Anda di halaman 1dari 6

6.

Media gambar dalam bercerita


Guru mengembangkan media pembelajaran melalui penggunaan media gambar cerita
dengan maksud agar siswa dapat menginterpretasikan isi cerita sesuai dengan imajinasinya yang
akhirnya siswa dapat mengungkapkan kembali isi cerita, mengungkapkan hasil pengamatan
dengan bahasa yang runtut, sehingga bermakna. Penggunaan gambar cerita merupakan alat bantu
(media) agar pembelajaran tidak terkesan monoton dan terjadi bina suasana kelas. Dengan media
ini diharapkan anak terangsang untuk menggunakan daya indera pendengarannya secara
maksimal untuk menyimak cerita guru. Setelah anak menyimak cerita guru, daya imajinasi anak
akan muncul selaras dengan alur dan tokoh cerita guru, dan akhirnya anak diharap mempunyai
kemampuan menceritakan kembali apa yang telah diceritakan oleh gurunya.
7. Menyajikan Informasi
Salah satu bentuk kegiatan penyajian informasi yang sesuai bagi anak-anak kelas 3-6 SD
ialah menyampaikan laporan secara lisan/ berpidato. Tujuannya untuk menolong anak-anak
mengembangkan rasa percaya diri dalam berbicara dengan orang lain, belajar menyusun, dan
menyajikan suatu pembicaraan, dan mempelajari cara yang terbaik untuk berbicara di hadapan
sejumlah pendengar. Empat langkah dalam menyiapkan dan menyajikan pidato yang seharusnya
dikerjakan oleh anak-anak yang belajar berpidato adalah sebagai berikut (Ross and Roe, 1990:
135136).

   Merencanakan pidato
Tentukan tujuan berpidato, Pilihlah topik yang menarik, tidak terlalu sulit dan dapat diceritakan
secara ringkas.

   Menyusun pidato
Membuat kerangka pidato, menentukan urutan untuk menyajikan hal-hal yang penting, buatlah
awal dan akhir pidato yang mengesankan, dan rencanakan penggunaan media visual apabila
memungkinkan.

   Mempraktikan
Praktikan berpidato, Menyampaikan pidato di depan pendengar yang sebenarnya, misalnya di
depan teman-teman sekelompok atau di depan kelas sebagai latihan.

8.      Berpartisipasi Dalam Diskusi


Berdasarkan pengetahuan dan pengalaman mereka, murid-murid mengungkapkan
gagasan dan berbagi informasi dengan mendeskripsikan keputusan, dan mengajukan pemecahan
masalah. Selama berpartisipasi dalam diskusi, murid-murid kurang bergantung pada jawaban
benar dari guru, tetapi mencermati gagasan mereka sendiri dan gagasan teman-teman mereka.
Diskusi untuk memecahkan masalah akan berhasil dengan baik apabila guru dan murid-murid
bersama-sama merumuskan masalah-masalah yang akan di diskusikan.  Guru dapat mengontrol
pelaksanaan diskusi dengan memfokuskan perhatian pada ketertarikan murid pada topic yang
didiskusikan.

9.  Sandiwara boneka
Pertunjukan sandiwara boneka memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk
berbagai gagasan dan cerita lewat percakapan, disertai dengan gerakan boneka. Di dalam kelas
anak-anak dapat menggunakan boneka dengan dua cara. Mereka menemukan (mencari) cerita
yang sesuai dengan boneka-boneka yang sudah sesuai tersedia, atau mereka dapat membuat
beberapa boneka kemudian mengarang cerita yang sesuai.
15.  Laporan Lisan
Siswa dilatih menyusun laporan sederhana yang menyangkut  yang menyangkut topic atau tema
mata pelajaran. Laporan dapat  beruberupa isi buku, hasil percobaan, hasil pengamatan, ataupun
isi cerita

Konsep Keterampilan berbicara

Tarigan (1985) menyebutkan bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi


artikulasi atau kata-kata yang mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan
perasaan. Batasan ini diperluas sehingga berbicara merupakan sistem tanda-tanda yang dapat didengar
(audioble) yang terlihat (visible).

