Anda di halaman 1dari 12

Kegiatan Belajar 1:

IDENTIFIKASI KELAINAN BICARA

Setelah mempelajari materi yang disajikan pada Modul 2 Kegiatan Belajar 1


ini, Anda diharapkan dapat:
1. Menjelaskan macam-macam jenis bentuk-bentuk kelainan bicara dan
Bahasa yang dialami seseorang dalam fase perkemabangannya.
2. Menjelaskan karakteristik kelainan artikulasi bicara
3. Menjelaskan karakteristik kelainan arus ujaran dalam berbicara.
4. Menjelaskan karakteristik kelainan pita suara
5. Menjelaskan karakteristik kelainan bicara dan Bahasa yang dikaitkan
dengan cerebral palsy
6. Menjelaskan factor penyebab bebrabagai karakteristik kelainan bicara dan
bahasa.

Bentuk Kelainan Bicara dan Bahasa


Bicara yang kita kenal dalam kehidupan sehari- hari, barangkali tak
ubahnya sebagai suatu keadaan yang dapat terjadi dengan sendirinya sebagai
reaksti tindak lanjut atas rangsangan bunyi yang ditangkap oleh telinga, oleh
karenanya hal itu tidak banyak mendapat perhatian. Akan tetapi jika ditelusuri
lebih jauh, ternyata bicara tak ubahnya sebagai suatu bentuk rangkaian proses
yang rumit dan melibatkan banyak organ-organ bicara dari pada hanya sekedar
membunyikan suara belaka (lihat pada mekanisme bicara).
Landasan bicara memang memerlukan assimilasi dari beberapa bunyi yang
dirangkai menjadi kata- kata, dari kata-kata selanjutnya tersusun dalam suatu unit-
unit sehingga membuat susunan itu menjadi sesuatu yang bermakna, atau dengan
kata lain, berbicara dapat menjadi sebuah alat yang membantu manusia dalam
mengembangkan suatu bahasa yang diformalkan, sebagai hasil dari pengalaman
visual, auditif, perseptual dan kinetik yang terangkum dalam gagasan untuk
dikomunikasikan kepada manusia lainnya (pendengar).
Ketika dalam prosesnya, keberlangsungan penyampaian gagasan dari
seseorang ke orang lain (komunikator dan komunikan), maupun dalam timbal
baliknya, selama hal itu dapat diterima dengan baik, artinya apa yang disampaikan
oleh komunikator dapat dipahami oleh komunikan barangkali hal itu dapat
dianggap sebagai suani yang lazim (normal), akan tetapi jika apa yang
disimpulkan kepada pendengar bukan saja tidak menarik, bahkan malah
membingungkan bagi pendengar, baik dari artikulasi bicaranya arus bicara,
kualitas suara, struktur bahasanya atau kemampuan bebicaranya tidak selaras
dengan usia kronologisnya dan sebagainya. Yang dikarenakan oleh sesuatu dan
lain sebab (baik yang berkenaan dengan kondisi organik maupun pengaruh
fungsional) maka kondisi tersebut dapat dikategorikan sebagai kasus kelainan
bicara atau bahasa. Suatu contoh, pada pengucapan kata "Roti" menjadi "oti" atau
"loti", atau kata "nama" menjadi "daba", serta kalimat "Ali mimik susu" menjadi
"cucu ayi mimik" pada anak usia 1 - 2 tahun barangkali hal itu tak begitu menarik
perhatian, akantetapi jika pada contoh-contoh di atas diucapkan oleh anak usia 12
tahun misalnya, sudah barang tentu akan mengundang perhatian atau sejumlah
komentar, di sinilah persoalannya.
Apa yang dicontohkan di atas barangkali merupakan sampel-sampel dari
kasus kelainan bicara dan bahasa yang akan diuraikan pada bahasan berikut. Oleh
karena itu untuk lebih jelasnya ragam karaktersitik dan latar belakang penyebab
kelainan bicara dan bahasa dapat dilihat pada pembahasan selanjutnya.

