
para kepala sekolah, dan pengawas TK/SD.

2. Inovasi Pendidikan Sekolah Dasar

Inovasi ialah suatu upya yang sengaja dilakukan untuk memperbaiki


praktik Pendidikan dengan sungguh-sungguh. Miles dalam Ibrahim (1988:52)
mengungkapkan paling tidak ada 11 komponen penting yang menjadi wilayah
inovasi dalam Pendidikan, yaitu (1) personalia, (2) banyaknya personal dan
wilayah kerja, (3) fasilitas fisik, (4) penggunaan waktu, (5) perumusan tujuan, (6)
prosedur pembelajaran, (7) peran yang diperlukan, (8) wawasan dan perasaan, (9)
bentuk hubungan antarbagian atau mekanisme kerja, (10) hubungan dengan
system lain dan (11) strategi pembelajaran.

Beberapa contoh inovasi dalam Pendidikan di SD bidang kurikulum


kurikulum tingkat satuan Pendidikan (KTSP) bidang pembelajaran Quantum

19
Learning (QL) bidang manajemen Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). KTSP
merupakan suatu inovasi Pendidikan yang secara bertahap akan diberlakukan
ditingkat nasional, mulai dari SMA/MA, SMP/MTs, SD/MI. Misi KTSP adalah
memberi kewenangan kepada setiap satuan Pendidikan (unit sekolah) untuk
mengembangkan kurikulum dan silabus sendiri atas dasar pertimbangan potensi
siswa dan karakteristik SDM, sekolah dan daerah tempat sekolah itu berada.
KTSP dikembangkan oleh suatu tim yang dibentuk oleh kepala sekolah meliputi
guru-guru, wakil (sumber) dari masyarakat yang memiliki kompetensi atau
keahlian tertentu. KTSP juga diberi kewenangan untuk mengembangkan mata
pelajaran muatan local (mulok), suatu maple yang berbasis potensi khas daerah
dengan maksud mengembangkan potensi khas yang dimiliki oleh daerahnya.
Implikasinya sebagai guru SD harus mampu memahami potensi dan karakteristik
daerahnya dan harus mampu mengembangkan kurikulum untuk sekolahnya
sendiri.

Quantum Learning inovasi ini muncul dari gagasan yang dikembangkan


oleh BOBBI DePorters & Mike Hernacki (1999) yang membiasakan belajar
nyaman dan menyenangkan. Kondisi ini muncul pada siswa karena siswa tidak
ahanya menggunakan kekuatan kecerdasan akal pikiran semata di dalam
belajarnya tetapi juga menggunakan kekuatan0kekuatan lain yang dimiliki oleh
setiap manusia antara lain kekuatan intuisi, emosi, perasaan, imajinasi. QL juga
menawarkan sejumlah kiata atau seni dalam membaca dan menulis yang sangat
efisien dan efektif. Dengan QL anak tidak dijejali dnegna pemberian materi
pelajaran dari guru tetapi yang lebih penting bagaimana agar anak itu
mengembangkan kemampuan berpikir, imajinasi, kreatif, sikap optimis, emosi,
dan perasaan sukses atau berhasil untuk menguasai tujuan pembelajaran yang
telah ditetapkan oleh guru.

Manajemen berbasis sekolah (MBS) merupakan suatu inovasi yang


menempatkan sekolah sebagai suatu entitas atau system yang memiliki
kemampuan untuk membuat keputusan dalam mengelola semua sumber daya
yang ada. Karakteristik kemandirian sekolah dicerminkan dalam kondisi sarana
dan prasarana Pendidikan, mutu SDM yang dimiliki, dan dukungan pembiayaan
yang berbeda-beda dari masyrakat untuk pengembangan dan keunggulan sekolah

20
yang bersangkutan sesuai dengan aspirasi pihak-pihak yang berkepentingan
(stakeholder).