Berbicara merupakan proses berbahasa lisan untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan,
merepleksikan pengalaman dan berbagai informasi (elis, 1989). Ide merupakan esensi dari apa yang kita
bicarakan dan kata- kata merupakan ekspresinya. Berbicara merupakan proses yang kompleks karena
melibatkan berpikir, bahasa, dan keterampilan sosial oleh karena itu, kemampuan berbahasa lisan
merupakan dasar utama dari pelajaran bahasa, karena kemampuan berbahasa lisan .

Berikut Konsep dasar berbicara yakni:

(1)   Berbicara dan menyimak adalah dua kegiatan resiprokal

Berbicara dan menyimak adalah dua kegiatan yang berbeda namun berkaitan erat dan tak
terpisahkan,  satu sisi ditempati kegiatan berbicara dan sisi lainnya ditempati kegiatan menyimak.
Kegiatan menyimak pasti didahului oleh kegiatan berbicara.  Kegiatan berbicara baru berarti bila diikuti
kegiatan menyimak. Kegiatan berbicara dan menyimak saling melengkapi dan berpadu jadi komunikasi
lisan, seperti dalam bercakap-cakap, diskusi, bertelepon, tanya jawab, interview dan sebagainya.

Pembicara dan penyimak berpadu dalam suatu kegiatan yang resiprokal berganti peran secara spontan,
mudah, dan lancar dari pembicara menjadi penyimak, dari penyimak menjadi pembicara.

(2)   Berbicara adalah proses individu berkomunikasi

Berbicara adakalanya digunakan sebagai alat berkomunikasi dengan lingkungannya. Bila hal ini dikaitkan
dengan fungsi bahasa maka berbicara digunakan sebagai sarana memperoleh pengetahuan
mengadaptasi, mempelajari lingkungannya, dan mengontrol lingkungannya.

Contoh: perhatikanlah bagaimana seorang anak menggunakan bahasa(berbicara) untuk mengadaptasi


lingkungannya melalui pengajuan sejumlah pertanyaan: apa? Mengapa? Bagaimana? Anak tersebut
menggunakan keterampilan sebagai alat mempengaruhi dan mengontrol lingkungannya dan pada
gilirannya lingkungan itupun mempengaruhi dirinya. Berbicara adalah satu alat komunikasi terpenting
bagi manusia untuk dapat menyatakan diri sebagai anggota masyarakat.

(3)   Berbicara adalah ekspresi kreatif

Melalui berbicara kreatif, manusia melakukan tidak sekedar menyatakan ide, tetapi juga
memanifestasikan kepribadiannya. Tidak hanya dia menggunakan pesona ucapan kata dan dalam
menyatakan apa yang hendak dikatakannya tetapi dia menyatakan secara murni, fasih, ceria, dan
spontan. Perkembangan presepsi dan kepekaan terhadap perkembangan keterampilan berkomunikasi
menstimulasi yang bersangkutan untuk mencapai taraf kreatifitas tertinggi dan ekspresi intelektual,
karena itu dikatakan berbicara tidak sekedar alat mengkomunikasikan ide belaka, tetapi juga alat utama
untuk menciptakan dan memformulasikan ide baru.

(4)   Berbicara adalah tingkah laku

Berbicara adalah ekspresi pembicara. Melalui pembicara, pembicara sebenarnya menyatakan gambaran
dirinya. Berbicara merupakan simbolisasi kepribadian si pembicara. Berbicara juga merupakan
dinammika dalam pengertian melibatkan tujuan pembicara kepada kejadian disekelilingnya kepada
pendengarnya atau kepada objek tertentu.