Tabel Estimasi anak usia sekolah yang mengalami Ragam kelainan bicara (Smith,
1975)

No. Bentuk Porblem bicara prosentase


1 Articulation 3,0
2 Stuttering 0,8
3 Voice 0,2
4 Cleft-palate speech 0,1
5 Cerebal Palsy speech 0,1
6 Retarded speech development 0,3
7 Speech problem have to hearing 0,5

Kelainan Artikulasi Bicara


Kelainan artikulasi bicara yang dimaksud adalah kesalahan yang terjadi saat
pelafalan kata saat yang bersangkutan melakukan aktivitas berbicara. Gambaran
umum tentang seseorang yang mengalami kelainan dalam artikulasi bicara ini
mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1. Pengungkapan suara dalam bicaranya seringkali mengalami kesalahan,
tidak konsisten dan tidak sempurna (berkelainan).
2. Prevalensi anak yang mengalami gangguan pada aspek artikulasi bicara ini
berkisar antara 60 - 80% dari jumlah populasi anak yang mengalami
keragam kelainan bicara.
3. Mengalami kesulitan dalam menyuarakan sejumlah huruf-huruf konsonan
seperti R, L, K, S dan sebagainya.
4. Bentuk-bentuk gangguan artikulasi yang pada umumnya terjadi yaitu men-
gikuti pola ucapan seperti anak kecil/bayi (baby talk), tidak mampu men-
garkulasikan konsonan secara tepa t alias pelat (lis ping) atau
ketidakmampuan lidah untuk mengucapkan huruf-huruf konsonan seperti: r,
1, t, d, s (Lalling).

Karakteristik kelainan bicara yang tampak dalam kategori kelainan


artikulasi bicara, antara lain:
1. Omissi, yaitu pengurangan huruf konsonan pada kata tertentu pada setiap
ucapanya karena kesulitan atau ketidak mampuan untuk memproduksi suara
konsonan tersebut. Misalnya kata “roti” diucapkan “oti”.
2. Subtitusi, yaitu penggantian ucapan yang benar menjadi salah, meskipun
sebenarnya ia tahu tentang laval suara yang benar/tepat. Contoh kata
"rumah'' yang diucapkan menjadi "yumah"
3. Distorsi, yaitu kekacauan dalam mengucapkan kata tertentu, walaupun kata-
kata yang dilafalkan mendekati ucapan yang benar namun malah
salah/kacau. Contoh kata "Saya” yang diucapkan menjadi “Zaya”, nampak
huruf konsonan "Z" yang menyerupai huruf konsonan" S".
4. Addisi, yaitu penambahan huruf-huruf konsonan atau suku kata yang
sebenarnya tidak perlu pada kata-kata tertentu disetiap ucapan atau
bicaranya. Contoh kata "Bandung" diucapkan "Mbandung" atau kata
"Manfaat" diucapkan: "Manfangat".

Dilihat dari penyebab terjadinya kelainan artikulasi bicara ini dapat


disebabkanoleh faktor organis maupun fungsional. Faktor organis yaitu faktor
yang berkenaan kondisi dengan fisik-neurologis seseorang yang berfungsi untuk
mendukung kalancaran bicaranya. Sedangkan faktor fungsional yaitu faktor yang
berkenaan adat kebiasaan seseorang, akibat intervensi dari luar diri anak yang
secara langsung atau tidak langsung memberikan kontribusi terhadap terjadinya
gangguan bicara. Faktor-faktor organis yang menjadi penyebab terjadinya
kelainan artikulasi bicara pada seseorang, antara lain:
1. Hilangnya ketajaman indra pendengaran (tunarungu)
2. Bentuk konstitusi fisik pada bagian mulut dan wajah (oral-facial) yang
kurang baik atau tidak sempurna (abnormal).
3. Buruknya koordinasi dari otot-otot bicara
4. Tinggi atau sempitnya langit-langit sehingga menyebabkan kesukaran bagi
lidah untuk bergerak.
Faktor-faktor non organis atau fungsional yang diduga sebagai penyebab
terjadinya kelainan artikulasi bicara pada seseorang, diantaranya:
1. Metode pengajaran yang tidak konsisten atau salah dari orang tua dalam
membicarakan stimulasi bicara pada anak
2. Buruknya model bicara yang diterapkan di lingkungan rumah, lingkungan
sekitar dan lingkungan sekolah.

