Anda di halaman 1dari 29

PERSEPSI DAN PRODUK UJARAN

Disampaikan dalam Seminar Kelas Mata Kuliah Psikolingistik

Oleh;
Raodhatul Jannah

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. H. Amrah kasim, M.A
Dr. Hj. Darmawati, S.Ag., M.Pd

PROGRAM PASCASARJANA (PPs)


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN
MAKASSAR

2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahasa merupakan salah satu bentuk yang tidak dapat dipisahkan dari

kehidupan manusia, sehingga dapat dikatakan bahwa bahasa adalah milik masyarakat

yang telah melekatkan diri pada pemiliknya. Sebagai milik manusia, bahasa selalu

muncul dalam segala bentuknya dan dalam tindakan manusia. Tidak ada satu aktivitas

manusia pun yang tidak melibatkan kehadiran bahasa. Jadi ketika ada yang bertanya

apa itu bahasa, jawabannya bisa bermacam-macam tergantung bidang kegiatan di

mana bahasa itu digunakan. Jawaban seperti bahasa adalah alat penyampaian gagasan,

bahasa adalah alat interaksi, bahasa adalah alat ekspresi diri, dan bahasa adalah alat

penyesuaian hasil budaya, yang semuanya dapat diterima.

Bahasa adalah proses dimana pembicara menyampaikan makna kepada

pendengar melalui satu atau lebih ucapan. Proses berbahasa dikatakan berjalan dengan

baik apabila makna yang disampaikan oleh penutur dapat diterima oleh pendengar

persis seperti yang dimaksudkan oleh penutur. Sebaliknya, proses berbahasa dikatakan

salah ketika pendengar menerima atau memahami makna yang disampaikan oleh

pembicara dengan cara yang tidak diinginkan oleh pembicara. Perbedaan itu mungkin

karena penutur tidak pandai menghasilkan ujaran, mungkin juga karena pendengar

tidak mampu menangkap ujaran tersebut, atau mungkin karena faktor lingkungan saat

1
tuturan berpindah dari mulut pembicara ke mulut telinga. pendengar telah berpindah.

Orang biasanya menggunakan kata "mendengar" atau "mendengar". Artinya,

organ pendengaran kita merasakan suara yang berbeda, proses, kemudahan atau

kesulitan yang tidak kita sadari. Suara yang direkam juga bervariasi, ada yang

bermakna, ada yang tidak berarti, ada yang ditangkap sepenuhnya dan ada yang hanya

sebagian atau seluruhnya tetapi terdistorsi. Menangkap pernyataan bukanlah proses

yang mudah. Manusia harus mulai mencerna suara-suara ini sebelum mereka dapat

memahaminya sebagai bahasa.

Proses pengucapan merupakan perwujudan dari proses artikulasi dan

kemudian dikonsep secara sempurna dalam otak manusia. Selain itu, ini

memanifestasikan dirinya dalam bentuk suara yang dipahami oleh lawan bicara

tertentu.1 Terkadang orang tidak menyadari bahwa ucapan, yang berbentuk suara di

udara, sebenarnya merupakan proses yang rumit. Pada dasarnya, ucapan adalah suara

murni (ucapan), langsung dari pembicara. Jadi, ujaran dapat berupa kata, frasa, atau

gagasan yang keluar dari mulut orang dan memiliki makna. Keberadaan pernyataan

ini dibuktikan dengan makna sintaksis, semantik, dan pragmatis.

Menurut Gleason, persepsi ucapan adalah proses dimana sebuah ucapan

ditafsirkan. Persepsi ucapan melibatkan tiga proses yang melibatkan mendengar,

menafsirkan, dan memahami semua suara yang dihasilkan oleh pembicara.2

1
Soenjono Dardjowidjojo, Psikolinguistik; Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. (Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia Feldman, P.O. 2009), h. 49.
2
Baron. R, Psikologi Sosial (edisi X: Jilid 2, Jakarta: Erlangga, 2011), h. 108.

2
Kombinasi fitur-fitur ini (koherensi) adalah fungsi utama dari persepsi ucapan.

Persepsi ucapan tidak hanya mencakup fonologi dan fonetik dari bahasa yang

dirasakan, tetapi juga aspek sintaksis dan semantik dari pesan yang diucapkan.

Hal ini menjadi salah satu bahan kajian yang sangat menarik, sehingga

penulis membuat sebuah makalah yang berjudul “Persepsi dan Produksi Ujaran.

Makalah ini selanjutnya akan menjelaskan persepsi bahasa dalam konteks

psikolinguistik, bagaimana proses atau tahapan persepsi bahasa berkembang, faktor-

faktor apa saja yang mempengaruhi persepsi bahasa yang dihasilkan, perbedaan model

persepsi bahasa dan pemahaman bahasa dalam konteks.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan persepsi ujaran?
2. Apa yang dimaksud dengan pproduksi ujaran?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana persepsi ujaran.
2. Untuk mengetahui bagaimana proses produksi sebuah ujaran.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengenalan Ucapan

Persepsi ucapan adalah peristiwa di mana telinga menangkap suara, yang bisa

berupa nada lepas, kata atau kalimat.3 Tentu saja, jika Anda tidak dapat mendengar

suara dengan jelas, Anda tidak akan mengerti artinya, apalagi jika suara tersebut

berbentuk kalimat dan orang tersebut tidak mengerti bahasa yang digunakan dalam

kalimat tersebut. Ketidakmampuan untuk mempersepsi suara yang didengar dapat

disebabkan oleh beberapa hal, yaitu organ pendengaran yang tidak sempurna dan

kedua, yang timbul dari bahan pendengaran.