Prinsip perencanaan inovasi Pendidikan berarti suatu persiapan dan


pengambilan keputusan untuk berbuat secara sistematik yang merupakan
serangkaian aktivitas berkelanjutan dan saling melengkapi untuk mencapai tujuan
yang telah ditentukan. Ada tiga jenis hubungan yang sifanya perlu secara proaktif
dijalani dalam rangka inovasi Pendidikan itu. Pertama, hubungan reaktif yaitu
hubungan secara kontinum mengadakan respon terhadap kekuatan dari luar,
seperti tekanan masalah politik, ekonomi, social, kebudayaan. Kedua, hubungan
proaktif, yaitu system yang memgang peranan sebagai pengambil inisiatif
mengadakan perubahan atau inovasi secara aktif untuk mencari sumber-sumber
dari lingkungannya. Ketiga, hubungan interaktif, yaitu hubungan dimana
pertumbuhan dan perkembangan atau perubahan suatu system sebagai hasil
adanya hubungan interaksi antara system dengan lingkungannya.

Ibrahim (1988) mengungkapkan elemen-elemen pokok dalam proses


perencanaan, yaitu (1) merumuskan tujuan umum dan tujuan khususinovasi, (2)
mengidentifikasi masalah, (3) menentukkan kebutuhan, (4) mengidentifikasi
sumber penunjang dan penghambat, (5) menentukkan alternatif kegiatan, (6)
menentukkan alternatif pemecahan masalah, (7) menentukkan alternatif
pendayagunaan sumber daya yang ada, (8) menentukkan kriteria untuk memilih
alternatif pemecahan masalah, (9) menentukkan alternatif pengambilan keputusan,
dan (10) menentukkan kriteria untuk menilai hasil inovasi.

Model Perencanaan Inovasi Pendidikan (MOPIPPI) lebih menekankan


kepada pola urutan pemikiran secara rasional sebagai pembimbing untuk
membuat perencanaan inovasi Pendidikan pada suatu sekolah. Kata-kata kunci
yang merupakan ciri utama MOPIPPI ialah terbuka, fleksibel, keseluruhan, dan
hubungan baik. Terbuka artinya Sekolah Dasar tersebut merupakan system yang
mau menerima input baik dari dalam system itu sendiri maupun dari luar system.
Fleksibel artinya dalam proses perencanaanya bebas untuk bergerak dari tahap sat
uke tahap berikutnya, yang tentunya sesuai dengan kondisi dan situasi yang ada.
Keseluruhan artinya bahwa perencanaan harus dipikirkan secara menyeluruh

21
dengan memperhatikan berbagai aspek atau komponen yang diarahkan pada
kesuksessan inovasi Pendidikan Sekolah Dasar itu. Hubungan artinya dalam
perencanaan inovasi ini dipandang perlu senantiasa memperhatikan hubungna
baik antaranggota system maupun hubungan dengan luar system.

Penerapan inovasi pada sekolah dasar yaitu : (1) buatlah rumusan yang
jelas tentang inovasi yang akan diterapkan, (2) gunakan metode atau cara yang
memberi kesmpatan, 93) kembangkan berbagai maceam alternatif, (4) gunakan
data atau informasiyang sudah ada, (5) gunakan tambahan data untuk
mempermudah fasilitas, (6) gunakan penglaman di SD atau lembaga yang lain, (7)
berbuatlah secara positif, (8) menerima tanggung jawab pribadi, (9)adanyan
pengorganisasiian kegiatan.

22
BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Selain mengajar, tugas utama seorang guru adalaha menciptakan


lingkungan sedemikian rupa sehingga memotivasi dan mefasilitasi anak untuk
aktif melakukan berbagai kegiatan, berbagai potensi yang dimilikinya untuk
mencapai perubahan pengetahuan, perilaku, dan pribadi sesuai dengan tujuan
yang telah ditetapkan sebelumnya. Inilah hakikat pembelajaran yang sebenarnya
ada 2 proses yang saling menguntungkan.