Contoh: dalam pribahasa "bahasa menunjukan bangsa" makna pribahasa tersebut ialah cara kita
berbahasa, berbicara, bertingkah laku menggambarkan kepribadian kita. Dalam kepribadian itu sudah
terselip tingkah laku kita.

(5)   Berbicara adalah tingkah laku yang dipelajari

Berbicara sebagai tingkah laku, sudah dipelajari oleh siswa dilingkungan keluarga, tetangga, dan
lingkungan lainnya disekitar tempatnya hidup sebelum mereka masuk ke sekolah. Walaupun siswa
sudah dapat mengekspresikan dirinya secara lisan, sebelum mereka diajar secara formal maka tetap
memerlukan bimbingan untuk mengembangkan keterampilan berbicara mereka.

Keterampilan berbicara siswa harus dibina oleh guru melalui latihan:

(1)   Pengucapan

(2)   Pelafalan

(3)   Pengontrol suara

(4)   Pengendalian diri

(5)   Pengontrolan gera-gerik tubuh

(6)   Pemilihan kata, kalimat dan pelafalannya

(7)   Pemakaian bahasa yang baik

(8)   Pengorganisasian ide.

Keterampilan berbicara merupakan keterampilan yang mekanistis. Semakin banyak berlatih berbicara,
semakin dikuasai keterampilan berbicara itu tidak ada orang yang langsung terampil berbicara tanpa
melalui proses latihan. Berbicara adalah tingkah laku yang harus dipelajari, baru bisa dikuasai.

(6)   Berbicara distimulasi kekayaan pengalaman

Berbicara adalah ekspresi diri. Bila terisi oleh pengetahuan dan pengalaman yang kaya, maka dengan
mudah yang bersangkutan menguraikan pengetahuan dan pengalamannya itu bila pembicara miskin
pengetahuan dan pengalaman, maka yang bersangkutan akan mengalami kesukaran dalam berbicara.

Hal yang sama terjadi juga pada anak-anak. Anak-anak yang memiliki pengalaman yang banyak,
bervariasi, kaya, dengan mudah pula menampilkan dirinya melalui berbicara sedangkan anak-anak yang
kurang pengalaman yang merasa apa yang dimilikinya kurang penting biasanya sulit berbicara dan
menjadi manusia pendiam.   

Guru benar-benar harus memahami dan menghayati kenyatan tersebut diatas. Bila guru mengetahui
kenyataan itu maka dia dapat menyusun strategi memberikan pengalaman yang luas kepada siswanya.
Anak-anak memerlukan pengalaman yang kaya sebelum mereka berbicara, berdiskusi dan bertukar
fikiran. Semakin banyak pengalaman yang dimiliki, semakin terdorong untuk berbicara.

(7)   Berbicara sarana memperluas cakrawala

Paling sedikit berbicara digunakan untuk dua hal, yang pertama untuk mengekspresikan ide, perasaan,
dan imajinasi. Kedua, berbicara dapat juga digunakan untuk menambah pengetahuan dan memperluas
cakrawala pengalaman.
Lihatlah bagaimana anak-anak bertanya gencar mengenai keadaan sekitarnya. Apa itu? Mengapa pisang
berubah? Dimana burung itu tidur? Bagaimana terjadi danau? Melalui pertanyaan itu anak mencari,
mengamati, dan mau memahami lingkungannya. Melalui kegiatan bertanya anak mengarah kepada
berfikir keras dan penemuan. Melalui pengamatan, kesadaran dan keterlibatan dengan lingkungan
sekitarnya anak-anak belajar memahami lingkungan dan dirinya sendiri.

(8)   Kemampuan linguistik dan lingkungan berkaitan erat

Anak-anak adalah produk lingkungannya. Jika dalam lingkungan hidupnya ia sering diajak berbicara, dan
segala pertanyaan diperhatikan dan dijawab, serta lingkungan itu sendiri menyediakan kesempatan
untuk belajar dan berlatih berbicara maka dapat diharapkan anak tersebut terampil berbicara. Ini berarti
si anak sudah memiliki kemampuan linguistik yang memadai sebelum mereka masuk di sekolah.