Ketidaksempurnaan persepsi bunyi antara lain disebabkan oleh kecepatan

bunyi yang didengar, terutama bila berupa kalimat. Menurut Dardjowidjojo, persepsi

bahasa bukanlah hal yang sederhana bagi manusia, karena bahasa adalah aktivitas

verbal yang meluncur bolak-balik antara satu kata dengan kata lain tanpa batas waktu

yang jelas. 4

Kalimat adalah murni bunyi (tuturan), langsung dari penuturnya, jadi tuturan

adalah sesuatu yang berupa kata, kalimat, gagasan yang keluar dari mulut orang dan

mempunyai arti. Pernyataan ini mengandung makna sintaksis, semantik, dan

3
Su’udi, “Pengantar Psikolinguistik bagi Pembelajar Bahasa Perancis” (Semarang: Widya Karya,
2011), h. 19.
4
Soenjono Dardjowidjojo,” Psikolinguistik; Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia” (Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 2005), h. 49.

4
pragmatis. Persepsi adalah proses dimana seorang individu mengatur dan

menginterpretasikan input sensorik mereka untuk memberi makna pada lingkungan

mereka. Persepsi ucapan tidak mudah bagi manusia, karena ucapan adalah aktivitas

verbal yang meluncur dari satu kata ke kata lain tanpa batas waktu yang jelas. Ketika

seseorang berbicara atau bernyanyi, pendengaran kita dapat membedakan ciri-ciri

suara yang satu dengan yang lainnya. Indra pendengaran dapat mempersepsi dan

memahami urutan huruf vokal dan konsonan yang membentuk tuturan, kecepatan

tuturan dan bunyi ujaran yang dihasilkan oleh penutur. Berdasarkan uraian di atas,

persepsi bunyi ujaran yang dihasilkan oleh organ vokal dikelompokkan menjadi dua

bagian, yaitu:

1) Persepsi bunyi berupa satuan struktural yaitu vokal dan konsonan.

2) Persepsi suara dalam hal kecepatan, kenyaringan, tekanan dan kenyaringan.

Dalam linguistik, vokal dan konsonan yang kita dengar disebut bunyi

segmental. Bunyi ujaran yang cepat, lambat, tonal, tegang, dan nyaring disebut bunyi

suprasegmental atau prosodik. Perhatikan tiga pernyataan berikut:

a) Bukan angka, b) Buka nangka c) Bukan nangka. Meskipun ketiga ujaran ini berbeda

maknanya satu dari yang lain , dalam pengucapannya ketiga bentuk ujaran ini bisa

sama [bukanahka].

Selain itu, bunyinya tidak diucapkan persis sama setiap kali muncul.

Pengucapan suatu bunyi dipengaruhi oleh lingkungan tempat bunyi itu berada.

Misalnya bunyi [b] pada kata Buru tidak sama persis dengan bunyi [b] pada kata biru.

Pada kata Buru, bunyi /b/ dipengaruhi oleh bunyi /u/ yang mengikutinya, sehingga

5
bibir sedikit banyak membulat saat mengeluarkan bunyi tersebut. Sebaliknya, bunyi

yang sama diucapkan dengan bibir terentang pada kata biru, karena bunyi /i/ adalah

vokal depan dengan bibir terentang. Namun, seseorang masih mempersepsikan bunyi

bahasanya sendiri dengan baik. Secara alami, pengamatan seperti itu terjadi pada

tahap-tahap tertentu.

1. Tahapan Pemrosesan Ujaran

Menurut Clark dan Clark, pada dasarnya ada tiga tahapan dalam pengolahan

persepsi bunyi di Dardjowidjojos, yaitu.:5

a. Tahap Auditori

Pada titik ini orang mulai berbicara sedikit demi sedikit. Ujaran ini kemudian

diperiksa berkaitan dengan karakteristik akustiknya. Kondisi seperti titik artikulasi,

jenis artikulasi, kekhasan dan VOT (Voice Onset Time) waktu antara aliran udara yang

disebabkan oleh pengucapan konsonan dan getaran pita suara vokal selanjutnya)

sangat berguna di sini karena peristiwa semacam itu membedakan satu bunyi dari

bunyi lainnya. Kami menyimpan suara bahasa kami dalam memori pendengaran

kami.

b. Tahap Fonetik

Lalu kami mengenali suara-suara itu. Dalam proses mental kita, kita melihat,

misalnya, apakah bunyi itu [konsonan], [bisa], [nasal] dll. Hal yang sama berlaku

untuk lingkungan suara: apakah suara diikuti oleh vokal atau konsonan. Jika dengan

5
Soenjono Dardjowidjojo,” Psikolinguistik; Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia”, h. 49-52.

6
suara, jenis apa - suara depan, suara belakang, suara tinggi, suara rendah, dll. Jika

ucapannya bukan nangka, kami terlebih dahulu menganalisis bunyi /b/ secara mental

dan menentukan bunyi mana yang kami dengar. memperhatikan hal-hal seperti titik

artikulasi, cara artikulasi dan kekhasannya. Kemudian suara juga berharga, karena

suaralah yang menentukan kapan pita suara bergetar. Kami kemudian menyimpan

bagian suara ini dalam memori fonetik. Perbedaan antara memori pendengaran dan

memori fonetik adalah bahwa dalam memori pendengaran kita menyimpan semua

variasi alofonik dari suara itu, sedangkan dalam memori fonetik kita hanya menyimpan

ciri-ciri fonetik. Misalnya, ketika kita mendengar bunyi [b] dari jalan buntu, memori

pendengaran kita tidak hanya menyimpan fonem /b/, tetapi juga tempat artikulasi, cara

artikulasi dan kekhasannya, serta efek dari mengikuti bunyi /u/. Jadi [b] kurang lebih

diikuti dengan pembulatan bibir.