Sembilan prinsip umum belajar adalah pertama, belajar dapat membantu


perkembangan optimal individu sebagai manusia utuh. Kedua, belajar sebagai
proses terpadu harus memposisikan anak sebagai titik sentral. Ketiga, akitivitas
pembelajaran yang diciptakan harus membuat anak terlibat sepenuh hati dan aktif
menggunakkan berbagai potensi yang dimilikinya. Keempat, belajar sebagai
proses terpadu tidak hanya dapat dilakukan secara individual dan kompetitif
melainkan juga dapat dilakukan secara kooperatif. Kelima, pemebelajaran yang
diupayakan oleh guru harus mendorong anak terus belajar secara terus menerus.
Keenam, pembelajaran disekolah harus memberi kesempatan kepada setiap anak
untuk maju berkelanjutan sesuai dengan potensi yang dimiliki dan kecepatan
belajar masing-masing. Ketujuh, belajar sebagai proses terpadu memerlukkan
dukungan fasilitas fisik dan dukungan system kebijakan yang kondusif.
Kedelapan, belajar sebagai proses terpadu memungkinkan pembelajaran bidang
studi dilakukan secara terpadu. Kesembilan, belajar sebagai proses terpadu
memungkinkan untuk menjalani hubungan yang baik.

23
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar anak di sekolah
yaitu ada factor input, proses, dan output. Pada factor input mencakup : (a) raw
input (masukan dasar) yang ,enggambarkan kondisi individual anak dengan segala
karakteristikfisik dan psikis yang dimilikinya, (b) instrumental input (masuka
instrumental) yang mencakup guru, kurikulum, materi, metode, sarana, dan
fasilitas, (c) environmental input ( masukan lingkungan) yang mencakup
lingkungan fisik, geografis, social, dan lingkungan budaya. Faktor proses
pembelajaran menggambarkan bagaimana ketiga jenis input tersebut berinteraksi
dan saling memberikan pengaruh terhadap aktivitas belajar anak. Faktor output
adalah perubahan tingkah laku yang diharapkan terjadi pada anak setelah anak
belajar.

Ada 4 patokan yang menyatakan bahwa anak SD mengalamai kesulitan


belajar yairu : (1) tujuan Pendidikan atau pembelajara yang ditetapkan, (2)
kedudukan anak didalam kelompok atau kelasnya, (3) perbandingan antara
potensi dan prestasi, (4) kepribadian. Gejala-gejala anak mengalami kesulitan
belajar adalah : (1) nilai hasil belajar dibawah patokan atau dibawah rata-rata nilai
kelas atau kelompoknya, (2) nilai hasil belajar tidak sesuai dengan nilai-nilai
dikelas sebelumnya, (3) nilai hasil belajar tidak sesuai dengan potensi yang
dimilikinya, (4) lambat dalam mengerjakna tugas-tugas belajar, (5) menunjukkan
sikap-sikap yang kurang wajar, (6) menunjukkan tingkah laku berkelainan, (7)
menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar. Faktor-faktor yang
melatarbelakangi kesulitan belajar mencakup : factor stimulus, factor organisme,
factor respon.

Peran guru dalam proses membelajarkan anak semakin penting karna


dimasa depan guru tidak lagi merupakan sumber informasi atau penyampaian
pengetahuan kepada anak melainkan fasilator yang mempermudah anak belajar.
Menggunakan pendekatan holistic atau terpadu, suatu objek akan terlihat
maknanya apabila diamati secara menyeluruh, buka terpisha-pisah. Aplikais
pendekatan ini dapat dilihat (1) pengembangan insight, (2) pembelajaran yang
bermakna, (3) perilaku bertujuan, (4) prinsip kesesuain dengan lingkungan anak,,
(5) transfer dalam pembelajaran. Bisa dilakukan pula dengan pendekatan
kontruktivisme, individu membentuk sendiri pengetahuan yang dipelajarinya.

24
Anaklah yang menginterprestasikan serta mengkonstruksi pemindahan
pengetahuan tersebut berdasarkan pengealaman yang mereka miliki masing-
masing. Beberapa hala yang perlu dilakukan dalam pendekatan kontruktivisme.
Pertama, orientasi mengajar tidak hanya untuk pencapaian prestasi akademik.
Kedau, topik-topik yang dipelajari dapat berdasarkan pengalaman anak yang
relevan. Ketiga, metode mengajar harus berorientasi pada anak dengan sifat yang
menyenangkan. Keempat, kesempatan anak untuk bermaik dan bekerja sama
dengan orang lain mendapat peioritas. Kelima, bahan pemebelajarannya dapat
diambil dari bahan yang konkret. Keenam, penilaian tidak hanya terbatas pada
aspek kognitif semata. Ketujuh, keenam hal terdahulu membawa implikasi bagi
guru yang harus menampilkan diri sebagai guru dalam proses pembelajaran, dan
bukan hanya sekedar mentransformasikan pengetahuan kepada anak.