Kelainan Arus Bicara


Kelainan arus bicara adalah bentuk kelainan kelainan bicara yang tampak
pada ketidaksempurnaan penderita untuk menlafalkan dengan baik dan benar.
Sesorang yang mempunyai kelainan pada arus bicara ini dapat dibedakan menjadi
dua bentuk yakni gagap (stuttering) dan kekacauan arus bicara (cluttering).
Stuttering (gagap) yaitu seseorang yang mengalami hambatan untuk
melafalkan kata atau kalimat dengan baik dan benar. Karakteristik seseorang
yang dapat diklasifikasikan kedalam kelompok gagap atau stuttering ini sebagai
berikut:
a. Arus bicara dan irama bicaranya yang normal terganggu oleh adanya
getaran,pengulangan, perpanjangan (bunyi, suku, kata atau perkataan).
b. Kondisi kegagapan ini terjadi pada setiap arus bicara yang keluar
(ucapannya).
c. Variasi kegagapan yang dialami oleh seseorang dapat terkait dengan
irama,tempo, penggunaan bahasa, ketrampilan dalam memproduksi suara,
sikappembicara sendiri.

Menurut kondisi kegagapan yang dialami oleh sesorang, sesuai dengan


gradasi penyandang gagap (suttering) ini dapat dibedakan menjadi:
a. Primary stuttering, yaitu kegagapan yang terjadi karena ketidak
lancaranbicara akibat pengulangan dan perpanjangan sebagaimana berbeda
dengan kondisi bicara anak normal, meskipun pada akhirnya anak sadar
terhadap gangguan bicara yang dialami.
b. Secondary stuttering, yaitu, kegagapan yang terjadi ketika anak
menan-dai/bahwa dirinya mengalami kegagapan, sehingga timbul perasaan
frustasi, Namun demikian ia berupaya berjuang dalam memproduksi suara
atau ucapan yang benar.

Dilihat dari faktor-faktor yang diduga sebagai penyebab terjadi kegagapan


yang dialami seseorang, baik pada primary stuttering maupun secondary
stuttering berasal dari factor organik dan factor fungsional. Kondisi kegagapan
yang terjadi akibat factor organic, berdasarkan pada teori-teori organic kegagapan
yang dialami seseorang dikarenakan: (1) Pengaruh otak yaitu adanya ketidak
mampuanotak untuk mengontrol bagian-bagian (terutama yang menentukan
kelancaran arus bicara yang menyebabkan seseorang menjadi gagap), (2)
Dysphemia yaitu kurang baiknya susunan syaraf yang mengkoordinasikan alat-
alat bicara, (2) Kondisi epileptik yaitu sebuah rentetan kecil yang dapat menyela
pembicaraan, (3) Koordinasi alat bicara yang kurang baik yang diakibatkan oleh
rusaknya otak atau masalah keturunan yang mendasar.
Menurut teori-teori fungsional kegagapan yang dialami oleh seseorang
terjadi dikarenakan: (1) Anak mengalami hambatan atau gangguan dalam meniti
tugas perkembangan bicara dan bahasanya secara normal, (2) Reaksi-reaksi atau
tanggapan orang lain yang tidak menguntungkan pada setiap kesalahan ucapan
anak pada awal-awal perkembangannya, (3) Tekanan-tekanan lingkungan yang
dapat menghambat usaha anak untuk berkomunikasi, (4) Perwujudan dari tekanan
bathin, dan sejenisnya.