Dalam memori fonetik, hal-hal seperti itu tidak lagi diperlukan, karena ketika

kita mempersepsikan bunyi sebagai /b/, detailnya tidak lagi penting. Artinya apakah

/b/ diikuti dengan bibir bulat atau tidak, bunyinya tetap /b/. Analisis mental lainnya

adalah dengan melihat bagaimana bunyi disusun, karena urutan bunyi pada akhirnya

menentukan apa kata itu. Bunyi /a/, /k/ dan /n/ dapat membentuk kata yang berbeda

jika urutannya berbeda. Jika /k/ berbunyi terlebih dahulu, maka /a/ dan /n/, kemudian

/kan/ berbunyi; jika /n/ adalah yang pertama, bunyinya seperti /nak/.

7
a. Tahap Fonologis

Pada tingkat ini, kita secara mental menerapkan aturan fonologis pada

rangkaian bunyi yang kita dengar untuk menentukan apakah bunyi tersebut mengikuti

aturan fonotaktik bahasa kita. Dalam bahasa Inggris, bunyi /h/ tidak boleh dimulai

dengan suku kata. Itu sebabnya penutur bahasa Inggris tidak terlalu mengaitkannya

dengan vokal.

Jika suara ini bersambung dengan suara berikutnya, dia akan menempatkan

suara itu dengan wajah, bukan di belakangnya. Jadi, baris bunyi /b/, /Ə/, /h/, /i/ dan /s/

sudah pasti dipersepsi sebagai Beng dan is, tidak mungkin be dan ngis.

Mungkin saja orang Indonesia yang mendengar susunan fonetis /m/ dan /b/,

melihatnya sebagai /mb/ karena secara fonotaktik bahasa kita membolehkan susunan

seperti pada kata mbak dan mbok, meskipun keduanya dipinjam dari bahasa Jawa. Di

sisi lain, penutur bahasa Inggris pasti memisahkan kedua bunyi ini menjadi dua suku

kata yang terpisah, dan kombinasi bunyi yang tidak diperbolehkan oleh aturan

fonologis bahasa tersebut ditolak. Kombinasi /kt/, /fp/ atau /pk/ tidak dapat memulai

suku kata, jadi jika ada rangkaian bunyi /anaktuhgal/, tidak mungkin secara mental

dapat merasakannya saat melalui /ana/ dan /ktuhgal/ secara bersamaan waktu. waktu

proses Kemudian bunyi /k/ dst. Dengan demikian, semua bunyi dalam ucapan

akhirnya dianalisis. Ne-nangkat, no number, dan buah Buka yak dibedakan dengan

referensi silang yang ada antara satu kata dengan kata lainnya.

8
2. Model Persepsi Ujaran

Berbagai model telah dikembangkan untuk memahami komponen bahasa. Ada

model yang hanya berfokus pada produksi atau persepsi ucapan, dan ada model lain

yang menggabungkan produksi dan persepsi ucapan. Model pertama diproduksi dan

dikembangkan lebih lanjut hingga sekitar pertengahan abad ke-20.

Masalah utama dalam mendefinisikan model persepsi wicara adalah

menentukan model persepsi yang tepat untuk proses persepsi wicara. Hal ini dapat

dilakukan dengan dua cara, yaitu:

Proses top down atau proses bottom up. Dalam pemrosesan top-down,

pendengar mempersepsikan keseluruhan kata dan kemudian memecahnya menjadi

bagian-bagian kecil untuk menentukan maknanya, sedangkan dalam pemrosesan top-

down, pendengar mempersepsikan kata terlebih dahulu dan kemudian merangkai

kumpulan kata tersebut untuk membentuk kata tersebut.6 dan menentukan makna.

Kedua proses tersebut harus dipertimbangkan saat merancang model persepsi ucapan.

Berikut adalah beberapa model persepsi ucapan berdasarkan tahun teori tersebut

diajukan.

a. Motor Theory of Speech Perception (Model Teori Motor)

Model ini dikembangkan pada tahun 1967 oleh Liberman et al. Prinsip utama

model ini adalah menghasilkan suara di saluran suara speaker. Teori ini menyatakan

bahwa pendengar merasakan gerakan fonetik pembicara ketika pembicara berbicara.

6
John Field, “Psycholinguistics“ (Psychology Press, 2003), h. 143.

9
Dalam model ini, posisi fonetik mewakili kontraksi saluran vokal pembicara selama

produksi bunyi ujaran. Setiap gerakan suara dibuat secara terpisah di saluran suara.

Berbagai situs pembuatan token memungkinkan penutur membuat fonem yang penting

bagi pendengar. Dalam teorinya, Goldstone menyatakan bahwa ada dua hal yang perlu

diperhatikan, yaitu hubungan gerak dan artikulasi sendi. Hubungan dagang adalah

sebuah konsep yang tidak setiap gerakan fonetis dapat langsung diterjemahkan dan

didefinisikan secara akustik. Jadi harus ada langkah lain dalam interpretasi gerakan

vokal. Konsep koartikulasi adalah adanya variasi artikulasi gerakan vokal yang

dihasilkan oleh penutur. Gerakan yang sama dapat dibuat di lebih dari satu tempat.

Fonem yang dipahami pendengar didasarkan pada kemampuan pendengar untuk

mengenali semua jenis ucapan.

Menurut Goldstone, model teori motorik ini melibatkan proses perseptual

kategoris. Pemikiran kategoris adalah konsep bahwa fonem ucapan dapat

dikategorikan setelah diproduksi. Pidato terdiri dari tempat artikulasi dan waktu

munculnya suara. Beberapa gerakan vokal hanya dapat terjadi dengan satu jenis

artikulasi. Gerakan yang berbeda memiliki sendi yang berbeda.7 Artinya, suara yang

sama dapat dihasilkan dari satu titik saluran ucapan atau dari beberapa titik saluran

ucapan yang berbeda. Mampu menentukan di mana suara tertentu diproduksi

membantu menentukan suara (tipe fonem) setelah diproduksi. Gerakan vokal yang

7
Irham, I. (2019). Persepsi Ujaran Dalam Konteks Psikolinguistik. Guiding World: Jurnal
Bimbingan dan Konseling, 2(1), 1-12.