Pendekatan Experiental Learning dan Multiple Intelligence yang masing-


masing membawa angin segar bagi inovasi pembelajaran. Pendekatan Experiental
Learning mengacu oada proses pembelajaran dimana pembelajar (anak) secara
langsung berinteraksi secara langsung dengan realitasyang dipelajarinya. Dengan
demikian, jika anak diharapkan dapat mencapai perubahan perilkau yang
diinginkan, maka anak harus difasilitasi untuk melakukan atau mengalami secara
langsung bagaiman realitas atau obyek yang dipelajarinya. Pendekatan Multiple
Intelligence pada dasarnya menekankan pada hal yang terbaik yang dapat
dilakukan sebagai guru, diluar penggunaan buku teks, dan papan tulis, yang
diharapkan membangkitkan aktivitas berpikir anak. Ada 7 langkah untuk
mengembangkan kurikulum yang berbasis pendekatan ini, yaitu (1) fokuskan pada
topik dan tujuan khusus, (2) munculkan pertanyaan multiple intelligence, (3)
pertimbngkan segala kemungkinan, (4) ada curah pendapat, (5) pilih aktivitas
yang cocok, (6) kembangkan urutan Tindakan, (7) implementasikan rencana yang
telah dibuat.

Pengembangan Pendidikan Sekolah Dasar (SD) secara horizontal


(melebar) bertujuan agar Pendidikan mampu menjangkau semua anak berusia SD
tanpa kecuali. Selain itu, mampu juga menjangkau daerah terpencil. Strategi
dalam pengembangan di daerah tersebut dapat dilakukan melalui wahana
Pendidikan yang tercakup dalam empat rumpun Pendidikan yairu, (1) rumpun

25
sekolah dasar konvensional meliputi sekolah dasra biasa, sekolah dasar kevil,
sekolah dasar pamong: (2) rumpun sekolah dasar luar biasa meliputi sekolah dasar
luar biasa, sekolah luar biasa, dan sekolah dasar terpadu: (3) rumpun Pendidikan
luar sekolah meliputi kejar paket A dan kursus persamaan sekolah dasar; dan (4)
rumpun sekolah keagamaan meliputi madrasah ibtidayah, dan pondok pesantren.

Dalam meningkatkan mutu Pendidikan perlu adanya inovasi belajar.


Inovasi ialah suatu upaya yang sengaja dilakukan untuk memperbaiki praktik
Pendidikan dengan sungguh-sungguh. Ada 11 komponen penting menjadi wilayah
inovasi Pendidikan (1) personalia, (2) banyakanya personal atau wilayah kerja, (3)
fasilitas fisik, (4) penggunaan waktu, (50 perumusan tujuan, (6) prosedur
pembelajaran, (7) peran yang diperlukan, (8) wawasan dan peranan, (9) bentuk
hubungan antarbagian atau mekamisme kerja, (10) hubungan dengan system lain,
(11) perencanaan strategi pembelajaran. Untuk keberhasilan MOPIPPI merupakan
model dalam inovasi Pendidikan yang bercirikan fleksibel, terbuka, keseluruhan,
dan hubungan.