CIuttering (kekacauan arus bicara) yang dimaksud adalah ketidak-jelasan


atau kekacauan yang tampak dalam pelafalan ujaran kata, dan terkesan berisik
dalam irama bicaranya (kamisosolen = jawa). Ciri-ciri khusus yang nampak pada
seseorang yang mengalami kekacauan arus bicara, antara lain:
a. Kecepatan berbicaranya nampak berlebihan, seperti orang yang sedang
mengunyah ubi panas sembari bicara.
b. Struktur kalimat ucapannya tidak terorganisir atau kacau.
c. Cara bicaranya seringkali kacau dengan memutar balikan kata dan suku kata
serta suara seperti ditelan atau dihilangkan.
d. Terjadinya pengulangan-pengulangan yang berlebihan.
Identifikasi penyebab terjadinya kondisi kekacauan arus bicara pada
sesorang dapat dikarenakan: (1) Warisan dari orang tuanya (faktor keturunan)
artinya kelainan pada kekacauan arus bicara ini diwarisi dari orang tuanya, di
mana orang tua penderita memiliki kelainan yang sama seperti yang dialami
anaknya, (2) Merupakan manifestasi dari kerusakan pada struktur alat bicara atau
gangguan pada sistem syaraf, akibatnya harminisasi kerjasama antar organ bicara
dalam membentuk pelafafalan kata melalui ujarang menjadi tidak jelas dan
kacau.

Kelainan Nada Suara/Bunyi

Kelainan nada suara adalah bentuk kelainan bicara yang dikaitkan dengan
inotasi dan volume suara yang menyertai ujaran kecenderungan yang berbeda dari
bunyi yang seharusnya. Seseorang yang diidentifikasi dalam kategori mengalami
kelainan nada suara atau bunyi ini, sebagai berikut:
1. Menunjukkan adanya kelainan atau penyimpangan pada kualitas suara
berdasarkan standar umumnya, baik dalam tinggi-rendah, intensitas, serta
fleksibilitasnya.
2. Diantara penderita yang mempunyai gangguan bicara, distribusi seseorang
yang mengalami kelainan atau gangguan kualitas suara ini, merupakan
kelompok yang relatif kecil.
3. Pada masa anak-anak mereka sulit dikoreksi, namun sejak usia remaja
kualitas suara dan mekanisme bicaranya akan berubah dan berkembang
hingga melewati masa adolesence.
Dilihat dari tipe-tipenya anak yang mengalami gangguan atau kelainan
nada suara ini, dapat dibedakan menjadi: kelainan pada kualitas suara, kelainan
pada intensitas suara, serta kelainan pada titinada suara.
Kelainan bicara yang diakibatkan oleh kelainan pada kualitas suara dapat
dibedakan menjadi hypernasality dan hiponasality. Hypernasality yaitu
pengeluaran suara sengau yang berlebihan pada saat atau selama bicara. Faktor
penyebab terjadinya hypernasality dapat disebabkan faktor organic meliputi
antara lain: (1) Kelumpuhan pada langit-langit lembut sebagai akibat dari kondisi
puliomyelitis, (2) Kondisi langit-langitnya pendek yang dibawa sejak lahir, (3)
Mengalami perforasi/pelubangan pada langit-langit. Sedangkan faktor penyebab
yang bersifat fungsional terjadinya hypernasality, meliputi antara lain: (1)
Kebiasaan mendengking, (3) Kelelahan atau rendahnya energi dapat juga menjadi
penyebabnya, (3) Di beberapa wilayah tertentu kelainan suara dalam kategori ini
diketahui sebagai hasil peniruan. Hyponasality atau denasality yaitu kegagalan
untuk menghasilkan suara-suara nasal secara tepat, seperti malafalkan huruf “b”,
“d”, “g” secara berturut-turut. Adapun sebab-sebab terjadinya Hypanasality ini
diantaranya: (1) Penyimpangan yang ekstrim pada jaringan di daerah oral-nasal,
(1) Pembengkahan pada jaringan oral-nasal karena dingin atau alergi. Kelainan
bicara lain yang diakibatkan oleh buruuknya kualitas suara nampak pada
kegagalan memproduksi bunyi ujaran akibat suara pecah, parau atau serak. Sebab-
sebab tejadinya suara yang pecah atau parau ini antara lain: (1)Ketegangan yang
berlebihan di daerah laring, (2) Penyalahgunaan pemakaian pita suara atau
teriakan yang berlebihan.
Kelainan bicara yang terkait dengan kelainan nada suara ini, dapat pula
disebabkan oleh pada intensitas suara. Ciri-ciri anak yang mengalami kelainan
atau gangguan pada intensitas suara diantaranya: (1) Cara bicaranya yang terlalu
keras atau terlalu lemah, (2) Kehilangan suara atau aphonia. Adapun sebab-sebab
tejadi kelainan intensitas suara ini antara lain: (1) Cara bicaranya yang telalu
lemah sebagai akibat dari problema pendengaran, (2) Radang tenggorokan dapat
menyebabkan kehilangan suara meskipun sifat temporal, 3) Kehilangan suara
pada rentangan yang panjang yang disebabkan oleh kondisi kelainan yang berat
pada daerah sekitar oral sebagai akibat kelumpuhan
Kelainan bicara yang terkait dengan kelainan nada suara ini, dapat pula
disebabkan oleh fleksibilitas suara. Ciri-ciri seseorang yang mengalami kelainan
atau gangguan pada fleksibilitas suara ini antara lain: (1) Adanya perubahan pada
nada suara, yaitu suara yang keluar menjadi keras sesudah setiap pause, (2)
Monotone yaitu rusaknya variasi pada nada suara dan kekerasan suara. Adapun
sebab-sebab terjadinya kelainan atau gangguan bicara yeng terjadi karena
fleksibilitas suara ini diduga berasal dari: (1) Konflik emosional di
lingkungannya, (2) Jeleknya koordinasi energi fisik karena penyakit atau
kelelahan, (3) Ketidakmampuan mendengar secara normal/ baik tehadap variansi
nada atau kekerasan suara, (4) Pada tingkatan normal suara itu terlalu tinggi atau
rendah, sehingga menyebabkan pembicaraan tidak memiliki rentangan untuk
merubah.
Kelainan bicara yang terkait dengan kelainan nada suara ini, dapat pula
disebabkan oleh kelainan pada titi nada suara. Ciri-ciri seseorang yang
mengalami gangguan atau kelainan bicara yang disebabkan oleh titi nada suara ini
diantaranya: (1) Titi nada suara terlalu tinggi atau terlalu rendah, (2) Titi nada
suara terputus-putus, perubahan secara spontan, atau-penyelaan yang sebentar-
sebentar. (3) Suara tinggi yang tidak wajar, yaitu sebagai kombinasi dari kelainan
titi nada suara dan kualitas suara yang tercermin pada kelainan titi nada suara
tinggi. Adapun sebab-sebab terjadinya kelainan pada suara ini diperkirakan
berasal dari: (1) Adanya usaha yang disengaja untuk mengatasi nada suara yang
pecah dan suara parau, serak yang merupakan karakteristik adolecsence, (2)
Kelainan kelenjar yang menghilangkan pertumbuhan yang normal dari laring.