10
berbeda menyebabkan not dimulai pada waktu yang berbeda tergantung pada not mana

yang sedang dibuat. Misalnya, /b/ memulai bunyi yang berbeda dari /p/, tetapi

keduanya muncul di tempat yang sama di saluran vokal. Memisahkan artikulasi dan

difusi suara memungkinkan gerakan mengelompokkan (bergerak) sesuai dengan

bagaimana suara dihasilkan.

b. Analysis-by-Synthesis Model (Model Analisis dengan Sintesis)

Dardjowidjojo menyebutnya analisis pola dengan sintesis. Model ini

menyatakan bahwa pendengar memiliki sistem produksi yang dapat mensintesis suara

menggunakan mekanisme yang ada.8 Misalnya, ketika seorang penutur bahasa

Indonesia mendengar rangkaian nada /pola/, ujaran tersebut terlebih dahulu dianalisis

berdasarkan ciri khasnya, kemudian ujaran tersebut disintesakan untuk menghasilkan

bentuk-bentuk yang menyerupai bentuk (/mula/, /pula/, /kola/ , /pola/ ) sampai

akhirnya ditemukan garis yang sama persis yaitu /pola/. Hanya pada saat itulah baris

tersebut dikenali dengan benar.

c. Fuzzy Logic Model of Perception (FLMP)

Massaro dan Werker menyatakan bahwa FLMP (Fuzzy Logic Model of

Perception) merupakan temuan baru karena model teori motorik dianggap lemah.

Menurut Massaro, kognisi kategoris bukanlah tanda bahwa otak kita memiliki modus

khusus dalam hal pengelompokan fonem. Ini karena persepsi ucapan sebenarnya

8
Fadhlullah, M., & Atmaji, C. PEMODELAN HARMONIK UNTUK PELAFALAN MAKHRAJ
HURUF HIJAIAH. IJEIS (Indonesian Journal of Electronics and Instrumentation Systems), 12(1).

11
dibentuk oleh tiga proses: Evaluasi fitur, integrasi fitur, dan penutupan .9

Dalam model ini, setiap nilai ideal dalam sebuah kata dapat memiliki bentuk

prototipikal, termasuk sifat spesifiknya. Informasi dari semua fungsi yang masuk

dievaluasi, diintegrasikan, dan kemudian digabungkan dengan deskripsi prototipe di

memori kita. Setelah menanggapi, ditentukan apakah masukan sesuai dengan isi

prototipe.

Saat kita mendengar bunyi /ba/, kita mengasosiasikannya dengan suku kata

ideal dari suku kata tersebut, yaitu. dengan semua ciri pada konsonan /b/ dan vokal /a/.

Evaluasi ini dilakukan secara terpadu dan kemudian disimpulkan bahwa suku kata /ba/

yang kita dengar sama (atau tidak sama) dengan suku kata prototipe kita. Model ini

disebut fuzzy karena bunyi suku kata atau kata yang kita dengar mungkin tidak 100%

cocok dengan prototipe kita. Orang yang mengunyah sambil mengucapkan /baraɳ/

tentu tidak sama dengan orang yang tidak mengunyah.

d. Cohort Model

Model ini diusulkan oleh Marslen-Wilson pada tahun 1980-an. Model kohort

adalah representasi untuk pengambilan leksikal. Aitchison menjelaskan bahwa kamus

individual adalah kamus kesehatan mental seseorang. Menurut sebuah penelitian, rata-

rata orang memiliki sekitar 45.000 hingga 60.000 kata Titik awal model kohort adalah

pendengar mencocokkan kata-kata baru dengan kosakata yang ada dalam kamus

9
Arifuddin, A., & Irham, I. (2022). PERSEPSI UJARAN DALAM KONTEKS
PSIKOLINGUISTIK. Edu Sociata: Jurnal Pendidikan Sosiologi, 5(1), 46-57.

12
kesehatan mental mereka. Setiap bagian pidato dapat dibagi menjadi beberapa bagian.

Semakin banyak bagian yang dia dengar, semakin banyak kata yang tidak memiliki

pola yang sama yang bisa dia hapus dari kamusnya.10

Marslen-Wilson dan Welsh dalam Gleason dan Ratner secara umum

menjelaskan model kohort dalam hal tahap di mana informasi tentang bunyi fonetik

dan akustik dari kata-kata yang kita dengar mendorong ingatan kita untuk

menghasilkan kata-kata lain yang serupa dengan kata itu.

Saat kita mendengar kata /peduli/, semua kata yang diawali dengan /p/ menjadi

aktif:

perbedaan, ibadah, priyayi, kata pengantar, dll. Kata-kata yang muncul disebut

kohort. Kemudian kata-kata yang tidak mirip dengan objek (pahala, pemujaan)

dihilangkan. Kemudian kata /priyayi/ dan /kata pengantar/ juga dihilangkan, tidak ada

fonem berikutnya /h/ dan sama persis dengan yang diterima.

e. TRACE Model

Model ini ditemukan oleh James McCleland & Jeffrey Elman (McClelland dan

Elman). Teori ini menyatakan bahwa pendengar menghadapi beberapa masalah setelah

mendengar suara:

1) nada-nada yang terdengar tidak sepenuhnya terpisah, tetapi sebagian

tumpang tindih, 2) pengucapan nada dipengaruhi oleh lingkungan, yaitu. nada sebelum

10
. Pangesti, F. (2019). Senyapan dan kilir lidah berdampingan dalam produksi ujaran. Hasta
Wiyata, 2(1), 8-17.