B. Saran

Tenaga Pendidikan atau guru di Indonesia penempatannya belum merata


terutama pada wilayah-wilayah pelosok. Indonesia punya organisasi guru yaitu
PGRI. Jadikanlah PGRI sebagai badan penmpatan guru di Indonesia. Jadi
gambaran sistemnya seperti ini. PGRI harus mendata terlebih dahulu seluruh
sekolah di Indonesia tentang tenaga pendidiknya. Bisa diwakilkan ke setiap PGRI
tingkat provinsi atau kota. Setiap sarjana Pendidikan yang ingin melanjutkan
profesinya sebagai guru, mengirimkan berkas ke PGRI pusat. Lalu PGRI pusat lah
yang menentukkan kemana mereka akan mengajar. Satu dmi satu dipenuhi
kekurangan guru didaerah terpencil yang akhirnya menjadikan meratanya suatu
Pendidikan

Penambahan materi tertib dan buang sampah pada tempatnya pada


kurikulum. Materi ini sangat penting karena masalah ini menjadi masalah yang
besar bagi Indonesia. Selipkan materi buang sampah pada tempatnya dijam
pelajaran tidak usah lama-lama selipkan 5 menit saja pada setiap jam pelajaran.
Jika ini dibiasakan dari kecil, pasti akan terbawa sampai dewasa, Dan pastinya

26
perlunya dukungan dari orang tua untuk tetap memberikan pengarahan tentang
perlunya materi ini.

Dari tahun ke tahun ilmu pengetahuan dan teknologi semakin berkembang


maju. Negara Indonesia harus mampu bersaing dengan negara-negara yang lain.
Perlu diketahui negara dikatakan maju apabila Pendidikan juga maju. Nah, saat ini
kita sadari bhawa semakin menurunnya kesadaran siswa pada kewajibannya untuk
belajar. Mereka hanya ingin sesuatu yang instan tanpa berusaha. Salah satu cara
agar Indonesia tidak ketinggalan dengan negara-negara lain adalah dengan
meningkatkan kualitas Pendidikan di Indonesia dengan meningkatkan kuakitas
dan kuantitas materi pembelajaran bukan dengan peningkatan jam belajar yang
berlebihan. Lalu meningkatkan alat-alat, saran dan prasarana Pendidikan. Disini
tidak hanya pemerintah yang berusaha memperbaiki masalah-masalah Pendidikan
tetapi kita juga harus memperbaiki dari diri sendiri dan lebih aktif dalam hal
Pendidikan.

27
BAB IV

PENUTUP

Assalam’mualaikum Wr. Wb.

Dengan selesainya makalah tentang Upaya Pengembangan Dan Inovasi


Pendidikan Di SD Melalui Proses Belajar Anak Menggunakan Pendekatan
Pembelajaran Holistik Kontruktivisme, saya mengucapkan terimaksih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam memberi informasi untuk menyusun
makalah.

Saya sadar bahwa makalah ini masih kurang dari sempurna karena itu saya
mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak serta bimbingan yang lebih
membangun lagi untuk saya. Saya juga mohon maaf apabila ada kesalahan kata-
kata dan pengetikan karena saya masih dalam tahap pembelajaran.

Saya berharap besar akan Pendidikan dimasa depan yaitu adanya


pemerataan guru di daerah terpencil dan adanya semangat anak-anak untuk belajar
di daerah terpencil. Infrastruktur yang maju di daerah terpencil agar bisa
dijangkau.

28
DAFTAR PUSTAKA

Modul 5 proses belajar anak di SD 5.1


Kegiatan belajar 1 Pengertian dan Karakteristik Belajar 5.3
Kegiatan belajar 2 Prinsip-prinsip Belajar 5.12
Kegiatan belajar 3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Proses dan Hasil Belajar
Anak 5.20
Kegiatan belajar 4 Kesulitan Belajar Anak SD 5.28
Modul 6 Pendekatan Pembelajarn Di Sekolah Dasar 6.1
Kegiatan belajar 1 Pendekatan Pembelajaran Holistik dan Kontruktivisme 6.2
Kegiatan belajar 2 Pendekatan Belajar Experiental Learning dan Multiple
Intelligence 6.17
Modul 7 Pengembangan Dan Inovasi Pendidikan Di Sekolah Dasar 7.1
Kegiatan belajar 1 Pengembangan Pendidikan Anak Di Sekolah Dasar 7.5
Kegiatan belajar 2 Inovasi Pendidikan Sekolah Dasar 7.23

29

Anda mungkin juga menyukai