Lingkungan yang tidak menunjang perkembangan linguistik anak tergambar sebagai berikut. Lingkungan
itu miskin kegiatan linguistik. Dialog antara anak dan orang tua serta anggota keluarga lainnya sangat
kurang. Perhatian dan pertanyaan anak tidak digubris atau jarang diperhatikan. Lingkungan sepi, buta
bicara, tidak ada kesempatan berbahasa, sehingga membuat anak tidak berkembang. Bila anak masuk
sekolah ia akan kelihatan kaku, kurang bicara, pemalu, dan tidak dapat menyatakan dirinya.

(9)   Berbicara adalah pancaran pribadi (logan dkk, 1972:105-105)

Gambaran pribadi seseorang dapat diidentifikasi dengan berbagai cara. Kita dapat menduganya melalui
gerak-geriknya, tingkah lakunya, kecenderungannya, kesukaanya, dan cara bicaranya. Berbicara pada
hakikatnya melukiskan apa yang ada di hati, misalnya pikiran, perasaan, keinginan, idenya dan lain-lain.
Karena itu sering dikatakan bahwa berbicara adalah indeks kepribadian.

Kualitas suara, tinggi suara, nada dan kecepatan suara dalam berbicara merupakan indikator keadaan
emosi seseorang. anak-anak yang cemas, neorotik, atau tegang nada bicaranya tinggi, melengking, atau
bergetar sehingga tidak enak untuk didengar. Ibarat pemetik tali biola yang kencang menghasilkan suara
melengking demikian otot yang tegang menghasilkan suara yang tidak merdu. Anak-anak yang berada
dalam emosi stabil, tenang, percaya akan kemampuan diri akan berbicara dengan enak, suaranya pun
enak, merdu di dengar. Berbicara adalah gambaran kepribadian.

Kegiatan berbicara diawali dari suatu pesan yang harus dimiliki pembicara yang akan disampaikan
kepada penerima pesan agar penerima pesan dapat menerima atau memahami isi pesan tersebut
penyampaian isi pikiran dan perasaan, penyampaian informasi, gagasan, serta pendapat yang
selanjutnya disebut pesan (message) ini diharapkan sampai ketujuan secara tepat.

Dalam menyampaikan pesan, seseorang menggunakan  bahasa yang dalam hal ini tergolong ragam
bahasa lisan. Seseorang yang menyampaikan pesan tersebut mengharapkan agar penerima pesan dapat
mengerti atau memahaminya. Apabila isi pesan itu diketahui oleh penerima pesan, akan terjadi
komunikasi antara pemberi pesan dan penerima pesan. Komunikasi tersebut pada akhirnya akan
menimbulkan pengertian atau pemahaman terhadap isi pesan bagi penerimanya.
Pemberi pesan sebenarnya dapat juga disebut pembicara dan penerima pesan disebut juga sebagai
pendengar atau penyimak atau disebut juga dengan istilah lain komunikan dan komunikator. Peristiwa
proses penyampaian pesan secara lisan seperti itu disebut berbicara dan peristiwa atau proses penerima
pesan yang disampaikan secara lisan disebut penyimak dengan demikian, berbicara adalah keterampilan
menyampaikan pesan melalui bahasa lisan sedangkan menyimak adalah keterampilan menerima pesan
yang disampaikan secara lisan.

           

Tarigan, Djago. 1994. Materi pokok bahasa indonesia. Jakarta:Universitas Terbuka.

Kartadinata, Sunaryo. 2011. Pendalaman materi dan metodologi pembelajaran bahasa

indonesia. Bandung: Universitas Pendidikan indonesia.

Haryadidan dan Zamzani.1996.Peningkatan keterampilan berbahasa indonesia. Jakarta:

Depdikbud.

Anda mungkin juga menyukai