13
atau sesudah nada, 3) variasi pengucapan nada karena aksen individu, kedaerahan. atau

kebisingan sekitar tempat ujaran terdengar. Satu atau lebih dari hal-hal ini

menyebabkan bunyi pertama dari kata itu terdengar, semua kata dengan huruf pertama

yang sama dengan kata itu diaktifkan dalam memori, kata itu kemudian bersaing untuk

mendapatkan makna bersama dengan bunyi berikutnya, akhirnya makna yang

dimaksud adalah ditangkap. Saat semua kata terdengar, balapan berakhir.11

Menurut teori ini, persepsi nada atau urutan nada melewati proses berikut:

1) ketika Anda mendengar suara awal, misalnya sebuah kata, semua kata

dengan huruf awal yang sama dengan kata tersebut diaktifkan dalam memori, 2) kata

tersebut bersaing untuk mendapatkan makna dengan suara yang mengikutinya, 3)

akhirnya makna yang dimaksud adalah ditangkap jika jika semua kata terdengar, itu

berarti kontes sudah berakhir.

3. Persepsi Ujaran dalam Konteks Psikolinguistik

Di atas Anda dapat melihat bagaimana orang memproses bahasa yang kita

dengar secara individual. Namun pada kenyataannya, sebuah suara tidak diucapkan

secara independen dari suara lainnya. Bunyi-bunyi itu selalu diucapkan silih berganti

dengan bunyi-bunyi lain, sehingga bunyi-bunyi itu membentuk semacam rangkaian

bunyi. Pengucapan suatu bunyi yang diucapkan secara berurutan dengan bunyi lainnya

tidak sama dengan pengucapan bunyi yang diucapkan secara terpisah. Bunyi /p/ yang

11
Dardjowidjojo, Soenjono. Psikolinguistik: Pengantar pemahaman bahasa manusia. Yayasan
Pustaka Obor Indonesia, 2003.

14
diucapkan sebelum bunyi /i/ (seperti pada kata pikir) berbeda dengan bunyi /p/ yang

diucapkan sebelum bunyi /u/ (seperti pada kata pukat). Pada episode pertama, bunyi

/i/ mempengaruhi bunyi /p/, sehingga tuturan /p/ sedikit banyak diwarnai oleh

pengaruh bunyi /i/, yaitu. kedua bibir mulai melebar saat Loud. /p/ diucapkan.

Sebaliknya, bunyi /p/ /pu/ diucapkan membulat dengan kedua bibir, tidak melebar

seperti /pi/.

Namun, sebagai pendengar kita masih dapat menyimpulkan bahwa dua bunyi

/p/ yang berbeda secara fonetis adalah bunyi yang sama secara fonetis. Oleh karena

itu, tidak peduli seberapa berbeda pengucapannya, suatu suara tetap dianggap sama

oleh pendengar jika perbedaan tersebut merupakan hasil dari beberapa manipulasi

suara lainnya. Dengan kata lain, alofon fonem masih dianggap fonem yang sama.

Kecepatan bicara juga dapat memengaruhi persepsi suara dalam rentang suara. Suara

yang diucapkan bersama dengan suara lain mengubah pengucapannya lebih atau

kurang cepat. Namun, sebagai pendengar, kita masih bisa mencari tahu dan akhirnya

memutuskan. Pengetahuan kita sebagai penutur bahasa membantu kita dalam proses

persepsi.

Faktor lain yang membantu kita memahami ucapan adalah pengetahuan kita

tentang sintaksis dan semantik bahasa kita. Bunyi yang diucapkan secara tidak jelas

dapat ditebak dari bentuk kalimat di mana bunyi itu terjadi. Jadi, jika ketika kita

mengatakan bahwa dia sakit, kita batuk ketika kita hendak mengucapkan kata sakit,

sehingga bunyinya seperti /keakit/, pendengar kita dapat menebak dari konteks bahwa

kata batuk itu sakit. kata apa yang digunakan atau perkiraan arti yang dimaksudkan

15
pembicara.

Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa pengaruh konteks (dalam

hal ini psikolinguistik) terhadap persepsi bahasa sangat besar. Dari sintaks kita tahu

bahwa urutan kata ganti, progresif dan kata sifat sudah benar. Dari semantik juga ada

korespondensi antara ketiga kata tersebut. Dari konteksnya, ketiga kata ini

memberikan arti yang benar.

B. Konsep dan Tahap Produksi Ujaran

Kata produksi berarti tindakan atau proses dimana sesuatu diproduksi secara

alami. Padahal yang dimaksud dengan tuturan menurut KBBI adalah kalimat atau

bagian dari kalimat yang diucapkan. Produksi bahasa adalah kebalikan dari

pemahaman bahasa, meskipun kedua proses tersebut tidak melibatkan mekanisme yang

berbeda. Produksi bahasa membutuhkan memori episodik dan memori semantik,

terutama ketika Anda ingin menghasilkan bahasa berdasarkan pengalaman yang

tersimpan. Orang-orang mengingat ucapan setelah mereka menghafal kata-katanya.

Produksi bahasa dapat dibagi menjadi empat tingkat, yaitu tingkat pesan, di mana pesan

yang akan disampaikan diproses, tingkat fungsional, di mana bentuk-bentuk leksikal

dipilih dan kemudian diberikan peran dan fungsi sintaksis, tingkat posisional, di mana

konstituen dan imbuhan dibentuk, disajikan dan tingkat fonologis. , di mana struktur

fonologis bahasa dimanifestasikan. 12

12
APRILDA, Novia Miftakhul Mimma; KUNTARTOA, Eko; KUSMANA, Ade. Pengaruh afasia
pada produksi ujaran dalam proses berbahasa. Jurnal Genre (Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya),
2021, 3.1: 10-17.