Kelainan bicara akibat celah langit-langit atau celah bibir


Kelainan irama bicara terjadi, mungkin adanya keragu-raguan atau
kebimbangan akibat ketakutan seseorang terhadap kegagalan untuk berbicara
secara benar karena bocornya arus udara yang keluar tidak pada tempatnya.
Beberapa anak yang mengalami kelainan vocal karena celah langit-langit atau
celah bibir, biasanya berupa hypernasality (pengeluaran suara yang berlebihan
pada saat atau selama bicara)
======================
Ciri penderita yang mengalami kelainan atau gangguan langit-langit atau
bibir sebagai berikut: (1) Celah bibir atau celah langit, atau gabungan antara
keduanya tercipta bilamana bibir atas atau di bagian atas tulang gusi terbagi
menjadi dua, sebagai akibat kegagalan tumbuh secara maksimal yang terjadi pada
bulan ketiga perkembangan masa prenatal; (2) Celah bibir dan celah langit atau
keduanya, jika tidak diperbaiki dengan benar dapat memberikan pengaruh yang
kurang baik dalam menghasilkan suara, diantaranya: (a) tidak mampu
mengendalikan tekanan mulut dalam membentuk bunyi ucapan yang tepat; (b)
kondisi ini akan menciptakan resonansi yang berlebihan karena udara yang
mengalir melalui hidung, hal ini disebabkan tidak tertutupnya secara tepat tulang
hidung dan mulut.

Bentuk karaktersitik kelainan bicara pada anak yang mengalami kelainan


atau gangguan pada langit-langit dan bibir, diantaranya: (1) Kelainan artikulasi
dapat berupa: kekacauan pada suara konsonanp Penggantian suara atau bunyi,
atau pengurangan suara atau bunyi; dan (2) Kelainan atau gangguan irama bicara.