16
1. Tingkat pesan, di mana pesan yang akan disampaikan diproses

Pada tingkat pesan, penutur mengumpulkan gagasan tentang makna yang ingin

disampaikan. Misalnya pada kalimat Tutik menyuapi anaknya. pesan yang ada dalam

pikiran pembicara:

a. Adanya seseorang
b. Orang tersebut wanita
c. Dia sudah menikah
d. Dia mempunyai anak
e. Dia sedang melakukan suatu perbuatan
f. Perbuatan itu adalah memberi makan pada anaknya.

2. Tingkat fungsional, di mana bentuk leksikal dipilih lalu diberi peran dan fungsi

sintaktik,

Pada tingkat fungsional, dua masalah dibahas. Yang pertama adalah memilih

kosakata dan informasi tata bahasa untuk masing-masing bentuk leksikal yang sesuai

dengan pesan yang akan dikirim. Dalam kalimat itu, Tutik menyuapi anaknya. Kata

Tutik adalah nama perempuan yang akrab digunakan sebagai pelaku perbuatan,

perbuatan itu dilakukan dengan kata kerja menyogok, anaknya adalah penerima.

Proses lainnya adalah menetapkan fungsi ke kata-kata yang dipilih. Proses ini

melibatkan hubungan sintaksis atau fungsi gramatikal. Kata Tutik menjadi fungsi

subjek, kata anaknya menjadi fungsi objek.

17
3. Tingkat posisional di mana konstituen dibentuk dan afiksasi dilakukan

Pada tingkat pemrosesan lokal, ini adalah perintah perintah dalam bentuk

leksikal. Susunan ini tidak didasarkan pada deret linier tetapi pada unit makna hirarkis

dalam contoh kalimat Tuti memberi makan anaknya. Kata itu terkait dengan nutrisi.

Begitu juga hubungannya dengan anak-anak. Setelah kesepakatan dibuat, sufiks yang

relevan akan diproses, mis. misalnya akhiran -i harus ditambahkan ke kata kerja untuk

menyuap.

4. Tingkat fonologi, di mana struktur fonologi ujaran itu diwujudkan.

Pada tataran terakhir, yakni tataran fonologis, diterapkan kaidah fonetik bahasa

ini. Perkataan Tutik mengikuti kaidah fonetik bahasa Indonesia. Tapi Ketuiek tidak

melakukan itu. Proses fonologis ini tidak sederhana karena melibatkan proses biologis

dan neurologis.13

1. Proses pengujaran

Sumber bunyi adalah paru-paru. Paru-paru kita mengembang dan mengempis

untuk menghirup dan menghembuskan udara. Udara keluar melalui tabung

melengkung, mulut dan hidung. Dalam perjalanannya melalui mulut atau hidung,

sesuatu di mulut kita terkadang dapat menghalangi udara sebelum dapat dikeluarkan.

Rintangan yang tergantung di udara ini menimbulkan kebisingan. Lihat gambar 1 di

bawah ini.

13
Wangsadanureja, M., Wahidin, U., & Saputri, R. D. (2021). Pengaruh Kenampakan Benda
Konkrit Terhadap Produksi Ujaran Pada Balita (Observasi Psikolinguistik pada Batita Berusia 15
Bulan). Jurnal Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini, 1(1), 15-23.

18
Gambar 1: Organ produksi suara manusia

Udara yang dihembuskan dari paru-paru keluar melalui area yang disebut area

glotal. Udara ini kemudian melewati lorong yang disebut annulus atau faring. Faring

memiliki dua saluran:

yang pertama melalui hidung dan yang kedua melalui rongga mulut. Semua suara

yang dibuat oleh udara yang mengalir melalui rongga hidung disebut suara hidung.

Pada saat yang sama, suara yang keluar dari udara melalui rongga mulut disebut

kebisingan mulut. Rongga mulut terdiri dari dua bagian:

bolak-balik. Bagian atas mulut tidak bergerak dan disebut area artikulasi. Bagian

bawah terdiri dari artikulator yang dapat digerakkan.

Berikut daerah ujaran yang terdapat dalam tubuh manusia:

1. Bibir: bibir atas dan bibir bawah. Kedua bibir ini dapat disatukan untuk

membentuk bunyi yang disebut double lip, yang berarti dua bibir yang

menyatu. Bunyi seperti [p], [b] dan [m] adalah bunyi bilabial.

19
2. Gigi: dalam ucapan di mana hanya gigi atas yang berperan. Gigi ini dapat

digerakkan mendekati bibir bawah untuk menghasilkan suara yang disebut

gigi labial. Contoh bunyi tersebut adalah [f] dan [v]. Gigi juga dapat

didekatkan ke ujung lidah untuk menghasilkan bunyi gigi seperti [t] dan [d]

dalam bahasa Melayu.

3. Gusi atau alveolar: area ini tepat di belakang pangkal gigi atas. Ujung lidah

didekatkan ke gusi, menghasilkan suara yang disebut suara alveolar. Bunyi

bahasa Inggris [t] dan [d] adalah contoh bunyi alveolar.

4. Lelangit keras: regio ini terletak di rongga mulut bagian atas, di belakang

regio alveolar. Di daerah itu, bagian depan lidah dapat menyatu membentuk

bunyi alveopalatal seperti [c] dan [j].

5. Lelangit lembut: area di belakang rongga mulut bagian atas. Di langit-langit

lunak, bagian belakang lidah dapat menyatu membentuk bunyi yang disebut

velar, seperti [k] dan [g].

6. Uvula: di ujung rahang atas terdapat tenggorokan yang disebut uvula. Uvula

dapat digerakkan untuk menutup atau membuka saluran hidung. Jika uvula

tidak menempel pada bagian atas laring, udara keluar melalui hidung. Bunyi

ini disebut bunyi sengau. Di sisi lain, ketika uvula dekat dengan dinding

20
laring, udara diarahkan melalui mulut dan menghasilkan suara yang disebut

suara mulut.14

Berikut organ atau alat-alat ujaran pada manusia:

a. Lidah

Selain bibir dan gigi, rahang bawah juga memiliki lidah. Lidah adalah

bagian mulut yang fleksibel; itu membungkuk dengan mudah. Bahasa

dibagi menjadi beberapa bagian:

a) ujung lidah adalah bagian depan lidah,

b) bilah lidah adalah bagian yang terletak tepat di belakang ujung lidah,

c) Lidah bagian depan adalah bagian tengah lidah yang sedikit di depan,

d) Lidah bagian belakang adalah bagian di belakang bilah lidah. Bagian-

bagian ini dapat digerakkan maju, mundur, dinaikkan dan diturunkan

untuk menciptakan suara tertentu.

b. Pita suara adalah sepasang selaput yang terletak di laring. Selaput ini

dapat ditutup, direntangkan dan dibuka lebar. Letak pita suara juga

menentukan perbedaan antara satu konsonan dengan konsonan lainnya.

c. Tenggorokan:

Saluran udara yang menuju ke rongga mulut atau rongga hidung.

d. Rongga hidung:

14
JANNAH, Raodhatul. Produksi Organ Bicara Bahasa Arab. AL-ISHLAH: Jurnal Pendidikan
Islam, 2019, 17.1: 71-84.

21
Rongga untuk suara hidung seperti /m/ dan /n/.

e. rongga mulut:

untuk suara mulut seperti /p/, /b/, /a/ dan /i/ .15

2. Proses Tindak Ujaran

John L. Austin, seorang profesor di Universitas Oxford, mulai mendalami konsep

tindak tutur dalam kuliah yang ia berikan di Universitas Harvard pada tahun 1955.

Kuliah ini kemudian diterbitkan pada tahun 1962 setelah kematiannya sebagai buku

How to Do Things with Words. Kemudian lebih jauh dengan muridnya dari Amerika

J.R. Searle.

Searle membagi tindak tutur menjadi lima kategori, yaitu representatif, direktif,

komunikatif, ekspresif, dan deklaratif. Tindak tutur representasional adalah pernyataan

(pernyataan) tentang situasi dunia. Dari sudut pandang penutur, apa yang dikatakan

mengandung kebenaran.16

Dalam tindak tutur direktif, penutur melakukan tindak tutur dengan tujuan agar

pendengar bertindak. Bentuk tuturan ini bisa berupa pernyataan, permintaan yang

sangat lembut, perintah kecil, atau sangat langsung dan kasar. Tuturan komisi

sebenarnya dapat dipandang setara dengan tindak tutur direktif, hanya saja arahnya

berbeda. Dalam tuturan direktif, pendengar diharapkan melakukan sesuatu. Dalam

15
JANNAH, Raodhatul. Produksi Organ Bicara Bahasa Arab. AL-ISHLAH: Jurnal Pendidikan
Islam, 2019, 17.1: 71-84.
16
SAVITRI, Hani Eria; SUDIYANA, Benedictus; SAPTOMO, Sri Wahono. Fungsi-Fungsi
Komunikatif dalam Struktur Teks Artikel Ilmiah Bidang Kebahasaan. JBSI: Jurnal Bahasa dan Sastra
Indonesia, 2022, 2.01: 79-88.

22
tindak tutur komisif, perintah ditujukan kepada penutur itu sendiri, oleh karena itu ada

yang berpendapat bahwa kedua pernyataan tersebut bersifat wajib.

Tindak tutur ekspresif digunakan oleh penutur ketika ingin mengungkapkan

keadaan mentalnya tentang sesuatu, misalnya ucapan terima kasih, belasungkawa,

ucapan selamat dan makian. Undang-Undang Pemberitahuan menyatakan bahwa

kondisi baru muncul sebagai akibat dari deklarasi ini.17

1. Kebisingan yang dihasilkan dapat dibagi menjadi dua kelompok besar:

konsonan dan vokal. Perbedaan antara kedua jenis suara ini terletak pada cara

pembuatannya.

produksi konsonan.

Bunyi dibuat oleh bagian-bagian mulut seperti lidah, bibir, dan gigi. Bagian ini

disebut artikulator. Untuk membuat bunyi konsonan, tiga faktor harus

diperhatikan. Yang pertama adalah titik artikulasi, di mana artikulator dimajukan

atau didekatkan. Saat bibir atas dan bawah disatukan, nada bilabial tercipta. Dalam

bahasa Melayu dan banyak bahasa lainnya, bunyi bilabial terdiri dari bunyi [p], [b]

dan [m]. Perbedaan antara dua bunyi pertama dan bunyi ketiga terletak pada

saluran udara yang dilaluinya:

[p] dan [b] melewati mulut dan karenanya disebut bunyi lisan, sedangkan [m]

melewati hidung dan karenanya disebut bunyi hidung.

17
NABABAN, M. R., et al. ANALISIS JENIS TINDAK TUTUR YANG MENGAKOMODASI
PERISTIWA VERBAL BULLYING PADA SUBTITLE FILM BERJUDUL SEX EDUCATION
SEASON 1 DAN 2. In: Prosiding Seminar Nasional Bahasa, Sastra, Seni, dan Pendidikan Dasar
(SENSASEDA). 2022. p. 280-294.

23
Faktor lain dalam produksi bunyi konsonan adalah cara mengartikulasikan kita

melepaskan udara dari paru-paru. Jika kita menahan udara di dalam rongga mulut

dan mengeluarkannya secara bersamaan, maka suara tersebut akan menghasilkan

suara seperti ledakan. Itulah mengapa suara ini disebut ledakan atau ledakan.