Bentuk-bentuk celah langit-langit atau bibir dapat dibedakan menjadi:


1. Celah pada daerah bibir ini dapat berupa: celah sebagian (partial cleft) dan
celah total (total cleft).
2. Celah pada daerah langit-langit yaitu langit-langit lunak dan langit-langit keras,
wujudnya dapat berupa: langit-langit celah sebagian (partial cleft palate) dan
langit-langit celah total (total cleft palate).
3. Celah pada keduanya yaitu celah pada langit- langit dan bibir, wujudnya
dapat berupa: celah sebagian (Partial cleft) dan celah total (total cleft).

Faktor-faktor yang diperkirakan menjadi penyebab terjadi kelainan bicaa


karena celah bibir atau celah langit diantaranya: (1) Didapat sejak anak dilahirkan
karena warisan orang tuannya (hereditory), dan (2) Faktor yang berasal dari
lingkungan (eksternal) pada suatu masa kehamilan (sebelum bayi dilahirkan)
dapat terjadi karena: Ibu hamil yang mengalami kekurangan gizi, kekurangan
oxigen pada janin, mechanical injuries saat dilahirkan, X ray atau bentuk sinar-
sinar sejenis yang lain, campak jerman atau bentuk penyakit infeksi yang lain
yang menjangkiti ibu hamil.

Kelumpuhan Komunikasi Verbal


Karakteristik yang nampak pada seseorang diidentifikasi mengalami
kelainan bahasa dalam aspek kelumpuhan atau kelemahan komunikasi verbal
diantaranya, meliputi: (1) Tidak mempunyai ekpresi oral atas bicara menurut
ukuran normal atau berdasarkan pada tingkatan Standard yang akurat, (2) Kondisi
ini mungkin terjadi pada saat artikulasi dan produksi bicara pada anak seusianya
pada umumnya normal.
Apapun faktor yang diduga menjadi penyebab terjadinya kelumpuhan pada
komunikasi verbal, antara lain: (1) organik adalah factor-faktor yang terjadi dan
yang termasuk dalam kategori penyebab faktor organik ini meliputi: kehilangan
pendengaran yang dihubungkan dengan pembawaan atau perolehan yang
didasarkan pada masalah fisik, kerusakan yang terjadi pada otak, dan ketidak
teraturan kelenjar kasar (gross glandular); (2) Faktor fungsional adalah faktor-
faktor non akademik yang menjadi penyebab langsung maupun tidak langsung
fungsional terhadap kelainan bicara dan hahasa anak. Kondisi yang kurang baik
tersebut, antara lain: (1) Buruknya prosedur pengajaran anak melalui rangsangan
komunikasi verbal, (2) Problem-problem sosio-emosiona, (3) Bersikap negatif
terhadap model-model komunikasi, (4) Lingkungan yang buruk yang
mengakibatkan anak tidak berani berbicara di rumah, (5) Buruknya permodelan
gaya bicara dan bahasa yang digunakan di rumah.

Aphasia.
Aphasia adalah ketidak-mampuan atau kcgagalam secara sebagian atau
keseluruhan dalam mengembangkan penggunaan bahasa untuk komunikasi lisan
(oral comunication). Berdasarkan karaketeristiknya, seseorang yang mengalami
aphasia dapat dibedakan menjadi::
1. Sensory atau receptive aphasia adalah ketidak-mampuan seseorang untuk
memahami suatu percakapan (atau kadangkala juga tulisan bahasa)
2. Motor atau expressive aphasia adalah ketidak mampuan seseorang untuk
berbicara (atau kadangkala juga menulis secara tepat)
3. Conseptual aphasia adalah ketidak mampuan atau kesulitan yang dialami
seseorang untuk menformulasikan atau membuat klasifikasi atau
generalisasi atau gabungan antara keduanya.
4. Global atau mixed aphasia adalah ketidak-mampuan seseorang yang
mempunyai kecenderungan mengarah kepada semua bentuk kelainan
bahasa.
Karaktersitik perkembangan bahasa yang seringkali nampak pada anak
yang mengalami aphasia ini sebagai berikut:
1. Pada waktu bayi tidak banyak bcrcakap dan sedikit menunjukkan occhan-
ocehannya.
2. Bentuk-bentuk kalimat yang dimiliki anak biasanya mengalami kelemahan,
meskipun kata- katanya mungkin nampak normal sekali waktu
3. Suara-suara atau kata-katanya umurnya mungkin menjadi terbaik seperti:
"ras" dan "sar", "pot" dan "top"
4. Gerakan tubuh atau gerakan tangannya seringkali tidak dipergunakan
5. Tanggapan anak terhadap suara selalu berubah-ubah atau tidak konsisten.
6. Anak menunjukkan kecenderungan terhadap ketekunan dan kemampuan
yang membingungkan (Lundeen, 1972).
Adapun faktor-faktor yang diduga menjadi penyebab terjadinya ketidak-
mampuan secara sebagian atau keseluruhan untuk menggunakan bahasa dalam
suatu komunikasi verbal diperkirakan berasal dari faktor organic, yang mana hal
itu disebabkan karena tidak berfungsinya atau kerusakan yang terjadi pada otak.

Kelainan Bicara yang dihubungkan dengan Cerebral palsy


Kondisi cerebral palsy secara langsung maupun tidak langsung akan
berpengaruh terhadap aspek-aspek perkembangannya. Beberapa hal yang dapat
diidentifikasi berkenaan dengan kondisi anak cerebral palsy, antara lain: (1)
Kerusakan pada otak ini biasanya terjadi ketika anak sebelum dilahirkan atau
diperoleh dalam kehidupannya kemudian, (2) Hampir 90 persen orang yang
mengalami cerebral palsy ini mempunyai kelainan bicara, (3) Masalah-masalah
yang lain menyertai anak cerebral palsy selain gangguan pada aspek motorik
adalah gejala ketunarunguan, kelainan sensory atau persepsi, terbelakang mental
atau tuna grahita, kelainan perilaku, dan pertumbuhan gizi kurang sempurna.
Klasifikasi anak cerebral palsy dapat dibedakan menjadi:
a. Spasticity. Karakteristik dari anak cerebral palsy yang termasuk dalam
spasticity ini ialah:
1) Ditandai dengan hilangnya kontrol otak, sehingga kelenturan atau
ketegangan otot-otot berkontraksi secara serempak.
2) Gerakannya tersentak-sentak dan terkoorinasi dengan lemah.
3) Penderita menunjukkan hypertomicity seperti ketegangan alat secara
berlebihan, a tau kontraksi getaran sewaktu otot-ototberistirahat.
4) penyebab terjadinya spasticity diduga karena luka yang terjadi syaraf
cortex dan sistem pyramidal otak.
5) Jumlah penderita spasticity diperkirakan 40 - 60% dari anak penderita
cerebral palsy.
b. Athetosis. Karakteristik anak cerebral palsy yang termasuk dalam kategori
athetosis ini antara lain:
1) Ditandai dengan kejang-kejang yang terjadi secara tak sadar, perlahan-
lahan, tak teratur dan gerakannya terputus-putus.
2) Gerakan-gerakan tak sadar terjadi dengan sengaja dengan demikian dapat
menghambat aktivitas secara normal.
3) Terjadinya problem besar pada sejumlah besar tangan bibir, lidah serta
jumlah kecil kaki.
4) Penyebab terjadinya athetasis ini dikarenakan kerusakan yang terjadi
pada sistem extrapiramidal di otak (yang terletak antara fore brain dan
mid brain).
5) Jumlah penderita athetosis ini diperkirakan antara 15 - 20% dari
penderita cerebral palsy
c. Ataxia. Karakteristik anak cerebral palsy yang termasuk dalam kategori ataxia
ini diantaranya:
1) Ditandai dengan gangguan pada keseimbangan tubuhnya.
2) Pada waktu berjalan gerakan penderita ataxia ini terlihat seperti berputar-
putar dan nampak kaku.
3) Penderita ataxia lebih mudah jatuh.
4) Penyebab terjadinya ataxia ini diperkirakan kerusakan yang terjadi pada
otak kecil (cerebellum) yaitu bagian otak yang mengontrol koordinasi
dan keseimbangan otot.
d. Tremor. Karakteristik anak cerebral palsy yang termasuk dalam kategori
tremor ini diantaranya:
1) Kondisi ditandai oleh getaran-getaran yang dilakukan secara tak sadar
pada otot flexor dan ekstensor.
2) Berbeda dengan penderita athetosis yang mana getarannya lebih hebat
dan lebih sering berubah, sedangkan pada penderita tremor gerakannya
terbatas dan menurut irama tertentu.
3) Penyebab terjadinya kondisi tremor ini diperkirakan berasal dari
kerusakan yang terjadi pada sistem extrapyramidalnya.
e. Regidity. Karakteristik anak cerebral palsy yang termasuk dalam kategori
regidity ini diantaranya:
1) Ditandai dengan gerakan-gerakan yang konsisten pada otot flexor dan
ekstensor (kaku)
1) Penderita regidity hanya mungkin dapat melakukan gerakan lambat
2) Konstan dalam sejumlah kontrol, kadangkala ada kandang kala tidak ada
pada bagian yang lain
3) Penyebab terjadinya kondisi regidity diperkerakan berasal dari kerusakan
pada sistem ekstrapiramidal.
Bentuk kelainan bicara dan komunikasi yang seringkali dialami oleh
seseorang yang menderita cerebral palsy pada umumnya meliputi:
1. Kelainan artikulasi bicara, yakni penderita tak jarang mengalami kesulitan
untuk memperoleh pengalaman dalam memutar-balikan atau memainkan
lidahnya dalam mengatur untuk menghasilkan suara/bunyi yang sempurna
seperti yang terjadi pada kosonan/huruf s, z, th, ch, dan r. Ketidakjalasan
atau kekaburan suara yang dihasilkan menyebabkan bicaranya sulit
dipahami. Penderita seringkali mengalami omissi, distorsi dan subtitusi pada
suara bicaranya.
2. Kelainan pada vocal. Kondisi ini terjadi karena ketegangan yang berlebihan
di daerah laringal, sehingga penderita mengalami kelainan dalam
enghasilkan suara. Suara yang memiliki anak cerebral palsy barangkali
dapat berbentuk parau/serak, pengalaman suara dengan yang berlebihan
pada saat atau selama bicara, maupun rusaknya variasi pada titi nada suara
dan kekerasan suara ketepatan waktu untuk bicara dipengaruhi oleh
seringnya gangguan pernafasan. Penderita mengalami kelainan atau
penyimpangan dalam menghasilkan bentuk letusan pada bicaranya.