Mari kita lihat lagi bunyi [p] dan [b]. lalu kita rasakan bibir kita tertutup sambil

mengeluarkan suara ini untuk menahan udara yang keluar dari paru-paru. Udara

kemudian secara bersamaan dilepaskan hingga tampak menimbulkan embusan

udara. Hal yang sama berlaku untuk nada [t] dan [d]. Satu-satunya perbedaan

adalah artikulator penahan udara bukanlah bibir atas dan bawah, melainkan ujung

lidah dan gigi atas. Udara untuk bunyi [k] dan [g] dipegang oleh bagian belakang

lidah, yang dekat dengan langit-langit lunak. Udara ini kemudian dilepaskan

secara bersamaan.

2. Pembuatan suara suara

Berbeda dengan konsonan, kriteria pembentukan vokal adalah (1) tinggi lidah, (2)

posisi lidah, (3) tegangan lidah, dan (4) bentuk bibir. Karena lidahnya lentur, bisa

digerakkan ke atas atau ke bawah. Mengangkat dan menurunkan lidah mengubah

ukuran rongga mulut. Saat lidah dalam posisi tinggi, ruang yang dilalui udara dari

paru-paru menyempit. Nada yang dihasilkan juga berfrekuensi tinggi. Saat lidah

24
diturunkan, rongga mulut mengembang; Semakin dalam lidah, semakin lebar

rongga mulut tadi.18

Berkat kelenturannya, lidah juga bisa ditekuk ke depan atau ke belakang. Posisi

lidah di depan atau di belakang mempengaruhi pembentukan vokal. Dalam

kombinasi dengan bagian atas dan bawah lidah, vokal tertentu terbentuk. Selain

kedua faktor di atas, vokal juga ditentukan oleh tegang tidaknya saraf kita saat

mengucapkannya. Saat kita mengucapkan bunyi /i/ seperti dalam kata bahasa

Inggris beat, kita bisa merasakan ketegangan saraf di sisi tenggorokan, tetapi kita

tidak merasakannya saat kata yang kita ucapkan bit.

18
JANNAH, Raodhatul. Produksi Organ Bicara Bahasa Arab. AL-ISHLAH: Jurnal Pendidikan
Islam, 2019, 17.1: 71-84.

25
PENUTUP

A. Kesimpulan

Produksi bahasa dapat dibagi menjadi empat tingkat, yaitu tingkat pesan, di

mana pesan yang akan disampaikan diproses, tingkat fungsional, di mana bentuk

leksikal dipilih dan kemudian diberi peran dan fungsi sintaksis, tingkat posisional, di

mana konstituennya berada. . terletak terbentuk, dan imbuhan. direalisasikan, dan

tingkat fonologis, di mana ujaran fonologis dari ujaran struktural direalisasikan.

Menurut Clark & Clark dalam Dardjowidjojo pada dasarnya ada tiga tahap

dalam pemrosesan persepsi bunyi, yaitu sebagai berikut: 1) Tahap Auditori. 2) Tahap

Fonetik, dan 3) Tahap Fonologis.

26
DAFTAR PUSTAKA

APRILDA, Novia Miftakhul Mimma; KUNTARTOA, Eko; KUSMANA, Ade.


Pengaruh afasia pada produksi ujaran dalam proses berbahasa. Jurnal Genre
(Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya), 2021, 3.1: 10-17.

Arifuddin, A., & Irham, I. (2022). PERSEPSI UJARAN DALAM KONTEKS


PSIKOLINGUISTIK. Edu Sociata: Jurnal Pendidikan Sosiologi, 5(1), 46-57.

Baron. R. 2011. Psikologi Sosial. Edisi X: Jilid 2, Jakarta: Erlangga.

Dardjowidjojo, Soenjono. 2003. Psikolinguistik: Pengantar pemahaman bahasa


manusia. Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Fadhlullah, M., & Atmaji, C. PEMODELAN HARMONIK UNTUK PELAFALAN


MAKHRAJ HURUF HIJAIAH. IJEIS (Indonesian Journal of Electronics
and Instrumentation Systems), 12(1).

Irham, I. (2019). Persepsi Ujaran Dalam Konteks Psikolinguistik. Guiding World:


Jurnal Bimbingan dan Konseling, 2(1), 1-12.

JANNAH, Raodhatul. Produksi Organ Bicara Bahasa Arab. AL-ISHLAH: Jurnal


Pendidikan Islam, 2019, 17.1: 71-84.

Field, J. 2003. “Psycholinguistics“.Psychology Press.

NABABAN, M. R., et al. ANALISIS JENIS TINDAK TUTUR YANG


MENGAKOMODASI PERISTIWA VERBAL BULLYING PADA
SUBTITLE FILM BERJUDUL SEX EDUCATION SEASON 1 DAN 2.
In: Prosiding Seminar Nasional Bahasa, Sastra, Seni, dan Pendidikan Dasar
(SENSASEDA). 2022. p. 280-294.

Pangesti, F. (2019). Senyapan dan kilir lidah berdampingan dalam produksi


ujaran. Hasta Wiyata, 2(1), 8-17.

27
SAVIRI, Hani Eria; SUDIYANA, Benedictus; SAPTOMO, Sri Wahono. Fungsi-
Fungsi Komunikatif dalam Struktur Teks Artikel Ilmiah Bidang
Kebahasaan. JBSI: Jurnal Bahasa dan Sastra Indonesia, 2022, 2.01: 79-88.

Su’udi. 2011. “Pengantar Psikolinguistik bagi Pembelajar Bahasa Perancis”.


Semarang: Widya Karya.

Wangsadanureja, M., Wahidin, U., & Saputri, R. D. (2021). Pengaruh Kenampakan


Benda Konkrit Terhadap Produksi Ujaran Pada Balita (Observasi
Psikolinguistik pada Batita Berusia 15 Bulan). Jurnal Pendidikan Guru
Pendidikan Anak Usia Dini, 1(1), 15-23.

28

Anda mungkin juga menyukai