Rangkuman
1. Gangguan atau kelainan bicara itu terjadi apabila dalam suatu komunikasi
penyimpanan pesan (pembicaraan) dalam mengkomunikasikan gagasanya
kepada orang lain (pendengar) karena sesuatu dan lain sebab sehingga apa
yang dikemukakan tidak dapat dipahami atau justru malah membingungkan,
baik dalam artikulasi,arus ujar, suara, maupun struktur bahasanya.
2. Bentuk gangguan bicara yang termasuk dalam kelainan artikulasi antara lain
ommisi (pengurangan huruf pada kata yang diucapkan) subtitusi
(penggalian huruf kata yang diucapkan), distorsi (kekacauan ucapan), dan
addisi (pengurangan huruf pada kata yang diucapkan).
3. Bentuk gangguan bicara yang termasuk dalam kelainan arus bicara antara
lain sturtering (gagap) dan cluttering (kekacauan arus bicara).
4. Bentuk gangguan bicara yang termasuk dalam kategori kelainan suara
meliputi kelainan pada kualitas suara kelainan pada intensitas suara,
kelainan pada flexebilitas suara, serta kelainan pada titi nada suara.
5. Yang termasuk dalam kategori kelainan dalam bahasa dapat dibedakan men-
jadi: anak yang mengalami kelumpuhan komunikasi verbal dan aphasia
yaitu kegagalan dalam mengembangkan penggunaan bahasa baik lisan
maupun tulisan
6. Klasifikasi anak cerebrral palsy yang pada umumnya diikuti dengan
kelainan bicara dapat dibedakan menjadi athelosis, ataxia, spasticity,
regidity dan tremor.

Anda mungkin juga menyukai